Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan-Nya.
Penulis mempersembahkan sebuah karya tulis yang berjudul “Asuransi Syariah”. Penulis
mengharapkan makalah dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang membantu


penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memliki kekurangan dan kelebihan.

Malang, April 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1
BAB I ...................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 3
BAB II..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
1. Pengertian Asuransi Syariah. ...................................................................................................... 5
2. Sejarah Asuransi Syariah ............................................................................................................ 6
3. Pendapat para Ulama. ................................................................................................................. 8
a. Pendapat yang Mengharamkan. .............................................................................................. 8
b. Pendapat yang Membolehkan ................................................................................................. 8
c. Asuransi Sosial Boleh dan Komersial Haram ......................................................................... 9
4. Konsep-Konsep Asuransi di Dalam Fiqih Klasik ..................................................................... 10
5. Dalil-Dalil yang Mendasari Praktik Asuransi Syari’ah ............................................................ 12
6. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Konvensional ...................................................................... 14
7. Produk-Produk Asuransi Syariah .............................................................................................. 15
8. Prinsip-prinsip Umum ............................................................................................................... 16
BAB III ................................................................................................................................................. 18
PENUTUPAN ....................................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini yang telah mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Berbagai asuransi di Indonesia berlomba-lomba menawarkan asuransi yang baik
untuk masyarakat dan perusahaan. Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Perkembangan produk-produk yang berprinsip syariah baru berjalan di
akhir-akhir ini, salah satunya produk asuransi syariah. Seiring dengan perkembangan
berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan
asuransi yang saat ini juga menawarkan program asuransi syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Asuransi Syariah?
2. Bagaimana sejarah dari Asuransi Syariah?
3. Bagaimana pendapat para ulama tentang Asuransi?
4. Bagaimana konsep Asuransi dalam Literatur Fiqih Klasik?
5. Bagaimana dalil-dalil yang mendasari praktik Asuransi Syariah?
6. Bagaimana perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional?
7. Bagaimana Produk-Produk Asuransi Syariah?
8. Bagaimana Prinsip-Prinsip umum muamalah yang melandasi Asuransi
Syariah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengetian Asuransi Syariah secara umum dan luas.
2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Asuransi di dunia dan di Indonesia
3. Untuk mengetahui fatwa para ulama yang memperbolehkan dan mengharamkan
praktik asuransi syariah
4. Untuk mengetahui konsep-konsep asuransi didalam fiqih klasik
5. Untupk mnegetahui dalil-dalil dari Al-Qur’an yang mendasari praktik Asuransi
Syariah
6. Untuk mnegetahui perbedaan antara asuransi syariah dan konvesional
7. Untuk mengetahui tentang produk-produk yang ditawarkan dari asuransi syariah
8. Untuk mengetahui prinsip yang melandasi asuransi syariah
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Asuransi Syariah.


Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut
mu’ammin, sedangka tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min1.
At-ta’min memiliki arti memberi perlindungan,ketenangan, rasa aman, dan
bebas dari rasa takut, sebagaimana firman Allah,
“Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”
(Quraisy:4)
“Men-ta’min-kan sesuatu, artinya adalah seseorang
membayarkan/menyerahkan uang cicilan agar mendapatkan sebagian uang
sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap
hartanya yang hilang, dikatakan ‘seseorang mempertanggung atau
mengasuransikan hidupnya, rumahnya dan mobilnya”2
Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa,3 makna asuransi secara istilah adalah
kejadian. Pada intinya, asuransi adalah cara atau metode unutk memelihara
manusia dalam menghindari risiko bahaya yang beragam yang akan terjadi
dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas
ekonominya.
Dalam buku ‘Aqtadu at-Ta’min wa Mauqifu asy-Syari’ah al-
Islamiyyah Minhu,4 az-Zarqa juga mengatakan bahwa sistem asuransi yang
dipahami oleh para ulama hukum (syariah) adalah sebuah sistem ta’awun dan
tadhamun yang bertujuan menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau
musibah-musibah. Tugas ini dibagikan kepada sekelompok tertanggung,
dengan cara memberikan pengganti kepada orang yang tertimpa musibah.
Penetapan hukum yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan ekonomi, Islam

1
Jubran Ma’ud, Ar-Raid, Mu’jiam Lughawy ‘Ashry, Bairut, Dar Al-Islami Li Al Malayin, t.t, jilid 1, hal.30.
2
Majam’ul Lughah al-Arabiyah, Al-Mu’jam al-Wasit, Mesir, 1960, hlm. 27-28.
3
Mushthofa Hamid Hisan, Hukum asy-Syarii’ah al-Islamiyyah Fii ‘Uquudi at-Ta’miin, Daru al-I’tisham Kairo,
hlm. 2.
4
Dikutip dari Husain Hamid, Ibid hlm. 3.
bertujuan agar suatu masyrakat hidup berdasarkan atas asas saling menolong
dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)5 dalam
fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberikan definisi
tentang asuransi. Menurutnya, Asuransi Syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariat.
Dari definisi di atas, asuransi syariah bersifat saling melindungi dan
tolong menolong yang disebut ta’awun yaitu prinsip hidup saling melindungi
dan saling menolong berdasarkan ukhuwah Islamiah antara sesama anggota
peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi risiko6.
Oleh sebab itu, premi dalam Asuransi Syariah adalah sejumlah dana
yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri dari peserta yang terdiri atas Dana
Tabungan dan Tabarru’. Dana Tabungan adalah dana titipan dari peserta
Asuransi Syariah dan akan mendapatkan alokasi bagi hasil dari pendapatan
investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan serta alokasi bagi
hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan
mengajukan klaim, berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi.
Sedangkan, Tabarru’ adalah dana kebajukan yang diberikan dan diikhlaskan
oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar
klaim atau manfaat asuransi.
2. Sejarah Asuransi Syariah
Konsep asuransi Islam bukanlah hal baru, karena sudah ada sejak
zaman Rasulullah yang disebut dengan Aqilah. Menurut Thumas Patrick7
dalam bukunya Dictionary of Islamic, sudah kebiasaan suku Arab sejak
zaman dulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh
anggota dari suku lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah
(diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara
terdekat pembunuh tersebut disebut Aqilah, harus membayar uang darah atas
nama pembunuh.
5
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
6
Humaemah T. Yanggo, Asuransi Hukum dan Permasalahannya, Jurnal AAMAI Tahun VII NO 12-2003, hlm.23.
7
Thomas Patrick. Dalam M.M.Billah. Principles and Practices of Takaful and Insurance Compared, International
Islamic University. Malaysia, 2001, hlm.4.
Menurut Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari, dengan
datannya Islam, sistem Aqilah diterima oleh Rasulullah menjadi bagian dari
hukum Islam8. Hal tersebut dapat dilihat pada hadist Nabi dalam pertengkaran
antara dua wanita dari suku Huzail. Abu Hanifah mengatakan bahwa dua
wanita dari kaum Huzail pernah bertikai. Salah seorang dari mereka memukul
yang lain dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita dan jabang bayi
dalam rahimnya. Nabi Muhammad SAW memberikan keputusn bahwa
kompensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan seorang budak
laki-laki atau wanita. Sedangkan, kompensasi atas membunuh wanita adalah
uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh Aqilah (saudara pihak ayah) 9 dari
yang tertuduh.
Di dalam bahasa Arab, makna al-‘aql adalah denda dan al-‘aqil adalah
orang yang membayar denda. Dalam beberapa kasus, Islam membebankan
denda asuransi kepada orang lain (bukan yang melakukan pelanggaran). Di
dalam masalah ad-diyah, para ulama berkata “wajib membayar denda terhadap
sebagian kerusakan yang disebabkan kekeliruan seperti pembunuhan atau
melukai karena kekeliruan atau kelalaian”.
Pada tahun 1979 berdirilah Asuransi Islam di Sudan. Setahun
kemudian berdiri The Islamic Arab Insutance Co di Arab Saudi (1980), The
Islamic Tafakul Company of Luxembourg di Bahamas (1983) dan selanjutnya
oleh negara-negara lain seperti Bahrain, UAE, Malaysia, Brunai, Singapura,
dan Indonesia.
Berdirinya bank muamalat di Indonesia pada bulan Juli 1992, maka
muncul pemikiran baru di kalangan ulama dan praktisi ekonomi syariah untuk
membuat asuransi syariah. Karena operasional bank syariah tidak bisa lepas
dari praktik asuransi. Pada tanggal 27 Juli 1993, dibentuknya Tim TEPATI
(Tim Pembentukan Takaful Indonesia) yang disponsori oleh Yayasan Abdi
Bangsa (ICMI), Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Tugu Mandiri, dan
Depkeu (yang diwakili oleh pejabat depkeu Firdaus Djaelani dan Karnaen A.
Perwataatmadja). AASI sebagai wadah tunggal asuransi syariah, telah
menyiapkan sertifikat ahli asuransi syariah sebagaimana telah diatur dalam

8
Ahmad Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, vol 12. Nashrul Kutub Islamiyah. Lahore. Pakistan. 1979. Dalam
M.M. Billah. Ibid, hlm. 3-4.
9
Shahih Bukhari. Kitab Al-Diyat. Bairut, hlm. 193.
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang baru10, bekerja sama dengan
BPPK Depkeu, LPKG Yayasan Artha Bhakti Depkeu, menyiapkan education
Program yaitu Certified Islamic Insurance Specialist (CIIS).
Saat ini ( April 2004) AASI telah memberikan Fertifikasi Ahli
Asuransi Syariah kepada 7 orang dengan gelar Profesional FIIS (Fellow
Islamic Insurance Society), dan sekitar 20 Ajun Ahli Asuransi Syariah dengan
gelar Profesional AIIS (Ajunt Islamic Insurance Society).
3. Pendapat para Ulama.
a. Pendapat yang Mengharamkan.
Asuransi itu diharamkan dalam segala macam bentuknya, termasuk
asuransi jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-
Qalqii (muftti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i
(mufti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
1. Asuransi sama dengan judi
2. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti
3. Asuransi mengandung unsur riba
4. Asuransi mengandung unsur pemesaran, karena pemegang polis,
apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang
premi yang sudah dibayar atau dikurangan
5. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktik riba
6. Asuransi termasuk jual bali atau tukar menukar mata uang tidak tunai
7. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya
dengan mendahului takdir Allah

b. Pendapat yang Membolehkan

Pendapat ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa
(guru besar Hukum Islam fakultas Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf
Musa (guru besar Hukum Islam Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (

10
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 426/KMK.06/2003 : Tentang Perizinan Usaha Asuransi dan
Perusahaan Asuransi pasal 4 ayat (3) dan pasal 32 ayar (1).
pengarang kitab al-Muammalah al-Hadistah wa Ahkamula). Alasan mereka
mengemukakan tersebut:

1. Tidak ada nash (al-Qur’an dan Sunnah) yang melarang asuransi


2. Ada kesepakatan dan keralaan kedua belah pihak
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak
4. Dapat menaggulaangi kepetingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang preduktif dan
pembangunan
5. Asuransi termasuk akad mudharabah (bagi hasil)
6. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah)
7. Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen
c. Asuransi Sosial Boleh dan Komersial Haram
Pendapat ini dianut oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam
Universitas Cairo). Alasan pendapat ini sama dengan pendapat yang pertama
dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan
pendapat yang kedua, dalam asuransi bersifat sosial (boleh). Alasan golongan
yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas
haram atau tidak haramnya asuransi itu. Perbadaan yang mendasar anatara
asuransi Islam dan Konvensional:
1) Asuransi Islam terdiri atas dasar kerja sama dan tolong menolong
dalam kebaikan dan takwa. Dalilnya firman Allah :”Dan tolong
menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah:2)
dan hadist Nabi SAW :”Perumpamaan orang mukmin dalam kasih
sayang mereka seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh itu
merasa sakit maka seluruh anggota tubuh itu akan ikut merasakannya”.
2) Asuransi komersial terdiri atas keuntungan bagi perusahaan, dan hal ini
terlihat pada perbedaan antara kompensasi yang diberikan kepada
buruh dengan orang yang ditimpa musibah.
3) Asuransi Islam bukan bertujuan untuk menghasilkan untung bagi
perusahaan, akan tetapi keuntungan dibagikan kepada nasabah sesuai
dengan kadar saham mereka.
4) Akad asuransi komersial mengandung unsur penipuan dan
ketidaktahuan, dan hal inilah yang tidak dibolehkan dalam syari’at
Islam, sedangkan Asuransi Islam sebaliknya berdiri atas dasar tolong
menolong/kerja sama dan solidaritas, dan inilah yang disyari’at dalan
Islam.
5) Adanya Dewan Pengawasan Syariah dalam perusahaan asuransi syariah
yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi
manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan
dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensial, maka hal itu

4. Konsep-Konsep Asuransi di Dalam Fiqih Klasik

Menurut para ulama yang pakar dalam perundang-undangan Islam, ada beberapa
konsep yang mengarah kepada konsep At-Ta’min (Asuransi) berdasarkan Syari’ah Islam,
diantaranya adalah :

1. Al ‘Aqilah : Saling memikul atau bertanggungjawab untuk keluarganya. Jika salah


satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar
dengan uang darah (diyat) sebagai kompensasi saudara terdekat dari pembunuh.
Saudara terdekat dari pembunuh disebut aqilah. Lalu, mereka mengumpulkan dana
(AI-Kanzu) yang mana dana tersebut untuk membantu keluarga yang terlibat dalam
pembunuhan tidak sengaja. 11
2. AI-Muwalat : (Perjanjian jaminan) Penjamin menjamin seseorang yang tidak
memiliki waris dan tidak diketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung
bayaran dia, jika orang yang dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang
dijamin mati, penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada warisnya.12
3. Al-Qasamah : Konsep perjanjian ini juga berhubungan dengan jiwa manusia. Sistem
ini melibatkan usaha pengumpulan dana dalam sebuah tabungan atau pengumpulan
uang iuran dari peserta atau majlis. Manfaatnya akan dibayarkan kepada ahli waris
yang dibunuh jika kasus pembunuhan itu tidak diketahui siapa pembunuhnya atau

11
A1 Mu’jam Wasith, Majama Al Lughah Al Arabiah, Al Maktab Al Islami, Turki, 1972, hal 617. Mohd Fadzli
Yusof, Brief Outline On The Concept and Operational System of Takafül Business, BIRT, Malaysia, 1996, hal 7
12
Az-Zarqa, Aqdud Ta’min, hal 23.
tidak ada keterangan saksi yang layak untuk benar-benar secara pasti mengetahui
siapa pembunuhnya. 13
4. At-Tanahud : makanan yang dikumpulkan dari para peserta safar kemudian dicampur
jadi satu. Makanan tersebut dibagikan pada saatnya kepada mereka, kendati mereka
mendapatkan porsi yang berbeda-beda.
Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa marga Asy’ari (asy’ariyyin) ketika keluarganya
,mengalami kekurangan bahan makanan, maka mereka mengumpulkan apa yang
mereka miliki dalam satu kumpulan kemudian dibagi diantara mereka secara merata,
mereka adalab bagian dari kami dan kami ada/ah bagian dari mereka”14
Dalam kasus ini, makanan yang diserahkan bisa jadi sama kadamya atau berbeda-
beda. Begitu halnya dengan makanan yang diterima, bisa jadi sama porsinya dan bisa
berbeda-beda.

a. Al ‘Umra (Donasi untuk hidup )


b. Al Baji (494 H) bemadzhab Maliki ketika mendiskusikan masalah jual beli gharar
mengatakan “ jika A menyerahkan rumahnya kepada pihak B dengan kompensasi
B memberikan biaya hidup kepada A sampal ia meninggal”. Albaji berkomentar
“saya tidak setuju dengan model transaksi seperti itu, tapi jika terjadi, saya tidak
membatalkannya.15
Rumah, dalam kasus diatas, sebagai premi dalam asuransi, sedangkan biaya hidup
selama hayat adalah sebagai manfaat asuransi yang akan diperoleh oleh peserta.
• Kontak pengawal keselamatan
• Jaminan keamanan lalu lintas, suatu akad yang diterima oleh ulama’ Madzhab
Hanafi.
• Penerimaan pengganti bayaran bila barang amanah rusak
• Sistem pensiun Dr. Jafril Khalil, dalam makalahnya menambahkan beberapa
bentuk-bentuk akad lainnya, selain yang telah kita jelaskan diatas yang mirip
dengan konsep asuransi dan sudah jama’ dan biasa digunakan di dunia Islam.[7]

13
Mohd Fadzli Yusof, Ibid, hal 8-9
14
Bukhari, Mukhtashar Sahih Bukhari, hadits ke 1076

15
Yunus, Rafiq Al Misri, Al Khathar wat Ta’min, Darul qolam Damaskus, cet I, 2002
c. Aqd al-hirasah: (Kontrak Pengawal Keselamat.an) :Di dunia Islam terjadi
berbagai kontrak antar individu, misalnya ada individu yang ingin selamat lalu ia
membuat kontrak dengan seseorang untuk menjaga keselamatannya, dimana ia
membayar sejumlah uang kepada pengawal, dengan konpensasi keamanannya
akan dijaga oleh pengawal.
d. Dhiman Khatr Tariq: Kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas. Para
pedagang muslim pada masa lampau ingin mendapatkan perlindungan
keselamatan, lalu ia membuat kontrak dengan orang-orang yang kuat dan berani di
daerah rawan. Mereka membayar sejumlah uang, dan pihak lain menjaga
keselamatan perjalanannya.
e. Al-Wadi’ah biujrin: dalam kontrak wadiah ini jikalau kerusakan pada barang
ketika dikembalikan, maka pihak penerima wadiah wajib menggantinya, karena
ketika menitipkan pihak penitip telah membayar sejumlah uang kepada tempat
penitipan.
f. Nizam al-Taqaud: Sistem pensiun yang sudah lama berjalan di dunia Islam. Jadi
pegawai suatu instansi berhak mendapat jaminan haritua berupa pensiun, sebagai
pampasan dari usahanya ketika ia bekerja pada dahulu.
5. Dalil-Dalil yang Mendasari Praktik Asuransi Syari’ah
Ayat al-Qur’an yang mempunyai nilai praktik asuransi, antara lain :
1) Perintah Allah SWT untuk saling tolong-menolong dan bekerjasama
Surat al-Maidah (5) :

‫ل ِّۖ َوالت َّ ْق َوىِّ ْال ِب ِِّر َعلَى َوت َ َع َاونُوا‬


ِّ َ ‫اْلثْ ِِّم َعلَى ت َ َع َاونُوا َو‬ ِِّ ‫ّللاَ َواتَّقُوا ِّۖ َو ْال ِّعُد َْو‬
ِ ْ ‫ان‬ َِّّ ‫ّللاَ ِإ‬
َِّّ ِّۖ ‫ن‬ َِّّ ُ ‫شدِي ِّد‬ ِِّ ‫ْال ِِّعقَا‬
َ ‫ب‬

Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Bertaqwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya”
Ayat al-Maidah ini memuat perintah tolong-menolong antar sesama manusia. Dalam
bisnis asuransi, ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan
asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru’).
Surat al-Baqarah (2) : 185

َِّ ‫ل ْاليُس‬
َِّّ ‫ْر ِب ُك ُِّم‬
ُ‫ّللاُ ي ُِري ِّد‬ َِّ ‫ْالعُس‬
ِّ َ ‫ْر بِ ُك ُِّم ي ُِري ِّد ُ َو‬
Artinya : “… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu…”

Ayat di atas menerangkan bahwa kemudahan adalah sesuatu yang dikehendaki oleh-
Nya, dan sebaliknya kesukaran adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh-Nya.
Maka manusia dituntut oleh Allah agar tidak mempersulit dirinya sendiri dalam
menjalankan bisnis, untuk itu bisnis asuransi merupakan sebuah progam untuk
menyiapkan dan merencanakan
kehidupan di masa mendatang.

2) Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan13


Surat al-Hasyr (59) : 18

‫ِين أَيُّ َها يَا‬


َِّ ‫ّللاَ اتَّقُوا آ َمنُوا الَّذ‬ ُ ‫ت َما نَ ْفسِّ َو ْلتَ ْن‬
َِّّ ‫ظ ِّْر‬ ِّْ ‫ّللا َواتَّقُوا ِّۖ ِل ِّغَدِّ قَدَّ َم‬ َِّّ ِ‫ّللاَ إ‬
ََِّّ ِّۖ ‫ن‬ َِّ ُ‫ت َ ْع َِّمل‬
َِّّ ِّ‫ون ِب َما َخبِير‬

Artinya : “Wahai Orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan


hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat). Dan bertaqwalah kepada Allah.Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa
yang kamu kerjakan”.

3) Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah15 Surat Quraisy
(106) : 4

ْ َ‫ن أ‬
‫ط َع َم ُه ِّْم الَّذِي‬ ِّْ ‫ن َوآ َم َن ُه ِّْم ُجوعِّ ِم‬
ِّْ ‫خ َْوفِّ ِم‬

Artinya : “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan”.

Surat al-Baqarah (2) : 126

ِّْ‫ل َو ِإذ‬
َِّ ‫ب ِإب َْراهِي ُِّم قَا‬ ِّْ ‫ِآمنًا َبلَدًا َهذَا اجْ َع‬
ِِّ ‫ل َر‬

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a, “Ya Tuhanku


Jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman sentosa”.
Dengan Surat al-Baqarah (2) : 126, Allah SWT menegaskan bahwa orang yang rela
menafkahkan hartanya akan dibalas oleh-Nya dengan melipat gandakan pahalanya.
Sebuah anjuran normatif untuk saling berderma dan melakukan kegiatan sosial yang
diridhai oleh Allah SWT.

6. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Konvensional


1. Perjanjian
Syariah: Memakai akad hibah dengan konsep saling menolong, sama-sama gak
mengharap imbalan.
Konvensional: Mirip transaksi jual-beli, sama-sama berharap bisa ambil untung
sebesarnya dan rugi sekecilnya.

2. Dana
Syariah: Dana dimiliki semua peserta asuransi. Perusahaan hanya menjadi pengelola
dana, tidak ada hak memiliki.
Konvensional: Dana premi yang dibayarkan jadi milik perusahaan karena konsepnya
jual-beli, sehingga bebas dipakai asal sesuai dengan perjanjian.

3. Pengelolaan dana
Syariah: Dana semaksimal mungkin diolah untuk keuntungan peserta asuransi.
Pengelolaannya juga lebih transparan.
Konvensional: Perusahaan secara sepihak menetapkan premi dan biaya lain, misalnya
administrasi, untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya.

4. Bagi hasil
Syariah: Syariah: Keuntungan yang didapat dari pengelolaan dana asuransi akan
dibagi untuk semua peserta dan perusahaan asuransi secara merata.
Konvensional: Keuntungan dari kegiatan asuransi sepenuhnya jadi milik perusahaan.

5. Ada zakat
Syariah: Peserta wajib membayar zakat yang diambil dari jumlah keuntungan
perusahaan.
Konvensional: Tak ada zakat.
6. Pengawasan dana
Syariah: Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) ditiap perusahaan berbasis syariah,
termasuk perusahaan asuransi. Tugasnya mengawasi perusahaan itu untuk selalu
menaati prinsip syariah dalam mengelola dana asuransi. DPS bertanggung jawab
kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Konvensional: Pengawasan dana dilakukan secara internal oleh manajemen, tidak ada
pihak luar yang bisa masuk.

7. Status dana
Syariah: Dana yang disetor asuransi bisa diambil jika dalam perjalanannya tidak
sanggup melanjutka pembayaran. Hanya ada potongan kecil berupa dana tabarru
dalam hal ini.
Konvensional: jika tidak sanggup membayar premi maka seluruh dana yang sudah
disetor statusnya jadi milik perusahaan.

8. Jenis investasi (unit link)


Syariah: Dana asuransi unit link hanya boleh diinvestasikan ke bidang yang tidak
dinilai haram. Investasi ke perusahaan yang berkaitan dengan judi, misalnya, dilarang.
Konvensional: Dana bebas diasuransikan di bidang mana pun, asal itu berpotensi
mendatangkan keuntungan

7. Produk-Produk Asuransi Syariah

a) Asuransi Jiwa
 Asuransi berjangka
 Asuransi kecelakaan diri
 Asuransi kesehatan
b) Asuransi Takaful Umum
 Tafakul kendaraan bermotor
 Tafakul kebakaran
 Tafakul resiko elektronik
 Tafakul mesin
 Tafakul penyimpanan uang
 Tafakul pengangkutan barang
 Tafakul kecelakaan diri
 Asuransi tanggung jawab kepada pihak ketiga
 Asuransi rekayasa

8. Prinsip-prinsip Umum
1) Tauhid (ketakwaan)
Prinsip tauhid adalah bdasar utama dari setiap bentuk bangunan yang
ada dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia
harus didasarkan nilai-nilai tauhid. Dalam konsep ini, maka Islam
menawarkan keterpaduan, agama ekonomi, dan sosial demi membentuk
kesatuan.
2) Prinsip kebolehan (ibahah)
Prinsip ini berkaitan dengan kehalalan sesuatu yang dijadikan objek dalam
kegiatan ekonomi Islam memiliki konsep jelas mengenai halal dan haram.
Berkaitan dnegan prinsip ini Hamyah Ya’qub,16 memberi garis besar
larangan dalam perdagangan Islam menjadi tiga kategori:
1. Melingkupi barang atau zat yang terlarang untuk diperdagangkan.
2. Melingkupi semua usaha atau objek dagang yang terlarang.
3. Melingkupi cara-cara dagang atau jual beli yang terlarang.
3) Keadilan
Keadilan merupakan prinsip dasar dan utama yang harus ditegakkan
dalam seluruh aspek kehidupan termasuk kehidupan berekonomi. Keadilan
sebagai fondasi perekonomian, dalam al-Qur’an banyak menyebutkan kata
keadilan itu dengan berbagai konteks.
4) Prinsip kebenaran

Kebenaran adalah nilai kebenaran yang dianjurkan dan tidak


bertentangan dengan ajaran Islam. Kejujuran merupakan nilai dasar yang
harus dipegang dalam menjalankan kegiatan bisnis. Setiap bisnis yang
didasarkan pada kejujuran akan mendapatkan kepercayaan pihak lain. Apabila

16
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Pola Pembinaan Hidup dalam Berekonomi, cet 1,
(Bandung: Diponegoro, 1984), hlm. 111.
dikaitkan dengan perasuransian kejujuran merupakan hal yang fundamental
sebab menyangkut kepercayaan antara tertanggung dan penanggung.
BAB III

PENUTUPAN
A. Kesimpulan

Asuransi Syariah memiliki dua jenis asuransi yakni Tafakul keluarga


(Asuransi Jiwa) dan Tafakul Umum ( Asuransi Kerugian). Perkembangan
asuransi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Khususnya
karena Indonesia di dominasi oleh kaum Muslimin maka permintaan akan
asuransi syariah pun semakin tinggi, apalagi asuransi ini didasarkan pada
prinsip syariah Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Sula, Muhammad Syakir.2004. Asuransi Syariah. Jakarta.
Gema Insani Press.
Ismanto, Kuat. 2009. Asuransi Syariah Tinjauan Asas-Asas
Hukum Islam. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai