LAPORAN PENELITIAN
zz
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
2019
OVERVIEW OF AVERAGE SALIVARY FLOW
RATE IN PATIENTS WITH RECURRENT
APHTHOUS STOMATITIS
RESEARCH REPORT
TRISAKTI UNIVERSITY
FACULTY OF DENTISTRY
JAKARTA
2019
i
GAMBARAN RATA - RATA LAJU SALIVA PADA
PENDERITA STOMATITIS AFTOSA REKUREN
(Studi Pada Mahasiswa Preklinik Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Trisakti)
LAPORAN PENELITIAN
Pembimbing,
Modul : 413
Mata Kuliah : Penatalaksanaan Kelainan Jaringan Lunak
ii
GAMBARAN RATA - RATA LAJU SALIVA PADA
PENDERITA STOMATITIS AFTOSA REKUREN
(Studi Pada Mahasiswa Preklinik Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Trisakti)
PROPOSAL PENELITIAN
Pembimbing,
Modul : 413
Mata Kuliah : Penatalaksanaan Kelainan Jaringan Lunak
iii
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
SURAT PERNYATAAN
Mahasiswa,
iv
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Gambaran Laju Saliva Pada Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren”. Penulisan
skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusuin untuk menyelesaikan tugas akhir
yang disusun untuk menyelesaikan program pendidikan Strata-1 (S1) Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
Penulis menyadari banyak kekurangan di dalam skripsi ini karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Karena itu pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dari awal sampai selesai penulisan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Untuk Ayah dan Ibu saya, Poryo Yanto dan Bong Siau Kiau, serta kakak,
Yashica Lorencia, yang selalu mendoakan, mengingatkan, dan memberikan
dukungan dan dorongan kepada penulis.
2. Drg. Andrian Nova Fitri, Sp. PM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
3. Drg. Andy Wirahadikusumah, Sp. Pros selaku pembimbing akademik penulis
yang memberi dukungan selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
4. Untuk teman seperjuangan, Syifa Diani, yang senantiasa membantu penulis.
5. Teman-teman FKG Trisakti yang secara sukarela mengikuti penelitian.
6. Seluruh staff pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
7. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
v
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran gigi dan khususnya masyarakat umum.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iv
PRAKATA ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
ABSTRAK ...................................................................................................... xiii
ABSTRACT ...................................................................................................... xiv
vii
BAB III KERANGKA TEORI ................................................................... 12
A Kerangka Teori .......................................................................... 12
BAB VI PEMBAHASAN............................................................................. 27
LAMPIRAN .................................................................................................... 35
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Definisi Operasional ........................................................................ 15
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Stomatitis Aftosa Minor ................................................................ 7
Gambar 2. Stomatitis Aftosa Mayor ............................................................... 8
Gambar 3. Stomatitis Herpetiform .................................................................. 8
Gambar 4. Kerangka Teori .............................................................................. 13
x
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 1. Sebaran subyek menurut jenis kelamin ...................................... 17
Diagram 2. Sebaran subyek menurut usia ..................................................... 18
Diagram 3. Sebaran subyek menurut jenis SAR ........................................... 19
Diagram 4. Sebaran subyek menurut predileksi SAR ................................... 20
Diagram 5. Sebaran subyek menurut volume saliva ..................................... 21
Diagram 6. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva ................................. 22
Diagram 7. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva
dengan SAR soliter .................................................................... 23
Diagram 8. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva
dengan SAR multiple ................................................................. 24
Diagram 9. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva dengan
jenis kelamin laki-laki ................................................................ 25
Diagram 10. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva dengan
jenis kelamin perempuan ........................................................... 26
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Ethical Clearance ......................................................................... 35
Lampiran 2. Informed Consent ........................................................................ 36
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian ................................................................... 37
Lampiran 4. Gambar Pengambilan Saliva. ...................................................... 40
Lampiran 5. Lampiran Konsultasi/Bimbingan ................................................. 41
xii
ABSTRAK
Latar Belakang: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah salah satu lesi rongga
oral yang paling sering ditemui, etiologi dari SAR masih belum diketahui, namun
SAR mempunyai banyak faktor predisposisi. Tujuan: Untuk mengetahui
gambaran laju saliva pada penderita SAR. Metode penelitian: Metode penelitian
ini adalah observasional, yang dilakukan pada 50 mahasiswa FKG Trisakti yang
menderita SAR pada Tanggal 15 September – 15 November 2018. Subyek
penelitian mengumpulkan unstimulated saliva dengan falcon tube selama 10
menit. Hasil: Dari 50 subyek penelitian, 29% subyek dengan nilai laju aliran
saliva 0.6 ml/menit, 13% subyek dengan nilai laju aliran saliva 0.65 ml/menit,
36% subyek dengan nilai laju aliran saliva 0.7 ml/menit, dan 22% dengan nilai
laju aliran saliva 0.75 ml/menit. Kesimpulan: diketahui gambaran laju aliran
saliva didapatkan angka 0.6 ml/menit pada 29% subyek, 0.65 ml/menit pada 13%
subyek, 0.7 ml/menit pada 36% subyek, 0.75 ml/menit pada 22% subyek. Dari
data tersebut diketahui rata rata laju aliran saliva saat subyek mengalami SAR
adalah 0.673 ml/menit.
Kata kunci: stomatitis aftosa rekuren, rata-rata laju aliran saliva, gambaran
xiii
ABSTRACT
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) mempunyai prevalensi sebesar 25% di
seluruh dunia.1 SAR dapat menyerang masyarakat di segala usia, anak anak,
remaja, dewasa, maupun lansia.2 SAR mempunyai karakteristik sebagai ulserasi
berbentuk bulat atau ovoid dengan ukuran kecil dengan lingkaran kemerahan dan
mempunyai batas jelas, berwarna kekuningan atau keabuan. Lesi SAR biasa
muncul terlebih dahulu pada anak anak dan remaja.3 SAR adalah ulser rongga
mulut yang paling umum sehingga diagnosis dan manajemen lesi oral tersebut
merupakan masalah umum di praktek dokter gigi umum dan spesialis.4
Etiologi SAR masih belum jelas, tetapi beberapa faktor diketahui menjadi
predisposisi SAR. Faktor yang diketahui menjadi predisposisi antara lain adalah
genetik, alergi terhadap makanan tertentu, infeksi bakteri atau virus, kekurangan
vitamin, penyakit sistemik, hormonal, trauma lokal, dan kecemasan.5
Terdapat 3 bentuk klinis dari SAR, yaitu stomatitis aftosa minor, stomatitis
aftosa mayor, dan stomatitis herpetika. Stomatitis aftosa minor adalah bentuk
yang paling umum, sekitar 85% dari SAR adalah stomatitis aftosa minor,
sedangkan stomatitis aftosa mayor lebih jarang ditemukan, dan stomatitis
herpetika, paling jarang ditemukan, hanya ditemukan sekitar 5% dari seluruh
kasus stomatitis aftosa rekuren.6
Saliva merupakan cairan hipertonik yang berasal dari asinus saliva, cairan
crevicular gingiva dan eksudat mukosa oral. 90% jumlah saliva disekresi oleh
kelenjar saliva dan kelenjar mayor yang meliputi kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Saliva tidak berwarna, tidak berbau
dan memiliki pH 6.6-7.1. Orang sehat memproduksi 1.0 – 1.5 L saliva per hari7,
sekresi saliva saat tidur rendah dan sangat tinggi saat makan dan minum.8
Sekresi saliva berlangsung sepanjang hari, tetapi laju saliva dalam rongga
mulut tergantung dari apakah sekresi saliva terstimulasi oleh pengecapan,
1
penciuman, dan pengunyahan makanan atau tidak terstimulasi.8 Saliva yang tidak
terstimulasi adalah saliva yang bukan tersekresi dari respons rasa atau stimulus
pengunyahan, saliva yang tidak terstimulasi hanya didapatkan dalam tidak adanya
aktivasi neural, yang tidak dapat diaplikasikan dalam subyek dengan persyarafan
utuh.9 Laju saliva yang tidak terstimulasi mempunyai rata rata 0.3 - 0.4 mililiter
per menit. Sedangkan laju saliva yang tidak terstimulasi kurang dari 0.1 mL per
menit dikategorikan sebagai hiposalivasi.10
Faktor yang mempengaruhi laju saliva antara lain konsumsi air, postur
tubuh, obat, olahraga, konsumsi alkohol, usia, dan jenis kelamin.11 Faktor utama
dari penurunan laju saliva adalah antara lain pengunaan obat, yang terjadi lebih
umum pada lansia, apabila penggunaan obat lebih banyak, akan lebih
memungkinkan penurunan laju saliva.8,10 Faktor lain seperti sindrom Sjögren dan
pengobatan radiasi untuk kanker kepala dan leher juga menyebabkan penurunan
saliva, tetapi dua kondisi tersebut sangat jarang ditemukan.10
Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran rata-rata laju aliran saliva
pada penderita SAR pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Trisakti yang memiliki lesi SAR untuk mendapatkan gambaran secara
menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran rata-rata laju aliran saliva pada pasien Stomatitis
Aftosa Rekuren (SAR) pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Trisakti?
C. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui gambaran laju saliva pada pasien Stomatitis Aftosa
Rekuren (SAR) pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Trisakti.
2
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta
pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan karya
2. Bagi Profesi
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
3. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk mahasiswa.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2. Epidemiologi
SAR mempunyai prevalensi sebesar 25% di seluruh dunia.1 Pada anak –
anak usia dibawah 10 tahun prevalensi SAR adalah 40%, dan dipengaruhi oleh
ada atau tidaknya SAR pada orang tua anak tersebut.5 Prevalensi SAR
ditemukan lebih tinggi saat anak – anak masih sekolah, dibandingkan saat
mereka sudah dewasa dan berkerja, hal ini menyimpulkan bahwa stress pada
masa sekolah menjadi salah satu faktor dalam SAR.16 SAR dapat terjadi pada
individu yang sehat dan umumnya dapat ditemukan pada mukosa bukal dan
labial. SAR jarang terjadi pada mukosa berkeratin seperti pada palatum dan
gingiva.
3. Faktor predisposisi
Etiologi lesi SAR masih belum diketahui sampai sekarang, tetapi
beberapa faktor seperti genetik, trauma, alergi, defisiensi nutrisi, obat obatan,
faktor imunologi, defisiensi haematologi, stress dan faktor mikroba telah
diketahui menjadi faktor penyebab.14
a. Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu yang paling umum, sekitar 42%
penderita SAR mempunyai sejarah keluarga yang juga merupakan penderita
SAR.17 Pasien dengan sejarah orang tua pasien yang pernah terkena SAR
mempunyai kemungkinan terkena SAR lebih sering dan mempunyai
tingkat keparahan yang lebih dibanding pasien yang tidak memiliki sejarah
penyakit SAR pada orang tua pasien.5
b. Trauma
Faktor lainnya yang umum terjadi adalah faktor trauma, trauma yang
paling umum adalah tersentuhnya mukosa oral dengan gigi yang
mempunyai cusp tajam, trauma juga bisa terjadi saat menyikat gigi, saat
pemberian anestesi lokal, atau saat prosedur kedokteran gigi.12
c. Defisiensi Haematologi
Defisiensi vitamin B12, zat besi, atau folat juga menjadi faktor,
defisiensi zat zat tersebut umum ditemukan pada anak – anak, wanita yang
sedang menstruasi, dan pada ibu hamil pada negara berkembang. Defisiensi
5
zat-zat tersebut dapat menyebabkan atrofi lapisan epitelium. Lapisan
epitelium yang menipis dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya SAR
karena faktor trauma.18 Kondisi SAR ditemukan memulih setelah diberikan
vitamin B12 dan zat besi.17
d. Stress
Stress menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan penyakit
SAR, dengan alasan ketika subyek merasa cemas dan stress, akan
melakukan kebiasaan yang menyebabkan luka pada mukosa oral seperti
menggigit bibir dan pipi.17,19 Karena tidak ada hubungan langsung antara
tingkat stress dan SAR, stress tidak dianggap sebagai faktor etiologi,
melainkan sebagai faktor pemicu dari kebiasaan buruk yang dapat
menyebabkan timbulnya SAR.19
e. Obat
Pengunaan obat, seperti obat anti inflamasi non steroid, diketahui
memicu munculnya SAR, tetapi akan hilang jika pengunaan obat tersebut
dihentikan.16
f. Hormonal
Ditemukan bahwa SAR sering terjadi pada minggu ketiga dari
menstruasi, yaitu pada saat fase luteal. Jumlah hormon progesterone yang
rendah menyebabkan penurunan fungsi anti inflamasi pada mukosa oral,
sehingga mudah terjadi SAR. 16
g. Alergi
Beberapa zat dalam makanan juga dapat menimbulkan SAR, makanan
seperti coklat, susu sapi, kacang, zat pengawet, dan zat pewarna makanan.
Pada beberapa pasien, terlihat penyembuhan setelah tidak mengkomsumsi
zat tersebut.5
h. Mikroba
Beberapa penelitian menemukan bahwa bakteri, seperti Streptococcus
oralis dan Helicobacter pylori, dapat menyebabkan SAR.
6
i. Imunologi
Ditemukan bahwa SAR timbul akibat reaksi imun yang lebih terhadap
lokasi tertentu pada mukosa oral. Reaksi ini timbul akibat pelepasan
cytokine yang abnormal.5
4. Manifestasi klinis
SAR mempunyai 3 manifestasi klinis, yaitu Stomatitis Aftosa Minor,
Stomatitis Aftosa Mayor, dan Stomatitis Herpetiform. Stomatitis Aftosa Minor,
adalah yang paling umum diantara 3 manifestasi klinis dari SAR, 80%
penderita SAR mempunyai bentuk klinis dari Stomatitis Aftosa Minor.
Ulserasi dari Stomatitis Aftosa Minor biasanya berbentuk bulat atau ovoid, dan
memiliki diameter kurang dari 5mm. Lesi ini umum terjadi pada mukosa pipi
dan mulut, dan biasanya sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa membentuk
jaringan parut.3
7
Gambar 2. Stomatitis Aftosa Mayor.20
5. Pengobatan
Dikarenakan etiologi pasti dari SAR masih belum diketahui, tidak ada
pengobatan standar untuk SAR, tetapi faktor predisposisi sangat membantu
untuk mengetahui etiologi dan prognosis dari kasus SAR yang dimiliki
8
penderita. Pengobatan SAR dibagi menjadi 2 jenis, yaitu secara topikal dan
sistemik.17 Untuk pengobatan secara topikal, digunakan kortikosteroid topikal.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam macam bentuk, seperti dalam bentuk
krim, salep, dan obat kumur.3 Antibiotik topikal juga dapat digunakan untuk
memperkecil ukuran dari lesi SAR, biasanya antibiotik yang digunakan adalah
doxycycline.17 Penggunaan kortikosteroid secara sistemik dapat digunakan
untuk kasus stomatitis aftosa mayor, tetapi penggunaan jangka panjang tidak
dianjurkan karena mempunyai banyak efek samping negatif .14
B. Saliva
1. Definisi saliva
Saliva adalah sekresi eksokrin yang memiliki komposisi utama air, yang
membentuk 99% dari saliva, komposisi lain meliputi banyak elektrolit, seperti
sodium, potassium, kalsium, klorin, fosfat, magnesium, bikarbonat. Saliva juga
mengandung enzim, immunoglobulin, dan glikoprotein.11 Komponen tersebut
bertanggung jawab atas fungsi dari saliva. Saliva diproduksi pada 3 kelenjar
mayor, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar
sublingualis. Ketiga kelenjar mayor tersebut menghasilkan saliva dengan
karakteristik yang berbeda.21
2. Fungsi saliva
Saliva memiliki banyak fungsi, seperti membersihkan debris dalam
mulut, menjaga proses remineralisasi gigi, menjaga pH rongga mulut,
membantu proses penyembuhan, menetralisir zat-zat makanan yang berbahaya,
melubrikasi dan membasahi permukaan mukosa oral.8 Saliva juga membantu
dalam proses pencernaan makanan, karena saliva mempunyai enzim
pencernaan α–amylase yang memecah pati menjadi maltosa, maltoriosa, dan
dextrin.11 Saliva juga mengandung immunoglobulin (Ig) yang menjadi respons
imun terhadap antigen seperti virus, bakteri, jamur, dan sel tumor.22
3. Laju saliva
Saliva disekresi oleh kelenjar saliva secara terus menerus sepanjang hari.
Sekresi saliva paling rendah adalah saat waktu tidur dan paling tinggi saat
9
makan dan minum. Komposisi saliva yang disekresikan tergantung dari
bagaimana sekresi saliva tersebut distimulasi. Saliva dikatakan terstimulasi
apabila sekresi terstimulasi oleh stimulus mekanis seperti pengunyahan dan
pengunaan obat, dan dikatakan tidak terstimulasi apabila sekresi saliva tidak
terstimulasi oleh stimulus mekanis atau pengunaan obat.23 Laju saliva yang
tidak terstimulasi mempunyai rata rata 0.3 - 0.4 mililiter per menit. Sedangkan
laju saliva yang tidak terstimulasi kurang dari 0.1 mL per menit dapat
dikategorikan sebagai hiposalivasi. Laju saliva yang tidak terstimulasi lebih
tinggi pada laki-laki dibanding perempuan, tetapi perbedaan yang signifikan
laju saliva antar jenis kelamin hanya terlihat pada orang lansia. Stimulasi
seperti pengecapan, penciuman, dan pengunyahan makanan dapat mengubah
properti dan komposisi dari saliva.8
4. Faktor yang mempengaruhi laju saliva
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi laju saliva, seperti konsumsi
air, penggunaan medikasi, ukuran kelenjar saliva, usia, jenis kelamin, stimulus
secara visual dan pengunyahan.11
a. Jumlah cairan dalam tubuh
Jumlah cairan dalam tubuh adalah faktor yang paling mempengaruhi
laju saliva, dimana penurunan kadar air dalam tubuh sebanyak 8%,
menyebabkan penurunan laju saliva secara drastis, dimana nilai laju saliva
adalah 0.23
b. Penggunaan Medikasi
Penggunaan medikasi, seperti antidepresan, antiepileptik,
antihipertensi juga dapat menyebabkan penurunan laju saliva.11,24
c. Usia
Pasien sehat dengan rentang umur antara 65 – 83 tahun memiliki total
laju saliva yang tidak terstimulasi lebih rendah dibandingkan dengan pasien
sehat dengan rentang umur antara 18–35 tahun.11
d. Jenis Kelamin
Perbedaan laju saliva pada laki–laki dan perempuan bisa disebabkan
oleh perbedaan ukuran kelenjar saliva pada laki–laki dan perempuan,
10
dimana perempuan mempunyai kelenjar saliva yang lebih kecil dibanding
laki–laki.11
e. Ukuran Kelenjar Saliva
Laju saliva yang terstimulasi berhubungan dengan besarnya ukuran
kelenjar saliva, tetapi laju saliva yang tidak terstimulasi tidak berhubungan
dengan ukuran kelenjar saliva.11
f. Stimulus Visual dan Pengunyahan
Stimulus visual seperti melihat makanan dapat sedikit meningkatkan
laju saliva, pengunyahan dapat meningkatkan laju saliva yang terstimulasi.11
g. Merokok
Merokok jangka panjang dapat membuat laju aliran saliva berkurang,
menyebabkan mulut kering dan meningkatkan kelainan yang berkaitan
dengan mulut kering seperti halitosis dan penumpukan kalkulus.
11
BAB III
KERANGKA TEORI
A. Kerangka Teori
Stomatitis aftosa rekuren (SAR), adalah salah satu penyakit mulut yang
paling sering ditemui pada rongga mulut, SAR merupakan lesi ulserasi yang
sangat sakit, dan biasanya akan sembuh dengan sendirinya. SAR mempunyai 3
manifestasi klinis pada rongga mulut, yaitu, Stomatitis Aftosa Minor, Stomatitis
Aftosa Mayor, dan Stomatitis Herpetiform. Saliva mempunyai banyak fungsi di
rongga mulut, seperti membersihkan debris, menjaga remineralisasi gigi,
melubrikasi permukaan mukosa oral. Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva mayor
dan minor. Terdapat 3 kelenjar saliva mayor, yaitu, kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Ketiga kelenjar saliva memproduksi
saliva dengan konsistensi yang berbeda. Kelenjar parotis memproduksi saliva
dengan konsistensi serous, kelenjar sublingualis memproduksi saliva dengan
konsistensi mucous, dan kelenjar submandibularis memproduksi saliva dengan
konsistensi serous dan mucous. Laju saliva tergantung dari beberapa faktor,
seperti usia, jenis kelamin, penggunaan medikasi, dan penyakit sistemik.
Penurunan laju saliva dapat menyebabkan kondisi rongga mulut yang kering.
kondisi rongga mulut yang kering dapat memperbesar kemungkinan terjadinya
trauma jika mukosa oral tersentuh cusp gigi yang tajam. Trauma yang disebabkan
oleh gigi adalah salah satu faktor penyebab yang paling umum dari SAR.
12
Gambar 4. Kerangka teori
13
BAB IV
METODE PENELITIAN
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal yang dibutuhkan
𝑍𝛼 = derivate baku alfa
𝑆 = angka deviasi standar dari penelitian sebelumnya26
d = error margin atau batas toleransi kesalahan
3. Kriteria Inklusi Subyek
a. Individu memenuhi kriteria klinis dan anamnesis menderita SAR.
b. Individu menandatangani informed consent.
4. Kriteria Eksklusi Subyek
a. Individu yang merokok
b. Individu menderita penyakit sistemik
14
c. Individu memakai gigi tiruan lepasan
d. Penderita SAR yang tidak bersedia mengikuti penelitian
D. Variabel Penelitian
1. Lesi SAR
2. Laju Saliva pada pasien SAR
G. Cara Kerja
1. Mengajukan lembar ethical clearance pada komisi etik Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Trisakti.
15
2. Mengumpulkan subjek penelitian dengan jumlah yang sesuai dengan
penghitungan sampel serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3. Menjelaskan secara singkat penelitian yang akan dilakukan kepada seluruh
subjek penelitian dan memperoleh persetujuan dalam keikutsertaannya yang
dinyatakan dalam lembar informed consent.
4. Mengumpulkan sampel saliva yang tidak terstimulasi dari subjek penelitian.
a. Menginstruksikan subjek penelitian untuk tidak menyikat gigi selama 45
menit dan puasa atau tidak makan dan minum selama 2 jam (120 menit)
sebelum waktu pengambilan sampel saliva.
b. Mengarahkan subjek berkumur menggunakan air untuk menghilangkan sisa-
sisa makanan dalam rongga mulut sebelum dilakukannya pengambilan
sampel saliva.
c. Menginstruksikan subjek penelitian untuk tidak melakukan penelanan dan
tidak berbicara pada saat dilakukannya pengambilan sampel saliva.
d. Mengarahkan subjek penelitian untuk duduk dengan nyaman dan tenang,
lalu menundukkan kepala dengan tangan kanan memegang falcon tube yang
steril.
e. Menginstruksikan subjek penelitian untuk mendekatkan mulut falcon tube
dengan bibir, lalu membiarkan saliva mengalir dari dalam mulut ditampung
selama 10 menit.
2. Mengukur laju saliva dari sampel yang telah diambil dari subjek penelitian.
a. Mengukur waktu yang didapat saat pengambilan sampel dengan stopwatch.
b. Mencatat waktu yang telah didapat dari stopwatch setelah pengambilan
sampel.
c. Mencatat volume saliva yang telah didapat selama pengambilan sampel.
16
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada diagram di atas dijelaskan bahwa dari hasil penelitian, sebanyak 14%
subyek adalah laki–laki, dan 86% subyek adalah perempuan.
17
Diagram 2. Sebaran subyek menurut usia
18
Diagram 3. Sebaran subyek menurut jenis SAR
19
Diagram 4. Sebaran subyek menurut predileksi SAR
20
Diagram 5. Sebaran subyek menurut volume saliva
21
Diagram 6. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva
Pada diagram di atas dijelaskan bahwa laju aliran saliva selama subyek
mengalami SAR, dari 29% subyek adalah 0.6 ml/menit, 13% subyek adalah 0.65
ml/menit, 36% subyek adalah 0.7 ml/menit, dan 22% subyek adalah 0.75
ml/menit.
22
Diagram 7. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva dengan SAR soliter
Pada diagram di atas dijelaskan bahwa laju aliran saliva selama subyek
mengalami SAR soliter, dari 28% subyek adalah 0.6 ml/menit, 19% subyek
adalah 0.65 ml/menit, 32% subyek adalah 0.7 ml/menit, dan 21% subyek adalah
0.75 ml/menit.
23
Diagram 8. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva dengan SAR multiple
Pada diagram di atas dijelaskan bahwa laju aliran saliva selama subyek
mengalami SAR multiple, dari 14% subyek adalah 0.6 ml/menit, 43% subyek
adalah 0.65 ml/menit, 29% subyek adalah 0.7 ml/menit, dan 14% subyek adalah
0.75 ml/menit.
24
Diagram 9. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva dengan jenis kelamin laki-laki
Pada diagram di atas dijelaskan bahwa laju aliran saliva SAR pada laki-laki,
dari 14% subyek adalah 0.6 ml/menit, 43% subyek adalah 0.65 ml/menit, 29%
subyek adalah 0.7 ml/menit, dan 14% subyek adalah 0.75 ml/menit.
25
Diagram 10. Sebaran subyek menurut laju aliran saliva dengan jenis kelamin perempuan
Pada diagram di atas dijelaskan bahwa laju aliran saliva SAR pada
perempuan, dari 28% subyek adalah 0.6 ml/menit, 19% subyek adalah 0.65
ml/menit, 32% subyek adalah 0.7 ml/menit, dan 21% subyek adalah 0.75
ml/menit.
26
BAB VI
PEMBAHASAN
27
Berdasarkan jenis kelamin dan jenis SAR, dari 7 subyek laki-laki, sebanyak
3 subyek memiliki stomatitis aftosa minor dan sebanyak 4 subyek memiliki
stomatitis aftosa mayor, sementara dari 43 subyek perempuan, sebanyak 27
subyek memiliki stomatitis aftosa minor dan sebanyak 16 subyek memiliki
stomatitis aftosa mayor.
Berdasarkan predileksi SAR, lesi paling banyak terjadi di mukosa labial
sebanyak 25 orang (50%), mukosa bukal sebanyak 8 orang (16%), lidah sebanyak
6 orang (12%), gingiva sebanyak 5 orang (10%), vestibulum sebanyak 5 orang
(10%), dan dasar mulut sebanyak 1 orang (2%). Munculnya lesi SAR lebih sering
pada mukosa labial dan mukosa bukal, dan lebih jarang terjadi pada gingiva dan
palatum keras. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian oleh Malayil et al,
bahwa mayoritas lesi SAR ditemukan pada mukosa labial, diikuti oleh mukosa
bukal, sementara lesi jarang sekali ditemukan pada dasar mulut.29
Berdasarkan gambaran laju saliva saat menderita SAR dari 50 subyek
penelitian, sebanyak 29% subyek adalah 0.6 mL/menit, 13% subyek adalah 0.65
mL/menit, 36% subyek adalah 0.7 mL/menit, dan 22% subyek adalah 0.75
mL/menit. Hasil rata-rata laju aliran saliva pada penderita SAR secara
keseluruhan adalah 0.673 ml/menit. Sedangkan dari hasil rata rata laju aliran
saliva berdasarkan banyaknya lesi SAR, didapatkan nilai rata-rata 0.6714
mL/menit pada lesi SAR multiple dan nilai rata-rata laju aliran saliva 0.673
mL/menit pada lesi SAR soliter. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa didapatkan
laju saliva yang lebih tinggi dibandingkan nilai rata – rata laju saliva normal yaitu
0.3 – 0.4 mL/menit, dan laju aliran saliva lebih mengarah kepada hipersalivasi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Rashad et al, bahwa terlihat adanya produksi
saliva yang lebih tinggi pada pasien yang sedang terkena SAR dengan nilai rata-
rata 0.61 mL/menit, dibandingkan saat mereka tidak terkena SAR.30
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil rata-rata laju aliran saliva 0.671
mL/menit pada laki-laki dan 0.619 mL/menit pada perempuan. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian Percival et al, yang menyatakan bahwa laju saliva lebih
tinggi pada laki laki dibandingkan perempuan dan hanya terlihat perbedaan yang
sangat signifikan pada orang lansia, yang menjelaskan hasil perbedaan pada
28
penelitian yang tidak terlalu tinggi, dikarenakan di dalam penelitian ini
menggunakan subyek mahasiswa, yang mayoritas berusia 18-21 tahun.31
Subyek penelitian sebagian besar adalah mahasiswa/i aktif program sarjana
kedokteran gigi yang tengah menjalani ujian modul atau menjalani tugas akhir
(skripsi). Subyek mungkin mengalami stress, sehingga mempengaruhi laju aliran
saliva. Faktor psikologis seperti kecemasan dan stress juga dapat mempengaruhi
laju aliran saliva.29 Faktor psikologis juga dapat mempengaruhi frekuensi
munculnya SAR. Menurut penelitian oleh George et al, dari 106 subyek,
ditemukan tingginya prevalensi SAR yang disebabkan oleh stress, sebanyak
63,2%. Tingginya tingkat stress disebabkan oleh rasa cemas menghadapi ujian
dan kesulitan dalam proses belajar kurikulum kedokteran, pada studi tersebut,
juga ditemukan 46 murid mempunyai tingkat stress yang tinggi setelah diukur
dengan Perceived Stress Scale (PSS).32,33 Penelitian oleh Kasi PM et al,
menyatakan bahwa tingkat stress ditemukan sangat tinggi pada mahasiswa
kedokteran, yang menyebabkan mereka melakukan kebiasaan buruk saat sedang
stress, seperti menggigit pipi dan bibir, yang menyebabkan lukanya mukosa oral.
Respon psikologis dari stres adalah meningkatnya hormon kortisol. Serum
kortisol adalah hormon yang membantu tubuh mengatasi stress. tingkat serum
kortisol akan lebih tinggi pada pasien yang mengalami stress. Tingginya level
serum kortisol pada darah yang dapat dikaitkan dengan stres kronis telah
menunjukan efek negatif seperti berkurangnya kemampuan kognitif, menurunnya
respon inflamasi tubuh yang dapat mengarah pada lambatnya penyembuhan luka
dan berbagai macam masalah kesehatan lainnya. Serum kortisol berhubungan
langsung dengan tingkat kortisol pada saliva. Stress dan kecemasan ditemukan
memiliki hubungan antara peningkatan prevalensi lesi SAR dengan peningkatan
level kortisol saliva. Stres secara psikologis diukur menggunakan kuesioner
seperti STAI (State Trait Anxiety Inventory). Pada hasil penelitian, nilai STAI
yang tinggi diketahui memiliki hubungan dengan peningkatan level serum kortisol
saliva pada kasus-kasus SAR.34
29
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gambaran laju aliran saliva pada penderita SAR yang diteliti pada 50 orang
mahasiswa FKG Universitas Trisakti dilakukan mulai bulan September 2018
hingga November 2018.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, terdapat 7 orang laki – laki dan
43 orang perempuan. Pengambilan sampel saliva dilakukan dengan metode
spitting ke dalam falcon tube yang telah disediakan selama waktu 10 menit,
kemudian volume saliva dicatat, diketahui gambaran laju aliran saliva didapatkan
angka 0.6 ml/menit (29%), 0.65 ml/menit (13%), 0.7 ml/menit (36%), 0.75
ml/menit (22%). Dari data tersebut diketahui rata rata laju aliran saliva saat
subyek mengalami SAR adalah 0.673 ml/menit.
B. Saran
Alat ukur menjadi salah satu kendala dalam penelitian ini. Digunakan falcon
tube yang berukuran 5 ml, peneliti mengalami kesulitan dalam memasukkan data
saat sampel saliva yang dikumpulkan berada di rentang, seperti antara 6 ml dan
6.5 ml. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dalam pengumpulan data.
Peneliti harus mengingatkan subyek untuk tidak menelan saliva, karena saat
penelitian, beberapa kali terjadi penelanan saliva secara reflex. Hal ini dapat
mempengaruhi hasil pengumpulan saliva.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. Cui R, Bruce A, Rogers R. Recurrent aphthous stomatitis. Clinics in
Dermatology. 2016;34(4):475-481.
13. Scully C. Aphthous Ulceration. New England Journal of Medicine.
2006;355(2):165-172.
14. Akintoye S, Greenberg M. Recurrent Aphthous Stomatitis. Dental Clinics of
North America. 2014;58(2):281-297.
15. Bruce A, Rogers R. Acute oral ulcers. Dermatologic Clinics. 2003;21(1):1-
15.
16. Natah S, Konttinen Y, Enattah N, Ashammakhi N, Sharkey K, Häyrinen-
Immonen R. Recurrent aphthous ulcers today: a review of the growing
knowledge. International Journal of Oral and Maxillofacial Surgery.
2004;33(3):221-234.
17. Shah A, Jhajharia K, Pathak H, Yadav D, Yousuf Siddiqui H, Mazhar M.
Recurrent Aphthous Stomatitis: A Review. Journal of Advanced Medical and
Dental Sciences Research. 2016;4(3):54-56.
18. Farasat Khan N, Saeed M, Chaudhary S, Ghafoor F. Haematological
Parameters and Recurrent Aphthous Stomatitis. Journal of the College of
Physicians and Surgeons Pakistan. 2013;23(2):124-127.
19. Gallo C, Mimura M, Sugaya N. Psychological stress and recurrent aphthous
stomatitis. Clinics. 2009;64(7):645–648.
20. Neville B. Oral and maxillofacial pathology. 4th ed. St. Louis: Elsevier
Saunders; 2015.
21. Hassona Y, Scully C. Salivary changes in oral mucosal diseases.
Periodontology 2000. 2015;70(1):111-127.
22. Shilpashree H, Sarapur S. Evaluation of salivary immunoglobulin A levels in
tobacco smokers and patients with recurrent aphthous ulcers. Journal of
Natural Science, Biology and Medicine. 2012;3(2):177
23. Dawes C. Physiological Factors Affecting Salivary Flow Rate, Oral Sugar
Clearance, and the Sensation of Dry Mouth in Man. Journal of Dental
Research. 1987;66:648-653.
32
24. Delli K, Spijkervet F, Kroese F, Bootsma H, Vissink A. Xerostomia.
Monographs in Oral Science. 2014;24:109-125.
25. Sopiyudin Dahlan M. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan - Seri Evidence Based Medicine. 2nd ed. Jakarta:
Sagung Seto; 2012.
26. F Al-Taee A, S Khudhur A. Determination of Salivary pH in Patients With
Recurrent Aphthous Ulceration (RAU). Al-Rafidain Dental Journal.
2010;10(2):390-393.
27. Rajmane, et al. Prevalence of Recurrent Aphthous Stomatitis in Western
Population of Maharashtra, India. Journal of Oral Research and Review.
Januari-Juni 2017; 9(1):25-28.
28. Preeti L, Magesh K, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous stomatitis.
Journal of Oral and Maxillofacial Pathology. 2011;15(3):252-256.
29. Malayil S, Thomas J, Mol PR, Vineet DA, Thomas S, dan Vivek V.
Frequency of Patients Presenting with Recurrent Aphthous Stomatitis: A Pilot
Study. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences. Februari 2014;
13(1):63-66
30. Rashad M, Anmar M, Abou Hamed H, Iyad A. Salivary Flow Among
Patients With Minor Recurrent Aphthous Stomatitis. Journal of dental
research. 2014;93:226.
31. Percival R, Challacombe S, Marsh P. Flow Rates of Resting Whole and
Stimulated Parotid Saliva in Relation to Age and Gender. Journal of Dental
Research. 1994;73(8):1416-1420.
32. Gholami N, Sabzvari B, Razzaghi A, Salah S. Effect of stress, anxiety and
depression on unstimulated salivary flow rate and xerostomia. Tabriz
University of Medical Sciences. 2017;11(4):247-252.
33. George, Biju Baby Joseph. A Study on Aphthous Ulcer and its Association
with Stress Among Medical Students of An Indian Medical Institution.
International Journal of Contemporary Medical Research 2016;3(6):1692-
1695
33
34. Kunikullaya U. K. Stress as a Cause of Recurrent Aphthous Stomatitis and Its
Correlation with Salivary Stress Markers. The Chinese Journal of Physiology.
2017;60(4):226-230.
34
Lampiran 1. Ethical Clearance
35
Lampiran 2. Informed Consent
Nama :
Umur : L/P
Jakarta,……………
(……………………..) (……………………..)
Tanda tangan dan nama jelas Tanda tangan dan nama jelas
36
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian
37
6 10 0,6 Minor Soliter P Mukosa labial regio 3 RB anterior 18
7,5 10 0,75 Mayor Soliter P Mukosa gingiva regio 1 RA posterior 19
7 10 0,7 Minor Soliter P Mukosa bukal regio 4 RB posterior 21
6,5 10 0,65 Minor Soliter P Lateral kanan lidah posterior 19
7,5 10 0,75 Minor Soliter P Mukosa gingiva regio 1 RA anterior 18
6 10 0,6 Mayor Soliter P Mukosa labial regio 1 RA anterior 20
7,5 10 0,75 Mayor Multiple P Mukosa palatum durum 20
6 10 0,6 Mayor Soliter L Mukosa gingiva regio 4 RB anterior 21
6,5 10 0,65 Minor Soliter P Lateral kanan lidah posterior 18
6,5 10 0,65 Mayor Soliter L Mukosa bukal regio 3 RB posterior 19
7,5 10 0,75 Minor Soliter P Mukosa labial regio 3 RB anterior 21
6 10 0,6 Mayor Soliter P Mukosa labial regio 3 RB anterior 20
7 10 0,7 Mayor Soliter P Mukosa bukal regio 4 RB posterior 18
6,5 10 0,65 Minor Multiple P Mukosa labial regio 3 RB anterior 20
7 10 0,7 Mayor Soliter P Mukosa labial regio 4 RB anterior 21
7 10 0,7 Minor Soliter P Mukosa labial regio 4 RB anterior 20
6,5 10 0,65 Mayor Multiple L Mukosa labial regio 3 RB anterior 20
7,5 10 0,75 Mayor Soliter P Mukosa bukal regio 4 RB posterior 18
7 10 0,7 Minor Soliter P Lateral kanan lidah posterior 21
6 10 0,6 Minor Multiple P Mukosa labial regio 3 RB anterior 18
7 10 0,7 Mayor Soliter P Mukosa vestibulum regio 2 RA posterior 19
6,5 10 0,65 Mayor Soliter P Mukosa vestibulum regio 4 RB anterior 21
6,5 10 0,65 Minor Soliter L Mukosa labial regio 3 RB anterior 18
7 10 0,7 Minor Soliter L Mukosa labial regio 3 RB anterior 20
6 10 0,6 Minor Soliter P Mukosa vestibulum lingual regio 4 RB 20
38
posterior
7,5 10 0,75 Mayor Soliter L Mukosa labial regio 2 RA anterior 21
6 10 0,6 Minor Soliter P Mukosa labial regio 2 RA anterior 19
7 10 0,7 Minor Multiple P Mukosa labial regio 3 RB anterior 18
7 10 0,7 Minor Soliter P Mukosa vestibulum regio 4 RB posterior 21
7 10 0,7 Minor Soliter P Mukosa bukal regio 4 RB posterior 20
6,5 10 0,65 Mayor Multiple P Mukosa labial regio 4 RB anterior 21
7,5 10 0,75 Minor Soliter P Lateral kanan lidah posterior 21
Rata-Rata 0,673
39
Lampiran 4. Gambar Pengambilan Saliva
A. Pemeriksaan klinis awal untuk mengecek lesi SAR pada subyek penelitian
40
Lampiran 5. Lembar Konsultasi/Bimbingan
41