Anda di halaman 1dari 16

1.

ANAK ANAK

a. Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak


dapat mengungkapkan keluahannya secara verbal.
b. Amati adanya gerakan spontan terhadap area tertentu yang dilindungi
c. Tahapan assesmen berupa :
A. assesmen pediatric dengan tanda kegawatdaruratan
1) airway ( jalan napas ) : apakah jalan napas bebas ( stridor )
a. bila terjadi aspirasi benda asing : lakukan back blows, chest thrust atau
perasat hemlich. Evaluasi mulut anak apakah ada bahan obstruksi
yang bisa dkeluarkan
b. bila tidak ada aspirasi benda asing
 tidak ada dugaan trauma leher
bayi / anak sadar
- lakukan head tilt dan chin lift
- lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan bersihkan
secret dari rongga mulut
- biarkan bayi / anak dalam posisi yang nyaman
bayi / anak sadar
- lakukan head tilt dan chin lift
- lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan bersihkan
secret dari rongga mulut
- evaluasi jalan nafas dengan melihat pergerakan dinding dada
 ada dugaan trauma leher dan tulang belakang
- stabilisasi leher dan gunakan jaw thrust tanpa head tilt
- lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bilaada dan bersihkan
secret dari rongga mulut
- evaluasi jalan nafas dengan melihat pergerakan dinding dada

pada pasien anak anak :pembukaan jalan nafas tidak perlu


diektensikan kepalanya, hanya sdikit diekstensikan saja

2) breathing ( pernafasan ) :apakah ada kesulitan bernafas ?


berikan oksigen dengan nasal kanul, maupun masker, bila masih tidak
bernafas atau bernafas tidak adequa, berikan nafasbantuann dengan bag
and mask,harus diingat bahwa frekuensi pernafasan anak lebih cepat dila
dibandingkan dengan dwasa.
3) circulation ( sirkulasi ) : tanda syok ( akral dingin, capillary refill> 2 detik, nadi
lemah dan cepat
B. assesmen pediatric dengan tanda prioritas
Anak ini perlu segera mendapatkan pemeriksaan dan penanganan ( konsep
4T3PR MOB ) yaitu :
Tiny baby ( bayi kecil < 2 bulan ) Respiratory distress :

Temperature : anak sangat panas Reastless, irritable or lethargic :


gelisah, mudah, marah, lemah

Trauma : trauma atau kondisi yang Referral : rujukan segera


perlu tindakan bedah segera
Trismus Malnutrition

Pallor : sangat pucat Oedema : bengkak kedua


punggung kaki

Poisoning : keracunan Burns : luka bakar

Pain : nyeri hebat

Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan


pemeriksaan dan penaganan lebih lanjut dengan segera.

C. Assesmen pediatric tidak gawat


lanjutkan dengan pemeriksaan dan penatalaksanaan sesuai prioritas anak
a). keadaan umum
i. tingkat kesadaran, kontak mata, perhatiantehadap lingkungan sekitar
ii. tonus otot : normal, meningkat, menurun/ flaksid
iii. respons terhadap orang tua/ pengasuh : gelisah , menyenangkan
b). kepala
i. tanda trauma
ii. ubun ubun besar ( jika masih terbuka ) : menonjol atau cekung
c). wajah
i.pupil : ukuran, simetris, reflex cahaya
ii. hidrasi : air mata. Kelembapan mukosa mulut
d). leher : jkaku kuduk
e). dada :
i. stridor, retraksi sela iga, peningkatan frekuensi nafas
ii. auskultasi : suara nafas meningkat / menurun, simetris kana kiri, ada
rhonki, wheezing, jantung : regular, frekuensi, suara tambahan
f). abdomen : supel, distensi, nyeri, bising usus
g). anggota gerak : nadi brakhialis, tandatrauma, tonus otot, pergerakan, suhu
dan warna kulit, CRT, nyeri, reflek fisiologis, reflek patologis
h). pemeriksaan neurologis
2. LANJUT USIA YANG LEMAH

A. Anamnesa
- Awal anamnesa seupa dengan anamnesa yang lain berupa identitas
penderita, tetapi pertanyaan pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih
terinci dan terarah, sebagai berikut :
- Identitas penderita : nama, alamat, umur, perkawinan, anak, pekerjaan,
keadaan social ekonomi
- Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesa mengenai factor risiko sakit
yaitu usia sangat lanjut (> 70 tahun ), dan lain lain
- Anamnesa tentang obat, baik sebelum sakit ini atau yang diminum dirumah,
baik yang berasal dari resep dokter atau yang dibeli bebas
- Penilaian system : bagian ini berbeda dengan anamnesa penderita
golongan umur lain, karena tidak berdasarkan model medsik
- Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan alo
anamnesa dari orang/ keluarga yang merawat sehari hari : anamnesa
tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan, anamnesa tetang berbagai
gangguan yang terdapat : menelan, masalah gigi, gigi palsu, gangguan
komunikasi/ bicara
- Kepribadian perasaan hati, kesadararan dan afek ( aloanamnesa)

B. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital
- Pemeriksaan tekanan darah harus dilaksanakan dalam keadaan tidur,
duduk dan berdiri, masing masing dengan selang 1-2 menit, untuk melihat
kemungkinan terdaptnya hipotensi ortostatik
- Pemeriksaan fisik untuk menilai sisten, pemeriksaan organ dan system ini
perlu disesuaikan dengan tingkat kemempuan pemeriksa/ dokter
- Pada pelaksanaan dilakukan pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada
anamnesa penilaian system, yaitu : pemeriksaan syaraf kepala, pemeriksaa
panca indera, saluran nafas atas, gigimulut
- Pemeriksaan dada, paru paru, jantung, dan seterusny sampai pada
pemeriksaan ekstermitas, reflek reflex, kulit integument

C. Pemeriksaan Tambahan
- Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
penderita, tingkat keahlian pemeriksa
- Pemeriksaan rutin pada usia lanjut : foto thoraks, EKG, laboratorium darah/
urin/ feses rutin , gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid,
kadar serum B6, B12
D. Pemeriksaan Fungsi
- Pelaksanaan assesmen fungsi fisik dan psikis penderita dapat dibagi
beberapa jenis :
- Aktivitas hidup sehari hari (AHS dasar )
- Kemampuan mental kognitif

3. SAKIT TERMINAL

1. Aspek keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan assesmen yang tepat sebagai berikut :
a. Assesmen tingkat pemahaman pasien dan atau keluarga
 Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan
segera sembuh.
 mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi. Kadang kadang keluarga menghindari percakapan
tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
 Open awarence : keluarga telah mngetahui tentang proses kematian dan
tidak merasa keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit
dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapat kesempatan untuk
menyelesaikan masalah masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga seperti autopsy atau
donasi organ.
b. Assesmen factor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai
masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang
terjadi pada pasien terminal meliputi :
1. Pernapasan ( breath ):apakah teratur atau tidak, ada sura tambahan atau
tidak, sesak nafas atau tidak, ada batuk atau tidak, jika ada produktif atau
tidak, ada sputum atau tidak, warna nya apa, bau, dan jenisnya
2. Kardiovaskuler ( blood ) : bagaimana iram jantung, regular atau tidak, adakah
akral dingin atau tidak ada, pucat atau tidak, bagaiman pulsasinya,apakah
ada perdarahan atau tidak, berapa tensi dan MAP dalam mmHg
3. Persyarafan ( brain ): berapa GCS nya , apakah ada tanda tanda TIK,
4. Perkemihan ( bladder ) : bagaimana area perkemihannya, bersih atau tidak,
berapa jumlah cairan masuk cc/hari, bagaiman cara buang air kecil, apakah
spontan atau bantuan, bagaimana produksi urin, jumlah cc/jam
5. Pencernaan ( bowel) : bagaimana napsu makan,bagaimana porsi
makan,minum brp cc/ hari,apakah mulut bersih, apakah ada mula muntah,
buang air besar berapa kali sehari
6. Musculoskeletal: bagaimana pergerakan sendi, bagaiman warna kulit,adakah
odem, adakah dekubitus,apakah ada lukanya,apakah ada kontraktur, apakah
ada fraktur atau tidak, apakah ada jalur infuse atau tidak
c. Assesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan assesmen nyeri pasien, bila nyeri sangat mengganggu maka segera
lakukan manajemen nyeri yang memadai.

d. Assesmen factor culturopsikososial


1. Tahapdenial : assesmen pengetahuan pasien,kecemasan pasien dan
penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2. Tahap anger : pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali,
komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri
3. Tahap bargaining : pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk
mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.
4. Tahap depresi :assesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka
untuk mendapatkan data pasien.
5. Tahap acceptance : assesmen keinginan pasien untuk istirahat / menyendiri.

e. Assesmen factor spiritual


Assesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohaniatau seseorang yang
dapat membantu kebutuhan spiritualnya,biasanya pada saat pasien sedang
berada ditahap bargaining.

Intervensi keperawatan :

a. Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien


b. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
c. Lakukan suctionbila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas
d. Berikan nutrisi dan cairan yang adequate
e. Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/ infeksi cornea
f. Lakukan oral hygiene
g. Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan masase pada daerah
penonjolan tulang dengan minyak kayu putih untuk mencegah dekubitus.
h. Lakukan manajemen nyeri yang memadai
i. Anjurkan keluarga untuk mengunjungi dan mengajak pasien untuk berdoa
j. Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan terhadap pasien dan
keluarganya
k. Ajakkeluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap
asuhan pasien, sepertia penghentian bantuan hidup ( withdrawing support
)atau penundaan bantuan hidup ( withholding life support ).
2. Aspek medis

1. Intervensi medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius maka beberapa
inteversi medisdapat memperpanjang hidup pasien , sebagai berikut :
a. Tindakan resusitasi jatung paru dan otak
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti nafas atau henti jantung. RJPO diindikasikan untuk
pasien yang tidak bernafasdan tidakmenunjukkan tanda tanda sirkulasi
dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
b. Pemakaian alat ventilasi mekanik(ventilator )
Pemakaian ventilator ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit
yang berpotensi atau menyebabkan gagal nafas.
c. Pemberian nutrisi
1. Feeding tube , seringkali pasien sakit terminal tidak bisa
mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakukan
pemasangan feeding tube untuk memenuhi nutrisi tersebut.
2. Parenteral nutrisi, adalah upaya untuk mengirim nutrisi secara
langsung ke dalam pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga
kebutuhan nutrisi pasien.
d. Tindakan dialysis
Tindakan dialysis diberikan pada apsien terminal yang mengalami
penurunan fungsi ginjal baik yang akut maupun yang kronik gengan LFG
< 15 ml/menit. Pada keadaan ini fugsi ginjal sudah sangat menurun
sehngga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai
uremia.
e. Pemberian antibiotik
Pasien terminal memilikiresiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat inipaling sering ditemukan
pada saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran darah

2. Withdrawing life support dan withholding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (
withdrawing life support ) dan penundaan bantuan hidup ( withholding life
support ) yang dilakukan pada pasien yang dirawat diruang intensif.
Keputusan withdrawing/withholding adalah keputusan medis dn etis yang
dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang
memilikikompetensi dan 2 dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis
rumah sakit.
Adapun syarat dari withholding life support adalah sebagai berikut :
a. Informed consent
Untuk tindakkan penghentian atau penundaan tindakan kedokteran
harus ada persetujuan dari keluarga terdekat pasien. Persetujuan ini
harus diberikan secara tertulis dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam penrnyataan pemberian informasi kondisi terminal yang disimpen
dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan
setelah keuarga mndapatkan penjelasan dari tim DPJP yang
bersangkutan dengan beberapa hal sebagaiberikut :
1. Diagnosis
2. Terapi yang sudah diberikan
3. Prognosis : prognosis tentang hidyp matinya, fungsinya, kesembuhan
b. Kondisi terminal
Tidak dilakukan tindakan luar biasa pada pasien yang jika diterapi hanya
memperlambat waktu kematian dan buka memperpanjang kehidupan.
Pasien yang masih sadar tapi tanpa pengharapan hanya dilakukan
tindakan paliatif /terapetik agar pasien nyaman dan bebas nyeri.

c. Mati batang otak


Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan funsi
batang otak yang irreversible. Setelah criteria mata batang otak (MBO )
dipenuhi pasien ditentukan meninggla dan disertifikasi MBO serta semua
terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung
paru pasien diteruskan sampaiorgan yang diperlukan diambil. Keputusan
MBO dilakukan oleh 3 dokter yaitu dokter spesialis anestesi atau dokter
lain yang memilikikompetensi, dokter saraf, dan satu dokter lain yang
ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
Pengujian proseur MBO sebagai berikut :
1. Memastikan henti reflek batang otak dan henti nafas yang menetap (
irreversible ) yaitu :
 Tidak ada respon terhadap cahaya
 Tidak ada reflek kornea
 Tidak ada reflek vestibule okuler
 Tidak ada respon mtor terhadap rangsangan kuat pada area somatic
 Tidak ada reflek muntah atau reflek batuk terhadap rangsangan
terhadap kateter yang dimasukan ke trachea
 Tes henti nafas posistif.
2. Bila tes henti reflek batang otak dan henti nafas positif maka tes diulangi
25 menit kemudian
3. Bila tes positif maka pasien dinyatakan meninggal walaupun jantung
masih berdenyut dan ventilator harus segera dihentikan.
4. Pasien dinyatakan meninggal jika batang otak dinyatakan mati dan
bukan pada saat mayat dilepas ventilatornya atau jantung berhenti
berdenyut.
3. PASIEN DENGAN RASA NYERI YANG KRONIS DAN INTENS

Manajemen nyeri kronik

A. Prinsip level 1:

1. Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, perbaiki


tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stress, kurangi nyeri).
2. Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk meningkatkan fungsi
3. Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif dengan
restorasi fungsi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.

• Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang rumit dan
kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stress, latihan fisik, terapi
relaksasi, dan sebagainya

• Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah manajemen nyerinya

• Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri

• Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol

• Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk control
dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien.

• Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien

• Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap

• Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri. iv. Manajemen
psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien)

B. Manajemen level 1: menggunakan pendekatan standar dalam penatalaksanaan


nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi, nonfarmakologi, dan tetapi pelengkap /
tambahan.
C. Nyeri Neuropatik

• Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri:

− Control gula darah pada pasien DM

− Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien tumor dengan kompresi


saraf
− Control infeksi (antibiotic)

• Terapi simptomatik:

− antidepresan trisiklik (amitriptilin)

− antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin

− obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)

− OAINS, kortikosteroid, opioid

− anestesi regional: blok simpatik, blok epidural /


intratekal, infus epidural / intratekal

− terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi


spinal, pijat

− rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu,


latihan mobilisasi, metode ergonomis

− prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf


dengan radiofrekuensi

− terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi

(mengurangi tegangan otot dan toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku


kognitif (mengurangi perasaan terancam atau tidak nyaman karena nyeri
kronis)

D. Nyeri otot

• lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor psikososial yang
dapat menghambat pemulihan

• berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar / awal
dan ditingkatkan secara bertahap.

• Rehabilitasi fisik:

− Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas,


keseimbangan

− mekanik

− pijat, terapi akuatik


• manajemen perilaku:

- Stress / depresi
- Teknik relaksasi
- Perilaku kognitif
- Ketergantungan obat
- Manajemen amarah

• terapi obat:

− analgesik dan sedasi

− antidepressant

− opioid jarang dibutuhkan

E. Nyeri inflamasi

• control inflamasi dan atasi penyebabnya

• obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid

F. Nyeri mekanis / kompresi

• penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan kompresi pada struktur
yang sensitif dengan nyeri, dislokasi, fraktur.

• Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi, bidai,


alat bantu.

• Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi nyeri


saat terapi lain diaplikasikan.

G. Manajemen level 1 lainnya

i. OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri non-neuropatik

ii. Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid jangka
panjang untuk nyeri kronik non-kanker.9

iii. Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal, injeksi
intra-sendi, injeksi epidural

iv. Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal


H. Manajemen level 2

i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan rehabilitasinya


atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infus intratekal).

ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen level 1.

iii. Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan dengan
manajemen level 1.

4. WANITA DALAM PROSES MELAHIRKAN

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) ,lahir normal dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam ,tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin

A. Tanda – Tanda Persalinan

Tanda – tanda persalinan dimulaianya persalinan ( Mochtar, 1998 ) adalah :


1. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin
pendek
2. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda yaitu :
a. Ketuban pecah
b. Pengeluaran lender
c. Lendir bercampur darah
3. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan service
a. Perlunakan serviiks
b. Pendataran serviks
c. Terjadi pembukaan serviks

B. Mekanisme Persalinan

1. Turunnya Kepala

Turunnya kepala dapat dibagi dalam :


a. Masuknya Kepala Dalam PAP
Pada primigravida masuknya kepala pada bulan terakhir kehamilan
sedangkan pada multigravida pada permulaan persalinan. Masuknya kepala dam
PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan fleksi ringan.
1) Jika sutura sagitalis ditengah – tengah antara simpiis dan promontorium maka
dikatakan kepala dalam syinclitismus. Pada syinclintismus, os pariental depan
sama tingginya dengan os pariental belakang.
2) Jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati sympisis atau agak kebelakang
mendekati promotorium maka dikatakan kepala dalam asinclitismus.
Asinclitismus posterior jika sutura sagitalis mendekati sympisis dan os pariental
belakang lebih rendah dari depan. Asinclitismus anterior jika sutura sagitalis
mendekati promontoriumdanosperiental depan lebih rendah dari belakang.
2. Majunya Kepala
Pada primigravida terjadi setelah kepala masuk kedalam rongga panggul dan
biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya kepala dan
masuknya kepala kedalam rongga terjadi bersamaan. Majunya kepala ini
bersamaan dengan gerakan gerakan yang lain ialah : Fleksi, putarann paksi dalam
dan extensi.
3. Fleksi
Dengan majunya kepala biasanya fleksi bertambah hingga UUK jelas lebih rendah
dari UUB. Keuntungan bertambahnya fleksi ukuran kepala yang lebih kecil melalui
jalan lahir diameter suboccipito bregmatika ( 9,5 cm ). Menggantikan subbocipito
flontalis ( 11 cm ) flesi ini disebabkan karena anak didorong maju dan mendapat
tahanan dari pinggir atas panggul, cervicx, dinding panggul dan dasar panggul.

4. Putaran Paksi Dalam

Putaran paksi dalam ialah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa
sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar kedepan kebawah
symphysis. Presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun –
ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar kedepan kebawah symphysis.
Putaran paksi dalam merupakan suatu usaha untuk menyampaikan posisi kepala
dengan bentuk jalan lahir, kghususnya bidang tengah dan pitu bawah panggul.
Putaran paksi dalam ini bersamaan dengan majunya kepala dan tidak sebelum
kepala sampai kehodge III.
5. Ekstensi

Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai dari dars panggul, terjadilah
ekstensi atau defleksi dari kepala hal ini disebabkan sumbu jalan lahir pada pintu
bawah panggul mengarah kedepan dan atas. Pada kepala bekerja dua kekuatan,
yang satu mendesak kebawah dan tahanan dasar panggul yang menolak keatas.
Dimana suboccipito menjadi pusat pemutaran ( hypomochlion ) maka lahirlah
berturut – turut UUB, dahi, hidung mulut dan dagu dengan gerakan extensi.
6. Putaran Paksi Luar

Gerakan yang terakhir adalah gerakan paqksi luar yang sebenarnya disebabkan
karena ukuran bahu ( diameter bisacromial ) menempatkan diri dalam diameter
anterior posterior dari pintu bawah panggul.

7. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai bawah symphysis dan arahkan
bahu kebawah untuk melahirkan bahu depan. Setelah itu diarahkan keatas agar
bahu belakang dapat lahir.

5. WANITA DALAM PROSES TERMINASI KEHAMILAN

Terminasi kehamilan adalah pengakhiran kehamilan dengan upaya


pengeluaran buah kehamilan. Pengakhiran kehamilan harus dilakukan dengan
indikasi tertentu yaitu indikasi medis.

Indikasi :

a.Abortus tertunda (missed abortion)


b.Telur kosong ( blighted ovum )
c.Mola hidatidosa
d.Abortus insipiens
e.Abortus inkomplit
f.Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
g.Ketuban pecah dini
h.Kehamilan lewat waktu
i.Pertumbuhan janin terhambat (PJT) berat.
j.Kematian janin dalam rahim
k.Indikasi ibu : penyakit yang membahayakan ibu apabila kehamilan di teruskan –
seperti preeklamsi/eklamsi

Pengakhiran kehamilan sampai umur kehamilan 12 minggu :

Persiapan :

- Keadaan umum memungkinkan : Hb > 10 gr %


- Pada abortus febrilis: di berikan dulu antibiotika 3 hari baru akan dilakukan
kuretase tajam atau 6 jam bila akan dilakukan kuretase vakum.
- Pada abortus tertunda periksa juga : trombosit, waktu pembekuan, waktu
pendarahan, dan waktu protrombin.
Tindakan :

1. Kuretasi vakum atau


2. Dilatasi dan kuretase

Pada kasus mola hidatidosa :

Dilakukan kuretase vakum setelah KU memungkinkan (lihat pengelolaan penyakit


trofoblas)

Pengakhiran pada umur kehamilan 13-20 minggu :

 Pemberian oksitosin-secara seri, oksitosin 2 din, unit intra muskuler di berikan


setiap 30 menit maksimal pemberian 6 kali.
 Tetes oksitosin 10 unit dalam 500 cc dextrose 5% mulai 20tt/menit maksimal
60tt/menit.
 Preparat prostaglandin di berikan atas ijin dan pengawasan spesialis.
 Untuk membantu pembukaan serviks dapat dilakukan pemasangan batang
laminaria 12 jam sebelum pengakhiran kehamilan.
 Di lakukan kuretase bila masih terdapat sisa jaringan.

Pengakhiran pada umur kehamilan lebih 20 minggu :

di berikan tetes oksitosin, 2 IU dalam 500 cc dextrose 5% 20 tt/menit, dinaikan


5tt/menit setiap 330 menit maksimal 60 tt/ menit, kecuali pada grande multipara 40
tt/menit

Pengakhiran kehamilan >28 minggu:

1. Misoprostol 50 ug intra vaginal,yang dapat di ulangi 1 kali 6 jam setelah


pemberian pertama
2. Pemasangan metrolia 100cc 12 jam sebelum induksiuntuk pematangan
serviks(tidak efektif bila dilakukan pada KPD)
3. Pemberian tetes oksitosin 5 iu dalam dextrose 5% mulai 20 tt/menit sampai
maksimal 60 tetes untuk primi dan multi gravid,40 tetes untuk grande multi gravid
sebanyak 2 labu
4. Kombinasi ke 3 cara di atas

6. PASIEN DENGAN KELAINAN EMOSIONAL ATAU GANGGUAN JIWA


7. PASIEN DIDUGA KETERGANTUNGAN OBAT ATAU ALKOHOL

Penatalaksanaan pasien diduga ketergantungan obat atau alcohol terdiri dari


pengobatan dan pemulihan.
a. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA missal dengan detoksifikasi, detoksifikasi
adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus obat, dengan 2
cara yaitu
 Detoksifikasi tanpa substitusi : tanpa obat pengganti, dibiarkan sampai
gejala putus obat hilang sendiri.
 Detoksifikasi dengan substitusi : dengan obat pengganti missal kodein,
bufremorfin, metadon yang diberikn dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
b. Rehabilitasi
Rahabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukansecara utuhdan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, soaial dan religi agar pengguna NAPZA yang
menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangna pasien baik fisik,
mental, social, dan spiritual.
c. KORBAN KEKERASAN ATAU TERLANTAR

d. PASIEN DENGAN INFEKSI ATAU PENYAKIT MENULAR

1. Setiap petugas harus mematuhi kewaspadaan standar


2. Transmisi kontak
a. Penempatan pasien : tempatkan ditempat rawat terpisah. Bila tidak
memungkinkan makalakukan system kohorting
b. Transport pasien : batasi gerak, transport pasien hanya bila diperlukan
dengan tetap mematuhi kewaspadaan
c. APD petugas : memakai sarung tangan bersih non steril, dan gaun. Bila
diperlukan dapatditambahkan apron.
d. Cuci tangan
3. Transmisi droplet
a. Penempatan : tempatkan pasien diruang terpisah , bila tidak memungkinkan,
maka lakukan kohorting. Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan
jarak > 1 meter antar TT dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu
terbuka, tidak perlu penangan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien : batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari
pasien dengan mengenakan masker pada pasien. Terapkan hygiene
respirasi danetika batuk
c. APD petugas : masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 m terhadap pasien
atau saat kontak erat seyogyanya melindungi hidung dan mulut. Masker
dipakai saat mrmasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Cuci tangan

4. Transmisi airbone
a. Penempatan : tempatkan pasien diruang terpisah yang mempunyai tekanan
negative, pertukaran udara 6 – 12 x/ jam dan pengeluaran udara terfiltrasi
sebelum udara mengalir ke ruang atau tempat lain di rumah sakit. Usahakan
pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang terpisah tidak memungkinkan,
tempatkan pasien dengan pasien lain yang mengidap mikroba yang sama,
jangan dicampur dengan infeksi lain ( kohorting ) dengan jarak > 1 meter.
Konsultasikan dengan petugas PPIRS sebelum menempatkan pasien bila
tidak ada ruang isolosi dan kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien : batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau
diperlukan . Bila perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah
untuk cegah menyebarnya droplet nuclei.
c. APD petugas : masker respiratori N95/ kategori N pada efisiensi 95 % saat
masuk ruang pasien atau suspek TB baru. Bila tidak ada maka
minimalgunakan masker bedah/ prosedur, sarung tangan, dan gaun. Bila
melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol.
d. Cuci tangan

Anda mungkin juga menyukai