Anda di halaman 1dari 33

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKITANGKATAN UDARA ESNAWAN ANTARIKSA

Nama:Melisa Andriana Tanda Tangan


Nim : 112015 312 ....................
Dr. Pembimbing / Penguji: ....................

....................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I Alamat :Jalan Pancawarga 1
Tempat /tanggal lahir : Jakarta, 05/12/1955 Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 61 tahun Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah Menikah Pendidikan : SMA
Pekerjaan :Pedagang jam Tanggal masuk : 29/09/2016

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, pada tanggal 11Oktober 2016, Jam : 15.00 WIBdi ruang
Garuda dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama : Sesak napas sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan sesak napas sejak

1  hari   SMRS  yang   terus   menerus   sepanjang   hari.   Sesak   napas   dirasakan   mendadak   saat

pasien   berjalan   dan   menaiki   tangga.Pasien mengatakan sesaknya tidak berkurang dengan
perubahan posisi ataupun pada posisi kepala lebih tinggi. Pasien mengatakan tidak merasakan
nyeri dada dan tidak berdebar-debar. Demam, mual, muntah dan nyeri kepala disangkal, BAB
dan BAK juga dirasakan normal seperti biasa, bengkak pada daerah kaki juga tidak
1
ada.Pasien mengatakan tidak mengalami penurunan berat badan yang cepat beberapa minggu
ini dan tidak mengeluhkan adanya batuk. Pasien mempunyai riwayat tuberkulosis 2 kali saat
pasien berusia 31 tahun dan 50 tahun, selesai pengobatan pasien mengatakan sputum dahak
negatif. Pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan sputum dahak dengan hasil
negative tuberculosis di puskesmas sebelum datang ke UGD.

Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Hernia
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Rematik
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis(-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(+) HIV (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(+) Tuberkulosis (-) Batu Empedu lain-lain : (-) Operasi
(-) Kecelakaan

Os mempunyai riwayat tuberculosis paru 2 kali. Pertama saat usia 31 tahun dan telah os telah
diberikan pengobatan berupa injeksi viccilin, ethambutol oral, dan rifampisisn oral selama
kurang lebih 3 bulan. Kedua saat os berusia 50 tahun dan telah diberikan pengobatan KDT
selama 8 bulan. Selesai pengobatan os mengatakan pemeriksaan dahak negative.

Riwayat Keluarga
Hubungan Jenis Kelamin Keadaan Penyebab
Kesehatan Meninggal
Ayah Laki-laki Meninggal Tuberkulosis
Ibu Perempuan Meninggal Tuberkulosis
Kakak Laki-laki Meninggal Tuberkulosis
Kakak Laki-laki Sehat -
Kakak Perempuan Sehat -

2
Kakak Laki-laki Sehat -

Riwayat Sosial
Os mempunyai riwayat merokok kurang lebih 40 tahun yang lalu.Os merokok 1 bungkus
setiap harinya. Os berhenti merokok 10 tahun yang lalu saat didiagnosis tuberkulosa kedua
kalinya, sebelum berhenti Os mengatakan sering batuk dan mengeluarkan dahak berwarna
putih.

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Dingin
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan Pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan Pendengaran
(-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis

3
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (+) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Wasir
(-) Mual (-) Mencret
(-) Muntah (-) Tinja Darah
(-) Muntah Darah (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Nyeri Perut, Kolik (-) Benjolan
(-) Perut Membesar
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (Tidak disadari) (-) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas

4
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 55 kg
IMT : 19,03 kg/m2
Tekanan Darah :110/70 mmHg
Nadi :70 kali/menit
Suhu :37,1 0C
Pernafasaan : 22 kali/menit
Kseadaan gizi : Baik
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus :Atletikus
Cara berjalan :Normal
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : wajar
Proses Pikir : wajar

Kulit
Warna : sawo matang
Effloresensi :-
Jaringan Parut :-
Pigmentasi : normal
Pertumbuhan rambut : merata

5
Lembab/Kering : lembab
Suhu Raba : merata
Pembuluh darah : normal, kolateral (-)
Keringat : Umum :-
Setempat :-
Turgor : baik
Ikterus :-
Lapisan Lemak : merata
Oedem :-

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : tidak ada pembesaran Leher : tidak ada pembesaran
Supraklavikula : tidak ada pembesaran Ketiak : tidak ada pembesaran
Lipat paha : tidak ada pembesaran

Kepala
Ekspresi wajah :normal
Simetri muka : simetris
Rambut : normal hitam
Pembuluh darah temporal : tidak tampak kelainan

Mata
Exophthalamus : tidak tampak kelainan
Enopthalamus : tidak tampak kelainan
Kelopak : normal tidak ada edema
Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis (-)
Visus : normal
Sklera : ikterik (-)
Gerakan Mata : normal
Lapangan penglihatan : normal
Tekanan bola mata : normal
Deviatio Konjugate : tidak tampak kelainan

6
Nistagmus : tidak tampak kelainan

Telinga
Tuli : tidak tampak kelainan
Selaput pendengaran : tidak tampak kelainan
Lubang : tidak tampak kelainan
Penyumbatan : tidak tampak kelainan
Serumen : tidak tampak kelainan
Pendarahan : tidak tampak kelainan
Cairan : tidak tampak kelainan
Mulut
Bibir : tidak terdapat sianosis
Tonsil : tidak hiperemis T1 T1
Langit-langit : tidak tampak kelainan
Bau pernapasan : normal
Gigi geligi : tidak tampak kelainan
Trismus : tidak tampak kelainan
Faring : tidak tampak kelainan
Selaput lendir : tidak tampak kelainan
Lidah : tidak tampak kelainan

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+2
Kelenjar Tiroid : tidak tampak kelainan
Kelenjar Limfe : tidak tampak kelainan

Dada
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak kelainan

Paru – Paru
Depan Belakang
Kiri simetris saat statis dan dinamis simetris saat statis dan dinamis
Inspeksi Kanan simetris saat statis dan dinamis simetris saat statis dan dinamis
7
Kiri sela iga normal, benjolan (-), sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus menurun nyeri tekan (-), fremitus menurun
Palpasi
Kanan sela iga normal, benjolan (-), sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Kiri Sonor Sonor
Perkusi Kanan Sonor Sonor
Kiri Vesikuler menurun, rhonki (-), Vesikuler menurun, rhonki (-),
Auskultasi wheezing (-) wheezing (-)
Kanan Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba pada sela iga 5, garis mid-clavicularis kiri, sebesar 2,5 cm
Batas atas: sela iga 2 garis parasternalis kiri
Perkusi Batas kanan: sela iga 4 garis parasternalis kanan
Batas kiri: sela iga 5, garis mid-clavicularis kiri
Auskultasi BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : teraba pulsasi, reguler
Arteri Karotis : teraba pulsasi, reguler
Arteri Brakhialis : teraba pulsasi, reguler
Arteri Radialis : teraba pulsasi, reguler
Arteri Femoralis : teraba pulsasi, reguler
Arteri Poplitea : teraba pulsasi, reguler
Arteri Tibialis Posterior : teraba pulsasi, reguler
Arteri Dorsalis Pedis : teraba pulsasi, reguler

Perut
Inspeksi : tampak datar, tidak tampak pembuluh darah kolateral
Palpasi Dinding perut : supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Hati : tidak ada pembesaran
Limpa : tidak ada pembesaran
Ginjal : ballotemen (-)
Lain-lain :-

8
Perkusi : timpani-redup, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : bising usus normal, 12x
Refleks dinding perut : normal

Alat Kelamin (atas indikasi)


Laki-laki
Genitalia Eksterna : tidak dilakukan

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : normotonus normotonus
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : tidak ada radang, ROM baik tidak ada radang, ROM baik
Gerakan : gerakan baik gerakan baik
Kekuatan : baik baik

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
Otot : eutrofi eutrofi
Tonus : normotonus normotonus
Sendi : aktif aktif
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : baik baik
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis Negatif Negatif

9
C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA
1. Pemeriksaan darah

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah lengkap (29 September 2016)
Hemoglobin 14,5 g/dL L: 13,2-17,3
Hematokrit 45 % P: 40-52
Leukosit 6500 mm3 3800-10600
Trombosit 237000 mm3 150-440 ribu/mm3
Waktu perdarahan 3 Menit 1-3 menit
Waktu pembekuan 5 Menit 1-7 menit
KIMIA
Ureum 31 mg/dL 10-50 mg/dL
Kreatinin 0,8 mg/dL 0,9-1,3 mg/dL
Glukosa sewaktu 126 mg/dL < 120 mg/dL

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah lengkap (03 Oktober 2016)
Hemoglobin 14,7 g/dL L: 13,2-17,3
Hematokrit 44 % P: 40-52
Leukosit 6200 mm3 3800-10600
Trombosit 229000 mm3 150-440 ribu/mm3
Eritrosit 4,98 Juta/mm3 4,5 – 5,5 juta/mm3
Hitung Jenis
- Basofil 0 % 0-1 %

- Eosinofil 2 % 2-4 %

- Neutrofil batang 3 % 3-5 %

- Neutrofil segmen 66 % 50-70 %

- Limfosit 24 % 25-40 %

- Monisit 5 % 2-8 %

LED 31 mm/jam P < 15, w < 20 mm/jam


KIMIA
Faal Hati
Protein total 6,3 g/dL 6,0 – 8,0 g/dL
Albumin 3,7 g/dL 3,4 – 4,8 g/dL
Globulin 2,6 g/dL 2,5 – 3,9 g/dL
SGOT 18 u/l 10-50 u/l
SGPT 15 u/l 10-5- u/l

10
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah rutin (05 Oktober 2016)
LED 18 mm/jam L: <15 mm/jam

2. EKG (5/9/2016)

11
Kesan :Normal sinus rhytm

3. Radiologi (5/9/2016)

Cor CTR < 50 %

12
Hilus kiri tertarik ke atas
Area avaskular di lateral hemithoraks kiriyang dibatasi garis pleura
Kesan : - Pneumotorax kiri

Fibrosis paru kanan atas


Kalsifikasi paru kanan kiri atas
Bercak infiltrate dan fibrosis paru kiri atas
Sinus kiri tumpul. Sinus kanan lancip
13
Hilus kiri tertarik ke atas
Diafragma baik
Kesan: - Bekas TB
- Efusi pleura kiri

Cor CTR < 50%


Pulmo : fibroinfiltrat dengan kalsifikasi di kanan kiri terutama atas
Sinus costofrenicus kiri tumpul
Terdapat area lusen tanpa corakan vaskuler di hemothorax kiri bawah
Kesan : - Bekas TB dengan hydropneumothorax kiri

D. RINGKASAN (RESUME)
Pasien laki-laki usia 61 tahun mengeluhsesak napas sejak 1 hari SMRS yang terus menerus

sepanjang   hari.   Sesak   napas   dirasakan   mendadak   saat   pasien   berjalan   dan   menaiki

tangga.Pasien mengatakan sesaknya tidak berkurang dengan perubahan posisi ataupun pada

14
posisi kepala lebih tinggi. Pasien mengatakan tidak merasakan nyeri dada dan tidak berdebar-
debar. Pasien mengatakan tidak mengalami penurunan berat badan yang cepat beberapa
minggu ini dan tidak mengeluhkan adanya batuk.Pasien mempunyai riwayat tuberkulosis 2
kali saat pasien berusia 31 tahun dan 50 tahun.. Selesai pengobatan os mengatakan
pemeriksaan sputum dahak negatif.Pada pemeriksaan fisik didapatkan auskultasi pada lapang
paru sebelah kiri vesikuler menurun.Pada pemeriksaan penunjang radiologi didapatkan
pneumotoraks kiri dengan bekas TB pada kedua lapang paru.
E. MASALAH
1.Pneumothoraks spontan sekunder sinistra et causa bekas tuberkulosis
Dipikirkan pneumothorak sinistra berdasarkan gejala klinis pasien yaitu sesak nafas
dan tidak dipengaruhi perubahan posisi, hasil pemeriksaan fisik dimana suara napas kiri
lebih lemah dari kanan dan hasil foto thoraks dimana terdapat gambaran avaskular pada
daerah kiri.Bekas tuberculosis berdasarkan riwayat penyakit dahulu pasien berupa riwayat
tuberculosis 2 kali dan hasil pemeriksaan penunjang radiologi didapatkan adanya
gambaran fibrosis dan kalsifikasi pada kedua lapang paru bagian atas.

F. RENCANA TATALAKSANA
Rencana diagnostik :
- Pemeriksaan Sputum BTA S-P-S
- Pemeriksaan LED ulang

Rencana pengobatan:
- Pemasangan WSD (Water Seal Drainage) dengan dilakukan follow up foto thoraks
PA ulang pasca pemasangan WSD untuk melihat pengembangan dari paru pasien
dan dilakukan pemeriksaan undulasi pada ujung pipa WSD, jika undulasi hilang
dapat di follow up apakah paru-paru pasien mengembang atau pipa WSD tertekuk.
- Pleurodesis
- O2 5 liter/menit dengan sungkup
- IVFD RL10 tpm
- Ceftriaxon inj 1x2 gram IV
- Ranitidine inj 1x1 amp IV
- Ondansentron inj 1x1 amp IV

Rencana edukasi:
- Berbaring dengan posisi kepala lebih tinggi
- Latihan bernafas dengan oksigen

15
G. KESIMPULAN DAN PROGNOSIS
Laki-laki 61 tahun, dengan .Pneumothoraks spontan sekunder sinistra et causa bekas
tuberkulosis
PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : ad bonam
- Ad santionam : ad bonam

FOLLOW UP

12oktober 2016 S Sesak napas (+)


Badan terasa lemas
O KU : Compos Mentis, Tampak Sakit Sedang
TTV : TD 110/80 mmHg
Nadi 84 x/menit
Napas 28 x/m
Suhu 36,6 oC
Paru : Wheezing -/- , Ronkhi -/-
Suara napas lemah pada sisi kiri
A Pneumothoraks Sinistra
P - Terapi lanjut
- Undulasi (-)
13oktober 2016 S Sesak napas berkurang
O KU : compos mentis, Tampak sakit sedang
TTV : TD 130/80 mmHg
Nadi 80 x/menit
Napas 22 x/m
Suhu 36 oC
Paru : suara napas vesikuler melemah pada lapang paru kiri, Wheezing -/- ,
Ronkhi -/-
A Pneumothoraks Sinistra
P - Off WSD
- Pasien dapat pulang jam 16.00 WIB diberi obat :
- Paracetamol tab 500 mg 2x1
- Cefadroxil tab 500 mg 2x1 (hanya 3 hari)

Tinjauan Pustaka

BAB 1

16
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang
terhadap rongga dada.Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau
traumatik.Pneumothoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder, primer jika
menyebabnya tidak diketahui, sekunder jika terdapat latar belakang penyakit paru.
Pneumothoraks traumatic dibagi menjadi pneumothoraks iatrogenic dan bukan
iatrogenic.1
Insidens pneumothoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1.Pneumothoraks spontan
primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru
sebelumnya. Pneumothoraks spontan primer banyak dijumpai pada pria dengan usia
Antara decade 3 dan 4. Salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia
kurang dari 45 tahun. Seaton dkk, melaporkan bahwa pasien tuberculosis aktif mengalami
komplikasi pneumothoraks sekitar 1,4%, dan jika terdapat kavitas paru komplikasi
pneumothoraks meningkat lebih dari 90%.1

BAB II
ISI

2.1 Anatomi dan fisiologi paru

17
Rongga thoraks atau cavitas thoracis berisi organ vital paru dan jantung.2Paru-paru
dan pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks dengan jantung di antaranya,
sedangkan aorta descendens serta oeshophagus terletak di belakang jantung. Pleura
terbagi atas 2 lapisan, yaitu: pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis
merupakan selaput tipis dari membrana serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah
yang menghadap mediastinum, pleura ini beralih meliputi paru-paru sehingga disebut
pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura visceralis ini membugkus paru-paru dan
melekat erat pada permukaannya. Ruangan potensial antara kedua lapisan pleura ini
disebut cavitas pleuralis yang hanya berisi lapisan tipis cairan untuk lubrikasi.3
Volume dan kapasitas paru-paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut
spirometer. Dengan menggunakan alat ini, volume paru diklasifikasikan menjadi 4,
yaitu:3
-
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali
bernapas normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.

-
Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi
setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya
mencapai 3000 mililiter.

-
Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstar maksimal yang dapat
diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah
normalnya adalah sekitar 1100 mililiter.

-
Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah
ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.

Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena
gerak otot pernapasan yaitu m.intercostalis dan diafragma yang menyebabkan rongga
dada membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus
Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis bergantung
pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang membesar akan akan
menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara akan terhisap ke dalam alveolus.
Sebaliknya bila m.intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil sehingga
udara akan terdorong keluar. Sementara itu, karena adanya tekanan intraabdominal maka
diafragma akan terdorong ke atas apabila tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu
lenturnya dinding thoraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdominal
18
menyebabkan ekspirasi jika m.intercostalis dan diafragma kendur dan tidak
mempertahankan keadaan inspirasi.Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang
pasif.2
Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja, ventilasi paru dapat
dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam thoraks bersamaan
dengan mengembangnya thoraks.Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding
dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdominal. Hal ini dilakukan pada
ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan bantuan napas dari mulut ke
mulut.2
Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara
masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru
tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding thoraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada
pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberikan tekanan negatif maka udara
ini akan terhisap dan paru dapat dikembangkan lagi.2
2.2 Pneumotoraks
2.2.1 Etiologi
2.2.1.1 Pneumotoraks spontan
Pneumotoraks spontan adalah pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba
tanpa adanya suatu penyebab (trauma atau iatrogenic), ada 2 jenis yaitu:1
1. Pneumotoraks spontan primer, adalah suatu penumotoraks yang terjadi
tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya
pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas
fisik yang berattetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai
sekarang belum diketahui penyebabnya
2. Pneumotoraks spontan sekunder, adalah suatu pneumotoraks yang terjadi
karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK,
asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya)

2.2.1.2 Pneumotoraks traumatik


Pneumotoraks traumatic adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robekan
pleura, dinding dada, maupun paru.Pneumotoraks traumatic diperkirakan
40% dari semua kasus pneumotoraks.Pneumotoraks traumatic tidak harus
disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka.Trauma

19
tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks.Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada
adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat
dilakukan kanulasi vena sentral. Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks
traumatik dibagi 2 jenis yaitu:1
1. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
2. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
 Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura.
 Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah
suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke


dalam tiga jenis, yaitu:1,4
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.Tekanan
di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun
berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya.Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
20
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura
sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan
yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif .Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum
dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser
ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin
lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil.Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar .Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal napas.
2.2.2 Patogenesis
2.2.2.1 Pneumotoraks spontan primer (PSP)
PSP terjadi karena robeknya suatu kantung udara dekat pleura
viseralis.Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien
pneumotoraks spontan yang parunya di reseksi tampak adanya satu atau
dua ruang beriri udara dalam bentuk bleb dan bulla.Bulla merupakan suatu
kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotic yang menebal, sebgaian
oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru
emfisematos.Bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalu jaringan
intersisial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura viseralis yang kemudian
berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terbentuknya bulla atau bleb
belum jelas, banyak pendapat mengatakan terjadi kerusakan bagian apeks
paru berhubungan dengan iskemi atau peningkatan distennsi pada alveolus
bagian apeks paru karena akibat tekanan pleura yang lebih negative.1
2.2.2.2 Pneumotoraks spontan sekunder (PSS)
PSS terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan sering
berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pathogenesis PSS
21
multifactorial, umumnya terjadi akibat komplikasi PPOK, asma, fibrosis
kistik, tuberculosis paru, penyakit-penyakit paru infiltrative liannya
( misalnya pneumonia supuratif). Artritis rheumatoid juga dapat
menyebabkan pneumothoraks sekunder karena terbentuknya nodul
rheumatoid paru.
2.2.3 Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah1
1. sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
2. nyeri dpada, yang didapatkan pada 75-90% pasien
3. batuk-batuk yang didapatkan pada 25-35% pasien
4. tidak menunjukkan gejala yang terdapat sekitar 5-10% pasien dan biasanya pada
pneumothoraks spontan

2.2.4 Pemeriksaan fisik


Suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai
menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau
meningkat/hipersonor.Pneumotoraks ukuran kecil biasanya hanya menimbulkan
takikardi ringan dan gejala yang tidak khas.Pada pneumothoraks ukuran besar
biasanya di dapatkan suara napas yang melemah bahkan sampai menghilang pada
asukultasi, fremitus raba menurun, dan hipersonor. Pneumothoraks tension dicurigai
apabila didapatkan takikardi berat, hipotensi, dan pergeseran mediastinum atau
trakea.1

2.2.5 Pemeriksaan penunjang


1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan
dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
-
Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami
pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami
pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak.
Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh
batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura
visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

22
Gambar 1.Tanda panah menunjukkan pneumothorax line5

Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak


panah merupakan bagian paru yang kolaps6
-
Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa
(11)
maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. Normalnya, sudut
kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke
bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga
pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh
karena itu, seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut
kostofrenikus yang lebih dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut
kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip pada foto dada seri. Jika hal ini
terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi tegak. Selain deep
sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung yang terlihat
lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara
berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.7

23
Gambar 3. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan)6
-
Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung
yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani
akan menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu,
sela iga menjadi lebih lebar.8,9

Gambar 4. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan)4


Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat
masuk ke dalam rongga pleura.Pada pasien dengan adhesif pleura
(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi
inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang
sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di mana paru menjadi
kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit. Pada kedua pasien ini
24
perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothoraxatau encysted
pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas
akibat adanya adhesif pleura.Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah
adanya daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang
telur. 10

Gambar 5. Loculated Pneumotoraks11


Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi
tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi
supinasi.Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi
penuh.Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi
lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan sehingga lebih
mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang berukuran lebih
kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh
akan terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya.
Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan foto
lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi pada
hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat dibandingkan
pada posisi tegak.9,10
Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi

- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung mulai
dari basis sampai ke apeks.

25
Gambar 7. CT-Scan thoraks yang menunjukkan pneumomediastinum12

- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah kulit.

Gambar 8. Emfisema subkutan13


- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada kasus
Hidropneumotoraks.

Gambar 9. Hidropneumothoraks14
26
Dalam kasus pneumotoraks ini kita juga perlu mengetahui bagaimana cara
menghitung luas pneumothoraks.Perhitungan luas pneumotoraks ini berguna
terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis.
Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru,
antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus 1
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus
rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter
kubus adalah :

83 512
______ ________
= = ± 50 %
103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan
jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga,
dan dikalikan sepuluh.1

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.1

27
(L) hemitorak – (L) kolaps paru
(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

2. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.

Gambar 10. CT-Scan pneumothoraks6

2.2.6 Diagnosis banding


- Miokardium infark akut:
nafas yang pendek dan sakit dada, namun sakit dada pada MI biasanya spesifik
seperti di hancurkan, sentral dan menyebar ke daerah rahang, tangan kiri atau
perut. Namun pasien dengan MI bisa juga superinfeksi dengan penyakit paru.
- Emphysema
kehilangan fungsi jaringan paru dan digantikan dengan rongga berudara yang
juga menyebabkan nafas yang pendek-pendek, berkurangnya asupan udara dan
meningkatnya resonansi pada pemeriksaa. Emphysema merupakan penyakit
kronik, bedanya emphysema difus sedangkan pneumothorax local, anamnesis,

28
pemeriksaan fisik dan foto rontgen harus dilakukan dan dinilai teliti sehingga
dapat didapatkan hasil yang akurat.

2.2.7 Komplikasi
Pneumothoraks tension dapat mengakibatkan kegagalan respirasi akut, pio
pneumotoraks , hidro pneumotoraks, atau hemo peumotoraks, henti jantung, dan
kematian (sangat jarang terjadi). Pneumotoraks spoantan dapat mengakibatkan
terjadinya pneumomediastinum dan emfisema subkutan, biasanya karena pecahnya
esophagus atau bronkus.1

2.2.8 Penatalaksanaan1
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-
24 jam pertama selama 2 hari.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam
botol
29
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula.Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai
menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula
ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol

3) Pipa water sealed drainage (WSD)


Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.Pemasukan troakar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga
ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior.Selain itu dapat
pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga
pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih
tertinggal di rongga pleura.Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada
dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.Posisi ujung pipa
kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif.Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-
20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa
dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Tujuan pemasangan WSD, yaitu
1. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga
thorak
2. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
3. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
4. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
30
5. Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut

Indikasi pemasangan WSD

a. Pneumothoraks :
Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
Luka tusuk tembus
Klem dada yang terlalu lama
Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b. Hemothoraks :
Robekan pleura
Kelebihan antikoagulan
Pasca bedah thoraks
c. Hemopneumothorak
d. Thorakotomy :
Lobektomy
Pneumoktomy
e. Efusi pleura : Post operasi jantung
f. Emfiema :
g. Penyakit paru serius
h. Kondisi indflamsi
i. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
j. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontraindikasi pemasangan WSD

a. Infeksi pada tempat pemasangan


b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop. Tindakan ini sangat efekti dalam penanganan PSP
dan mencegah berulangnya kembali.Dengan prosedur ini dapat dilakukan
reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk pleurodesis. Tindakan ini
dilakukan apabila tindakan aspirasi maupun WSD gagal, paru tidak
mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi, terjadinya fistula
bronkopleura, dan timbullnya kembali pneumotoraks setelah tindakan
pleurodesin
4. Torakotomi
Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi.
Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla

31
terdapat pada apeks paru, maka tindakan torakotomi ini efekti untuk reseksi bleb
atau bulla tersebut
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

2.2.9 Prognosis
Pasien dengan pneumothoraks spontan hampir separuhnya mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy.Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang
dilakukan torakotomi terbuka.Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik,
umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pada pneumotoraks sekunder tergantung
pada penyakit paru yang mendasarinya.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiono HB, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Buku ajar ilmu penyakit salam.
Jilid III. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.2339-46
2. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku ajar ilmu bedah.
Jakarta :EGC;1997.h.404-19.
3. Wibowo, Daniel, Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi tubuh manusia.
Yogyakarta : Graha Ilmu;2009.h.209-20.

32
4. Alsagaff, Mukty H, Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-Dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya : Airlangga University Press; 2009.h.162-179
5. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
6. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [26 September 2011]. Available
fromwww.emedicine.com
7. Ketai, LH. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second Edition.
China: Elsevier Saunders; 2006.p.172-7.
8. Ekayuda I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta :Balai
Penerbit FKUI;2005.h.119-22.
9. Reed, JC. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam : Radiologi thoraks. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran; 1995.h.63-4.
10. David S. Pneumothorax. In : A textbook of radiology and imaging. Vol. 1. 5th edition.
London : Churchill Livingstone; 1992.p.371-4.
11. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [28 September 2011]. Available
from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-pneumothorax
12. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [28 September 2011]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
13. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28 September 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
14. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [28 September 2011]. Available
from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-hydropneumothorax-1

33

Anda mungkin juga menyukai