Anda di halaman 1dari 25

KOMUNIKASI TERAPETIK PADA LANSIA

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan keluarga


dan Gerontik yang diampu oleh : Nina Pamelasari, M.Kep

Disusun Oleh :

Dian Mawardiani
Ghita Sania
Muhammad Ridwan
Neng Syera Oktavani
Nurhasanah
Rosita Dewiyan
Tatan Setia S

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya Makalah dengan judul Komunikasi Terapeutik pada Pasien
Lansia. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah Keperawatan Keluarga
dan Gerontik serta membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca
terhadap Komunikasi Terapeutik pada pasien Lansia. Pemahaman tersebut dapat di
pahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikkan garis
kesimpulan dalam makalah ini.

Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dalam menyusun makalah ini,
kami banyak mendapatkan bantuan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu
melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada

1. Dosen pembimbing Ibu Nina Pamelasari, M.Kep


2. Rekan-rekan yang telah banyak membantu serta yang telah memberikan
masukan-masukan dalam penyusunan makalah ini.

Didalam makalah ini dapat kami temukan informasi yang berguna untuk
mengetahui dan menambah wawasan masyarakat tentang Komunikasi Terapeutik
pada Pasien Lansia. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
membutuhkan kritik dan saran yang membangun.

Tasikmalaya, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . ............................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................1
C. Tujuan .............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................3

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik .................................................3


B. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ..............................................3
C. Keterampilan Komunikasi terapeutik .............................................4
D. Prinsip Gerontologi Untuk Komunikasi ........................................5
E. Karakteristik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia..........................6
F. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi ..........8
G. Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ................................10
H. Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan .....................13
I. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada Lansia 16
J. Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ...........................19

BAB III PEMBAHASAN JURNAL .......................................................22

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan
meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya
dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap
pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada
kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang
berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering
sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001: 188).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan
berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam
masyarakat tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningat di banding
populasi usia muda. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di
Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang kini sekitar
16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37
persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada
di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Terdapat
banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya
bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian
terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut.
Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah
cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati
sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka.
Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas
fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia
(William et al., 2007).
Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan
untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang
pasien pikirkan dan inginkan. Hal ini sangat mengecewakan dan
membingungkan pasien dan pemberi asuhan. oleh karena itu, perawat perlu
menciptakan komunikasi yang mudah. (Wahjudi Nugroho, 2008)

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan diatas, dalam pembahasan makalah komunikasi
keperawatan ini, kita akan membahas tentang Komunikasi Terapeuik pada
lansia dan konsep dasar gerontik (lansia), baik itu dari segi definisi sampai pada
contoh-contohnya dan aspek-aspek yang terkait dengan materi tersebut serta
contoh kasus penerapan Komunikasi Terapeutik pada Lansia.

C. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai
mahasiswa keperawatan dapat menerapkan Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia. Sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam praktik klinik
ataupun di dunia kerja nanti.
2) Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penulisan makalah ini adalah:
1) Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Komunikasi Terapeutik
pada Lansia
2) Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Dasar Keperawatan
Gerontik
3) Mahasiswa dapat menerapkan dan mempraktekan Komunikasi
Terapeutik pada Lansia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku,
perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik. Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik,
psikologi, lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan
ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan
pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. (Stuart dan
Sundeen, 2013)

B. Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan
perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji
masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati,
2003 : 50).

C. Komunikasi Terapeutik pada lansia


Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia adalah
proses penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada
lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh
kesepakatan tentang isi pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana.
Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan
jari) dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian
pesan harus dalam jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan
kalimat pendek, wajah berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar, telaten,
tidak terburu-buru, dada sedikit membungkuk dan jempol tangan bersikap
mempersilahkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan
lancar adalah menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan,
menguasai bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki keyakinan,
bersuara lembut, percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan yang
mendukung komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga
tetap ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut usia.
(Wahjudi Nugroho, 2008)

D. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi
terapeutik pada lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung,
duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan
dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan
asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman
mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang
sensitive, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan
penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku
merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan
pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam
beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus
dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini menjadi modal pada
faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku,
frekuensinya, durasi dan factor presipitasi. Ketika terjadi perubahan
perilaku ini sangat penting untuk dianalisis.

E. Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi


Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami
penurunan daya ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang
dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan
lansia dan perawat oleh karen itu, perlu diciptakan komunikasi yang mudah
antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan kata
lain yang mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang sama,
gerak, nada yang sama pula.
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau minum
teh?”, bukan “apakah kakek mau minum sesuatu?”
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering
dipakai, misalnya :
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu kamar
mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah lembut
untuk memberi salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa anda
mengerti maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta dalam
suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah lakunya
karena ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap
badan anda karena klien mungkin tidak mengerti apa yang anda
katakan, tetapi ia akan mengerti tanda nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar,
bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut “saya
ingin pulang kerumah” mungkin hal tersebut berarti ia cemas dan
butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa gangguan
kegiatan yang lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.

F. Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia


Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu
sebagi berikut (Arwani, 2003 : 54) :
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal
akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkonsumsikan
kondisi secara tepat
2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif
dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak
berlebihan
3. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut,
sehingga pasien bisa mengekspresikan persaannya lebih mendalam.

G. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan
lanjut usia antara lain:
1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih bisa di capai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat
dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di
laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih
lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai
konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing
atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam
hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika
klien dalam keadaan sakit.

H. Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia,
selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas
kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar
komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan
bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada
klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika
perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien
sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang
sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon
berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien.
Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang
bagi klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten
terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan,
maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini
perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan
hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas
kesehatan.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik
maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative
menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan
emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan
mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai
sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat
menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien
termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya.
Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas
kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini
dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari
saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila diperlukan
kami dapat membantu’.
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering
proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan
cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari
satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita
dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu
untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?.
6. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-
kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas
dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi
yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi
berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.

I. Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan


Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan
ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran,
keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi
ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga
dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia
yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk
menghadapi klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1. Kenali segera reaksi penolakan klien
2. Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu
tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak
membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
3. Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4. Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan
klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk
memandirikan klien.
5. Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6. Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan
rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.

J. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia


1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah
kunci komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri
penerangan yang cukup saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan,
atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
K. Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
1. Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan
penglihatan yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi
dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24%
individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan
pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell,
2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun,
jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et
al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi
pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama
berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi
adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal
dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the
morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal
dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in the
morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et
al., 2007). Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi
reduksi diameter pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit untuk
membedakan warna dengan panjang gelombang pendek seperti
lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles,
yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan
dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami
penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak,
degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih
dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan
penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya
hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004). Bagi
mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya
yang terganggu (Chia et al., 2006).
2. Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih
kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita
beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat
dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009).
Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak
pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter
ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et
al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada
setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal
caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan
demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver (Roter,
2000). Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai
kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami
masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak
menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”,
“sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat
menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya
berdiam diri (Orange & Ryan, 2000). Demensia memiliki efek yang
merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian
besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan
mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia
memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap
berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
3. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya
orang ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal
lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter,
2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran,
termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai
sebagai prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan
kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi,
aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat,
transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver
membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta
mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri
(Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan hal
penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau
sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi
keduanya (Griffith et al., 2004).
L. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia
akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
prilaku-prilaku di bawah ini:
a. Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b. Meremehkan orang lain
c. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d. Menonjolkan diri sendiri
e. Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan
maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
a. Menarik diri bila di ajak berbicara
b. Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c. Merasa tidak berdaya
d. Tidak berani mengungkap keyakinaan
e. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f. Tampil diam (pasif)
g. Mengikuti kehendak orang lain
h. Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang
wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai
tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu
mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-
tips tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan
dengan efektif antara lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar
dia dapat melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi
yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya
pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi
merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama
dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya
bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya
ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang
menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di
buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa
secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama
anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien
dan dapat membantu proses komunikasi.
BAB III
PEMAHASAN JURNAL
Sesuai dengan teori yang menyatakan penyebab kecemasan yang sering
dialami lansia adalah kondisi lingkungan atau tempat tinggal seseorang, emosi yang
ditekan, sebabsebab fisik (Ramaiah, 2003). Teori menyebutkan bahwa komunikasi
merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan.
Komunikasi yang terjalin baik akan menimbulkan kepercayaan sehingga terjadi
hubungan yang lebih hangat dan mendalam. Kehangatan suatu hubungan akan
mendorong pengungkapan beban perasaan dan pikiran yang dirasakan oleh klien
yang dapat menjadi jembatan dalam menurunkan tingkat kecemasan yang terjadi
(Tamsuri, 2006). Kecemasan lansia di Balai Rehabilitasi Sosial “Mandiri” Pucang
Gading Semarang sesudah diberikan komunikasi terapeutik pada kelompok
intervensi sebagian besar dalam kategori cemas ringan, yaitu sejumlah 10 orang
(66,7%), dari 15 responden. Bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap
kecemasan lansia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada
pengukuran posttest di Balai Rehabilitasi Sosial “Mandiri” Pucang Gading,
Semarang.

Komponen psikologisnya dapat berupa khawatir, gugup, tegang, cemas,


rasa tidak aman, takut, lekas terkejut sedangkan komponen jenis somatiknya
misalnya palpiteasi, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi,
respon kulit terhadap aliran listrik vulganik berkurang, peristaltik bertambah,
lekositosis. Penurunan kecemasan dapat diatasi dengan penerapan model
komunikasi Shannon Weaver, karena salah satu tujuan dari model komunikasi
Shannon Weaver adalah lansia dari reaksi penolakan menjadi kooperatif.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang
mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga menghalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
terhadap suara. Komunikasi yang biasa dilakukan lansia bukan hanya
sebatas tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman, tetapi
juga hubungan intim yang terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik
adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan
pasien melalui hubungan perawat dan pasien serta mengidentifikasi.
mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang
dilakukan oleh perawat. Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki
outcome pasien lanjut usia dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan
bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tua tidak hanya
tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada
hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif.
Dengan komunikasi yang efektif antara perawat – pasien lanjut usia :
1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang
akan memungkinkan perawat memberikan pelayanan sesuai dengan
masalah dan kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.

B. SARAN
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik
pada lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan
lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat
banyak sekali kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk
bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah
ini menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.


Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older
patients and their physicians. Clin Geriatr Med
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging
Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba
Medika
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai