Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS JURNAL

“ACTIVE RANGE OF MOTION EFEKTIF MENURUNKAN DYSPNEA PADA

PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE”

OLEH :

FITRIAH NUR

NIM: 841718111

PROFESI NERS ANGKATAN IX

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Congestive heart failure ( CHF ) adalah suatu keadaan dimana jantung

sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme

tubuh, gagalnya aktivitas jantung terhadap pemenuhan kebutuhan tubuh,

fungsi pompa jantung secara keseluruhan tidak berjalan normal. CHF

merupakan kondisi yang sangat berbahaya. Meski demikian bukan berarti

jantung tidak bisa bekrja sama sekali, hanya saja jantung tidak berdetak

sebagaimana mestinya .(Susanto,2010)

Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea,

fatigue dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan

oleh penderita CHF. Hasil wawancara dengan 8 orang pasien di rumah sakit

menyatakan bahwa 80% pasien menyatakan bahwa dyspnea mengganggu

mereka seperti aktivitas sehari-hari menjadi terganggu. CHF mengakibatkan

kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan di alveoli.

Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam

memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan yang terjadi

pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke

seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Johnson, 2008; Wendy,

2010).

Dyspnea pada pasien CHF juga dipengaruhi oleh aktivitas pasien

sehingga New York Heart Assosiation (NYHA) membagi CHF menjadi 4


kategori berdasarkan tanda dan gejala dari aktivitas yang dilakukan

(Johnson, 2010; Wendy; 2010). Pasien dengan NYHA IV akan terengah-

engah setiap hari bahkan saat aktivitas ringan atau saat beristirahat. Hal ini

karena dyspnea berpengaruh pada penurunan oksigenasi jaringan dan

produksi energi sehingga kemampuan aktifitas pasien sehari-hari juga akan

menurun yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien (Sepdianto, 2013).

Penelitian yang berbentuk systematic review dan meta analisis

mengungkapkan rehabilitasi gagal jantung dilakukan pada gagal jantung

dengan resiko rendah dan sedang (NYHA II dan III) (Sagar, 2015).

AHA merekomendasikan latihan fisik dilakukan pada pasien dengan

CHF yang sudah stabil. Latihan fisik dilakukan 20-30 menit dengan

frekuensi 3-5 kali setiap minggu. Sebelum memulai latihan fisik, pasien

dengan CHF memerlukan penilaian yang komprehensif untuk stratifikasi

risiko dan dianjurkan untuk beristirahat jika kelelahan. Latihan ini

merupakan salah satu latihan yang berada di rumah sakit (inpatient) yang

dapat dilakukan oleh pasien dengan NYHA II dan III. Manajemen aktivitas

bertahap pada pasien tersebut merupakan kegiatan fisik yang ringan dan

teratur sehingga kondisi sirkulasi darah perifer dan perfusi jaringan dapat

diperbaiki (Pina, 2003; Adsett, 2010).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan analisis jurnal

yang berjudul ACTIVE RANGE OF MOTION EFEKTIF MENURUNKAN

DYSPNEA PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE.


1.2 Tujuan

Untuk mengetahui efektifitas actife range of motion dalam menurunkan

dyspnea pada pasien congestive heart failure.

1.3 Manfaat

1. Bagi Program Studi Profesi Ners

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan bahan bacaan untuk

memberikan intervensi keperawatan kepada Pasien yang mengalami

masalah dyspnea gagal jantung.

2. Bagi Perawat

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi

perawat dalam memberikan intervensi keperawatan kepada pasien yang

mengalami masalah dalam dyspnea gagal jantung.

3. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi rumah sakit

dalam penatalaksanaan intervensi keperawatan kepada pasien dalam

mengatasi masalah dalam dyspnea pada gagal jantung.


BAB II

METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Metode Pencarian

Analisis jurnal dilakuka dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi

ilmiah tahun 2013 – 2019 dengan penelusuran menggunakan data based

google schoolar . Strategi pencarian literature penelitian yang relevan untuk

analisis jurnal dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Identifikasi
Active range of motion, n=
186.000.000
Google Congestive heart failure, n =
12.400.000

1. PDF
2. FULL TEXT Google
Screening
3. Bahasa inggris shoolar, n = 3
4. Bahasa Indonesia

Intervensi keperawatan yang


Kelayakan digunakan untuk menurunkan
s
dyspnea pada CHF

Intervensi
Analisis Eprints, n = 1
keperawatan pada Sciendirect, n =1
pasien CHF dalam
menurunkan dyspnea
2.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis Congestif heart failure

1. Definisi CHF Gagal jantung kongestif

Ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien.Gagal jantung

kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,

sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung

kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi

kanan.

2. Etiologi CHF Gagal jantung kongestif

Dapat disebabkan oleh :

1) Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita

kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas

jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot

mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit

degeneratif atau inflamasi.

2) Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena

terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan

asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium

(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal

jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,


berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara

langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas

menurun.

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal Meningkatkan beban kerja

jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot

jantung.

4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Berhubungan

dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak

serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

5) Penyakit jantung lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat

penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung

mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup

gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup

semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah

(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),

peningkatan mendadak afterload.

6) Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam

perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju

metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan

peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen

sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai

oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan

abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.


3. Patofisiologi CHF Gagal jantung

Bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh

melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung

tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal

jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan

hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi

jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah

peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.

Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi

yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,

tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung.

Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi

tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi

system saraf adrenergik. 10 Penting dibedakan antara kemampuan jantung

untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung

(myocardial function).

Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul

gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung

intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi

secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung

yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam

tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin

angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang


kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan

tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti

penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah

dan penurunan volume darah arteri yang efektif.

Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.

Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan

tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan

kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak

segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi

dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal

jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi

sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume

ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis

(hukum Laplace).

4. Manifestasi Klinis CHF

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,

beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang

terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat

gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif,

hampir selalu ditemukan :

1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal

dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,

muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Kematian pada

CHF Aritmia dan gangguan aktivitas listrik Hipertrofi dilatasi

jantung Disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik Tromboemboli

PJK yang berat Berdampak pada aliran darah pada myocard yang

belum infark Gangguan kontraktilitas

3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi

buruk sampai delirium.

5. Komplikasi CHF

1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis

vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP)

dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa

diturunkan dengan pemberian warfarin.

2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa

menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi

pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan

pemberian warfarin).

3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik

dengan dosis ditinggikan.

4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau

sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang

berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang

ditanam mungkin turut mempunyai peranan.


6. Penatalaksanaan CHF

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:

1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan

bahanbahan farmakologis.

3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi

diuretik diet dan istirahat.

2.3 Konsep tentang Tinjauan Teoritis Range of Motion

1. Pengertian ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan

yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh,

yaitu sagital, transversal, dan frontal. Pengertian ROM lainnya adalah

latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan

pergerakan otot, dimana klien menggerakan masingmasing persendiannya

sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

2. Tujuan

1) Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot

2) Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

3) Mencegah kekakuan pada sendi

3. Manfaat ROM

1) Mencegah terjadinya kekakuan sendi

2) Memperlancar sirkulasi darah

3) Memperbaiki tonus otot

4) Meningkatkan mobilisasi sendi


5) Memperbaiki toleransi otot untuk latiha

4. Jenis – Jenis ROM

1. ROM Aktif, yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)

dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan

membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara

mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan

otot 75 %. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta

sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif .

2. ROM Pasif, yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari

orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan

persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif).

Kekuatan otot 50 %. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan

tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu

melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri,

pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total

(suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga

kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang

lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki

pasien.

5. Jenis Gerakan

1) Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.

2) Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.

3) Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.


4) Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.

5) Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.

6) Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.

7) Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak

membentuk sudut persendian.

8) Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak

membentuk sudut persendian.

9) Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan

bergerak ke bawah.

10) Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan

bergerak ke atas. 11. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke

setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama.

6. Sendi Yang Digerakan

1. ROM Aktif Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien

sendri secara aktif.

2. ROM Pasif Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang

terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

a. Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)

b. Bahu tangan kanan dan kiri ( fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi

bahu)

c. Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)

d. Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)


e. Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi,

oposisi)

f. Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi

internal/eksternal)

g. Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi)

h. Jari kaki (fleksi/ekstensi)

7. Indikasi

a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

b. Kelemahan otot

c. Fase rehabilitasi fisik

d. Klien dengan tirah baring lama

8. Kontra Indikasi

a. Trombus/emboli pada pembuluh darah

b. Kelainan sendi atau tulang

c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)

9. Attention

a. Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah

latihan

b. Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien

c. Ulangi gerakan sebanyak 3 kali J. Gerakan Rom Berdasarkan bagian

tubuh, yaitu :

a. Leher Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada. Ekstensi :

mengembalikan kepala ke posisi tegak. Hiperekstensi : menekuk


kepala ke belakang sejauh mungkin. Fleksi lateral : memiringkan

kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu. Rotasi : memutar

kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu.

b. Bahu Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke

depan ke posisi diatas kepala. Ekstensi : mengembalikan lengan ke

posisi di samping tubuh. Hiperekstensi : menggerakkan lengan ke

belakang tubuh, siku tetap lurus. Abduksi : menaikkan lengan ke

posisi samping diatas kepala dengan telapak tangan jauh dari

kepala Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang

tubuh sejauh mungkin. Rotasi dalam :dengan siku fleksi, memutar

bahu dengan menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke

dalam dan ke belakang Rotasi luar :dengan siku fleksi,

menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala.

Sirkumduksi : menggerakan lengan dengan gerakan penuh.

c. Siku Fleksi : menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke

depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu. Ekstensi : meluruskan

siku dengan menurunkan lengan.

d. Lengan Bawah Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan

sehingga telapak tangan menghadap ke atas Pronasi : memutar

lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah

e. Pergelangan Tangan Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi

bagian dalam lengan bawah Ekstensi : menggerakkan jari-jari


sehingga jari-jari, tangan dan lengan bawah berada dalam arah yang

sama Hiperekstensi : membawa permukaan tangan dorsal ke

belakang sejauh mungkin. Abduksi : menekuk pergelangan tangan

miring ke ibu jari Adduksi : menekuk pergelangan tangan miring

ke arah lima jari

f. Jari-Jari Tangan Fleksi : membuat genggaman Ekstensi :

meluruskan jari-jari tangan Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari

tangan ke belakang sejauh mungkin Abduksi : meregangkan jari-

jari tangan yang satu dengan yang lain Adduksi : merapatkan

kembali jari-jari tangan

g. Ibu Jari Oposisi : menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan

pada tangan yang sama.

h. Pinggul Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan ke atas

Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain

Hiperekstensi : menggerakkan tungkai ke belakang tubuh Abduksi

: menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh Adduksi :

menggerakkan kembali tungkai ke posisi medial dan melebihi jika

mungkin Rotasi dalam : memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai

lain Rotasi luar : memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain

Sirkumduksi : menggerakkan tungkai memutar

i. Kaki Inversi : memutar telapak kaki ke samping dalam (medial)

Eversi : memutar telapak kaki ke samping luar (lateral)


j. Jari-Jari Kaki Fleksi : melengkungkan jari-jari kaki ke bawah

Ekstensi : meluruskan jari-jari kaki Abduksi : merenggangkan jari-

jari kaki satu dengan yang lain Adduksi : merapatkan kembali

bersama-sama.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Penulis Judul Tahun Metode Hasil Source

Penelitian hasil
Novita Deep 2017 Nurseli
menggunaka intervensi
Nirmalas breathing ne
n desain deep
ari excercise Journal
quasi breathing
dan active
experimental exercise dan
range of
pre-post test active range
motion
dengan of
efektif
kelompok motion
menurunkan
kontrol lebih efektif
Dyspnea
melibatkan daripada
pada pasien
32 responden intervensi
Congestive
dengan standar
heart
teknik rumah sakit
failure
stratified atau semi

random fowler

sampling. dalam

menurunkan

dyspnea
(p=0,004,

alfa=0,05).

Selective pelatihan Minnesota


Ainat 2002 Sciendi
Low-Level tungkai Living with
Beniami erect
Leg Muscle bawah Heart
novitz,
Training terisolasi Failure
MD,
Alleviates pada 17 Score,
Chim C.
Dyspnea in pasien Guyatt
Lang,
Patients With dengan CHF Dyspnea
MD,
Heart Failure parah. Scale, dan
FACC,
Delapan the
John
pasien belajar Indeks
LaManca
teknik Dispnea
, PHD,
relaksasi citra Transisi
Donna
terpandu dan semua
M.
bertindak ditingkatkan
Mancini,
sebagai dengan
MD
kelompok pelatihan

kontrol aktif. (semua p

0,05
pengaruh pengaruh
Halimud 2017 Hasil Idea
model model
din penelitian nursing
aktivitas dan aktivitas dan
didapatkan
latihan latihan
ada
intensitas intensitas
perbedaan
ringan klien ringan klien
tekanan
gagal jantung gagal jantung
darah
terhadap terhadap
sistole,
tekanan darah tekanan darah
diastole dan

rata-rata

sebelum

dan sesudah

intervensi

aktivitas

dan latihan.

3.2 Pembahasan

Jurnal Deep breathing excercise dan active range of motion efektif

menurunkan Dyspnea pada pasien Congestive heart failure dipublikasikan tahun

2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh deep breathing

exercise dan active range of motion terhadap dyspnea pada pasien CHF. Dimana

melibatkan 32 responden dengan teknik stratified random sampling. Alat ukur

penelitian menggunakan modified Borg scale. Intervensi dengan memberikan


deep breathing exercise sebanyak 30 kali dilanjut dengan active range of motion

masing – masing gerakan 5 kali. Intervensi sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari.

Jurnal lain yang mendukung yaitu jurnal Selective Low-Level Leg Muscle

Training Alleviates Dyspnea in Patients With Heart Failure yang dipublikasikan

tahun 2002. Tujuan penelitiannya yaitu untuk menyelidiki apakah dispnea dapat

diatasi dengan perubahan selektif pada otot tungkai. Pada kelompok kontrol aktif,

tidak ada perubahan fungsi otot tungkai, fungsi paru, maksimal dan kinerja latihan

submaksimal atau kuesioner kualitas hidup diamati. Dalam kelompok pelatihan,

torsi puncak fleksor kaki (pre: 39 15 ft-lb; post: 50 13 ft-lb; p 0.002) meningkat

dan rasio kelelahan menurun, menunjukkan peningkatan kekuatan dan daya tahan

tubuh otot-otot kaki.

Tekanan mulut inspirasi dan ekspirasi maksimal dan sukarela

maksimum ventilasi tidak berubah. Puncak VO2 meningkat (pre: 12 2,2 ml / kg /

menit; posting: 14 2,6 ml / kg / menit) serta durasi latihan di puncak 70% VO2

meningkat (pra: 11,5 3,1 mnt; posting: 21,5 5,4 mnt; p 0,003). Dyspnea yang

dirasakan pada submaksimal menurun.

Adapun menurut penelitian Halimuddin yang berjudul pengaruh model

aktivitas dan latihan intensitas ringan klien gagal jantung terhadap tekanan darah

tahun 2017,tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi pengaruh model

aktivitas dan latihan klien gagal jantung terhadap tekanan darah (sistole, diastole

dan rata-rata). Dimana Setiap responden di berikan model aktivitas dan latihan

selama 6 hari di rumah sakit. Intensitas latihan di ukur dengan skala Borg. Hasil
penelitian didapatkan ada perbedaan tekanan darah sistole, diastole dan rata-rata

sebelum dan sesudah intervensi aktivitas dan latihan.

Adapun dalam jurnal Triaso yang berjudul Gambaran aktivitas fisik pasien

congestive heart failure (CHF) tahun 2017 mengatakan bahwa adapun usia sangat

mempunyai pengaruh dalam melakukan aktifitas sehari – hari dari klien oleh

karena itu untuk melakukan ROM dalam mengurangi dyspnea pada pasien CHF

tidak bisa dipaksakan apabila Gerakan – Gerakan Rom tidak bisa dilakukan oleh

klien.

3.3 Implikasi keperawatan

Berdasarkan konsep keperawatan, penanganan pada pasien CHF yang mengalami

Dyspnea, Intervensi ini dapat dijadikan penatalaksanaan non-farmakologis pada

pasien CHF dan dapat dikembangkan perawat dengan mempertahankan

kemampuan pasien dalam melakukan intervensi tersebut. Intervensi dapat

dilakukan sebagai bentuk pilihan dalam pelayanan kesehatan fase inpatient untuk

mengurangi dyspnea dalam meningkatkan kualitas hidup pada pasien CHF.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

AHA merekomendasikan latihan fisik dilakukan pada pasien dengan

CHF yang sudah stabil. Latihan fisik dilakukan 20-30 menit dengan frekuensi 3-

5 kali setiap minggu. Sebelum memulai latihan fisik, pasien dengan CHF

memerlukan penilaian yang komprehensif untuk stratifikasi risiko dan

dianjurkan untuk beristirahat jika kelelahan. Latihan ini merupakan salah satu

latihan yang berada di rumah sakit (inpatient) yang dapat dilakukan oleh pasien

dengan NYHA II dan III. Manajemen aktivitas bertahap pada pasien tersebut

merupakan kegiatan fisik yang ringan dan teratur sehingga kondisi sirkulasi

darah perifer dan perfusi jaringan dapat diperbaiki.

4.2 Saran

a. Bagi Perawat

Diharapkan literature review ini khususnya bagi perawat dapat menjadi

bahan bacaan dantambahan informasi tentang penggunaan ROM pada

pasien CHF.
DAFTAR PUSTAKA

Adsett J, Hons B. 2010. Evidence Based Guidelines or Exercise and Chronic

Heart Failure. Funded by Pathways Home Project 2007/ 2008. Queensland

Government.

Arthur C. Guyton. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed. Eleven.

Philadelphia PA: Elsevier Saunders.

Babu, Abraham Samuel. 2010. Protocol-Guided Phase-1 Cardiac Rehabilitation in

Patients with ST-Elevation Myocardial Infarction in A Rural Hospital. Heart

views. 11(2):52-6.

Bernardi L, Spadacini G, Bellwon J, Hajric R, Roskamm H, Frey AW. 1998.

Effect of Breathing Rate on Oxygen Saturation and Exercise Performance in

Chronic Heart Failure. The Lancet. 351 (9112)

Bosnak-guclu M, Arikan H, Savci S, Inal-ince D. 2011. Effects of inspiratory

muscle training in patients with heart failure. Respiratory Medicine. (16).

Cahalin LP, Arena RA. 2015. Breathing exercises and inspiratory muscle training

in heart failure. Heart Fail Cli. 11(1):149-72. [Online]. Available from:

http://search.ebscohost.com/

l o gi n . a s p x ? di r e c t = t r u e & d b = c m e d m & A N = 2 5

432483&site=ehost-live. Diakses 25 Agustus 2016.


Depkes RI. 2014. Lingkungan Sehat, Jantung Sehat. 2014. [Online]. Available

from http:// w w w. d e p k e s . g o . i d / a r t i c l e / v i e w /

201410080002/lingkungan-sehat-jantungsehat. html. Diakses 25 Agustus 2016.

Eshaghian S, Horwich TB FG. 2006. Relation of Loop Diuretic Dose to Mortality

in Advanced Heart Failure. Am J Cardiol. 97(12).

Felker GM, Lee KL BD. 2011. Diuretic Strategies in Patients With Acute

Decompensated Heart Failure. N Engl J Med. 364(9).

Jewiss D, Ostman C, Smart NA. 2016. The effect of 164 NurseLine Journal Vol.

2 No. 2 Nopember 2017: 159-165 resistance training on clinical outcomes in

heart failure?: A systematic review and metaanalysis. Int J Cardiol;221:674-

81. [Online]. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/ j.ijcard.2016.07.046

Anda mungkin juga menyukai