Anda di halaman 1dari 15

DAMPAK PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA

PERIMBANGAN DAN BELANJA MODAL TERHADAP


TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
(Studi Empiris Pada Kepulauan Bangka Belitung)

Adhitia Noviani1, Deni Pebrianto 2, Salsabila Yasmin 3, Abyan Hernanda 4, Khusnul


Indah Utami 5, Siti Noor Khikmah6*, Lilik Andriyani7
1,2,3,4,5,6,7
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Magelang
*siti.noor.khikmah@unimma.ac.id
Abstract
This study aims to analyze the effect of Regional Original Income (PAD), Balancing Funds, and Capital
Expenditures on the level of regional financial independence in South Bangka Belitung Province Regional financial
independence is an important indicator in assessing the ability of a region to manage its own finances without
being overly dependent on external funding sources. In addition, the Balancing Fund also has a significant positive
influence on the level of regional financial independence. With the balancing funds received from the central
government, the regions have additional funding sources that can increase their level of financial independence.
This research has important policy implications for local government in South Bangka Belitung. To increase the
level of regional financial independence, local governments need to increase local revenue (PAD) through
increasing existing sources of income. In addition, local governments also need to obtain adequate balancing
funds to strengthen the regional financial position.

Keywords : Balancing Fund, Capital Expenditure, Level of Regional Financial Independence.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan
Belanja Modal terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah di Kepulauan Bangka Belitung. Kemandirian
keuangan daerah merupakan indikator penting dalam menilai kemampuan suatu daerah untuk mengelola
keuangan mereka sendiri tanpa terlalu bergantung pada sumber pendanaan eksternal. Selain itu, Dana
Perimbangan juga memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Dengan adanya dana perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat, daerah memiliki sumber pendanaan
tambahan yang dapat meningkatkan tingkat kemandirian keuangan mereka. Penelitian ini memiliki implikasi
kebijakan yang penting bagi pemerintah daerah di Bangka Belitung Selatan. Untuk meningkatkan tingkat
kemandirian keuangan daerah, pemerintah daerah perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui
peningkatan sumber-sumber pendapatan yang ada. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu memperoleh dana
perimbangan yang memadai untuk memperkuat posisi keuangan daerah.

Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Belanja Modal, Tingkat Kemandirian Keuangan
Daerah

PENDAHULUAN
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan dalam sist
em pemerintahan Indonesia, yang mempengaruhi kehidupan masyarakat di berbagai d
aerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepenti
ngan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undan
g–Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang–Undang N
omor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Dae
rah yang kemudian dilakukan revisi atau perubahan sehingga bergeser ke Undang-Un
dang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Otonomi daerah dapat mendorong pembangunan daerah dengan menggantikan


sistem pembangunan terpusat yang dianggap tidak mampu mempercepat pebangunan
dan mengurangi kesenjangan pembangunan di berbagai daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola keuangan secara
mandiri dan mengatur keuangan sesuai dengan kebutuhan setiap daerahnya, sehingga
tingkat kesejahteraan dapat meningkat secara merata dan cepat. Disamping itu
otonomi daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga
diharapkan pemerintah daerah dapat lebih kreatif dalam mengembangkan potensi
daerahnya untuk mencapai pembangunan yang lebih baik.
Otonomi Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip - prinsip demokratis, prinsip
masyarakat, keadilan, dan pemerataan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman
dan potensi setiap daerah. Ini berarti bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan
untuk menentukan alokasi sumber daya yang dimiliki untuk keperluan belanja daerah
dengan mempertimbangkan prinsip kepatuhan dan kemampuan daerah yang
tercantum dalam anggaran daerah. Pembangunan daerah harus didasarkanpada
perncanaan yang telah ditetapkan dalam pola dasar pembagunan, arah kebijakan
umum dan Anggaran dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Undang – Undang No 23 Tahun 2014 kemandirian keuangan daerah
mencerminkan kemampuan pmerintah daerah untuk mendanai kegiatan pemerintah,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian keuangan daerah dpat
dukur dariperbandingan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pendapatan dari
sumber lain seperti bantuan pemerintah pusat atau pinjaman daerah. Semakin besar
peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan bantuan dari pemerintah
pusat, maka tingkat kemandirian keuangan daerah akan semakin tinggi. PAD
merupakan faktor utama dalam mengukur tingkat kemandirian keuangan daerah yang
mencakup pendapatan dari pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayan
daerah yang terpisah, dan pendapatan asli daerah lainnyayang sah.
Pencapaian target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sesuai dengan anggaran
dapat meningkatkan kemandirian keuangan daerah. Hal ini karena kemampuan suatu
daerah yang mnghasilakan pendapatan asli secara langsung mempengaruhi
perkembangan dan pembangunan daerah. Semakin besar kontribusi Pendapatan
Daerah Asli Daerah semakin sedikit ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat.
Salah satu kendala dalam mewujudkan otonomi daerah adalah kurangnya
anggaran yang cukup untuk mengelola urusan publik dibanyak pemerintah daerah.
Ketidakstabilan anggaran ini perlu ditangani melalui upaya kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah, dengan harapan peningkatan pendapatan daerah, dengan
harapan peningkatan pendapatan daerah mendukung pembangunan daerah dan
stabilitas keuangan, serta mampu mengelola sumber daya dan potesi secara mandiri.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan untuk
membiayai kebutuhan daerah.
Pemberian otonomi daerah diharapkan setiap daerah untuk dapat memenuhi
kebutuhan pelayanan, pembangunan infrastruktur, dan penyediaan fasilitas umum
yang menjadi tanggungjawab mereka. Pemerintah daerah diarahkan untuk mengelola
pendapatan daerah secara mandiri untuk membangun pembangunan ekonomi daerah.
Kemandirian daerah otonom tergantung pada dua faktor utama yaitu kemampuan
keuangan daerah dalam memanfaatkan sumber pendapatan yang ada dan
ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pemerintah pusat. Kemampuan daerah
dalam mengelola keuangan terlihat dalam laporan APBD, yang mencerminkan
penggunaan potensi penuh untuk mendanai kegiatan pemeintah dan pembangunan
daerah.
Dana perimbangan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang
berkontribusi besar terhadap struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBN). Menurut Undang - Undang Nomor 33 (2004), Dana Perimbangan adalah
dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
memenuhi kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana
perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
termasuk Dana ALokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil.
Belanja Modal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 (2010) adalah
pengeluaran daerah utuk membeli aset tetap dan aset lain yang dapat menghasilkan
keuntungan dalam rangka jangka waktu lebih dari satu tahun. Belanja modal yang
cukup besar diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Pemerintah daerah diharapkan dapat memanfaatkan potensi yang ada
di daerahnya untuk mengurangi ketergantungan terhadap subsisdi pemerintah.
Penelitian (Setiawan et al., 2021) memberikan bukti bahwa pendapatan asli dae
rah berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan, semakin besar pendapatan as
li daerah, maka semakin besar pula kemandirian keuangan daerah. Karena jika pendap
atan asli daerah yang dihasilkan tinggi maka daerah dapat membiaya sendiri kebutuha
n daerahnya. Berbeda dengan penelitian (Saleh, 2020) yang membuktikan bahwa dana
perimbangan tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Penelitian (A
ndriani & Wahid, 2018) menyatakan dana perimbangan memberikan pengaruh negatif
terhadap kemandirian keuangan daerah, apabila dana perimbangan mengalami pening
katan, maka kemadirian keuangan daerah mengalami penurunan. Begitu juga sebalikn
ya, jika perolehan dana perimbangan mengalami penurunan, maka tingkat kemadirian
keuangan daerah mengalam peningkatan.
Penelitian belanja modal oleh (Suwarno, 2021) menghasilkan belanja modal m
empunyai hubungan yang signifikan negative terhadap kemandirian keuangan daerah.
Penelitian yang dilakukan (Oktavia & Handayani, 2021) bahwa belanja modal berpen
garuh negative terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Hal ini disebabkan kar
ena ketidakmampuan daerah dalam mengelola keuangan dan penerimaan belanja mod
al yang kurang optimal.
Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik ( BPS ) selama periode 2016 s.d.
2020 rata-rata pendapatan asli daerah Provinsi Banten mencapai Rp.
6.095.502.284.144,-00 dan memiliki total pendapatan senilai Rp
10.043.763.315.505,00. Provinsi Kepulauan Riau memliki PAD senilai
1.180.441.720.305,00 dan total pendapatan senilai Rp 3.424.172.706.587,00. Provinsi
Bangka Belitung memiliki PAD senilai Rp 728.933.234.122,00 dan total pendapatan
daerah senilai Rp 2.371.466.971.073,00. Povinsi Banten, Provinsi Kepulauan Riau
dan Provinsi Bangka Belitung merupakan provinsi pemekaran di wilayah Indonesia
Bagian Barat. Dari angka tersebut maka rata- rata tingkat kemandirian Provinsi
Banten sebesar 60,69%; Provinsi Kepulauan Riau sebesar 34,47% dan Provinsi Bangka
Belitung 30,74%. Dari data tersebut menunjukan bahwa Provinsi Bangka Belitung
memiliki tingkat kemandirian yang paling rendah diantara provinsi pemekaran di
wilayah Indonesia bagian Barat.
Wilayah Provinsi Bangka Belitung terdiri dari 6 Kabupaten dan 1 Kota Madya
yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah,
Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Belitung, Kabupaten Belitung Timur dan Kota
Pangkal Pinang. Data dari BPS menunjukan rata-rata pendapatan asli daerah
kabupaten / kota di provinsi Bangka Belitung selama periode 2016 s.d. 2020 adalah
sebagai berikut , Kabupaten Bangka dengan PAD sebesar Rp 159.717.003.581,00 dan
total pendapatan sebesar Rp 1.138.717.450.912,00. Kabupaten Bangka Selatan
dengan PAD sebesar Rp 58.709.179.765,00 dan total pendapatan sebesar Rp
820.647.604.393,00. Kabupaten Bangka Tengah dengan PAD sebesar Rp
84.176.231.851, dan total pedapatan sebesar Rp 860.936.299.253 ,00. Kabupaten
Bangka Barat dengan PAD sebesar Rp 66.593.048.272,00 dan total pendapatan
sebesar Rp 855.913.007.787,00. Kabupaten Belitung dengan PAD sebesar Rp
172.634.409.097,00 dan total pendapatan sebesar Rp 975.674.437.455,00. Kabupaten
Belitung Timur dengan PAD sebesar Rp 104.576.521.933,00 dan total pendapatan
sebesar Rp 796.117.852.738,00. Terakhir Kota Pangkal Pinang dengan PAD sebesar
154.683.443.657,00 dan total pendapatan sebesar Rp 904.408.876.095,00. Dari rata-
rata PAD dan total pendapatan masing – masing kabupaten / kota di wilayah Provinsi
Bangka Belitung pada tahun 2016 s.d. 2020 maka diperoleh gambaran mengenai rata-
rata tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bangka
sebesar 14,03%; Kabupaten Bangka Selatan sebesar 7,15%; Kabupaten Bangka
Tengah sebesar 9,78%; Kabupaten Bangka Barat sebesar 7,78%; Kabupaten Belitung
sebesar 17,69; Kabupaten Belitung Timur sebesar 13,14% dan Kota Pangkal Pinang
sebesar 17,10%.

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah


25.00%

20.00%

15.00%

10.00%

5.00%

0.00%
2016 2017 2018 2019 2020

Kab. Bangka Kab. Bangka Selatan Kab. Bangka Tengah Kab. Bangka Barat
Kab. Belitung Kab. Belitung Timur Kota Pangkal Pinang
Grafik Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten / Kota Di Wilayah Provinsi Bangka
Belitung Tahun 2016 s.d. 2020, Sumber : Badan Pusat Statistik

Perbedaan penelitian ini dengan penelitan sebelumnya yaitu penelitian ini dilak
ukan pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2016 - 2020. Penelitian in
i menguji pengaruh pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan belanja modal terh
adap kemandirian keuangan daerah dengan memasukkan variabel belanja modal seba
gai variabel independen agar dapat mengetahui jalur - jalur mana yang lebih baik untu
k mencapai tingkat kemandirian yang baik untuk suatu daerah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang efektivitas
kebijakan pemerintah terkait pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan belanja
modal dalam mencapai kemandirian keuangan daerah. Adapun manfaat dari
penelitian ini yaitu, bagi peneliti untuk menerapkan ilmu yang didapat serta melatih
proses berfikir secara ilmiah, terutama dalam bidang pemerintah daerah serta
mendapat informasi yang tidak diketahui sebelumnya. Bagi pemerintah daerah dari
hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengelolaan keuangan daerah untuk mewujudkan daerah yang lebih mandiri. Bagi
peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat dikembangkan lagi sebagai
referensi acuan penelitian mengenai pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
belanja modal dan tingkat kemandirian keuangan daerah.
REVIEW LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Agency (Agency Theory)
Konsep teori keagenan (agency theory) yaitu hubungan antara principal dan
agen (R.A. Supriyono, 2018). Agency Theory merupakan hubungan atau kontrak
antara principal dan agent dimana principal merupakan pihak yang memperkerjakan
agent agar melakukan tugas menjalankan kepentingan principal (Scoot, 2015)
Dalam pemerintahan, pihak yang berperan sebagai principal atau pemberi
wewenang adalah pemerintah pusat dan pihak yang berperan sebagai agen atau yang
melaksanakan tugas/wewenang adalah pemerintah daerah. Namun, dalam teori ini
adanya anggapan bahwa pihak agen tidak dapat dipercaya untuk bertindak sebaik
mungkin demi kepentingan principal. Pihak agen mengelola pemerintahan daerahnya
masih dengan ketergantungan pada pemberian bantuan dana perimbangan yang
menyebabkan menjadi tidak mandirinya daerah tersebut. Perbedaan kepentingan
antara principal dan agen menjadi dasar munculnya teori ini, karena hubungan
keagenan terkadang dapat menimbulkan masalah antara principal dan agen.
Sebagai agen, pemerintah daerah secara moral bertanggung jawab untuk
memaksimalkan pendapatan daerah kepada pemerintah pusat, tetapi disisi lain
pemerintah daerah juga berkepentingan untuk memaksimalkan pendapatan daerah dan
memaksimalkan kesejahteraan. Dalam hal ini dapat memunculkan bahwa agen tidak
selalu menjalankan dan melakukan sistem pemerintahan yang terbaik demi principal.

Pendapatan Asli Daerah


Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diterima oleh pemerintah daer
ah dari sumber-sumber daerah sendiri yang dipungut oleh pemerintah daerah yang ses
uai dengan peraturan perundang-undangan (Siregar, 2015). Bertambahnya pendapatan
asli daerah akan berdampak pada periode yang akan dating yaitu produktivitas
masyarakat meningkat sehingga dapat menarik minat para investor untuk berinvestasi
di daerah tersebut yang mana hal ini berarti juga akan berdampak pada peningkatan
belanja modal
Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2014, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
adalah pendapatan yang dihasilkan oleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan d
aerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. PAD adalah sumber pendapatan
asli daerah yang digali di daerah dan digunakan sebagai modal daerah untuk pembang
unan daerah dan pembiayaan usaha untuk meminimalkan ketergantungan pada penda
naan pemerintah pusat.

Dana Perimbangan
Menurut (Undang-Undang No. 33, 2004), dana perimbangan adalah dana yang
berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuha
n daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan disebut juga se
bagai dana yang diperoleh dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), dan dana tersebut dialokasikan ke masing-masing daerah untuk memenuhi k
ebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri d
ari : Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK).

Belanja Modal
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), Beanja Modal didefinisikan seb
agai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal selain aset tetap/p
ersediaan yang memberikan manfaat selama lebih dari satu periode akuntansi, termas
uk biaya untuk pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa m
anfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Menurut (Peraturan Pemerintah No. 71, 2010), belanja modal adalah pengeluar
an pemerintah daerah yang memperoleh masa manfaat lebih dari satu tahun anggaran,
sehingga mengakibatkan bertambahnya aset atau kekayaan daerah serta menambah pe
ngeluaran rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja modal digunakan untuk memperol
eh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, Gedung, infrastruktur dan aset tetap
lainnya. Ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yaitu dengan membangu
n sendiri, menukarkannya dengan aset tetap lainnya atau membelinya. Belanja modal
terdiri dari : Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Mod
al Bangunan dan Gedung, Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan, Belanja Modal
Fisik Lainnya.

Kemandirian Keuangan Daerah


Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Kemandirian Keuangan Daera
h berti bahwa pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan tanggung jawab keuanga
nnya sendiri, serta melaksanakannya sendiri dalam rangka asas desentralisasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Kemandirian keuangan daerah bera
rti pemerintah daerah dapat melakukan pertanggungjawaban dan pembiayaannya sesu
ai dengan prinsip desentralisasi. Kemandirian keuangan suatu daerah dapat dilihat dar
i besar kecilnya pendapatan daerah dibandingkan dengan pendapatan asli daerah dari
sumber lain. Misalnya, dukungan yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam bentuk
pinjaman lainnya (Susanti, Rahayu, & Yudowati, 2016).

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Pendapatan Asli Daerah (PAD) digunakan untuk mengukur kemandirian
keuangan suatu daerah, karena PAD merupakan sumber dana yang sebenarnya digali
dari daerah itu sendiri untuk mencerminkan kondisi daerah yang sebenarnya.
Kemandirian keuangan suatu daerah dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli
daerah yang diperoleh dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Semakin
tinggi pendapatan asli daerah dibandingkan dengan bantuan dari pemerintah pusat,
maka semakin tinggi kemandirian keuangan daerah tersebut.
Pengaruh PAD terhadap kemandirian keuangan daerah juga telah dibuktikan
oleh beberapa penelitian sebelumnya. Hasil penelitian sebelumnya pendapatan asli
daerah berpengaruh signifikan positif terhadap kemandirian keuangan daerah. Artinya
semakin besar pendapatan daerah yang diterima maka semakin besar kemandirian
keuangan daerah tersebut (Nurliza Arpani & Halmawati, 2020).
H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah.

Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien
dalam rangka pembiayaan pelaksanaan desentralisasi dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Namun, diharapkan setiap daerah tidak
menggunakan dana perimbangan sebagai sumber utama pendapatan daerah,
melainkan sebagai sumber pendapatan pendukung bagi pelaksanaan pemerintah dan
pembangunan daerah. Sehingga tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah
pusat dalam pembiayaan daerahnya semakin kecil. Semakin rendah ketergantungan
tersebut, maka suatu daerah dapat dikatakan mandiri.
Pengaruh dana perimbangan terhadap kemandirian keuangan daerah juga telah
dibuktikan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Dana perimbangan memberikan
pengaruh negatif terhadap kemandirian keuangan daerah (Andriani & Wahid, 2018).
H2 : Dana Perimbangan berpengaruh negatif terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah.

Pengaruh Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Belanja modal adalah belanja yang memiliki masa manfaat lebih dari satu
tahun anggaran, sehingga nantinya akan menambah kekayaan dan aset daerah yang
dapat berpengaruh terhadap belanja yang bersifat rutin salah satunya biaya
pemeliharaan. Pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana yang dilakukan
oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dengan kemandirian daerah, daerah berhak menggali sumber pendanaan di
daerahnya masing-masing sehingga dapat mendanai sendiri belanja daerahnya
termasuk belanja modal. Jika belanja modal meningkat maka kemandirian keuangan
daerah juga akan meningkat karena belanja modal lebih besar dibiayai oleh
pendapatan asli daerah , maka daerah tersebut dapat dikatakan mandiri. Pengaruh
belanja modal terhadap kemandirian keuangan daerah telah juga telah dibuktikan oleh
penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa belanja modal
berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah (Siswoyo, 2018)
H3 : Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Kemandirian Keuangan Daerah

Kerangka Konseptual
Kerangka berfikir penelitian dapat ditunjukkan pada Gambar 1.1. Diagram Alir.

Pendapatan Asli Daerah


(X1)

Dana Perimbangan (X2) Kemandirian Keua


ngan Daerah (Y)

Belanja Modal (X3)

Gambar 1.1. Diagram alir

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mnguji


hipotesis dan mengukur variabel penelitian menggunakan angka- angka. Fokus
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Perimbangan, dan Belanja Modal terhadap Kemandirian Ekonomi Daerah di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdi
ri dari objek atau subjek dengan ciri tertentu yang ditentukan oleh penulis untuk penel
itian dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015). Populasi penelitian ini a
dalah Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sampel adalah bagian dan ciri dari suatu populasi. Jika populasi besar dan pene
liti tidak dapat mempelajari semua yang ada dalam populasi, maka peneliti dapat men
ggunakan sampel yang diambil dari populasi itu sendiri (Sugiyono, 2015). Teknik dal
am pengambilan sampel ini adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sam
pling adalah teknik pengambilan sampel dengan mempertimbangkan adanya kriteria-k
riteria tertentu. Kriteria dalam penelitian ini adalah kabupaten / kota dengan tingkat
kemandirian daerah dibawah 25%. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kabupaten / kota di wilayah Provinsi Bangka Belitung sebanyak 6 kabupaten
dan 1 kotamadya yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten
Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Belitung, Kabupaten Belitung
Timur dan Kota Pangkal Pinang.

窗体底端

Jenis Data dan Sumber Data


Jenis Data yang dalam penelitian ini merupakan data Dokumenter berupa data Lapora
n Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Bangka
Belitung Tahun 2016 – 2020. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh
dari situs Badan Pusat Statistik (BPS).

Teknik Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data merupakan prosedur yang digunakan peneliti untuk mend
apatkan data dan inforamasi. Adapun prosedur untuk memperoleh data dan informasi
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dokumentasi
Salah satu prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yang akan digunak
an dalam penelitian ini adalah dokumentasi, berupa Laporan Realisasi APBD Pe
merintah Daerah Kabupaten Bangka Selatan Tahun Anggaran 2016 - 2020
2. Riset Internet
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Real
isasi APBD Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Selatan dan dipublikasikan da
lam situs resmi Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah (http://www.dj
pk.kemenkeu.go.id/)
3. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca dan mengkaji berbagai literat
ur seperti buku-buku, jurnal, artikel-artikel dan penelitian sejenis dengan tujuan
memperoleh landasan teori yang digunakan sebagai pedoman terkait kajian-kajia
n yang dibahas dalam penelitian.

Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dan digunakan dalam penelitian ini akan diolah menggun
akan metode statistic dengan program SPSS 26 for windows untuk menguji hipotesis
dan variabel yang digunakan.
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif adalah analisis yang memberikan gambaran atau deskripsi
suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata / mean, standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kuortosir, dan swekness / kemiringan distribusi (Ghozali,
2018).
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah suatu variabel residual me
miliki distribusi normal dalam suatu model regresi. Model regresi yang baik berdi
stribusi normal. Ada dua cara untuk mengetahui apakah residual berdistribusi nor
mal, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistic. Uji analisis grafik yaitu melihat
normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi
normal. Distribusi dapat dikatakan normal jika data menyebar disekitar atau men
gikuti garis diagonal. Sedangkan pengujian normalitas data yang menggunkan uji
Kolmogorov-Smirnov (Ghozali, 2018). Bila Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka d
ata berdistribusi normal. Sebaliknya jika Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka data t
idak berdistribusi normal.
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson (D
W Test). Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan
mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada var
iabel lagi diantara variabel independent (Ghozali, 2018). Nilai Durbin Watson me
rupakan dasar untuk menentukan apakah telah terjadi autokorelasi atau tidak.
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, dilakukan dengan menggunakan Uji
DurbinWatson (DW) sebagai berikut:
1. Jika d lebih kecil dari du atau lebih besar dari (4-dl) maka hipotesis nol dit
olak, yang berarti terdapat autokorelasi;
2. Jika d terletak antara du dan (4-du), maka hipotesis nol diterima, yang ber
arti tidak ada autokorelasi;
3. Jika d terletak antara dl dan du atau diantara (4-du) dan (4-dl), maka tidak
menghasilkan kesimpulan yang pasti.
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikoloniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi dite
mukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang ba
ik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Sederhananya, variab
el bebas menjadi variabel terikat, yang kemudian diregresikan ke variabel bebas l
ainnya. Pengujian ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi dap
at dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai Varianve Inflation Factor (V
IF). Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adala
h nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF >10 (Ghozali, 2018).
4. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regr
esi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain te
tap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteros
kedastisitas.
Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glejser. Uji glejs
er mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independ
en. Model regresi dikatakan tidak mengandung heterokedastisitas jika probabilita
s signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5% atau > 0,05 dan sebaliknya (Gho
zali, 2018).
Uji Hipotesis
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam menguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan metode OLS
(Oedinary Least Square) yang bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya hubung
an antara variabel-variabel penelitian berupa pendapatan asli daerah, dana perimb
angan, dan belanja modal terhadap kemadirian keuangan daerah. Data yang terkai
t diolah menggunakan SPSS dengan menggunakan persamaan rumus regresi seba
gai berikut:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3
Keterangan :
Y = Kemandirian Keuangan Daerah
α = konstanta
β = koefisien regresi
X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X2 = Dana Perimbangan
X3 = Belanja Modal
2. Uji Signifikan T
Uji T digunakan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh antara varia
bel independent dan dependen. Kriteria uji T ditetapkan berdasarkan probabilitas.
Jika signifikansi yang digunakan adalah 5%, yaitu jika probabilitas Ha>0,05 mak
a dinyatakan tidak signifikan, dan jika probabilitas Ha<0,05 maka dinyatakan sig
nifikan (Ghozali, 2018).
3. Uji Signifikan F
Uji F-statsistik adalah keakuratan fungsi regresi sampel ketika memperkir
akan nilai sebenarnya. Jika nilai signifikan F<0,05, maka model regresi dapat dig
unakan untuk memprediksi variabel independent. Uji statistik F juga menunjukka
n apakah variabel independent yang dimasukkan dalam model yang mempengaru
hi secara Bersama-sama terhadap variabel dependent. Uji statistik F mempunyai s
ignifikan 0,05 (Ghozali, 2018). Kriteria pengujian hipotesis dalam Uji F-statistik
adalah bila nilai signifikan F<0,05, maka hipotesis alter natif diterima yang meny
atakan bahwa semua variabel independent mempengaruhi variabel dependen seca
ra simultan dan signifikan.
4. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya kemam
puan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien deter
minasi adalah antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai 2, maka semakin terbatas kema
mpuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependennya. P
enelitian ini juga menggunakan Adjusted R Square (Adj 2) karena terdapat lebih d
ari satu variabel independen dan apabila hanya ada satu variabel independen mak
a menggunakan R Square (R2) dalam menjelaskan pengaruh variabel independen
nya (Ghozali, 2018).

Hasil dan Pembahasan

Uji t
Jika nilai sig. < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independent (X)
secara parsial/sendiri berpengaruh terhadap variabel dependent (Y), namun jika nilai
sig. > 0,05 maka variabel independent (X) tidak berpengaruh secara parsial dengan
variabel dependent (Y).

Coefficientsa
Standardiz
Unstandardized Co ed Coeffici
efficients ents
Std. Er
Model B ror Beta t Sig.
1 (Constant) 13.844 .973 14.221 .000
Pendapatan Asli Da
9.464E-5 .000 1.020 40.677 .000
erah
Dana Perimbangan -1.913E-5 .000 -.330 -11.208 .000
Belanja Modal 2.247E-6 .000 .037 1.278 .211

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh nilai t tabel adalah 1.
697, Apabila nilai t hitung > t table artinya berpengaruh. Jadi dapat di artikan :
1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah Kepulauan Bangka Belitung
2. Dana Perimbangan berpengaruh negatife terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah Kepulauan Bangka Belitung
3. Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan
Daerah Kepulauan Bangka Belitung

3.1. Uji F

ANOVAa
Sum of Squar
Model es df Mean Square F Sig.
1 Regression 635.647 3 211.882 563.649 .000b
Residual 11.653 31 .376
Total 647.300 34

Uji F-statsistik adalah keakuratan fungsi regresi sampel ketika memperkirakan


nilai sebenarnya. Jika nilai signifikan F<0,05, maka model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi variabel independent. Uji statistik F juga menunjukkan apakah
variabel independent yang dimasukkan dalam model yang mempengaruhi secara
Bersama-sama terhadap variabel dependent. Uji statistik F mempunyai signifikan 0,05
(Ghozali, 2018). Kriteria pengujian hipotesis dalam Uji F-statistik adalah bila nilai
signifikan F<0,05, maka hipotesis alter natif diterima yang menyatakan bahwa semua
variabel independent mempengaruhi variabel dependen secara simultan dan
signifikan.

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh nilai F hitung
adalah 2.67, Apabila nilai F Hitung > F table artinya secara bersama berpengaruh terh
adap variable independen. Jadi dapat di artikan : Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Belanja Modal secara bersama sama berpengaruh signifikan
terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kepulauan Bangka Belitung.

Uji R2 (Koefisien Determinasi


Model Summaryb
Adjusted R S Std. Error of t Durbin-Wats
Model R R Square quare he Estimate on
a
1 .991 .982 .980 .613 2.225

R square (R2) pada diatas, menunjukkan nilai 0,982 yang berarti jika dipersentasekan
menjadi 98.2 persen sehingga dapat dijelaskan bahwa variabel Pendapatan Asli Daera
h (PAD), Dana Perimbangan dan Belanja Modal dipengaruhi oleh variabel terikat Tin
gkat Kemandirian Keuangan sebesar 98,2 persen. Sedangkan sisanya sebesar 1,8 pers
en dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Pembahasan
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Hasil uji hipotesis melalui uji t menghasilkan angka t hitung sebesar 40.677 > t
tabel sebesar 1.697. Apabila nilai t hitung > t table artinya hipotesis diterima atau berp
engaruh. Hasil tersebut di artikan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kepulauan Bangka Belitung. Hasil
penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Nurliza Arpani
& Halmawati, 2020). Penelitian ini membuktikan bahwa semakin besar pendapatan
daerah yang diterima maka semakin besar tingkat kemandirian keuangan daerah
tersebut.

Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Hasil uji hipotesis melalui uji t menghasilkan angka t hitung sebesar -11.208 <
t tabel sebesar 1.697. Hasil tersebut di artikan bahwa dana perimbangan berpengaruh
negatife terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kepulauan Bangka Belitung.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Andriani
& Wahid, 2018). Penelitian ini membuktikan bahwa semakin besar dana perimbangan
yang diterima maka semakin kecil tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut.

Pengaruh Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Hasil uji hipotesis melalui uji t menghasilkan angka t hitung sebesar 1.278 < t
tabel sebesar 1.697. Hasil tersebut di artikan bahwa belanja modal tidak berpengaruh
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kepulauan Bangka Belitung. Hasil
penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Siswoyo, 2018).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada pengaruh antara belanja modal
dengan tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut.

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimabangan dan Belanja Modal


terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh nilai F hitung
adalah 2.67, Apabila nilai F Hitung > F table artinya secara bersama berpengaruh terh
adap variable independen. Jadi dapat di artikan : Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Belanja Modal secara bersama sama berpengaruh signifikan
terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kepulauan Bangka Belitung.
Berdasarkan R square (R2) pada diatas, menunjukkan nilai 0,982 yang berarti j
ika dipersentasekan menjadi 98.2 persen sehingga dapat dijelaskan bahwa variabel pe
ndapatan asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan belanja modal dipengaruhi oleh v
ariabel terikat Tingkat Kemandirian Keuangan sebesar 98,2 persen. Sedangkan sisany
a sebesar 1,8 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.

Kesimpulan Dan Saran


Kesimpulan
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Belanja
Modal Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2016 - 2020 dapat disimpulkan bahwa Kepulauan Bangka Belitung masih
belum optimal dalam menggali potensi sumber sumber Pendapatan Asli Daerah yang
menyebabkan masih bergantung pada pendapatan transfer (transfer dari pusat) yang
dalam hal ini adalah dana perimbangan dapat terlihat dari tahun 2016 sampai 2020
jumlah Pendapatan Asli Daerah masih rendah dibanding jumlah pendapatan transfer
(dana perimbangan).
Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah karena Kepulauan Bangka
Belitung tergolong masih menjadi provinsi baru yaitu pemekaran dari Provinsi
Sumatera Selatan adapun faktor lainnya yaitu masih rendahnya rata-rata tingkat
kemandirian daerah di Kepulauan Bangka Belitung yaitu di angka 12,42%. Dengan
kata lain tingkat ketergantungan dengan pemerintah pusat masih cukup tinggi.

Keterbatasan
Peneliti telah mencoba merancang dan mengembangkan penelitian dengan mak
simal, penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperbaiki bagi
peneliti selanjutnya yaitu penelitian ini hanya menggunakan data sekunder dari lapora
n pelaksanaan APBD yang informasinya masih kurang lengkap dan sangat membatasi
penelitian serta tidak melakukan pengamatan langsung. Penelitian ini mengukur pend
apatan asli daerah, dana perimbangan dan belanja modal, serta tingkat kemandirian ek
onomi daerah di wilayah provinsi pemekaran. Penelitian ini tidak mempertimbangkan
variabel-variabel non ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi tingkat kemandirian
keuangan daerah.

Saran
Pemerintah Kepulauan Bangka Belitung harus mengoptimalkan kembali
sumber-sumber pendapatan daerah dan memperkaya sumber daya manusia dengan
ilmu teknologi sehingga Kepulauan Bangka Belitung dapat meningkatkan tingkat
kemandirian dan meningkatkan pendapatan daerah secara optimal. Bagi peneliti
selanjutnya disarankan untuk tidak hanya menggunakan data sekunder dari laporan
realisasi APBD, tetapi juga melalui metode observasi atau pengamatan terhadap
obyek secara langsung. Penggunaan variabel lain juga perlu ditambahkan pada
penelitian selanjutnya untuk mengetahui variabel apa saja yang diprediksi dapat
berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, R. N. R., & Wahid, N. N. (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Da
na Perimbangan Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Jurnal Akuntansi, 13
(1), 30–39.
Firdausy , C. (2017). Kebijakan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah d
alam Pembangunan Nasional. Jakarta: Yayasan Pustaka.
Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan IBM SPSS 21. Semarang: U
niversitas Diponegoro.
Machfud, M., Asnawi, A., & Naz’aina, N. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus Dan Tingkat Kemiskinan Terhada
p Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.
J-MIND (Jurnal Manajemen Indonesia), 5(1), 14. https://doi.org/10.29103/j-m
ind.v5i1.3423
Nurliza Arpani, W., & Halmawati, H. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan
Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal Dan Tingkat Kemandirian Keuan
gan Daerah. Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 2(1), 2373–2390. https://doi.org/10.
24036/jea.v2i1.218
Oktavia, C., & Handayani, N. (2021). Pengaruh PAD, Tax Effort, Belanja Modal Terh
adap Tingkat Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Ilmu Dan Ri
set Akuntansi, 10(3), 1–20.
Peraturan Pemerintah No. 71. (2010). Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tent
ang Standar Akuntansi Pemerintah.
R.A. Supriyono. (2018). Akuntansi Keperilakuan. UGM Press.
Saleh, R. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Dana Perimbangan Ter
hadap Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Informasi, Perpaja
kan, Akuntansi, Dan Keuangan Publik, 15(2), 111. https://doi.org/10.25105/jip
ak.v15i2.6226
Scoot, W. R. (2015). Financial Accounting Theory Sevent Edition. Canada Cataloguin
g.
Setiawan, P., Widiyanti, R., Siregar, L. M., Nurhaida, & Oktavia, E. (2021). Pengaruh
Pad, Dau Dan Dak Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Di Pula
u Sumatera Tahun 2010-2016. Jurnal Menara Ekonomi: Penelitian Dan Kajia
n Ilmiah Bidang Ekonomi, VII(1), 7.
Siregar, B. (2015). Akuntansi Sektor Publik (Akuntansi Keuangan Pemerintah Daera
h Berbasis Akrual) (Edisi Pert). Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN.
Siswoyo. (2018). PENGARUH BELANJA MODAL TERHADAP TINGKAT KEM
ANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA KABUPATAN DAN KOTA
DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014 - 2016 [UNIVERSITAS MU
HAMMADIYAH SURAKARTA]. In Energies (Vol. 6, Issue 1). http://journal
s.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.
reuma.2018.06.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.arth.2018.03.044%0Ahttps://
reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S1063458420300078?token=C039B8B1392
2A2079230DC9AF11A333E295FCD8
Sugiyono, D. (2015). Metode penelitian kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susanti, D., Rahayu, S., & Yudowati, S. (2016). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, D
ana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah (Studi pada Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun
2010-2014). Journal Accounting and Finance, 2581-1088.
Suwarno, A. E. (2021). Pengaruh PAD, DAU, Belanja Modal dan Belanja Pegawai Te
rhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Seminar Nasional Akuntansi
Dan Call for …, 1(1), 61–69.
Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
Undang – Undang No 23 Tahun 2014
Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemeri
ntah Pusat Dan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah P
usat dan Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
(n.d.).
Undang-Undang No. 33. (2004). Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimb
angan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Anda mungkin juga menyukai