Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Etika

Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi
menjadi dua, yaitu : Etika umum, mempertanyakan prinsip – prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia. Etika khusus, membahas prinsip – prinsip dalam hubungannya dengan berbagai
aspek kehidupan manusia. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua yaitu : Etika individual yang
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan Etika Sosial yang membahas tentang
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakaat.

Pengertian Nilai, Norma dan Moral


2.2.1 Pengertian Nilai

Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok.Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu
obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik
kenyataan-kenyataan lainnya.

2.2.2 Pengertian Norma

Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari
berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai
makhluk budaya, sosial, moral dan religi.Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang
dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat
berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma
memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:

Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan


Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,
Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh
alat Negara.
2.2.3 Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.Moral adalah ajaran
tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang
yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya
,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao
tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar,
baik, terpuji, dan mulia.

Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan
seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan
sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam
berbagai aspeknya.

2.2.4 Hierarki Nilai

Kelompok nilai menurut tinggi dan rendahnya :

Nilai-nilai kenikmatan
Nilai-nilai kehidupan
Nilai-nilai kejiwaan
Nilai-nilai kerohanian
Golongan nilai – nilai manusiawi menurut Walter G.Everet :

Nilai-nilai ekonomis • Nilai-nilai watak


Nilai-nilai kejasmanian • Nilai-nilai estetis
Nilai-nilai hiburan • Nilai-nilai intelektual
Nilai-nilai social • Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi 3 macam :

Nilai material
Nilai vital
Nilai kerohanian :
Nilai kebenaran
Nilai keindahan
Nilai kebaikan
Nilai religious

Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis


Nilai Dasar
Nilai dasar tidak dapat diamati melalui indera manusia, namun berkaitan dengan tingkah laku
manusia atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata. Nilai bersifat universal karena
menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya Tuhan, manusia atau segala
sesuatu lainnya.

2.3.2 Nilai Instrumental

Merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan diarahkan, sehingga dapat dikatakan bahwa
nilai instrumental juga merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.

Nilai Praksis
Merupakan perwujudan dari nilai instrumental sehingga dapat berbeda-beda wujudnya,namun
demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan karena nilai dasar, nilai
instrumental dan nilai praksis merupakan suatu sistem perwujudan yang tidak boleh menyimpang
dari sistem tersebut.

Hubungan Nilai, Norma dan Moral, merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara
di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila
seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan
berkembang.

Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia
bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang
mengawalnya.Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali
disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang
berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

Pengertian Etika Politik dan Politik


Pengertian Etika Politik
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, atau cabang filsafat
yang membahasa prinsip-prinsip moralitas politik. Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat
lahir di Yunani pada saat struktur-struktur politik tradisional mulai ambruk. Etika berasal dari
bahasa Yunani, yaitu “Ethes” yang berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau dapat diartikan
kumpulan peraturan tentang kesusilaan. Dengan kata lain, etika politik merupakan prinsip moral
tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam berpolitik. Etika politik juga dapat
diartikan sebagai tata susila (kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik.
Dalam praktiknya, etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika politik berusaha
membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas
politik yang nyata.

Pengertian Politik
Pengertian ‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam – macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘ negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan –
tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian –
pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep –
konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan ( power), pengambilan keputusan
( decision making), kebijaksanaan ( policy), pembagian ( distribution), serta alokasi ( allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para
pelaksana pemerintahan negara, lembaga – lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta
para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian politik yang
lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang
disebut masyarakat negara.
Dimensi Politis Manusia
Masusia sebagai Makhluk Individu – Sosial
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia
sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama
senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia
sebagai individu. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan
kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa
diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebgai makhluk yang
berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya
senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau
sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu ber-eksistensi karena orang lain dan
ia hanya dapt hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala
keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segal kehidupannya serta berpartisipasi
dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarkat. Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam
pancasila yang nilainya terdpt dalm budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat
manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsan dan kenegaraan
indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.

Dimensi Politis Kehidupan Manusia


Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup
lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang memberikan
legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagi makhluk individu
dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum,
sehingga senantiasa berkaitn dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan
bersifat politis mnakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu
keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadarn
manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang
menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh kerangka kehidupanny serta
ditentukan kembali oleh tindakan – tindakannya.Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi
fundmental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu
dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan
dengan tindakkan moral manusia.

Nilai – nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik


Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’
adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di
jalankan sesuai dengan:

a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).


b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi
moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kebijaksanan yang menyangkut publik,
pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral
kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam
hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan
dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum
yang berlaku. Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara
segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai
pendukung pokok negara.

BAB V KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI DALAM


BERBANGSA DAN BERNEGARA ( SUATU TINJAUAN KAUSALITAS )
- April 24, 2018

A. Pancasila sebagai Budaya Bangsa Indonesia


Para pakar antropologi budaya Indonesia lazimnya sepakat bahwa kata ‘kebudayaan’ berasal dari
Bahasa sansekerta buddhayah. Budhi yang berarti ‘budi daya’ yang berupa cipta, rasa dan karsa,
dengan ‘kebudayaan’ yang berarti hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia. ( Koentjaranigrat,
1980; Sulaiman, 1995; 12 ) yang secara luas dapat diambil pengertian bahwa ‘kebudayaan adalah
segala hal yang dihasilkan leh manusia sebagai makhuk tuhan yang berakal.
Wujud hasil kebudayan manusia, berupa suatu kompleks gagasan, ide-ide, dan pikiran manusia,
yang bersifat abstrak. Hasil kebudayaan manusia ini merupakan suatu nilai, yang hanya dapat
dipahami, dihayati, dan dimengerti oleh manusia. Selain itu wujud kebudayaan bersifat kongkret
yaitu berupa aktivitas manusia dalam masyarakat, saling berinteraksi, terwujudnya suatu sistem
social. Manusia yang merupakan makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain dalam
masyarakat.
Wujud sistem sosial-kebudayaan secara sistematik dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. sistem nilai
2. sistem sosial
3. wujud fisik baik dalam kebudayaan maupun kehidupan masyarakat.

Asal Mula Langusung

· Asal mula bahan ( Kausa Materialis )


Asal bahan pancasila adalah pada bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadiandan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Dalam pengertian ini maka Pancasila sebagai local wisdom
bangsa Indonesia.
· Asal mula bentuk ( Kausa Formalis )
Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula bentuk pancasila itu dirumuskan sebagaimana termuat
dalam UUD 1945
· Asal mula karya ( Kausa Effisien )
Yang menjadikan Pancasila dari calon dasar Negara menjadi dasar Negara yang sah.
· Asal mula tujuan ( Kausa Finalis )
Yang dirumuskan dan dibahas oleh panitia Sembilan yang bertujuan untuk dijadikan sebagai dasar
Negara.

Asal mula Tidak Langsung

Panasila adalah terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa
Indonesia. Yang memiliki unsur pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu :
v Nilai ketuhanan
v Nilai kemanusiaan
v Nilai persatuan
v Nilai kerakyatan
v Nilai keadilan

B. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa


Dalam pengertian ini makan proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan
dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan Negara. Pandangan hidup bangsa dapat
disebut sebagai ideology bangsa ( nasional ) dan pandangan hidup Negara dapat diebut sebagai
ideology Negara. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terkandung di dalamnya konsepsi
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang
dianggap baik.

C. Pancasila sebagai Filsafat Bangsa dan Negara Indoensia


Menurut Friederict, Negara modern yang melakukan proses pembaharuan demokrasi,
prinsip konstitusionalisme adalah yang sangat efektif, terutama dalam rangka mengatur dan
membatasi pemerintahan Negara melalui undang-undang. Terdapat tiga elemen kesepakatan
(consensus) untuk mewujudkan demokrasi pada Negara modern yaitu :
1. keseepatan tentang tujuan dan cita-cita
2. kesepakatan tentang aturan hokum konstitusi
3. kepakatan tentang bentuk instusi-instusi dan prosedur ketatanegaraan.

D. Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara


Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia tersimpul dalam
pebukaan UUD 1945 alenia IV. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut :
a. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib
hukum) Indonesia.
b. Melipu suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.
d. Mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
e. Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945 bagi penyelenggara negara.

E. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia.


A. Pengertian ideology secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan ide, keyakinan
dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut tingkah laku sekelompok
manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini menyangkut :
· Bidang politik ( termasuk didalamnya bidang keamanan dan pertahanan )
· Bidang sosial
· Bidang kebudayaan
· Bidang keagamaan
B. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
· Dimensi idealis, nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis
dan rasional.
· Dimensi normatif, nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan daam sistem
norma, sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 1945
· Dimensi realistis, ideology harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat.

F. Pancasila sebagai Asas Peraturan dan Kesatuan Bangsa Indonesia


Bagi Bangsa Indonesia adanya kesatuan ideology tersebut itu adalah amat bersifat sentral,
karena suatu bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui kea rah mana tujuan bangsa ini
ingin dicapai maka bangsa harus memiliki satu pandangan hidup, ideology maupun kerohanian.

G. Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia


Nilai-nilai yang sebagai buah hasil pikiran dan gagasan dasar Bangsa Indonesia tentang
kehidupan yang dianggap baik, mereka menciptakan tata kehidupan sosial dan kerohanian bangsa
yang memberi corak, watak, dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya
dengan masyarakat atau bangsa lain. Ini merupakan suatu kenyataan objektif yang merupakan
jatidiri Bangsa Indonesia

BAB V1 REALISASI PANCASILA

Realisasi Pancasila yang Objektif

Realisasi pengalaman pancasila secara objektif yaitu realisai serta implementasi nilai-nilai
pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara, terutama dalam kaitannya dengan
penjabaran nilai-nilai pancasila dalam praktis penyelenggaraan negara dan peratuaran perundang-
undangan di Indonesia.

Implementasi penjabaran pancasila yang bersifat objektif adalah merupakan perwujudan nilai-nilai
pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang realisasi
kongkritnya merupakan sumber dari segala suber hukum ( sumber tertib hukum ) Indonesia.
Implementasi Pancasila yang objektif ini berkaitan dengan norma-norma hukum dan moral, secara
lebih luas dengan norma-norma kenegaraan.

Realisasi dan pengamalan Pancasila secara objektif berkaitan dengan pemenukan wajin hukum
yang memiliki norma-norma yang tertuang dalam suatu sistem hukum positif. Hal ni dimaksudkan
agar memiliki daya imperatif secara yuridis. Walaupun aktualisasi objektif tertuang dalam suatu
sistemperaturan perundang-undangan namun dalam implementasi pelaksanaan Pancasila secara
optimal justru realisasi subjektif yang memiliki kekuatan daya imperatifmoral merupakan suatu
prasyarat bagi keberhasilan pelaksanaan Pancasila secara objektif. Dengan kata lain aktualisasi
subjektif lebih menentukan keberhasilan aktualisasi Pancasila yang objektif, dan tidak sebaliknya.
Dapat juga dikatakan bahwa aktualisasi sevara objektif itu akan berhasil secara optimal bilamana
didukungoleh aktualisasi atau pelaksaan Pancasila secara subjektif.

2. Penjabaran Pancasila yang Objektif

Pengertian penjabaran Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam
setiap aspek penyelenggaraan negara, baikdi bidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif dan
semua bidang kenegaraan dan terutama realisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan
negara Indonesia. Hal itu dapat dirinci sebagai berikut:

Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat negara Pncasila
sebagaimana tercantum dalam pebukaan UUD 1945 alinea IV,
Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar
pokok pikiran yang tercantum dalam filsafat negara Indonesia.
Tanpa mengurangi sifat-sifat Undang-Undang yang tidak dapat diganggu gugat, interpretasi
pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam filsafat negara.
Pelaksanaan Undang-Undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi seluruh perundang-
undangan di bawah Undang-Undang dan keputusan-keputusan administrasi dari semua tingkat
penguasa negara.
Pokok kaidahnegara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD1945 dan
UUD 1945 juga didasarkan atas kerohanian Pancasila. Bahkan yang terlebih penting lag adalah
dalam realiasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap penentuan kebijaksanaan di bidang
kenegaraan antara lain:• Bentuk dan Kedaulatan dalam Negara
• Hukum, perunang-undangan dan peradilan
• Sistem Demokrasi
• Pmerintah dan Pusat sampai Daerah
• Politik dalam dan luar negeri
• Keselamatan, keamanan dan pertahanan
• Kesejahteraan
• Kebudayaan
• Pendidikan dan lain sebagainya
• Tujuan Negara
• Reformasi dan segala pelaksanaannya
• Pembangunan Nasional dan lain pelaksanaan kenegaraan
3. Realisasi Pancasila yang Subjektif

Aktualisasi Pancasila yang subjektif adalah pelaksaan pada setiap pribadi perseorangan, setiap
warga negara, setiap individu, seriap penduduk, setiap penguasa setiap orang Indonesia. Dalam
inilah pelaksanaan Pancasila yang subjektif yang mewujudkan uatu bentuk kehidupan dimana
kesadaran wajib hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral. Dalam hal ini milai yang
berkaitan pada diri seseorang adalah sikap dan tingkah laku dalam realisasi Pancasila secara
subjektif yang disebut moral Pancasila. Jadi aktualisasi Pancasila yang bersifat subjektif ini
lebihberkaitan dengan kondisi objektif, yaitu berkaitan dengan norma-norma moral.

Dalam pengamalan Pancasila perlu diusahakan adanya suatu kondisi individu akan adanya
kesadaran untuk merealisasikan Pancasila. Kesadaran adalah hasil perbuatan akal, yaitu
pengalaman tentang keadaan-keadaan yang ada pada diri manusia sendiri. Jadi keadaan-keadaan
inilah yang menjadikan objek dari kesadaran dan berupa segala sesuatu yang dapat menjadi
sumber pengalaman manusia. Aktualisasi serta pengalaman itu bersifat jasmaniah maupun
rohaniah, dari kehendak manusia.

4. Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila

Realisasi nilai-nilai Pancasila dasar filsafatnegara Indonesia, perlu secara berangsur-angsur


dengan jalan pendidikan baik disekolah, masyarakat, maupun di dalam keluarga sehingga
diperoleh hal – hal sebagai berikut:

Pengetahuan : Yaitu, suatu pengetahuan yang benar tentang Pancasila, baik aspek nilai, norma
maupun aspek praksisnya. Hal ini harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan
individu. Tanpa pendidikan yang cukup maka dapat dipastikan bahwa pemahaman tentang
ideology bangsa dan dasar filsafat Negara hanya dalam tingkat-tingkat yang sangat pragmatis,
dalam hal ini sangat berbahaya terhadap ketahanan ideology penerus bangsa.
Kesadaran : Yaitu, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri.
Ketaaatan : Yaitu, selalu dalam keadaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan batin, lahir
berasal dari luar misalnya pemerintah, adapun wajib batin dari diri sendiri.
Kemampuan kehendak : Yaitu, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Watak dan hati nurani : Yaitu, agar seseorang selalu mawas diri dan dapat menilai diri sendiri
dengan baik.
Dengan demikian akan memiliki suatu ketahan ideologi yang berdasarkan keyakinan atas
kebenaran Pancasila, sehingga dirinya akan merupakan sumber kemampuan untuk memelihara,
mengembangkan, mengamalkan, mewariskan, merealisasikan Pancasila dalam segala aspek
kehidupan.

Pada dasarnya ada dua bentuk realisasinya yaitu bersifat statis dan yangbersifat dinamis. Statis
dalam pengertian intinya atauesensinya (yaitu nilai-nilai yang bersifat rokhaniah dan universal).
Sedangkan bersifat dinamis dalam arti bahwa aktualisasinya senantiasa bersifat inovatif, sesuai
dengan dinamika masyarakat, perubahan, serta konteks lingkungannya.
Strategi dan metode proses internalisasi harus diikuti dengan strategi serta metode yang relevan
dan memadai. Oleh karena itu dalam proses internalisasi dan aktualisasi harus diterapkan strategi
yang relevanserta metode yang efektif.

BAB X BHINEKA TUNGGAL IKA

A. Dasar Hukum Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana terkandung dalam lambang negara Garuda Pancasila,
bersama-sama dengan Bendera Negara Merah Putih, Bahasa Negara Bahasa Indonesia dan Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya, merupakan jati diri dan identitas Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Keempat simbol tersebut merupakan cerminan dan manifestasi kedaulatan bangsa dan
negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dalam
masyarakat internasional serta merupakan cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian lambang negara, beserta
bendera negara, serta bahasa persatuan serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekedar
pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang
negara yang dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia.
Dalam hubungan dengan lambang Negara Garuda Pancasila yang di dalamnya terdapat seloka
Bhinneka Tunggal Ika telah diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Thun
1945. Dalam Pasal 36A disebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam perjalanan sejarah bangsa dan Negara Republik
Indonesia dasar hukum lambang negara dan penggunaannya diatur dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah yang merupakan
produk hukum berdasarkan amanat Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lambang Negara, bendera, serta lagu
kebangsaan antara lain.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang kejahatan (tindak
pidana) yang menggunakan Bendera Merah Putih.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara.
Pengaturan perihal bendera, bahasa, lagu kebangsaan serta lambang negara dalam bentuk undang-
undang sebagaimana diamanatkan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 perlu segera direalisasikan. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, keserasian,
standarisasi, dan ketertiban dalam penggunaan bendera, bahasa, lambang negara dan lagu
kebangsaan.
Ketentuan tentang Lambang Negara termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2009. Adapun makna Lambang Negara Garuda Pancasila yang terdapat dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

B. Bhinneka Tunggal Ika sebagai Local Wisdom Bangsa Indonesia


Nama Lambang Negara Garuda Pancasila, karena ujud lambang yang dipergunakan adalah burung
garuda, dan di dalamnya (ada tameng) memuat lambang sila-sila Pancasiladan disertai semboyn
seloka Bhineka Tunggal Ika, dan seloka itu tersurat dibawahnya. Jadi dalam lambang negara
Indonesia itu terdapat unsur Gambar burung garuda, simbol sila-sila Pancasila dan seloka Bhineka
Tunggal Ika.
Burung garuda adalah merupakan kekayaan satwa nusantara, sebagai salah satu jenis burung
bahkan terdapat secara luas ditanah bangsa serumpun dan memiliki kesamaan kebudayaan yaitu
madagaskar dan malagsi, dan satwa itu dahulu diistilahkan dengan nama Vurumahery yang berarti
burung sakti. Garuda adalah termasuk jenis burung yang besar dan kuat dan mampu terbang
tinggi, yang melambangkan bangsa (Indonesia) yang besar dan kuat. Sebagai seekor satwa,
burung garuda mampu terbang tinggi, dan hal ini melukiskan cita-cita bangsa Indonesia ditengah-
tengah masyarakat internasional (Ismaun, 1975: 118).
Seloka ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang melambangkan realitas bangsa dan negara Indonesia yang
tersusun dari berbagai unsur rakyat (bangsa) yang terdiri atas berbagai macam, suku, adat-istiadat,
golongan, kebudayaan dan agama, wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau menyatu menjadi
bangsa dan negara Indonesia. Secara filologis istilah seloka itu diambil dari bahasa jawa kuno,
berasal dari zaman kerajaan Keprabuan Majapahit yang zaman keemasannya di bawah kekuasaan
Prabu Hayam Wuruk dan Maha Putih Gajah Mada. Pada kerajaan Majapahit tersebut hidup
berbagai macam aliran lain Hindu dengan berbagai macam aliran dan sektenya. Berbagai unsur
agama yang berbeda tersebut hidup dalam suatu kerajaan dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit
dan dibawah satu Hukum Negara (Dharma) dan hidup rukun dan damai dengan penuh toleransi
antara umat berbagai agama.
Jika dilakukan kajian melalui filsafat analitika bahasa (suatu metode analisis terhadap makna
penggunaan ungkapan bahasa era kontemporer di Eropa), seloka Bhinneka Tunggal Ika itu pada
hakikatnya merupakan suatu frase. Secara linguistis makna struktural seloka itu adalah ‘beda itu,
satu itu’. Secara morfologis kata ‘Bhinneka’ berasal dari kata polimorfemis yaitu ‘bhinna’ dan
‘Ika’. Kata ‘Bhinna’ berasal dari bahasa Sansekerta ‘Bhid’, yang dapat diterjemahkan menjadi
‘beda’. Dalam proses linguistis karena digabungkan dengan morfem ‘Ika’ maka menjadi ‘bhinna’.
‘Ika’ artinya itu, ‘bhinneka’ artinya beda itu, sedangkan ‘tunggal ika’ artinya satu itu.

C. Makna Filosofis Bhinneka Tunggal Ika


Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, sejak zaman
kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing selama tiga setengah abad.
Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa,
berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu wilayah yang
terdiri atas beribu-ribu pulau. Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah
suatu perbedaan untuk dipertentangkan, perbedaan itu justru merupakan suatu daya penarik kearah
suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga
keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerja sama yang luhur.
Sintesis persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas kerokhanian yang
merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila. Oleh karena itu prinsip-prinsip
nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bersifat ‘majemuk tunggal’. Adapun
unsur-unsur yang membeentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut:
a) Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah,
yaitu sejak zaman prasejarah, zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian datang penjajah, tercetus
Sumpah Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.
b) Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu
penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara
bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa
tentang kemerdekaan.
c) Kesatuan Kebudayaan: walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan,
namun keseluruhannya itu merupakan suatu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia.
d) Kesatuan Wilayah: Bangsa ini hidup dari mencari penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi,
yaitu satu tumpah darah Indonesia.
e) Kesatuan Asas Kerokhanian: Bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki satu kesamaan cita-
cita, kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat
Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila.

Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan menjadi kunci kemajuan
suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia yang kausa materialisnya sebagai etnis, golongan, ras, agama
serta primordial lainnya dinusantara secara moral menentukan kesepakatan untuk menbentuk
suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Semangat moralitas bangsa itu oleh founding fathers kita
diungkapkan dalam suatu seloka, yang merupakan simbol semiotis oralitas bangsa yaitu Bhinneka
Tunggal Ika.

Anda mungkin juga menyukai