Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN

PERTUMBUHAN BELANJA TERHADAP SOLVABILITAS LAYANAN


PEMERINTAH PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2019

PROPOSAL TUGAS AKHIR

MUHAMMAD IRFAN

NIM 4201714078

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AKUNTANSI

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

2021
PROPOSAL TUGAS AKHIR

PENGARUH KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN


PERTUMBUHAN BELANJA TERHADAP SOLVABILITAS LAYANAN
PEMERINTAH PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2019

Diusulkan Oleh

MUHAMMAD IRFAN

NIM 4201714078

Telah disetujui di Pontianak


Pada Tanggal …………………………………

Pembimbing I Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Berakhirnya era Orde Baru merubah sistem tatanan negara yang mulanya
menganut asas sentralisasi menjadi desentralisasi. Adanya desentralisasi
melahirkan otonomi daerah. Berdasarkan Undang–Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem negara kesatuan
Republik Indonesia. Menurut Abdul dalam Halkadri Fitra ciri utama suatu daerah
mampu melaksanakan otonomi adalah:
1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan
dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan permerintahannya.
2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar
pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan
terbesar. Dengan demikian, peranan pemerintah daerah menjadi lebih
besar
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, kemampuan pemerintah daerah dalam
menggali potensi pendapatan daerah untuk mendanai belanja daerah merupakan
faktor kunci dari keberhasilan otonomi daerah. Dilansir dari laman kontan.co.id
24 Desember 2020, Agung Firman Saputra selaku ketua BPK RI menyampaikan
hasil review atas kemandirian fiscal daerah yang menunjukkan bahwa sebagian
besar Pemerintah Daerah belum mandiri. Laporan BPK 2019 menunjukkan dari
542 Pemda, hanya satu daerah yang berhasil mencapai level sangat mandiri yakni
Kabupaten Badung di Provinsi Bali dengan IFKD mencapai 0,8347 yang berarti
83,47% belanja daerah di danai oleh pendapatan yang dihasilkannya sendiri. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Irma Suryani seorang
mahasiswa STIE Gema Widya Bangsa yang memperoleh kesimpulan bahwa
tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun
2014-2018 masuk dalam kategori “rendah” dan Pendapatan Asli Daerah
mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah, ketika Pendapatan Asli
Daerah meningkat maka tingkat kemandirian keuangan daerah juga meningkat.
Banyaknya daerah yang masih bergantung kepada dana pemerintah pusat
tentunya harus selalu diawasi kinerja keuangannya, terutama dalam hal belanja.
Dalam organisasi pemerintah, anggaran belanja yang disediakan harus dihabiskan
dalam satu periode anggaran sesuai dengan penganggaran yang telah dilakukan.
Nyatanya pemerintah terlalu berhati-hati dalam membelanjakan anggaran yang
mengakibatkan rendahnya serapan belanja. Hal ini senada dengan yang
diwartakan oleh situs web cnnindonesia.com bahwa Roni selaku Kepala LKPP
mengakui pemda dan k/l ragu untuk mempercepat penyerapan belanja pengadaan
barang dan jasa di tengah pandemi mengingat beberapa harga barang sempat naik.
Kondisi ini mendorong pemerintah berlomba-lomba dalam membelanjakan
anggaran yang mereka miliki pada akhir tahun, dan ini akan mengakibatkan
inefisiensi.
Serapan belanja daerah yang rendah berdampak langsung terhadap kualitas
layanan publik. Dikutip dari realitarakyat.com Wakil Presiden Ma’ruf Amin
mengatakan “Saya harapkan kepada seluruh penyelenggara pelayanan publik agar
melakukan akselerasi dan perbaikan pelayanan publik secara berkelanjutan dan
berkesinambungan,”. Pernyataan tersebut menuntut pemerintah daerah agar
melakukan inovasi untuk memberikan pelayanan yang prima kepada publik. Hal
ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Rabina Yunus pada KPTSA
dalam hal pengurusan IMB, dari hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa
kualitas pelayanan publik di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Atap (KPTSA)
Kabupaten Bone dapat dikatakan masih rendah, hal ini disebabkan antara lain;
Masih tidak konsistennya antara waktu tunggu dengan waktu penyelesaian dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai konsumen; Belum adanya
system yang terkomputerisasi dan terintegrasi online dengan instansi terkait;
Pelayanan kepada masyarakat dilayani dengan tanggap dan cepat, namun daya
inisiatif dan kreativitas masih kurang; dan terlalu prosedural.
Melihat beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang
telah dipaparkan peneliti, seperti banyaknya daerah yang belum mandiri dan
sangat bergantung pada dana dari pemerintah pusat dan serapan anggaran belanja
yang masih rendah di setiap instansi pemerintah yang akan mempengaruhi
kualitas layanan publik. Hal ini dirasa perlu dilakukan analisis lebih dalam
mengenai kemandirian keuangan daerah, pertumbuhan belanja serta pengaruhnya
terhadap solvabilitas layanan pemerintah.
Terdapat beberapa metode dalam analisis laporan keuangan. Menurut
Mahmudi (2019:90), analisis laporan keuangan memerlukan teknik tertentu agar
kegiatan analisis tersebut bermanfaat untuk pengambilan keputusan. Terdapat
beberapa teknik analisis laporan keuangan, antara lain: analisis varians; analisis
rasio keuangan; analisis pertumbuhan; analisis regresi; dan analisis prediksi.
Dalam penelitian ini, analisis laporan keuangan yang digunakan adalah analisis
rasio keuangan dan analisis regresi.
Analisis rasio keuangan merupakan perbandingan antara dua angka yang
datanya diambil dari elemen laporan keuangan. Analisis rasio keuangan dapat
digunakan untuk menginterpretasikan perkembangan kinerja dari tahun ke tahun
dan membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis (Mahmudi,
2019:90). Adapun rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya rasio kemandirian keuangan daerah, rasio pertumbuhan belanja, dan
rasio solvabilitas layanan. Ketiga rasio tersebut dirasa dapat menggambarkan
kondisi keuangan suatu daerah.
Rasio kemandirian keuangan daerah adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat kemampuan daerah dalam membiayai sendiri seluruh
kegiatannya. Rasio pertumbuhan belanja digunakan untuk mengukur tingkat
kenaikan belanja yang dilakukan pemerintah. Sedangkan rasio solvabilitas
layanan digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam
memberikan layanan kepada masyarakat.
Setelah analisis rasio laporan keuangan penting dilakukan analisis lebih lanjut
mengenai bagaimana pengaruh kemandirian keuangan daerah dan pertumbuhan
belanja terhadap solvabilitas layanan pemerintah guna memberikan gambaran
kepada pengambil keputusan untuk menetukan langkah selanjutnya dalam
organisasi yang dipimpinnya. Analisis regresi berganda merupakan salah satu
teknik analisis yang dapat digunakan untuk menggambarkan ……………(1)
Terdapat beberapa perbedaan dan persamaan antara penelitian ini dengan
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Secara garis besar, perbedaan
dalam penelitian ini adalah metode analisis atau rumus rasio yang digunakan
hanya fokus kepada 3 (tiga) rasio analisis keuangan yaitu: rasio kemandirian
keuangan daerah, rasio efisiensi belanja, dan rasio solvabilitas layanan yang dirasa
cukup dalam menggambarkan kondisi keuangan dan layanan pemerintah daerah.
Lalu dari hasil perhitungan rasio kondisi keuangan tersebut digambarkan ada
tidaknya pengaruh antarvariabel. Selain itu dalam penelitian ini menggunakan
data jumlah penduduk setiap provinsi yang ada di Indonesia sebagai obyek
penelitian dalam solvabilitas layanan. Sedangkan persamaan penelitian ini adalah
menganalisis rasio keuangan terhadap akun pendapatan dan belanja yang ada pada
Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah
Terhadap Pertumbuhan Belanja dan Solvabilitas Layanan Pemerintah Provinsi Di
Indonesia Tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah


Dari permasalahan yang dibahas pada latar belakang penelitian, tentang
kondisi keuangan dan kinerja layanan pemerintah di Indonesia. Penulis
merumuskan rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Provinsi di Indonesia apabila
diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah pada tahun 2019?
2. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Provinsi di Indonesia apabila
diukur dengan rasio pertumbuhan belanja pada tahun 2019?
3. Bagaimana kemampuan Pemerintah Provinsi di Indonesia dalam
menyediakan kebutuhan pelayanan publik apabila diukur dengan rasio
solvabilitas layanan pada tahun 2019?
4. Bagaimana pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap solvabilitas
layanan Pemerintah Provinsi di Indonesia pada tahun 2019?
5. Bagaimana pengaruh pertumbuhan belanja daerah terhadap solvabilitas
layanan Pemerintah Provinsi di Indonesia pada tahun 2019?
6. Bagaimana pengaruh kemandirian dan keuangan daerah secara simultan
terhadap solvabilitas layanan Pemerintah Provinsi di Indonesia pada tahun
2019?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan
penelitian yang dilakukan penulis, yaitu:
1. Mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Provinsi melalui hasil
perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah.
2. Mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Provinsi melalui hasil
perhitungan rasio pertumbuhan belanja.
3. Mengetahui kemampuan Pemerintah Provinsi dalam menyediakan
kebutuhan pelayanan publik melalui hasil perhitungan rasio solvabilitas
layanan.
4. Mengetahui pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap solvabilitas
layanan Pemerintah Provinsi di Indonesia.
5. Mengetahui pengaruh pertumbuhan belanja terhadap Solvabilitas Layanan
Pemerintah Provinsi di Indonesia.
6. Mengetahui pengaruh kemandirian keuangan dan pertumbuhan belanja
daerah secara simultan terhadap solvabilitas layanan Pemerintah Provinsi
di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini terdiri dari dua, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan pemahaman dan pengetahuan yang mendalam bagi
penulis dan pembaca tentang kemandirian keuangan daerah, efisiensi
belanja, dan solvabilitas layanan khususnya dilingkup Pemerintah
Provinsi di Indonesia.
b. Menjadi referensi dalam berbagai penelitian berikutnya khususnya di
bidang limu akuntansi sektor public.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan hasil perhitungan mengenai kemandirian keuangan
daerah, efisiensi belanja, serta solvabilitas layanan.
b. Memberikan gambaran mengenai pengaruh kemandirian keuangan
daerah dan pertumbuhan belanja terhadap solvabilitas layanan.
c. Bagi Pemerintah Provinsi, pengukuran kinerja merupakan hal yang
sangat penting untuk dilaksanakan sebagai bahan evaluasi dan menjadi
dasar dalam pengambilan keputusan agar lebih optimal di masa yang
akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otonomi Daerah


Otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonm
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan menurut Syarif Saleh otonomi daerah merupakan hak yang mengatur
serta memerintah daerahnya sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang
diperoleh dari pemerintah pusat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah
adalah hak, wewenang,dan kewajiban dalam mengatur daerahnya sendiri yang
dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah.

2.2 Kinerja Keuangan Daerah


Kinerja keuangan daerah merupakan suatu ukuran kinerja yang menggunakan
indikator keuangan daerah. Salah satu alat untuk menilai kinerja keuangan daerah
adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan daerah. Hal ini dilakukan untuk
menilai akuntabilitas Pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan
daerah. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang
publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukkan bahwa
uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efisien, efektif, dan ekonomis.

2.3 Teknik Analisis Laporan Keuangan


Fungsi utama dari laporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk
memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan
laporan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
ekonomi, social, dan politik. Meskipun laporan keuangan sudah bersifat general
purposive, artinya dibuat lebih umum dan sesederhana mungkin untuk memenuhi
kebutuhan informasi semua pihak, tetapi tidak semua pembaca laporan dapat
memahami laporan tersebut dengan baik. Tidak semua pemangku kepentingan
memahami akuntansi yang merupakan alat untuk menghasilkan laporan keuangan.
Bahkan mungkin ada beberapa pihak yang sama sekali tidak tertarik dengan
laporan keuangan. Hal itu wajar karena latar belakang yang sangat bervariasi
diantara para pemangku kepentingan (Mahmudi, 2019:9).
Karena tidak semua pengguna laporan keuangan memahami akuntansi dengan
baik, sementara mereka akan mengandalkan informasi keuangan itu untuk
pembuatan keputusan, maka ketidakmampuan memahami dan
menginterpretasikan laporan keuangan tersebut perlu dibantu dengan analisis
laporan keuangan. Adapun metode atau teknik analisis laporan keuangan terdapat
beberapa cara, antara lain :

1. Analisis Varians (Selisih)


Analisis varians (selisih) pada umumnya digunakan untuk menganalisis
laporan realisasi anggaran, yaitu dilakukan dengan cara mengevaluasi selisih
yang terjadi antara anggarn dengan realisasi (Mahmudi, 2019:90).

2. Analisis Rasio Keuangan


Analisis rasio keuangan merupaka perbandingan antara dua angka uang
datanya diambil dari elemen laporan keuangan. Analisis rasio keuangan dapat
digunakan untuk menginterpretasikan perkembangan kinerja dari tahun ke
tahun dan membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis
(Mahmudi, 2019:90).

3. Analisis Pertumbuhan (Trend)


Analisis pertumbuhan atau tren dilakukan untuk mengetahui
kecenderungan baik berupa kenaikan atau penurunan kinerja selama kurun
waktu tertentu (Mahmudi, 2019:91).

4. Analisis Regresi
Analisis regresi dilakukan untuk menguji pengaruh variable independen
terhadap variable dependen. Analisis regresi bermanfaat untuk riset kebijkan
public yang hasilnya dapat diaplikasikan oleh pemerintah daerah (Mahmudi,
2019:91).
5. Analisis Prediksi
Data laporan keuangan juga dapat digunakan untuk analisis prediksi atau
proyeksi. Misalnya untuk memprediksi pendapatan tahun depan dapat
digunakan data tahun ini dan beberapa tahun lalu sebagai dasar prediksi
(Mahmudi, 2019:92).

2.4 Rasio Pengukuran Kinerja


2.4.1 Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan
jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan
transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi
angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian
keuangan daerahnya (Mahmudi, 2019:140). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Pendapatan Asli Daerah


Kemandirian Keuangan= x 100 %
Transf Pusat + Provinsi+ Pinjaman

Adapun kriteria penilaian tingkat kemandirian keuangan daerah dapat


dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 2.1
Kriteria Penilaian Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pola hubungan pusat-


Kemampuan Rasio Kemandirian
daerah dalam otonomi
Keuangan Keuangan
daerah
Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif
Rendah >25% - 50% Konsultatif
Sedang >50% - 75% Partisipatif
Tinggi >75% - 100% Delegatif
Pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dijabarkan
sebagai berikut:
1. Pola hubungan instruktif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika peranan
pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah,
atau daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial.
2. Pola hubungan konsultatif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika
campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak
pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu
melaksanakan otonomi daerah.
3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika
peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat
kemandirian daerah otonom yang bersangkutan mendekati mampu
melaksanakan urusan otonomi.
4. Pola hubungan delegatif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika campur
tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah dipandang
telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan
otonomi daerah, artinya pemerintah pusat siap dan dengan keyakinan
penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.
Sumber: Kepmendagri Nomor 690.900-327 Tahun 1996 Tentang Pedoman
Penilaian dan Kinerja Keuangan (dalam Prayudi Nugroho, 2017:6)

2.4.2 Rasio Pertumbuhan Belanja


Mahmudi (2019:158) menjelaskan bahwa rasio pertumbuhan belanja
merupakan bermanfaat untuk mengetahui perkembangan belanja dari tahun ke
tahun. Pada umumnya belanja memiliki kecenderungan untuk naik. Alasan
kenaikan belanja biasanya dikaitkan dengan penyesuaian terhadap inflasi,
perubahan kurs rupiah, perubahan jumlah cakupan layanan, dan penyesuaian
factor makro ekonomi. Pertumbuhan belanja daerah dapat dihitung dengan rumus
berikut:

Realisasi Belanja Thnt−Realisasi Belanja Thnt−1


Pe rtumbuhan Belanja= x 100 %
Realisasi BelanjaThn t−1
2.4.3 Rasio Solvabilitas Layanan
Wang et al dalam Nur Afiyah (2017:144) menjelaskan bahwa solvabilitas
layanan menunjukkan kapasitas keuangan Pemda untuk menyediakan dan
mempertahankan kualitas pelayanan publik yang dibutuhkan dan diinginkan oleh
masyarakat. Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung rasio solvabilitas
layanan adalah sebagai berikut:

Total Belanja
Solvabilitas Layanan=
Jumlah Penduduk

Semakin tinggi rasio yang dihasilkan dalam perhitungan rasio solvabilitas


layanan menunjukkan semakin tingginya tingkat kemampuan pemerintah daerah
dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

2.5 Analisis Regresi Linear Berganda


Analisis regresi merupakan teknik analisis yang khas untuk jenis enelitian
asosiatif. Analisis regresi bertujuan memperlajari “pengaruh” variable bebas
(predictor) terhadap variable tak bebas (criterion). (Kadir, 2015:175).

2.6 Penelitian Terdahulu


Adapun dalam melakukan penelitian ini, didukung oleh penelitian terdahulu
antara lain:

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu

Tahun Judul
No Nama Penulis Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
1 Halkadri Fitra 2018 Penggunaan Berdasarkan hasil penelitian
Laporan maka diperoleh kesimpulan
Keuangan bahwa penggunaan laporan
Untuk keuangan untuk melihat rasio
Melihat kemandirian keuangan daerah
Gambaran kabupaten dan kota di sepuluh
Kemandirian provinsi yang ada di Sumatera
Keuangan menghasilkan rasio kemandirian
Daerah yang berada di bawah 25%
Kabupaten sehingga dikategorikan rendah
dan sekali dengan pola hubungan
Kotamadya instruktif yang memberikan
di Pulau makna bahwa peranan
Sumatera pemerintah pusat masih lebih
dominan daripada kemandirian
pemerintah daerah karena daerah
tidak mampu melaksanakan
otonomi daerah secara finansial.
Hal ini ditandai dengan kecilnya
rasio pendapatan asli daerah
dibandingkan dengan
pendapatan transfer dana pusat,
pendapatan transfer dana
provinsi dan pinjaman
2 Irma Suryani 2019 Analisis 1. Tingkat kemandirian
Tingkat keuangan daerah
Kemandirian Kabupaten/Kota Provinsi
Keuangan Jawa Barat Tahun 2014-
Daerah 2018*) masuk dalam
Kabupaten/K kategori “Rendah”.
ota Provinsi 2. Pendapatan Asli daerah
Jawa Barat mempengaruhi tingkat
Tahun 2014- kemandirian keuangan
2018 daerah dimana, ketika
Pendapatan Asli Daerah
meningkat maka tingkat
kemandirian keuangan
daerah juga akan meningkat.
3 Muhammad 2020 Analisis Hasil penelitian dan pembahasan
Hamdan perbandingan tentang perbandingan kinerja
Sayadi kinerja keuangan
keuangan antara provinsi yang terletak di
provinsi di Pulau Jawa
Pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2019
dan yang telah
Pulau disajikan menunjukkan bahwa
Sumatera kinerja
keuangan provinsi yang terletak
di Pulau
Jawa jauh lebih baik dari pada
provinsi di
Pulau Jawa. Provinsi DKI
Jakarta, Banten,
dan Jawa Tengah memiliki
realisasi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang jauh lebih baik dari
seluruh provinsi di Pulau
Sumatera. Faktor yang
mempengaruhi kinerja keuangan
provinsi di Pulau Jawa lebih baik
ialah kemampuan memperoleh
PAD yang sangat baik sehingga
membuat tingkat ketergantungan
keuangan daerah yang sangat
rendah pada pemerintah pusat
dan tingkat desentralisasi yang
sangat baik.
4 Rabina Yunus 2011 Kualitas Kualitas pelayanan publik di
Pelayanan Kantor Pelayanan Terpadu Satu
Publik Atap (KPTSA) Kabupaten Bone
Pemerintah dapat dikatakan masih rendah,
Daerah hal ini disebabkan antara lain;
(Kasus Masih tidak konsistennya antara
Pelayanan waktu tunggu dengan waktu
IMB pada penyelesaian dalam memberikan
KPTSA pelayanan kepada masyarakat
Kabupaten sebagai konsumen., Belum
Bone) adanya sistem yang
terkomputerisasi dan terintegrasi
online dengan instansi terkait.
Pelayanan kepada masyarakat
dilayani dengan tanggap dan
cepat, namun daya inisiatif dan
kreativitas masih kurang, terlalu
prosedural.
5 Nur Afiyah 2017 Analisis Kondisi Keuangan Kota
Maizunati Kondisi Magelang :
Keuangan 1. Solvabilitas Jangka
Pemerintah Pendek dikategorikan baik
Daerah dengan catatan nilai rasio
Kota masih cukup tinggi yang
Magelang berarti bahwa terlalu banyak
Dalam aktiva lancer yang mengendap
Klaster Kota (idle) yang seharusnya dapat
Di Jawa-Bali dioptimalkan untuk pelayanan
public.
2. Solvabilitas Anggaran
dikategorikan baik dengan
catatan perlu memperhatikan
DAK dan Belanja Operasional
agar terkendali tidak terlalu
tinggi dari pada pertumbuhan
pendapatan.
3. Solvabilitas Jangka
Panjang dikategorikan baik
tanpa catatan.
4. Solvabilitas layanan
dikategorikan baik dengan
catatan perlu menjaga
kestabilan lanju pertumbuhan
penduduk dan inflasi sehingga
dapat mengimbangi kenaikan
ekuitas, belanja, dan asset.
5. Fleksibilitas keuangan
dikategorikan baik dengan
catatan perlu memperhatikan
keseimbangan pertumbuhan
penerimaan DAK dan Belanja
Operasional agar terkendali
tidak terlalu tinggi daripada
pertumbuhan pendapatan.
6. Kemandirian Keuangan
dikategorikan baik dengan
catatan perlu lebih
mengoptimalkan geliat
aktivitas ekonomi dari sektor-
sektor potensial agar total
pendapatan yang terkonversi
menjadi pendapatan riil
semakin besar.
6 Novira 2019 Analisis Kinerja keuangan Pemerintah
Sartika Rasio Kabupaten Kepulauan Meranti
Keuangan sudah cukup efisien dalam
Daerah untuk mengelola keuangannya
Menilai dikarenakan sudah dapat
Kinerja menekan jumlah belanja
Keuangan daerahnya yang tidak melebihi
Pemerintah pendapatan daerahnya. Hal ini
Daerah dilihat dari rata-rata rasio
Kepulauan efisiensi keuangan daerah
Meranti sebesar 72,84%. Selain itu,
Pemerintah Daerah sudah efektif
dalam mengelola PAD. Hal ini
terbukti dari rata-rata rasio
efektifitas PAD sebesar
103,65%. Hal ini menunjukkan
bahwa penerimaan PAD sudah
dikatakan cukup baik dan sesuai
dengan yang ditargetkan.
Namun, masih terdapat beberapa
hal yang menjadi perhatian
Pemerintah Daerah yaitu
kemampuan daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat
yang telah membayar pajak dan
retribusi daerah, kontribusi PAD
dalam penerimaan daerah dan
bagaimana memprioritaskan
alokasi dananya untuk belanja
rutin dan belanja pembangunan
secara optimal.
Sehingga pembangunan
infrastruktur bias dirasakan
langsung oleh masyarakat dan
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat serta meningkatkan
IPM Kabupaten Kepulauan
Meranti.
7 Muhammad 2017 Analisis Berdasarkan hasil analisis dan
Armawaddin Kemandirian pembahasan dapat ditarik
Dan Efisiensi kesimpulan bahwa dalam
Belanja periode 2016-2017 terdeteksi
Daerah adanya flypaper effect pada
Perbandinga belanja daerah kabupaten/kota di
n Antara Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Sulawesi Tengah dengan proporsi yang
Tenggara berbeda. Hal ini
Dan mengindikasikan bahwa dalam
Sulawesi periode pengamatan Pemerintah
Tengah Daerah Kabupaten/Kota di
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Tengah terjadi inefisiensi
penggunaan dana belanja daerah.
Inefisiensi belanja daerah di
Sulawesi Tenggara lebih tinggi
dibandingkan Sulawesi Tengah.
Pembiayaan pembangunan di
Provinsi Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Tengah masih
bergantung pada dana transfer
dengan Provinsi Sulawesi
Tengah relative lebih mandiri
dibanding Sulawesi Tenggara.
8 Alla Asmara 2014 Pengaruh Kemandirian keuangan daerah
dan Stannia Kemandirian kabupaten/kota di Provinsi
Cahaya Suci Keuangan Banten selama kurun waktu
Daerah tahun 2001- 2011 menunjukkan
Terhadap perkembangan semakin
Tingkat membaik. Namun demikian,
Kemiskinan penerimaan yang berasal dari
Di Provinsi Dana Perimbangan masih lebih
Banten tinggi daripada Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Kemampuan keuangan daerah
kabupaten/kota di Provinsi
Banten relative bervariasi.
Kemampuan keuangan Kota
Cilegon berada pada interval
cukup. Untuk Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Serang
dan Kota Tangerang mempunyai
kemampuan keuangan yang
kurang. Sementara itu,
Kabupaten Pandeglang dan
Kabupaten Lebak mempunyai
kemampuan keuangan yang
sangat kurang.
Wilayah Banten Selatan yang
terdiri dari Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten
Lebak memiliki rasio PAD yang
terendah serta rasio Dana
Perimbangan yang tertinggi. Hal
ini menjadikan kemampuan
pemerintahan Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten
Lebak dalam mengurus rumah
tangga dengan kemampuan
sendiri menjadi sulit
diwujudkan karena tidak
mungkin membiayai
penyelenggaraan pemerintah
dengan PAD yang minim.
Berdasarkan analisis model
panel disimpulkan bahwa
kemandirian keuangan daerah
(rasio PAD) berpengaruh
terhadap peningkatan
kemiskinan di Provinsi Banten.
Sementara itu, Rasio Dana
Perimbangan berpengaruh
terhadap penurunan kemiskinan.
Penelitian juga menemukan
bahwa ketimpangan pendapatan
daerah dan tingkat pengangguran
terbuka yang tinggi akan
meningkatkan kemiskinan di
Provinsi Banten.
9 Berdasarkan hasil pembahasan
yang telah diuraikan kepada
bagian sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai
berikut Kemandirian keuangan
daerah dan pertumbuhan
ekonomi secarassimultan
berdampak signifikan/ terhadap
indeks pembangunan manusia
kabupaten/kota di Provinsi Bali
tahun 2008-2012. Berdasarkan
pada hal tersebut menunjukkan
bahwa kemandirian keuangan
daerah dan pertumbuhan
ekonomi berdampak terhadap
indeks pembangunan manusia
dimana jika kemandirian
keuangan daerah dan
pertumbuhan ekonomi meingkat,
maka akan meningkatkan indeks
pembangunan manusia.
Kemandirian keuangan daerah
secara parsial berdampak
positifodan signifikan terhadap
indeks pembangunan manusia
kabupaten/kota di Provinsi Bali
tahun 2008-2012.
Berdasarkan pada hal tersebut
menunjukkan bahwa
peningkatan kemandirian
keuangan daerah berpengaruh
terhadap indeks pembangunan
manusia. Pertumbuhan ekonomi
secara-parsial berdampak positif
dan signifikan terhadap
indekswpembangunan manusia
kabupaten/kota di Provinsi Bali
tahun 2008-2012. Berdasarkan
hal tersebut menunjukkan bahwa
peningkatan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh terhadap
indeks pembangunan manusia.

2.7 Kerangka Berpikir


Berhasil atau tidaknya otonom daerah tidak hanya diukur melalui seberapa
banyak infrastruktur yang telah dibangun ataupun seberapa banyak sumber daya
manusia yang dimiliki. Pengelolaan keuangan daerah juga menjadi kunci
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Keuangan daerah menggambarkan
bagaimana suatu daerah dapat menjalankan seluruh program kegiatannya melalui
pendapatan yang dimiliki.
Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu daerah otonom, dapat dilakukan
melalui analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan salah satu
metode yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan. Adapun dalam
melakukan analisis rasio keuangan diperlukan laporan keuangan yang telah
disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Tujuan utama dalam
pengukuran kinerja ini ialah untuk mengetahui tingkat kemandirian suatu daerah
dalam membiayai seluruh kegiatannya, tingkat pertumbuhan belanja yang
dilakukan oleh daerah otonom, dan menilai tingkat kemampuan daerah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Setelah mendapatkan hasil dari
perhitungan tersebut dilakukan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui
pengaruh kemandirian keuangan daerah dan pertumbuhan belanja daerah terhadap
solvabilitas layanan pemerintah provinsi di Indonesia. Berdasarkan uraian
tersebut, penulis menggambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai
berikut:

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

Kemandirian Keuangan H0

H2

Solvabilitas Layanan

H1
Pertumbuhan Belanja
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian


Menurut Sugiyono dalam Agus Julianto (2020: 33) definisi dari objek
penelitian yaitu “Sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid dan reliabeltentang suatu hal
(variable tertentu).” Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah
kinerja keuangan dan layanan pemerintah provinsi di Indonesia Tahun 2015-2019,
yang diukur menggunakan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efisiensi
belanja, dan rasio solvabilitas layanan.

3.2 Bentuk Penelitian


Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yaitu dengan
melakukan perhitungan-perhitungan terhadap data keuangan daerah yang
diperoleh sesuai tujuan penelitian. Adapun perhitungan yang dimaksud
disesuaikan dengan rumus yang telah disajikan sebelumnya dan dilakukan analisis
terhadap masing-masing rasio keuangan yang dihasilkan.

3.3 Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data sekunder
adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada peungumpul data,
pemberian data melalui orang lain atau dokumen (Sugiyono dalam Agus Julianto,
2020:34). Adapun dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder
berupa Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi di Indonesia Tahun
2015-2019 dan Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi di Indonesia Tahun 2015-
2019 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui laman internet
https://www.bps.go.id.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
dokumentasi. Dokumentasi menurut Sugiyono dalam Agus Julianto (2020: 34)
adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam
bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta
keterangan yang dapat mendukung penelitian. Dokumentasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Pemerintah Provinisi di Indonesia
Tahun 2015-2019 dan Data Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2015-2019.

3.5 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan rasio keuangan dan
kemudian hasil perhitungan rasio tersebut dideskripsikan sesuai dengan kriteria
penliaian. Adapun rumus rasio yang digunakan dalam teknik analisis data ini
adalah sebagai berikut:
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan
jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan
transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut:

Pendapatan Asli Daerah


Kemandirian Keuangan= x 100 %
Transf Pusat + Provinsi+ Pinjaman

Adapun kriteria penilaian tingkat kemandirian keuangan daerah dapat


dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 1
Kriteria Penilaian Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pola hubungan pusat-


Kemampuan Rasio Kemandirian
daerah dalam otonomi
Keuangan Keuangan
daerah
Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif
Rendah >25% - 50% Konsultatif
Sedang >50% - 75% Partisipatif
Tinggi >75% - 100% Delegatif
Pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dijabarkan
sebagai berikut:

1. Pola hubungan instruktif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika


peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian
pemerintah daerah, atau daerah tidak mampu melaksanakan otonomi
daerah secara finansial.
2. Pola hubungan konsultatif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika
campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan lebih
banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit
lebih mampu melaksanakan otonomi daerah.
3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika
peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat
kemandirian daerah otonom yang bersangkutan mendekati mampu
melaksanakan urusan otonomi.
4. Pola hubungan delegatif, yaitu pola hubungan yang terjadi ketika
campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah
dipandang telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan
urusan otonomi daerah, artinya pemerintah pusat siap dan dengan
keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada
pemerintah daerah.
Sumber: Kepmendagri Nomor 690.900-327 Tahun 1996 Tentang Pedoman
Penilaian dan Kinerja Keuangan (dalam Prayudi Nugroho, 2017:6)

b. Rasio Efisiensi Belanja


Mahmudi (2019:164) menjelaskan bahwa rasio efisiensi belanja
merupakan perbandingan antara realisasi belanja dengan anggaran belanja.
Angka yang dihasilkan dari rasio efisiensi ini tidak bersifat absolut, tetapi
relative. Artinya tidak ada standar baku yang dianggap baik untuk rasio ini.
Pemerintah daerah dinilai telah melakukan efisiensi anggaran jika rasio
efisiensinya kurang dari 100%, sebaliknya jika lebih maka terjadi pemborosan
anggaran. Rasio efisiensi belanja dirumuskan sebagai berikut:

Realisasi Belanja
Efisiensi Belanja= x 100 %
Anggaran Belanja

c. Rasio Solvabilitas Layanan


Wang et al dalam Nur Afiyah (2017:144) menjelaskan bahwa solvabilitas
layanan menunjukkan kapasitas keuangan Pemda untuk menyediakan dan
mempertahankan kualitas pelayanan publik yang dibutuhkan dan diinginkan
oleh masyarakat. Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung rasio
solvabilitas layanan adalah sebagai berikut:

Total Belanja
Solvabilitas Layanan=
Jumlah Penduduk

Semakin tinggi rasio yang dihasilkan dalam perhitungan rasio solvabilitas


layanan menunjukkan semakin tingginya tingkat kemampuan pemerintah
daerah dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

d. Analisis Regresi Linear Berganda


Jika skala pengukuran dari dua variable bebas dan sebuah variable tak bebas
yang akan dianalisis merupakan interval atau rasio maka untuk menjelaskan
pengaruh/ hubungan antara variable tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan regresi linear ganda dengan dua variable bebas (Dr. Kadir, 2015:
187).
Misalkan variable bebas tersebut adalah X1, X2 dan variable terikatnya adalah
Y, maka pengaruh X1, X2 terhadap Y atau dinamakan regresi ganda Y atas X 1 dan
X2. Hubungan atau pertautan antara variable tersebut dinyatakan dalam persamaan
matematika berikut:
Model Regresi : Y = b0 + b1 X1 + b2 X2

Anda mungkin juga menyukai