Anda di halaman 1dari 4

BAGAIMANA MENGISTIQOMAHKAN SEMANGAT DAKWAH

Kata “Istiqomah” secara bahasa berarti : Tegak dan Lurus

Sedangkan secara Istilah, para salafus shalih memberikan beberapa definisi, diantaranya :

1. Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu : “Hendaknya kamu tidak menyekutukan Allah dengan
apapun juga”.

2. Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu : “Hendaknya kita bertahan dalam satu perintah atau larangan,
tidak berpaling seperti berpalingnya seekor musang”.

3. Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu : “Istiqomah artinya ikhlas”.

4. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu : “Istiqomah adalah melaksanakan kewajiban”.

5. Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu : “Istiqomah mengandung 3 macam arti : Istiqomah dengan lisan (yaitu
bertahan terus mengucapkan kalimat syahadat), istiqomah dengan hati (artinya terus melakukan niat
yang jujur) dan istiqomah dengan jiwa (senantiasa melaksanakan ibadah dan ketaatan secara terus-
menerus).

6. Ar Raaghib : “Tetap berada di atas jalan yang lurus” [istiqomah, Dr. Ahmad bin Yusuf Ad Duraiwisy,
Darul Haq].

7. Imam An Nawawi : “Tetap alam ketaatan” (Kitab Riyadhus Shalihin). Sehingga Istiqomah
mengandung pengertian : “tetap dalam ketaatan dan di atas jalan yang lurus dalam beribadah
kepada Allah ‘Azza wa Jalla”.

8. Mujahid : “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah
Taala”.

9. Ibnu Taimiah : “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menoleh
kiri kanan”. Dengan kata lain istiqomah mengandung suatu arti mendalam dalam beribadah kepada-
Nya, mencintai sepenuh hati dalam mencari Ridha-Nya.

10. “Seseorang yang istiqomah memiliki pendirian yang stabil dalam menuju Ridha Allah. Dia tidak
tergoyahkan oleh usia, lingkungan atau ujian dan cercaan. Dia bagaikan karang yang melawan
tempaan ombak.” (oasetarbiyah)

Istiqomah adalah kondisi dimana kita dapat melakukan hal secara terus menerus yang diiringi dengan
evaluasi, peningkatan kualitas diri, sehingga timbul motivasi untuk terus memperbaiki diri, kalau kata
dosen manajemen saya mah continuous improvement hehe

Mengapa Engkau Menangis Ya Rasulullah?

“Wahai Rasullullah… Bukankah mayat yang diusung itu adalah seorang Yahudi? Dia bukan seorang
Muslim Ya Rasulullah.. Mengapa kau menangis?”, tanya seorang sahabat kepada baginda.
“Aku menangis karena tidak dapat membawanya ke arah iman. Aku tidak dapat menyelamatkannya dari
api neraka Allah Subhanahu Wataa’la.”, jawab Nabi SAW.

Begitu cintanya beliau dengan sesama makhluk Allah, bahkan dengan Yahudi sekalipun yang sudah jelas-
jelas menyekutukan Allah, apalagi kecintaan beliau dengan keluarganya, sahabatnya dan bahkan Ummat
beliau, karena CINTANYA yang begitu besarlah Nabi selalu istiqomah mengemban amanah Allah,
istiqomah dalam memerangi kejahiliyahan manusia. Cercaan dan makian serta fitnah tak luput dari
kehidupan beliau namun beliau sangat istiqomah bahkan dengan nyawanya sekalipun beliau
pertaruhkan.
Bisakah sahabat membayangkan, apa jadinya jika Rasulullah tidak istiqomah???…..
Lantas… alasan apalagi yang membuat kita tidak istiqomah??ujian kita tak sebanding dengan ujian yang
dialami oleh baginda Rasul, jauuuuhh lebih berat dari ujian kita.

Apa Penyebab Futur dan Lunturnya Semangat Dakwah?

Kepedulian kita terhadap sesama dan lingkungan menyadarkan kita untuk selalu beristiqomah di
jalanNya, namun perjalanan itu tak semulus yang kita harapkan adakalanya kerikil-kerikil itu pasti datang
menghampiri bahkan bertubi-tubi hingga pada klimaksnya kita akan mengalami kondisi dimana
kejenuhan dan keputusasaan itu datang, yah… kondisi futur memang telah hinggap, namun apakah akan
kita biarkan begitu saja?kondisi futur yang terus menurus akan mengerogoti semangat dakwah kita
bahkan iman kita?? STOP. (berasa ngerem mendadak.hehehe). Sebenarnya terkadang kita tidak dalam
mengalami kondisi futur, hanya saja kejenuhan akan sesuatu hal yang menyebabkan kita lelah dan bosan
sehingga tidak bersemangat. Lunturnya semangat dakwah tak hanya datang dari internal saja namun
faktor eksternal juga sangat berperan, kekecewaan akan sistem yang dijalankan, ekspektasi yang tinggi
terhadap makhluk Allah, sehingga timbul ketidakterimaan terhadap “kesalahan” yang dilakukan oleh
kader dakwah, begitu terpengaruhnya kita terhadap lingkungan dan perkataan orang lain juga salah satu
penyebab lunturnya semangat.

Bagaimana menumbuhkan dan Mendawamkan semangat Dakwah?

Sebenarnya ada banyak cara untuk menumbuhkan semangat dan kemudian mendawamkannya, cara
setiap orangpun berbeda-beda, menyendiri dan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah bisa
menjadi salah satu alternatif, mencari suasana baru, jalan santai menikmati karunia dan kebesaran Allah.

Berikut adalah kita agar tetap istiqomah:

1. Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar

Allah Ta’ala berfirman,

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat
apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan
dalam hadits berikut.
“Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat”.”

Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah
dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan
diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan
semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.

Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat
(alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan
apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar
terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar.
Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa
menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.

2. Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya

Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an
adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,

“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk
meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)

Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,

“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun
saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil
(teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)

Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. Alasannya, karena Al
Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

“Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44).
Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai
obat penawar bagi orang-orang beriman.” Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai
Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari
berbagai keraguan.”14

Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji
Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof
dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih
kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.
3. Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah

Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau
dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh
Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah
–radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen
dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah
bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan
diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima
oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan
ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja
dilakukan.”

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan
meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat
’Abdullah bin ’Umar.”Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata padanya,

”Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam,
namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”

Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus
”futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul
rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka
rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita
dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada hamba-hambaNya,


menguatkan kita untuk terus istiqomah dijalan Dakwah.

Sumber :
http://hijau-lumut.blogspot.co.id/2009/09/sering-kan-kita-mendengar-kata.html
http://rumaysho.com/731-kiat-agar-tetap-istiqomah-seri-1.html

Anda mungkin juga menyukai