Nama : Nurmala
Nim : A1C016122
1
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi yang telah
1999 dan prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam Undang- Undang Nomor
Daerah. Dalam Aziz (2016), Ahid Menjelaskan bahwa Otonomi daerah bisa diartikan
sebagai kewajiban yang dikuasakan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan juga hasil guna
dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain
yang efektif dan efisien, sehingga mampu mendorong masyarakat untuk berperan
tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut
akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan
besar.
pelaksanaannya, masih terdapat daerah otonom yang belum berjalan dengan baik
dalam prinsip efisiensi dan efektivitas otonomi daerah (Ruslan, 2013). Disisi lain,
Bruto terendah diseluruh Indonesia dengan kenaikan hanya 0,11% (Sumber: Data
Sekunder BPS, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya yang
kebijakan yang progresif, revolusioner dan bervisi kerakyatan harus terus diambil
oleh pemerintah
daerah agar kemakmuran bisa dicapai dimana hal tersebut salah satunya tergambar
mempengaruhi kinerja keuangan Pemerintah Daerah yaitu antara lain Size, Wealth,
meningkatkan kinerja yang dimiliki serta pengelolaan pemerintahyang lebih baik jika
pelayanan yang terbaik untuk masyarakat sehingga harus didukung oleh aset yang
baik pula. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya,aset dan fasilitas yang memadai
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ukuran (Size) aset yang besar
Selain itu kemudahan di bidang operasional juga akan memberi kelancaran dalam
memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna kemajuan daerah sebagai bukti
itu, Pemerintah Daerah dengan jumlah aset yang begitu besar jika dibandingkan
daerah lain juga memiliki tuntutan yang besar untuk menunjukkan tren peningkatan
kinerja keuangan yang baik. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Maiyora (2015),
Masdiantini dan Erawati (2016), Azis (2016), Alvini (2018) dan Aminah et.al (2019).
Tetapi hal ini kontradiktif dengan hasil penelitian Ilmiyyah et.al. (2017), Kusuma dan
Handayani
(2017) serta Fassa dan Trisnawati (2018) yang menyatakan bahwa Size (Ukuran)
daerah. Infrastruktur daerah yang baik serta investasi yang tinggi di suatu daerah
menandakan daerah tersebut memiliki tingkat pendapatan asli daerah yang baik.
Saraswati (2014) dalam Alvini (2018) menyatakan bahwa semakin besar kontribusi
PAD maka kebutuhan daerah akan terpenuhi dan kualitas pelayanan publik
kinerja yang baik dari pemerintah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Armaja et.al
(2015), Kusuma dan Handayani (2017), Alvini (2018) dan Aminah et.al (2019).
Tetapi hasil ini kontradiktif dengan hasil penelitian Maiyora (2015), Ernawati dan
Jaeni (2018) serta Satria dan Puspita Sari (2018) yang menemukan hasil bahwa
Leverage merupakan besarnya aset daerah yang dibiayai oleh utang karena
daerah tidak mampu membiayai urusan daerahnya melalui modal sendiri. Menurut
Darmanto (2012) dalam Ilmiyyah et.al. (2017), leverage yang merupakan faktor
bahwa semakin tinggi tingkat leverage yang dimiliki oleh pemerintah daerah maka
kinerja pemerintah akan menurun, jumlah hutang yang tinggi akan susah untuk
membiaya operasional sendiri. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Fassa dan
Trisnawati (2018). tetapi hasil ini kontradiktif dengan hasil penelitian Maiyora
(2015), Masdiantini dan Erawati (2016), Ilmiyyah et.al. (2017), Kusuma dan
Handayani (2017), Ernawati dan Jaeni (2018) serta Satria dan Puspita Sari (2018)
yang menemukan hasil bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum yang layak, dan
daerah akan memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada
masyarakatnya. Selain itu, banyaknya belanja daerah yang dikeluarkan oleh suatu
efisien dan tepat akan meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Armaja et.al (2015), Azis (2016), Kusuma dan
Handayani (2017), Alvini (2018) dan Aminah et.al (2019). Tetapi hasil ini
kontradiktif dengan hasil penelitian Fassa dan Trisnawati (2018) yang menemukan
hasil bahwa belanja daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
Semakin besar jumlah transfer dana yang didapatkan oleh pemerintah daerah
maka semakin bagus pelayanan yang akan diberikan serta akan memperlancar
operasional pemerintah daerah dalam menjalankan setiap program yang sudah
daerah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Maiyora (2015), Armaja et.al (2015),
Azis (2016) dan Aminah et.al (2019). Tetapi hasil ini kontradiktif dengan hasil
penelitian Kusuma dan Handayani (2017), Fassa dan Trisnawati (2018), Ernawati dan
Jaeni (2018), Masdiantini dan Erawati (2016), Ilmiyyah et.al. (2017) dan Alvini
variabel apa saja yang mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah agar dapat
sebelumnya yaitu lokasi penelitian serta priode laporan keuangan yang digunakan.
oleh karena itu, penulis termotivasi untuk meneliti tentang “Pengaruh Size, Wealth,
sebagai berikut:
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan antara
teori yang ada dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Selain itu, penelitian ini
khususnya penelitian terkait pengaruh size, wealth, leverage, belanja daerah dan
lebih baik dan mampu memberi pelayanan yang baik untuk masyarakat.
Pemerintah daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen.
which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to
perform some service on their behalf which involves delegating some decision
pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Teori ini jugalah yang mendasari
penelitian ini. Ayuningtyas (2016) menyatakan bahwa dalam teori agensi terdapat dua
pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni pihak yang memberikan
kewenangan yang disebut principal dan pihak yang menerima kewenangan yang
hubungan keagenan, yaitu hubungan yang timbul karena adanya kesepakatan yang
Dalam organisasi sektor publik, khususnya di pemerintahan pusat dan daerah, secara
untuk menilai dan mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah agar mampu
telah diberi wewenang untuk mengelola anggaran dari masyarakat dituntut untuk
masalah agensi. Menurut Eisenhardt (1989) dalam Hartas (2011) teori agensi
menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya
mementingkan diri sendiri (self interest) dengan mengabaikan kepentingan orang lain,
(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), dan (3) bahwa manusia selalu menghindari risiko (risk averse).
diri sendiri dari pada menguntungakan perusahaan dan pada akhirnya akan
menimbulkan konflik.
entitas pemerintah pada saat tertentu atau perubahan atas aset dan/atau
kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan SAP. Laporan keuangan
dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas selama satu periode
pelaporan.
serta komitmennya.
perubahan didalamnya.
kinerja entitas atas hal biaya jasa, efisiensi dan pencapaian tujuan.
sebagai berikut:
informasi dalam laporan keuangan yang berguna bagi pemakai. Terdapat empat
1. Dapat dipahami
pemakai.
2. Relevan
peristiwa masa lalu dan masa kini, atau memperkirakan masa depan.
3. Keandalan
Informasi memiliki kualitas yang andal jika bebas dari
diandalkan pemakainya.
4. Dapat diperbandingkan
sebuah entitas dari suatu periode ke periode lain pada entitas yang
berbeda.
visi organisasi. Azhar (2008), menyatakan bahwa kinerja merupakan aktivitas terukur
dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan
apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Kinerja keuangan
kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat
kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah”. Dari pengertian diatas
maka dapat simpulkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah adalah gambaran
daerah selama periode tertentu yang dapat diukur menggunakan indikator keuangan.
sehingga terjadi upaya perbaikan secara terus menerus untuk mencapai tujuan dimasa
terus menerus dan pelaporan capaian kegiatan, khususnya kemajuan atas tujuan yang
lembaga atau organisasi tidak hanya berlaku pada lembaga atau organisasi yang
berorientasi profit saja, melainkan juga harus dilakukan pada lembaga atau organisasi
non komersial. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana pemerintah
dibelanjakan, akan
tetapi meliputi kemampuan yang menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah
Analisis Rasio Keuangan terhadap APBD merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah. Beberapa rasio yang
dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD menurut
a. Rasio Kemandirian
b. Rasio Efektivitas
c. Rasio Efisiensi
d. Rasio Aktivitas
f. Rasio Pertumbuhan
2.1.4 Size
perusahaan yang diukur dengan menggunakan total aktiva akan lebih baik karena
nilai aktiva relatif stabil dibandingkan dengan nilai penjualan dan kapitalisasi pasar
juga akan memberi kelancaran dalam memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dalam penelitian ini proksi untuk menjelaskan size adalah jumlah dari
total aset pemerintah daerah. Jumlah aset yang dimiliki pemerintah dapat membantu
kinerja pemerintah dimana semakin besar aset yang dimilki diharapkan dapat
membantu pemda dalam menjalakan program dan memberikan pelayanan yang baik
untuk masyarakat.
2.1.5 Wealth
Kekayaan suatu negara dapat diukur dengan berbagai macam ukuran yang tidak
selalu sama karena setiap orang memiliki pandangan hidup yang berbeda sehingga
tolok ukur dari kesejahteraan juga akan berbeda. Ayunigtias (2016) menyatakan
bahwa variabel Wealth dari Pemerintah Daerah dapat dilihat dari pendapatan asli
penerimaan daerah yang digali untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintah
ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Kemampuan suatu daerah menggali PAD
semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka kinerja pemerintah dianggap
semakin baik.
Dalam penelitian ini proksi yang digunakan untuk menjelaskan
kemakmuran adalah Pendapatan Asli Daerah. Daerah yang memiliki PAD yang tinggi
yang memiliki PAD rendah. Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pasal 157 Undang-Undang No.
tersebut. Disamping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan
2.1.6 Leverage
dan modal. Semakin besar leverage, maka akan memperbesar tingkat ketergantungan
pemerintah daerah tersebut pada pihak luar, sehingga akan menunjukkan kinerja yang
rendah.
Dalam sektor publik, rasio utang atau leverage sangat penting bagi kreditor
dan calon kreditor potensial pemerintah daerah dalam membuat keputusan pemberian
kredit. Rasio ini akan digunakan oleh kreditor untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah dalam membayar utangnya. Rasio ini digunakan untuk bagian dari
setiap rupiah ekuitas dana yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Rasio ini
juga mengindikasikan seberapa besar pemerintah daerah terbebani oleh utang. Jika
rasio ini tinggi, maka pemerintah daerah mungkin sudah kelebihan utang dan harus
suatu unit usaha, karena pemebiayaan eksternal pemerintah daerah tidak hanya dari
hutang saja, namun pemerintah daerah juga memiliki bantuan dana dari pemerintah
Anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan
PP No.58/2005,
“Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
bertujuan untuk :
proses pencatatan.
Terdiri atas :
a. Belanja Pegawai
tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
a. Belanja tanah
dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh
pemerintah daerah.
2.1.8 Intergovernmental Revenue
adalah sejumlah transfer dana dari pusat yang sengaja dibuat untuk membiayai
dan perimbangan. Dana perimbangan ini merupakan hasil kebijakan pemerintah pusat
di bidang desentralisasi fiskal demi keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah.
Dalam rangka mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan antara daerah
agar tidak ada satu daerah yang tertinggal maka diberikanlah dana perimbangan
tersebut, serta untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi
daerah.
dijelaskan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada
daya nsional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam.
APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
desentralisasi”.
Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang
desentralisasi.
selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
mendanai
kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat
penelitian diperoleh dari laporan keuangan daerah dan realisai APBD pemerintah
kota/kabupaten yang ada di Pulau Sumatera. Pulau Sumatera terdiri dari 151
sedangkan wealth, leverage dan ukuran legislatif tidak berpengaruh terhadap kinerja
Keuangan (Studi pada Kabupaten/Kota di Aceh). Sampel data yang digunakan adalah
analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Linear Berganda. Hasil
Audit Bpk Pada Kinerja Keuangan. Sampel dalam penelitian ini adalah pemerintah
daerah dari 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali dengan metode sampling jenuh.
Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Berdasarkan hasil
pengujian ditemukan bahwa ukuran pemerintah daerah dan opini audit BPK
Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Dan Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran pemda (size), intergovernmental revenue dan
sumatera selatan tahun 2012-2015. Dimana variabel yang di uji adalah 8 kinerja
revenue, size, leverage, dan klaster kemampuan keuangan daerah. Sampel yang
pemerintah daerah yang diukur dengan tingkat kemandirian daerah. Sedangkan secara
parsial, variabel opini audit, ukuran legislatif, size, leverage, dan klaster kemampuan
tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat, leverage, dan belanja daerah. Sampel
yang digunakan adalah 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013-
2015. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
pemerintah daerah, tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat, dan leverage tidak
efisiensi kinerja.
pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah (studi empiris pada
teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasilnya
Ernawati dan Jaeni (2018) meneliti tentang Faktor Penentu Kinerja Keuangan
digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil dari penenlitihan ini menunjukkan
kinerja keuangan
pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-2017.
intergovernmental revenue, leverage dan opini audit bpk terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Lhokseumawe). Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari kantor
BPKD pemerintah kota Lhokseumawe. Metode analisis data dalam penelitian ini
adalah Analisis Regresi Berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekayaan
melalui rasio efisiensi Lhokseumawe kota yang kurang efisien dalam menjalankan
menjalankan pemerintahan.
12 Kabupaten/Kota. Dan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi
Aminah, Afifah dan Pratama (2019) meneliti tentang Pengaruh Size, Wealth,
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah yang ada di
wilayah Jawa Barat tahun 2014-2016 yang terdiri dari 18 Kabupaten, 9 Kota dan 1
Size (X1)
Wealth (X2)
mampu melakukan pengadaan aset sesuai dengan kebutuhan. Jumlah aset yang
banyak dengan ukuran pemerintahan yang luas akan sangat membantu meningkatkan
kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat karena total aset sesuai
dengan yang dibutuhkan untuk menjalakan program-program daerah. dan jika setiap
operasional berjalan dengan lancar dengan adanya aset-aset yang memadai akan
apabila jumlah utang lebih besar dibandingkan total aset yang dimiliki itu akan sangat
bantuan pinjaman dari kreditur lagi, maka semakin besar ketergantungan pemerintah
daerah kepada pihak luar makan akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah. Belanja daerah yang tinggi dengan tujuan memenuhi kebutuhan
dan memberikan pelayanan yang baik untuk masyarakat juga sangat membantu
Dalam teori agensi terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau
kontrak, yakni pihak yang memberikan kewenangan yang disebut principal dan pihak
kesepakatan dan kontrak, dimana pemerintah sebagai penyedia jasa yang menjadi
kepentingan masyarakat (Ayuningtyas, 2016). Agen diharapkan dapat memilih
dengan teliti dalam menyusun program kerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
melakukan pengadaan aset dan fasilitas yang memadai. pengadaan aset dan berbagai
fasilitas ini penting diperhitungkan dengan baik sesuai dengan kebutuhan daerah
sebab size atau ukuran aset yang sesuai dengan kebutuhan akan memberikan
Stakeholder. Semakin besar ukuran daerah yang dinilai dari semakin besarnya total
aset pemerintah daerah, maka semakin tinggi pula kinerja pemerintah daerah
Nugroho dan Prasetyo (2018), menurutnya ukuran pemda yang diproksikan dengan
besar kecilnya total aset tidak menunjukkan baik dan buruknya kinerja pemda, hal ini
karena adanya faktor in efisiensi dalam pengelolaan asetnya dan besarnya aset yang
dimiliki ternyata tidak meningkatkan kinerja pemda hal ini disebabkan karena
banyaknya aset di pemda tersebut merupakan aset yang tidak dapat dimanfaatkan
secara produktif.
Masdiantini dan Erawati (2016), Azis (2016), Alvini (2018) dan Aminah et.al (2019)
Pemerintah Daerah
dan memberikan sumber daya kepada agen berupa pajak dan retribusi, dana
perimbangan, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain lain pendapatan yang sah
(Suryaningsih dan Sidyani, 2016). Sebagai agen yang mengelola pemerintah harus
kinerja yang dilakukan agen dalam menjalakan program yang dijalakan akan semakin
Adanya timbal balik yang baik serta keuntungan yang tinggi akan menwujudkan
suatu daerah dilihat dari pendapatan asli daerah (Aminah et.al 2019). Dengan
penghasilan asli daerah yang bagus akan dapat membantu pemerintah daerah dalam
(2015), Kusuma dan Handayani (2017), Alvini (2018) dan Aminah et.al (2019) yang
kemakmuran suatu wilayah maka kinerja keuangannya juga akan semakin bagus.
daerah.
kinerja dari agen atau pemerintah agar mampu memberikan pelayanan yang baik
tugasnya dengan baik atau tidak (Ardyasa, 2019). namun tidak semua hal yang kita
inginkan bisa
berjalan sesuai dengan keinginan kita, ada kalanya kinerja pemerintah atau agen
mengalami penurunan misalkan dari jumlah aset yang tidak memadai dalam
menjalankan kerja-kerja pemerintah daerah, serta macetnya transfer dana dari pusat
pihak ekstenal agar program yang telah direncanakan tetap bisa dijalankan. Dan dari
besar ketergantungan entitas pada pihak luar karena semakin besar utang yang
dimiliki entitas tersebut maka semakin rendah kinerja keuangan entitas tersebut.
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
tingkat leverage yang dimiliki pemerintah daerah maka kinerja keuangannya juga
Daerah
Menurut teori agensi agen atau pemerintah daerah yang telah diberi
wewenang untuk mengelola anggaran dari masyarakat dituntut untuk menjadi agen
dalam mentukan anggaran untuk belanja daerah harus dilakukan dengan teliti tanpa
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan aset tetap dan aset
lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas bulan). Undang-
undang RI No. 32 Tahun 2004 Pasal 167 ayat 1 menyatakan bahwa belanja daerah
diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan urusan wajib dan pelayanan lain di
pengembangan sistem jaminan sosial. Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa
semakin tinggi belanja daerah maka semakin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan
pemerintah daerah kepada masyarakat luas. Dan jika pelayanan yang masyarakat
dapatkan bagus maka semakin bagus pula kinerja keuangan pemerintah daerah.
(2015), Azis (2016), Kusuma dan Handayani (2017), Alvini (2018) dan Aminah et.al
(2019) yang menemukan hasil bahwa belanja daerah berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Yang berarti bahwa semakin optimal realisasi belanja
daerah maka akan semakin bagus kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut.
Pemerintah Daerah
Prinsip utama teori agensi menyatakan terdapat dua pihak yang melakukan
kesepakatan atau kontrak, yakni pihak yang memberikan wewenang atau kekuasaan
(disebut prinsipal) dan yang menerima wewenang (disebut agen). Hubungan antara
masyarakat dengan pemerintah adalah seperti hubungan antara principal dan agen
(Ardyasa, 2019). DPRD yang mewakili masyarakat adalah principal dan pemerintah
adalah agen. Agen diharapkan dalam memilih kebijakan keuangan yang dapat
memberikan sumber daya kepada agen berupa pajak, retribusi, dana perimbangan,
hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain lain pendapatan yang sah (Suryaningsih
dan Sidyani, 2016). Sehingga pemerintah sebagi agen harus mampu memberikan
pelayanan dan kinerja yang baik untuk masyarakat, menjalakan program sesuai
pendapatan asli daerah tidak mampu menutupi biaya operasional pemerintah daerah
pemerintah daerah.
Intergovernmental revenue adalah sejumlah transfer dana dari pusat yang
penyelenggaran pelayanan yang baik untuk masyarakat. Dan pemerintah daerah harus
penggunan anggaran tersebut. Semakin besar jumlah dana yang diberikan oleh
kinerja yang dilakukan oleh pemerintah karena hal itu akan sangat membantu
akan dilaksakan, jika setiap program dijalakan dengan maskimal dan baik akan
menwujudkan masyarakat yang sejahtera, dan akan timbul kepercayaan yang besar
keuangan.
Armaja et.al (2015), Azis (2016) dan Aminah et.al (2019)yang menemukan hasil
daerah. Hal ini berarti bahwa semakin besar dan optimal pengelolaan dana
pemerintah daerah.
BAB III
METODE PENELITIAN
kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang berupa data-data angka serta
kuantitatif, dan bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan (Sugiyono,
2017: 8).
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau
diperoleh maupun dicatat oleh orang lain. Adapun Sumber data yang digunakan
mempunyai karakteristik tertentu atau dengan kata lain populasi adalah sekumpulan
unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian (Indriantoro dan Supomo,2002).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Kabupaten
dan Kota di provinsi Nusa Tenggara Barat. Dimana Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
sampel dimana sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono, 2017). Karena
digunakan dalam penelitian ini sama dengan jumlah populasi yaitu; Laporan
1. Kota Mataram
6. Kabupaten Sumbawa
7. Kabupaten Sumbawa Barat
8. Kota Bima
9. Kabupaten Bima
Penelitian ini berasal dari sumber data sekunder, yaitu hasil Laporan
berupa neraca untuk mengetahui total aset dan Laporan Realisasi Anggaran
untuk mengetahui total PAD dan DAU dan belanja modal. Sedangkan laporan
hasil EKPPD diperoleh dari situs Kemendagri tahun 2016 dan tahun 2019,
Literatur.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Adapun variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian ini kinerja keuangan pemerintah
daerah.
Intergovernmental Revenue.
merupakan definisi yang berupa cara mengukur variabel dalam penelitian supaya
penelitian:
yang sudah direncanakan pemerintah daerah selama periode tertentu yang dapat
(2016), variabel kinerja keuangan di ukur menggunakan proxi rasio efisiensi. Adapun
rumusnya adalah
Size/ukuran dapat diukur dengan jumlah kayawan, total penjulan dan jumlah aset
yang dimiliki organisasi. Berdasarkan penelitian Animah etc all. size yang digunakan
untuk penelitian ini adalah Total aset pada neraca laporan keuangan.
dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pendapatan
Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam
modal. Berdasarkan penelitian Kusuma (2017), variabel leverage dalam penelitian ini
dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi saldo Anggaran lebih
oleh Kusuma (2017), Variabel Belanja Daerah diproksikan dengan Total Realisasi
Belanja Daerah.
sejumlah transfer dana dari pusat yang sengaja dibuat untuk membiayai program-
bidang desentralisasi fiskal demi keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah.
pendapatan.
bentuk yang akan membuat pembaca lebih mudah memahami dan menafsirkan
maksud dari data atau angka yang ditampilkan (Suharyadi dan Purwanto, 2013).
Pengukuran yang digunakan dalam statistik deskriptif ini meliputi jumlah data, nilai
menghasilkan nilai-nilai koefisiensi yang tidak bias. Oleh karena itu, perlu
a. Uji Normalitas
terdistribusi normal atau tidak. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada
sedangkan jika probability value < 0,05 maka Ho ditolak (tidak berdistribusi
normal).
b. Uji Multikolonearitas
jika nilai toleransi ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10, dan sebaliknya jika terjadi
multikolinieritas yaitu jika nilai toleransi ≤ 0,10 dan nilai VIF ≥ 10 (Ghozali,
2016).
c. Uji Heterokedastisitas
heteroskedastisitas.
absolut residual lebih dari 0,05 maka disimpulkan tidak terjadi masalah
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Salah satu
cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah menggunakan
uji Durbin- Watson (DW test)38. Dasar keputusan ada atau tidaknya korelasi adalah
sebagai berikut :
positif
positif
negatif
negatif
memprediksi rata-rata populasi atau nilai ratarata varaibel dependen berdasarkan nilai
Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel terikat (Y)
yaitu Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, sedangkan variabel bebasnya terdiri dari:
Size (X1), Wealth (X2), Leverage (X3), Belanja Daerah (X5) dan Intergovernmental
Revenue (X6).
berikut :
Keterangan:
a = Konstanta
ß = Koefisien
X1 = Size
X2 = Wealth
X3 = Leverage
X4 = Belanja Daerah
X5 = Intergovernmental Revenue
e = variabel pengganggu
c. Uji Hipotesis
digunakan dalam penelitian ini lebih dari satu. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu (0 < R2 < 1). Jika nilai R2 semakin mendekati
dari 0.05 atau dapat dilihat dari nilai F hitung lebih besar dari F tabel ,
dependen. Jika nilai t hitung lebih kecil dari t tabel pada taraf signifikan
0.05 maka Ha ditolak. Sedangkan jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel
maka Ha diterima.
Daftar Pustaka
Ardyasa, Dimas. (2019). Pengaruh Ukuran, Kemakmuran, Dan Dana Perimbangan
Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi
Empiris Pada Pemerintah Daerah di Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan
Tahun 2015-2016). (Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas
Lampung)
Armaja., Ibrahim, Ridwan., dan Aliamin. (2015). Pengaruh Kekayaan Daerah, Dana
Perimbangan Dan Belanja Daerah Terhadap Kinerja Keuangan (Studi pada
Kabupaten/Kota di Aceh). Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam Vol 3 No
2.
Alvina, Yevi. (2018). Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Tingkat Kekayaan
Daerah, Tingkat Ketergantungan Daerah Kepada Pemerintah Pusat Dan
Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Pada
Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau Periode 2011- 2016). JOM FEB Vol 1 No
1.
Aminah, Iim Nur., Afiah, Nunuy Nur., dan Pratama, Arie. (2019). Pengaruh Size,
Wealth, Intergovermental Revenue dan Belanja Modal terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah. SIKAP Vol 3 No 2.
Ayuningtyas, D. (2016). Pengaruh Size, Wealth, Leverage, Belanja Daerah Dan
Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Di Jawa Tengah. (Skripsi. Institut Agama Islam Surakarta).
Azhar, M. (2008). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. (Tesis. Universitas Sumatera Utara).
Aziz, Asmaul. 2016. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di
Jawa Timur). Eksis Vol 11 No 1.
Bastian, Indra. (2010). Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Ernawati dan Jaeni. (2018). Faktor Penentu Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan
Perbankan Vol 7 No 1.
Fassa, Marisa Nadya and Rina Trisnawati. (2018). Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi
Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)
Tahun 2014- 2017). Skripsi Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 21,
Edisi 7. Semarang: UNDIP.
Halim, A. (2012). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta:
Salemba Empat.
Hamzah, A. (2007). Analisa kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi,
Pengangguran dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 29
Kabupaten Dan 9 Kota Di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006). Naskah
Publikasi Skripsi. Madura: Universitas Trunojoyo.
Ilmiyyah, Nyayu Miftahul., Dewata, Evada., dan Sarikardawi. (2017). Faktor–Faktor
yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2012-2015. Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan
Manajemen Bisnis Vol 5 No 1.
Indrawan, Y. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan pada
Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Akuntansi
Universitas Hasanudin.
Indriantoro dan Supomo, B. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Jogiyanto. (2011). Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan Keempat. Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta.
Julitawati, E., dkk. (2012). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi Aceh. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Vol
1, No. 1.
Kusuma, Aulia Rizka., dan Handayani, Nur. (2017). Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Vol 6 No 1.
Kusumawardani, M. (2012). Pengaruh Size, Kemakmuran, Ukuran Legislatif,
Leverage terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia.
Accounting Analysis Journal. Universitas Negeri Semarang.
Maiyora, Gita. (2015). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Darah Kabupaten/Kota (Studi Empiris Kabupaten/Kota
Di Pulau Sumatera). Jom Fekon Vol 2 No 2.
Masdiantini, Putu Riesty dan Erawati, Ni Made Adi. (2016). Pengaruh Ukuran
Pemerintah Daerah, Kemakmuran, Intergovermental Revenue, Temuan dan
Opini Audit BPK pada Kinerja Keuangan. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana Vol 14 No 2.
Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.
Marfiana, N. (2013). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Hasil Pemer
iksaan Audit BPK Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah . Jurnal.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Nugroho, T. R. (2018). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten & Kota Di Jawa Timur. Assets:
Jurnal Akuntansi Dan Pendidikan, 7(1), 27.
Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah RI Nomor. 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia.(2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
daerah.
Republik Indonesia.(2004). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah.
Republik Indonesia.(2004). Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
daerah.
Saputra, S. C., Suwendra, I. W. dan Yudiaatmaja, F. (2016). Analisis Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah di Kabupaten Jembrana Tahun 2010-2014. e-Journal Bisma
Universitas Pendidikan Ganesha, Vol.4.
Satria, Dy Ilham., dan Puspitasari, Heni. (2018). Pengaruh Wealth, Intergovernmental
Revenue, Leverage dan Opini Audit BPK terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Lhokseumawe). At-
Tasyri Vol 10 No 1.
Sesotyaningtyas, M. (2012). Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovermental
Revenue, dan Pendapatan Pajak Daerah terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah. Jurnal Universitas Negeri Semarang.
Sudarsana, Hafidh Susila (2013). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Dan
Temuan Audit Bpk Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia). Skripsi. Universitas Diponegoro
Semarang.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung:Alfabeta.
Suharyadi dan Purwanto. (2013). Statistika: Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern
Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Sumarjo, H. (2010). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia). Skripsi. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Suryaningsih, Ni Madedan Sisdyani, Eka Ardhani.2016. “Pengaruh Karakteristik
Pemerintah daerah dan Opini Audit BPK terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah (Kabupaten/kota indonesia tahun 2013)”. Jurnal
Akuntansi
.Vol 15, No 2.
Susilowati, S., & Kristianto, D. (2016). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten Karanganyar Tahun Anggaran 2013–2015. Jurnal Akuntansi dan
Sistem Teknologi Informasi Vol 12 No 2.