Anda di halaman 1dari 25

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Profil PT Kimia Farma Apotek (7)


Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, tidak bisa dilepaskan dari perjalanan
sejarah bangsa, dan khususnya perkembangan dunia kefarmasian di
Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda masih beroperasi di wilayah
Republik Indonesia. Berdasarkan SK Penguasa Perang tahun 1958 dan SK
Menkes tahun 1958 maka terbentuklah BAPPHAR (Badan Pusat Penguasaan
Perusahaan Farmasi Belanda). Selain itu, BAPIT (Badan Pusat Penguasaan
Industri dan Tambang-Departemen Perindustrian) juga turut menerima
penyerahan beberapa perusahaan Belanda.

Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan Belanda


dan statusnya diubah menjadi Perusahaan Negara Farmasi (PNF). Perusahaan
Negara Farmasi tersebut adalah PN Farmasi Radja Farma, PN Farmasi
Nurani Farma, PN Nakula Farma, PN Bio Farma, PN Farmasi Bhineka Kina
Farma, PN Farmasi PN Farmasi Kasa Husada.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1969, perusahaan-perusahaan


negara tersebut digabung menjadi PN Farmasi Bhineka Kimia Farma.
Selanjutnya tanggal 16 Agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia
Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik
Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya
disebut PT. Kimia Farma (Persero).

PT. Kimia Farma Tbk. terdiri dari dua anak perusahaan yaitu PT. Kimia
Farma Trading & Distribution dan PT. Kimia Farma Apotek. PT. Kimia
Farma Trading & Distribution yang bergerak pada jalur usaha distribusi obat
dan alat kesehatan, memiliki 42 cabang yang bertugas mendistribusikan obat-
obatan dan alat-alat kesehatan, baik diproduksi sendiri maupun diproduksi

16
17

oleh pihak ketiga dengan berpegang pada prinsip untuk memenuhi kepuasan
dan kebutuhan pelanggannya.

Sedangkan PT. Kimia Farma Apotek sekarang telah memiliki 372 Apotek
yang tersebar di seluruh Indonesia.(8)
PT. Kimia Farma Apotek, adalah anak perusahaan yang mengelola kegiatan
usaha ritel melalui pengoperasian apotek milik perusahaan maupun apotek
kerjasama operasi. PT. Kimia Farma Apotek mempunyai jaringan apotek
dengan status kepemilikan milik sendiri, sewa/ kontrak bangunan maupun
Kerja Sama Operasi (KSO) yang tersebar di seluruh Indonesia dan
terkordinasi dalam sembilan wilayah/ unit daerah.

3.2 Visi dan Misi (7)


Visi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk adalah komitmen pada peningkatan
kualitas kehidupan, kesehatan dan lingkungan.
Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk adalah :
1. Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan
penelitian pengembangan produk yang inovatif.
2. Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan terpadu (health care
provider) yang berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan
sistem informasi perusahaan.
Visi dari PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan
layanan farmasi yang terkemuka di Indonesia.
Misi Apotek Kimia Farma yaitu :
1. Jaringan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,
klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
2. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk principal.
3. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya
(Fee-Based Income)
18

3.3 Apotek Kimia Farma No. 10 Braga

3.3.1 Lokasi Apotek


Apotek Kimia Farma 10 merupakan salah satu apotek pelayanan yang
berada di bawah naungan Unit Bisnis Manajer Kimia Farma Bandung.
Lokasi apotek Kimia Farma 10 terletak di Jalan Braga No.2-4 Bandung.
Lokasi ini terletak di daerah perkantoran dan juga perhotelan serta dekat
pusat perbelanjaan dan alun-alun kota Bandung.
3.3.2 Tata Letak Bangunan Apotek
Bangunan Apotek Kimia Farma 10 Bandung terdiri dari ruang penerimaan
resep dan penyerahan resep, ruang peracikan, penyimpanan obat, swalayan
farmasi, ruang Apoteker Pengelola Apotek (APA), tempat alat kesehatan,
ruang praktek dokter, ruang tunggu,kamar mandi, dan tempat parkir..
Pembagian tata letak ruang di Apotek Kimia Farma No. 10 Braga secara
jelas adalah sebagai berikut :
i) Ruang tunggu
Ruang tunggu dimaksudkan untuk dapat memberikan kepuasan bagi
pelanggan dan diciptakan sedemikian rupa untuk memberikan
kenyamanan kepada pelanggan.
ii) Swalayan farmasi dan alat-alat kesehatan
Swalayan farmasi menyediakan obat-obat bebas, sediaan kosmetika,
alat kesehatan, makanan dan minuman, serta perbekalan kesehatan
lainnya.
iii) Meja penerimaan resep dan penyerahan obat
Meja penerimaan resep dan penyerahan obat terletak di bagian depan
sebelah kasir.
iv) Tempat peracikan
Di ruangan ini dilakukan peracikan dan penyiapan obat-obat yang
dilayani berdasarkan resep dokter. Ruangan ini dilengkapi meja
peracikan serta peralatan untuk peracikan seperti timbangan, mortir,
bahan baku dan alat-alat lain.
v) Lemari penyimpanan obat
19

Penyimpanan obat disusun secara alfabetis berdasarkan efek


farmakologi seperti antibiotik, sistem kardiovaskular, sistem
gastrointestinal, saluran nafas, vitamin, hormon dan sebagainya.
Penyimpanan obat juga ditata berdasarkan bentuk sediaan, yaitu tablet
dan kapsul, sediaan cair (sirup dan suspensi,), sediaan topikal (krim,
salep, gel), sediaan mata (tetes mata, salep mata) dan inhalasi. Serta
antara obat generik dan obat paten dipisahkan. Obat-obat psikotropika
dan narkotika disimpan dalam lemari khusus. Obat-obat yang harus
disimpan dalam kondisi khusus di bawah suhu kamar seperti vaksin,
suppositoria, dan ovula disimpan di dalam lemari pendingin.
vi) Ruang praktek dokter
Terdapat ruang untuk praktek dokter yang terdiri dari dokter umum dan
dokter gigi.
vii) Ruang tempat pencucian alat
viii) Toilet
ix) Tempat parkir
Denah dan tata ruang Apotek Kimia Farma No. 10 Braga dapat dilihat pada
Lampiran 1 gambar 1

3.3.3 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 10 Braga


Apotek Kimia Farma No.10 Braga Bandung dipimpin oleh seorang Apoteker
Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab langsung kepada Manajer
Bisnis PT. Kimia Farma Apotek Bandung. personalia di Apotek Kimia Farma 10
Bandung terdiri dari apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping, supervisor,
asisten apoteker, juru racik, bagian administrasi, petugas kebersihan dan petugas
keamanan. Adapun tugas dan tanggung jawab dari setiap bagian adalah :
1. Apoteker Pengelola Apotek
Pimpinan Apotek KF 10 adalah seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA),
bertindak sebagai manager apotek pelayanan yang memiliki kemampuan untuk
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengawasi jalannya apotek.
2. Apoteker Pendamping
Apoteker pendamping bertugas membantu APA dalam Pelayanan kefarmasian.
20

3. Supervisor
Supervisor adalah seorang asisten apoteker senior yang bertanggung jawab
langsung kepada pimpinan apotek. Tugas Supervisor adalah pada Apotek KF 10
sebagai berikut :
a. Membantu Apoteker Pengelola Apotek melakukan pengontrolan dan
pengawasan pelayanan kepada pasien.
b. Membantu Apoteker Pengelola Apotek melakukan pengontrolan dan
pengawasan fungsi kefarmasian, penjualan, dan personalia di apotek.
c. Membantu Apoteker Pengelola Apotek melakukan pengontrolan dan
mengawasi kelancaran arus barang yang masuk dan keluar, serta pengadaan
barang untuk apotek, kelancaran resep, penjualan bebas, dan penjualan alat
kesehatan.
4. Asisten Apoteker
Asisten apoteker bertanggung jawab langsung kepada Supervisor. Tugas asisten
apoteker adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian, mulai dari menerima resep, memberi
harga, membuat etiket, meracik, memeriksa dan melakukan validasi resep,
serta menyerahkan obat kepada pasien.
b. Menerima resep dan memeriksa keabsahan dan kelengkapan resep sesuai
dengan peraturan kefarmasian. Memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan
farmasi lainnya berdasarkan resep yang diterima.
c. Melakukan pencatatan data pembelian ke dalam komputer.
d. Melakukan penerimaan barang, mencatatnya ke dalam kartu stok
masingmasing, dan menyimpannya dalam tempat yang sesuai.
e. Melakukan pencatatan barang yang telah dikeluarkan dalam kartu stok dan
mencatat barang yang persediaannya tinggal sedikit atau habis ke dalam buku
defekta.
5. Juru Racik
Juru racik bertugas membantu asisten apoteker dalam menyiapkan obat dan
perbekalan farmasi lainnya di bawah pengawasan asisten apoteker. Tugas Juru
racik adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan dan meracik obat atas petunjuk asisten apoteker (AA).
21

2. Mengumpulkan, menyusun, dan menyimpan semua resep-resep yang masuk.


3. Memberikan pelayanan penghantaran obat, apabila obat tidak dapat
diserahkan pada waktunya.
4. Menjaga kebersihan

6. Petugas Administrasi
Kegiatan administrasi apotek dalam suatu unit business manager seluruhnya di
kelola oleh unit business managernya. Adapun tugas bagian administrasi pada
apotek pelayanan adalah menyusun daftar piutang resep kredit, membuat alat
penagihan, dan melakukan penagihan piutang sesuai dengan waktu penagihan
yang telah disepakati.
7. Petugas kebersihan
Petugas kebersihan bertugas untuk menjaga kebersihan lingkungan apotek, baik
itu bagian dalam maupun luar apotek. Dengan lingkungan apotek yang bersih,
maka kegiatan akan berjalan dengan baik dan setiap pengunjung apotek akan
merasa nyaman.
8. Petugas keamanan
Petugas keamanan bertugas menjaga keamanan di apotek selama jam buka apotek
berlangsung.
Struktur organisasi Apotek Kimia Farma 10 Bandung dapat dilihat pada Lampiran
2, Gambar. 2.

3.3.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi.


Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran,
pengendalian, serta pengelolaan obat narkotika dan psikotropika. Sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika, sedangkan
perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Tujuan pengelolaan perbekalan
farmasi adalah menjamin tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu
serta jumlah, jenis dan waktu yang tepat.
22

i) Pengadaan (perencanaan dan pengendalian)


Perencanaan pemesanan barang dibuat dengan cara memantau kartu stok
minimal untuk semua item jenis. Artinya, pemesanan dilakukan
seminggu satu kali dengan menggunakan alat bantu buku defekta, sistem
pareto, catatan penolakan resep/obat untuk barang citto atau segera.
Tujuan perencanaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah :
a. Mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Menghindari terjadinya “stock out/overstock”.
c. Menghindari terjadinya penolakan obat karena kekosongan obat
Pengadaan di Apotek Kimia Farma No. 10 dilakukan secara selektif
menggunakan sistem pareto pada awal bulan (1x sebulan). Prinsip analisis
pareto adalah dari history penjualan sebelumnya. Jadi, barang dipesan
berdasarkan kebutuhan dan seringnya barang tersebut dicari orang. Sistem
pareto menghasilkan tiga tingkatan produk, yaitu pareto A, pareto B dan
pareto C. Sistem pareto dikenal juga dengan klasifikasi ABC.
a. Klasifikasi A, 15-20% jumlah produk mempengaruhi 80% omset.
Pareto A adalah barang-barang yang laku dengan aturan 20/80 yang
menyatakan bahwa 20% jumlah barang tersebut mempengaruhi 80% dari
total omset. Jenis barang diurutkan berdasarkan persentase penjualannya
terhadap omset dari yang paling tinggi persentasenya, kemudian
dikumulatifkan sampai penjualannya mencapai 80%.
b. Klasifikasi B, 20-25% jumlah produk mempengaruhi 15% omset.
Pareto B adalah barang-barang yang laku dengan aturan 25/15 yang
menyatakan bahwa 25% jumlah barang tersebut mempengaruhi 15% dari
jumlah omset.
c. Klasifikasi C, 40-50% jumlah produk mempengaruhi 5% omset.
Pareto C adalah barang-barang yang laku dengan aturan 50/5 yang
menyatakan bahwa 50% jumlah barang tersebut mempengaruhi 5%
omset dari jumlah omset.
Sehingga dari hasil pengurutan jenis obat tersebut diperoleh beberapa jenis
obat yang merupakan prioritas utama dalam penjualan barang di apotek.
23

Oleh karena itu item-item obat tersebut persediaannya harus selalu


dipertahankan sehingga tidak terjadi kekosongan barang. Keuntungannya
adalah perputaran barang lebih cepat sehingga modal dan keuntungan tidak
terlalu lama berwujud barang, namun dapat segera berwujud uang,
mengurangi resiko penumpukan barang serta obat kadaluarsa, mencegah
terjadinya kekosongan barang yang bersifat fast moving dan meminimalisir
penolakan resep.
Pengadaan perbekalan sediaan farmasi di Apotek Kimia Farma No. 10
dilakukan berdasarkan perencanaan melalui buku defekta yang berisi sisa
persediaan barang dan jumlah barang yang diminta oleh masing-masing
penanggung jawab lemari tempat penyimpanan barang. Bagian pembelian
atau pengadaan melakukan pemeriksaan kembali kesesuaian antara data
pada buku defekta dengan persediaan barang yang ada untuk menentukan
jumlah barang yang akan dipesan.
Untuk obat golongan narkotika, digunakan surat pesanan khusus yang harus
ditandatangani oleh APA. Setiap surat pesanan hanya berlaku untuk satu
jenis obat narkotika. Selain itu, pembelian hanya boleh ke distributor Kimia
Farma yang bertindak sebagai distributor tunggal melalui BM. Sedangkan
untuk pembelian obat psikotropika, surat pesanan boleh terisi beberapa jenis
psikotropika dan ditujukan pada distributor yang menyediakan.
Pengadaan barang selain dilakukan melalui pemesanan pada bagian
pembelian BM, juga dapat dilakukan dengan cara meminta barang ke apotek
lain atau pembelian intern antara apotek Kimia Farma. Pembelian seperti ini
dilakukan jika ada resep yang harus segera dilayani sedangkan persediaan di
apotek kurang atau tidak ada. Permintaan barang antar Apotek Kimia Farma
diajukan dengan menggunakan sistem dropping.
Secara umum sistem pembelian di Apotek Kimia Farma dikelompokkan
menjadi :
a. Pembelian rutin
Pembelian rutin dilakukan melalui Bussiness Manager (BM) Bandung
berdasarkan surat pesanan (SP) atau bon permintaan barang apotek
(BPBA). Bagian pengadaan BM akan membuat SP kepada PBF yang
24

ditunjuk, lalu PBF akan mengirimkan barang-barang yang dipesan ke


masing-masing apotek layanan berdasarkan surat pesanan. Namun jika
barang tersebut sudah ada di BM maka akan langsung di dropping oleh
BM ke masing-masing apotek layanan.
b. Dropping antar Apotek Kimia Farma
Dropping adalah istilah yang dipakai untuk peminjaman obat dan/atau
perbekalan farmasi lainnya yang dilakukan ke/dari Apotek Kimia Farma
lain. Dropping dilakukan jika barang yang diminta tidak ada dalam
persediaan, tujuannya yaitu untuk menghindari terjadinya penolakan
resep atau obat. Sebelumnya, Apotek Kimia Farma No. 10 akan
menanyakan via telepon ke Apotek Kimia Farma lain perihal
ketersediaan obat yang diinginkan. Jika obat tersedia, petugas akan
menuliskan nama barang dan jumlah yang akan dipesan dalam blanko
BPBA, kemudian diserahkan ke Apotek Kimia Farma lain yang dituju
lalu Apotek Kimia Farma tersebut akan memberikan barang disertai bukti
dropping. Dengan adanya bukti dropping, maka jumlah pembelian di
Apotek Kimia Farma No. 10 akan bertambah senilai harga obat yang
diterima, sedangkan jumlah pembelian di Apotek Kimia Farma lain
(Apotek Kimia Farma yang melakukan dropping ke Apotek Kimia Farma
No. 10) akan berkurang senilai harga obat yang diserahkan tersebut.
c. Pembelian mendesak
Pembelian mendesak dilakukan jika barang yang diminta tidak ada dalam
persediaan dan untuk menghindari penolakan resep. Pembelian mendesak
dilakukan ke apotek lain selain Apotek Kimia Farma yang dapat
dipercaya sistem pengadaannya dan dilakukan pembayaran secara tunai.
Kerugian dari sistem pembelian ini adalah harga beli yang tinggi.
Pembelian ini dilakukan jika apotek ingin segera mengisi ketersediaan
stok obat di apotek.
d. Konsinyasi
Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara Apotek Kimia
Farma No. 10 dengan suatu perusahaan atau distributor yang ingin
menitipkan produknya di apotek atas persetujuan BM terlebih dahulu.
25

Barang-barang konsinyasi umumnya merupakan obat-obat, suplemen


kesehatan atau peralatan kesehatan yang baru beredar di pasaran dalam
tahap promosi. Obat dikonsinyasikan dalam jangka waktu tertentu, bila
setelah jangka waktu tertentu habis maka produk akan ditarik kembali
dan apotek membayarkan sejumlah harga untuk barang yang laku terjual.
Dalam sistem ini, Apotek Kimia Farma hanya menerima titipan suatu
produk atau barang dan hanya membayar sejumlah barang yang terjual.
Akan tetapi, jika barang konsinyasi tersebut menunjukkan tingkat
penjualan yang tinggi, maka pengadaan produk tersebut akan dilakukan
secara reguler seperti produk lain pada umumnya.
Alur pengadaan perbekalan apotek dilihat pada lampiran 3 gambar 3 dan
blanko Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dapat dilihat pada lampiran
4 gambar 4
ii) Penerimaan
Perbekalan farmasi yang telah dipesan akan dikirim ke Apotek Kimia
Farma No. 10 disertai faktur dan diterima oleh AA atau apoteker,
kemudian dilakukan pengecekan kesesuaian terhadap barang yang
diterima dengan faktur (faktur terdiri dari empat rangkap). Pengecekan
dilakukan terhadap kesesuaian Apotek Kimia Farma yang dituju, nama
barang, jumlah barang, tanggal kadaluarsa (expire date) obat, serta
kondisi fisik barang. Jika barang telah sesuai maka faktur diberi tanda
terima barang berupa stempel apotek dan ditanda tangani oleh petugas
penerima (tanggal, bulan, tahun dan nama jelas) serta diberi nomor urut
penerimaan. Faktur yang asli dan satu lembar salinan faktur
dikembalikan kepada PBF yang akan digunakan sebagai bukti
penagihan, sedangkan dua lembar salinan faktur sisanya disimpan di
apotek untuk keperluan administrasi (satu lembar untuk arsip apotek
yang akan didokumentasikan ke dalam buku penerimaan barang dan
satu lembar dikirim ke BM). Jika barang tidak sesuai dengan BPBA
atau ada kerusakan fisik, maka bagian pembelian akan membuat nota
pengembalian barang/retur dan mengembalikan barang tersebut ke PBF
yang bersangkutan untuk ditukar dengan barang yang sesuai.
26

iii) Penyimpanan perbekalan farmasi


Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
aman dan dapat menjamin mutunya. Perbekalan farmasi yang diterima,
langsung disimpan di tempat masing-masing dan dicatat tanggal barang
masuk, nomor penerimaan barang, jumlah barang yang masuk, sisa
barang, serta paraf petugas penerima di dalam kartu stok kemudian
dimasukkan dalam komputer. Setiap obat memiliki kartu stok yang
berguna untuk mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran obat,
sehingga memudahkan dalam pengawasan terhadap persediaan obat.
Jika jumlah barang yang diterima tidak seluruhnya dapat disimpan
dalam rak penyimpanan, maka sisa obat tersebut disimpan dalam
gudang.
Sistem penyimpanan barang di Apotek Kimia Farma No. 10 dilakukan
berdasarkan jenis, farmakologi dan bentuk sediaan (tablet, sirup, salep, tetes
mata) secara alfabetis. Sistem penyimpanan obat:
a. Tempat penyimpanan obat berdasarkan farmakologinya disusun secara
alfabetis diantaranya yaitu : obat batuk dan flu, vitamin dan mineral, obat
saluran pencernaan, hormon dan kontrasepsi, analgetik, antipiretik dan
anti-inflamasi, antihistamin, obat saluran pernafasan, obat jantung,
antibiotik, antivirus dan antifungi, dan susunan saraf pusat
b. Penyimpanan berdasarkan bentuk sediaannya seperti tablet, kapsul, sirup,
suspensi, tetes mata, salep mata, tetes telinga, salep, krim dan lotion serta
injeksi, infus, ovula dan suppositoria di simpan di lemari es.
c. Untuk obat-obat bebas dan obat bebas terbatas disimpan berdasarkan
kegunaannya di tempat penjualan (swalayan farmasi) dan ditata secara
rapi serta menarik.
d. Untuk obat keras, penyimpanan obatnya adalah di lemari penyimpanan
e. Golongan obat narkotika dan psikotropika, disimpan dalam lemari
tersendiri secara khusus. Penyimpanannya tidak boleh terlihat oleh
umum, khususnya untuk narkotika. Peraturan mensyaratkan lemari
penyimpanan narkotika ukurannya 40 x 80 x 100 cm, bahannya dari kayu
27

atau bahan lain yang kuat. Lemari ditanam pada dinding atau lantai dan
dalam keadaan terkunci.
f. Tempat penyimpanan berdasarkan kestabilan obat, obat-obat yang
termolabil disimpan di dalam lemari es dengan suhu tertentu.
g. Alat kesehatan disimpan di dalam lemari alat kesehatan dan area
swalayan farmasi yang ditata rapi dan menarik.
iv) Pengeluaran barang
Pengeluaran barang dilakukan berdasarkan sistem FIFO (First In First
Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO yaitu produk
yang pertama diterima merupakan produk yang pertama dijual,
sedangkan sistem FEFO adalah produk dengan tanggal kadaluarsa yang
lebih cepat merupakan produk yang pertama dijual. Hal ini dilakukan
untuk mencegah adanya produk yang kadaluarsa belum terjual.
Penjualan produk dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Seperti
halnya pembelian, penjualan juga harus dicatat. Setiap obat memiliki
kartu stok yang berguna untuk mencatat setiap pemasukan dan
pengeluaran obat sehingga mempermudah pengawasan terhadap
persediaan obat dan kebutuhan masing-masing obat, juga dilakukan
secara komputerisasi.

3.4.5 Penyaluran Perbekalan Farmasi


Penyaluran perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma No. 10 dapat
dilakukan apabila terdapat permintaan perbekalan farmasi untuk
kepentingan swamedikasi atau pelayanan obat dengan resep. Selain itu
penyaluran perbekalan farmasi juga dilakukan apabila terdapat permintaan
dropping dari apotek Kimia Farma lain. Setiap obat yang dikeluarkan harus
ditulis pada kartu stok. Penulisan meliputi tanggal pengeluaran, jumlah, sisa
obat dan paraf petugas.

3.5 Pelayanan Kefarmasian


Apotek Kimia Farma Braga melayani resep tunai dan resep kredit dari
instansi yang telah mempunyai IKS (Ikatan Kerja Sama), yang meliputi obat
keras, obat narkotika dan psikotropika, pelayanan obat dan alat kesehatan
28

tanpa resep dokter (obat bebas dan UPDS), pelayanan atas informasi obat,
pelayanan antar serta pelayanan swalayan non-farmasi.
Pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 10 meliputi pelayanan
tunai dan pelayanan kredit. Pelayanan tunai terdiri dari pelayanan resep
tunai dan pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS). Sedangkan
pelayanan kredit adalah pelayanan resep yang pembayarannya dilakukan
secara kredit.

3.5.1 Pelayanan Tunai

1) Pelayanan Resep Tunai


Pelayanan resep tunai dilakukan untuk resep yang berasal dari dokter
yang praktek di Apotek Kimia Farma No. 10 atau resep dari dokter
luar. Tahapan pelayanan resep tunai adalah sebagai berikut :
a. Pasien datang dengan membawa resep dari dokter,
b. Resep yang diterima harus dikaji terlebih dahulu oleh apoteker.
Proses pengkajian dikenal dengan istilah skrining resep. Skrining
resep meliputi kesesuaian administrasi, kesesuaian farmaseutik dan
kesesuaian klinis. Apabila resep tidak terbaca atau terdapat
keraguan dalam resep, maka petugas harus mengkonfirmasi hal
tersebut kepada dokter penulis resep. Contoh formulir skrining
resep dapat dilihat pada lampiran 12 gambar.12
c. Setelah proses pengkajian selesai, maka petugas dapat memberikan
harga terhadap obat-obatan yang diminta.
d. Obat yang telah dibayar kemudian disediakan oleh asisten
apoteker. Proses penyediaan meliputi pengambilan obat dari tempat
penyimpanan, pengemasan obat kedalam plastik etiket, pemberian
label untuk obat-obat tertentu dan pemeriksaan kembali sebelum
obat diserahkan kepada pasien.
e. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan
Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien.
29

Alur pelayanan resep tunai dapat dilihat pada lampiran 10 gambar


III.10
2) Pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS)
Pelayanan UPDS dilakukan tanpa disertai resep dokter. Dalam hal ini
baik apoteker maupun asisten apoteker memiliki peranan penting dalam
memberikan rekomendasi bagi pengobatan pasien. Untuk memberikan
pelayanan kefarmasian yang baik seorang farmasis harus senantiasa
memperkaya pengetahuannya serta meningkatkan keterampilan klinis.
Dalam pelaksanaan UPDS, diperlukan metode untuk dapat mengetahui
segala informasi dari pasien. Metode yang digunakan oleh apotek
Kimia Farma 289 yaitu metode WWHAM.
a. W (who is it for?) (Siapa yang sakit)
Hal pertama yang harus ditanyakan adalah untuk siapa obat
tersebut digunakan. Lalu berapa usia dari pasien dan apakah pasien
dalam keadaan hamil atau tidak. Langka ini penting untuk dapat
melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.
b. W (what are the symptoms?) (apa gejalanya)
Informasi mengenai gejala adalah hal yang penting dalam
penentuan penggunaan obat.
c. H (how long have the symptoms?) (berapa lama gejala diderita)
Pertanyaan ini memungkinkan farmasis untuk mengetahui kondisi
pasien dan kemungkinan adanya penyakit lain.
d. A (actions taken so far?) (tindakan apa yang sudah dilakukan)
Farmasis harus menanyakan tindakan apa saja yang sudah
dilakukan untuk pengobatan.
e. M (medications they are taking?) (obat apa yang sudah digunakan)
Farmasis harus menanyakan obat apa saja yang sudah digunakan
pasien untuk penyembuhan.
Setelah menentukan tahapan diatas, apoteker dapat mengambil
kesimpulan apakah pasien harus direkomendasikan atau dirujuk ke
dokter. Bila obat yang digunakan dalam terapi merupakan obat bebas/
obat bebas terbatas, maka pasien dapat dilayani tanpa resep dokter.
30

Formulir permintaan obat UPDS dapat dilihat pada lampiran 17 gambar


III.17
3.5.2 Pelayanan Kredit
Selain melaksanakan pelayanan tunai, Apotek Kimia Farma No. 10 juga
melaksanakan pelayanan kredit. Pelayanan kredit ini ditujukan hanya untuk
pelayanan resep saja, dimana sistem pembayaran dilakukan dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak yang
melakukan kerja sama. Dalam hal ini Apotek Kimia Farma No. 10 bekerja
sama dengan beberapa perusahaan seperti PLN, PT asuransi Inhealth.
Tahapan dari pelayanan kredit sendiri antara lain :
a. Memastikan pasien sudah memiliki kerjasama dengan apotek yaitu
dengan cara melihat tanda bukti seperti buku, cap perusahaan, dan
lainnya.
b. Apabila sudah terdapat tanda bukti, maka pelayanan resep dapat
dilakukan seperti pada pelayanan tunai.
c. Resep di fotocopy, kemudian hasilnya diserahkan ke BM Bandung.
Resep asli disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip.
d. Resep yang di copy tersebut digunakan sebagai bukti penagihan ke
instansi atau perusahaan yang bekerja sama.
Alur pelayanan resep kredit dapat dilihat pada lampiran 11 gambar III.11

3.5.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Kimia Farma No. 10 dapat
dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping. Jika
apoteker tidak terdapat ditempat, maka PIO dapat dilakukan oleh asisten
apoteker yang bertugas. Pelayanan Informasi Obat yang diberikan meliputi
nama obat, khasiat obat, cara pemakaian dan interval waktu pemakaian,
kemungkinan efek samping yang terjadi, makanan, minuman atau aktivitas
yang harus dihindari, cara penyimpanan obat, kemungkinan adanya
interaksi obat dan informasi lain untuk keadaan khusus.
31

3.6 Pengelolaan Obat Narkotika

3.6.1 Pengelolaan Narkotika


Menurut UU No.35 Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :
i) Narkotika Golongan I, adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya yaitu: opium, ganja, kokain dan heroin.
ii) Narkotika Golongan II, adalah Narkotika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya
yaitu : morfin dan petidin.
iii) Narkotika Golongan III, adalah Narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya yaitu : kodein dan etilmorfin.

3.6.2 Pengadaan Narkotika (6)


Dalam hal pengadaan narkotika, Menteri menjamin ketersediaan narkotika
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menyusun rencana kebutuhan tahunan
narkotika. Rencana kebutuhan tahunan dibuat berdasarkan data pencatatan
dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara
komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan
pengawasan narkotika secara nasional. Selain produksi dalam negeri,
narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, dan/atau
sumber lain dengan berpedoman pada rencana kebutuhan tahunan narkotika.
32

Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi narkotika kepada industri


farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan. Produksi narkotik dikendalikan oleh Menteri sesuai dengan
rencana kebutuhan tahunan narkotika. Sedangkan pengawasan dilakukan
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap bahan baku, proses
produksi, dan hasil akhir dari produksi narkotika sesuai dengan rencana
kebutuhan tahunan narkotika.

3.6.3 Penyaluran dan Penyerahan Narkotika (6)


Narkotika hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang. Penyerahan narkotika hanya dapat
dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan dan dokter. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada
rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan,
dokter dan pasien. Penyerahan narkotika kepada pasien berdasarkan resep
dokter.

3.6.4 Penyimpanan Narkotika (9)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/MenKes/Per/1978 tentang
tata cara penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi
persyaratan yaitu
1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
2) Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan
3) Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang
berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin
dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian
kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-
hari.
4) Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40 x 80
x 100 cm3, lemari tersebut harus ditanam pada tembok atau lantai.
33

5) Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain


narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.
6) Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang diberi kuasa.
7) Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh
terlihat oleh umum.

3.6.5 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika (6)


Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009, Narkotika dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan penyerahan narkotika dapat
dilakukan berdasarkan resep dokter. Dalam surat edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No.336/E/SE/1977
disebutkan :
1) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No. 9 tahun 1976 tentang
narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang
mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian
atau belum dilayani sama sekali.
2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut
hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
3) Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh
dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh
menambahkan tulisan "iter" pada resep yang mengandung narkotika.

3.6.6 Pelaporan Narkotika (6)


Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009, Industri Farmasi,
pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter
dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan
menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran
narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan tersebut ditujukan
34

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kotamadya/Kabupaten dengan tembusan


kepada: Kepala Dinkes Tingkat Provinsi, Balai Besar POM dan arsip.

3.7 Pengelolaan Obat Psikotropika (10)

3.7.1 Pengelolaan Psikotropika


Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
1) Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contohnya yaitu : MDMA (Metilendioksi
Metamfetamin) dan katinona.
2) Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contohnya yaitu : amfetamina, sekobarbital.
3) Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contohnya yaitu : pentobarbital
4) Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan untuk terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya yaitu : diazepam,
dan fenobarbital
35

3.7.2 Penyaluran Psikotropika


Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang
besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :
1) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
2) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah kepada rumah sakit
Pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah.
Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Psikotropika yang
digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan yang bersangkutan.

3.7.3 Penyerahan Psikotropika


Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran dilaksanakan berdasarkan
resep dokter dan hanya dapat dilakukan oleh :
1) Apotek, penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan
kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dokter dan kepada pengguna/pasien.
2) Rumah sakit,
3) Puskesmas,
4) Balai pengobatan, dan
5) Dokter.
Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas
hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
36

3.7.4 Pencatatan dan Pelaporan Psikotropika


Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter,
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan
menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan
dengan psikotropika dan wajib melaporkan catatan tersebut kepada Menteri
secara berkala.

3.8 Pemusnahan Resep dan Pemusnahan Obat


Resep-resep yang telah masuk dan dilayani di apotek disimpan ditempat
khusus selama tiga tahun. Resep tersebut dimusnahkan dengan cara
ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui beratnya. Kemudian dibuat
berita acara pemusnahan resep yang berisi keterangan tanggal awal-akhir
resep yang dimusnahkan, ditandatangani oleh pengelola apotek, seksi
penjualan dan petugas pelaksanaan yang memusnahkan resep tersebut yang
ditujukan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kota setempat bahwa akan
dilakukan pemusnahan resep, serta tembusan kepada BPOM dan BM apotek
setempat. Pemusnahan dilakukan dengan cara membakar arsip resep, lalu
dibuat laporan pemusnahan arsip tersebut.
Pemusnahan obat dilakukan untuk obat-obatan yang telah lewat tanggal
kadaluarsa, rusak, berubah warna atau memenuhi kriteria untuk dimusnahkan.
Pemusnahan dilakukan dengan cara dihancurkan (obat sirup, injeksi ampul),
dilarutkan (tablet, kapsul dan pulvis), dan ditanam (salep/krim). Pemusnahan
obat pun dibuat berita acara pemusnahan obat yang ditujukan kepada Kepala
Kantor Dinas Kesehatan Kota, dengan tembusan ke BPOM dan BM apotek
setempat.

3.9 Kegiatan Administrasi


Kegiatan administrasi di Apotek Kimia Farma No. 10 meliputi setoran tunai,
Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH) tunai dan kredit serta Laporan
Rekapitulasi Penggunaan Dana Kas Kecil telah dialihkan ke BM Bandung
setiap hari (H+1). Kegiatan administrasi yang dilakukan bagian pelayanan
37

Apotek Kimia Farma No. 10 meliputi administrasi personalia dan


administrasi keuangan yang diselenggarakan oleh petugas.

3.9.1 Administrasi Personalia


Kegiatan yang dilakukan meliputi pemantauan kedisiplinan petugas melalui
pengisian bukti kehadiran di komputer dengan menggunakan Kimia Farma
Information System (KIS). Penyelenggaraan administrasi mencakup
kegiatan pelaporan prestasi staf apotek, pembuatan data usulan
pengangkatan jabatan, pelaporan mutasi staf apotek dan pelaporan
ketenagakerjaan ke instansi terkait, selain itu juga bertanggung jawab dalam
pembuatan daftar gaji dan potongan gaji karyawan.

3.9.2 Administrasi Keuangan


1) Administrasi Penjualan
Administrasi penjualan dilakukan dengan cara membuat Laporan
penjualan apotek berupa Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH)
baik untuk penjualan tunai (LIPHT) maupun kredit (LIPHK). Laporan
tersebut dibuat setiap hari kerja. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian
(LIPH) baik untuk penjualan tunai (LIPHT) diverifikasi dengan bon
penjualan tunai. Pada apotek jaringan seperti Apotek Kimia Farma,
terdapat kasir kecil dari tiap shift kerja. Kasir kecil tersebut bertanggung
jawab mencatat hasil penjualan setiap hari pada akhir jam kerja lalu
menyerahkan uang hasil penjualan ke bagian tata usaha. Tata usaha
merekapitulasinya dalam bukti setoran kasir yang didokumentasikan
dalam bentuk mutasi kas kemudian menyerahkannya kepada unit BM
Bandung beserta uang hasil penjualan. Sedangkan untuk LIPHK
diverifikasi dengan resep kredit. Jika data telah sesuai dan lengkap
maka LIPHK beserta lampiran resep kredit diserahkan kepada bagian
piutang dagang BM Bandung untuk dilakukan penagihan pada
perusahaan yang bersangkutan.
2) Administrasi Pengeluaran
Administrasi pengeluaran adalah pengeluaran apotek yang terdiri dari
biaya operasional, biaya tunjangan kesehatan, dan biaya lainnya. Setiap
38

bulan, BM akan menganggarkan dana untuk kebutuhan operasional


apotek, yang mana jumlahnya dijaga tetap dan dikendalikan terus
menerus. Dana ini diperuntukkan terhadap biaya opersional yang
meliputi biaya transportasi, pembayaran rekening listrik, air, dan
telefon, dan biaya operasional lainnya. Pengeluaran tidak boleh
melebihi anggaran yang disediakan oleh BM. Pengeluaran harus
disertai bukti pengeluaran atas izin Apoteker Pengelola Apotek. Petugas
keuangan selanjutnya membuat Laporan Realisasi Penggunaan Dana
Kas Kecil (LRPDKK) yang menggambarkan seluruh pengeluaran
tersebut.

3.10 Pengawasan Apotek


Pengawasan terhadap sistem dan prosedur jalannya apotek sangat
diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidup apotek, serta untuk
mengetahui maju mundurnya apotek. Pengawasan jalannya Apotek Kimia
Farma 289 antara lain dilakukan dengan :
1. Stock Opname
Pemeriksaan jumlah barang yang ada di Apotek Kimia Farma No. 10
dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan tujuan untuk memeriksa
ketersediaan barang secara fisik dan dibandingkan dengan
ketersediaannya di dalam komputer. Stock opname fisik dilakukan
terhadap semua barang dagangan dan dilakukan pemisahan terhadap
barang yang rusak, lewat tanggal kadaluarsa atau berubah warna.
Setelah stock opname fisik barang, dilakukan pengentryan hasil stock
opname dan penghitungan nilai stok. Pengawasan stock opname ini
dilimpahkan kepada petugas apotek, dimana pada setiap lemari obat
mempunyai seorang penanggung jawab, sehingga
pertanggungjawabannya jelas jika ada kehilangan atau kerusakan
barang.
2. Uji Petik
Uji petik adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendata
penyesuaian jumlah obat yang ada di apotek secara fisik dengan data
39

yang ada di komputer. Dilakukan dengan cara mendata 20 jenis obat


perharinya. Tujuan uji petik ini yaitu untuk mengetahui dan
menghindari terjadinya kehilangan barang di apotek.

3.11 Pengembangan Usaha Apotek


Pengembangan usaha apotek dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pasien sebagai konsumen utama apotek. Pengembangan usaha yang
dilakukan Apotek Kimia Farma No. 10, yaitu:
1. Praktek Dokter Bersama
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan konsumen, Apotek Kimia
Farma 289 bekerja sama dengan dokter dalam penyediaan tempat
praktek terdapat beberapa ruang praktek dokter di Apotek Kimia Farma
No. 10, yaitu: dokter umum dan dokter gigi
2. Swalayan Produk Non Farmasi
Untuk menunjang kenyamanan pasien, Apotek Kimia Farma No. 10
menjalankan usaha swalayan yang menyediakan barang-barang berupa
makanan, minuman, susu bayi, shampo, sabun, pasta gigi, kebutuhan
bayi, kosmetik, dll.

(11)
3.12 Daftar Obat Wajib Apotek
Obat yang dapat diberikan tanpa resep dokter merupakan obat-obat yang
termasuk ke dalam Daftar Obat Wajib Apotek. Ketentuan mengenai Daftar
Obat Wajib Apotek (DOWA) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 919/Menkes/ Per/X/1993 yang menyebutkan bahwa kriteria obat yang
dapat diserahkan tanpa resep dokter adalah:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan
resiko pada kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
40

Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat


dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai