Abstract
Exclusive breastfeeding is defined as an infant’s consumption of human milk
without complementary foods for the first six months of life. Breastfeeding has
many benefits and advantages for infants. Breast milk suffice infant’s necessary for
energy, protein, vitamin and mineral. In addition, breast milk protect infants from
susceptibility to infectious disease. Increased vulnerability to nutritional problems
in infants recently due to the replacement of breast milk with formula milk in a
manner and amount that can not satisfy infant’s need. Many problems were
encountered in efforts to provide exclusive breastfeeding, one of which is the
number of breastfeeding mothers who must return to work after the leave ends.
Therefore, mothers need knowledge and skill to provide exclusively breastfeeding
on their infants during work. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI
tanpa makanan pendamping sampai bayi berusia 6 bulan. ASI memiliki banyak
sekali manfaat dan keunggulan bagi bayi. ASI memenuhi kebutuhan sumber
energi, protein, vitamin dan mineral utama bagi bayi. Selain itu, ASI memiliki
kandungan yang menjaga bayi dari kerentanan terhadap penyakit infeksi.
Meningkatnya masalah kerawanan gizi pada bayi akhir-akhir ini, salah satunya
disebabkan penggantian ASI dengan susu formula, dengan cara dan jumlah yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi. Beberapa kendala yang muncul dalam
upaya pemberian ASI eksklusif ini, diantaranya adalah banyaknya ibu menyusui
yang harus kembali bekerja setelah masa cuti berakhir. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan bagi ibu agar dapat memberikan ASI
eksklusif pada bayi selama ditinggal bekerja.
Pendahuluan
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi dari ibu, tanpa
tambahan makanan padat atau cair lainnya kecuali sirup atau obat tetes yang
mengandung suplemen vitamin, mineral, atau obat (Labbok, 2000). WHO (World
Health Organization) merekomendasikan pada ibu di seluruh dunia untuk
menyusui secara eksklusif pada bayinya dalam 6 bulan pertama setelah lahir untuk
mencapai pertumbuhan yangoptimal, perkembangan dan kesehatan (WHO, 2011).
ASI memiliki banyak sekali manfaat bagi bayi. Pemberian ASI yang optimal
merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi
penerus yang berkualitas di masa depan. Pertumbuhan dan perkembangan bayi
dipengaruhi oleh jumlah nutrisi yang dikonsumsi. Kebutuhan nutrisi ini sebagian
besar dapat terpenuhi dengan pemberian ASI yang cukup. ASI tidak hanya sebagai
sumber energi utama tapi juga sebagai sumber protein, vitamin dan mineral utama
bagi bayi (Richard et all, 2003). Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan
makanan yang kurang serta penggantian ASI dengan susu botol dengan cara dan
jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan (Siregar, 2004) Ibu yang melahirkan
mampu menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan bayinya
selama 6 bulan pertama tanpa makanan tambahan berkisar 80% (Anonymous,
2010). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 1997 dan
2002, lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya, namun yang menyusui dalam
1 jam pertama cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada
tahun 2002. Cakupan ASI eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% tahun 1997
menjadi 39,5% pada tahun 2002. Penggunaan susu formula justru meningkat lebih
dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,5% tahun 2002
(Handayani, 2010). ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan makanan terbaik bagi
bayi, akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak kendala yang muncul, antara lain
ibu kurang memahami tata laksana laktasi yang benar, produksi ASI kurang, bayi
terlanjur mendapatkan prelacteal feeding (air gula atau formula) pada hari pertama
kelahiran, kelainan puting ibu, kesulitan bayi dalam menghisap, ibu hamil lagi saat
masih menyusui, ibu bekerja sehingga harus meninggalkan bayinya di rumah,
keinginan untuk disebut modern, dan pengaruh iklan susu formula yang kian
gencar (Partiwi, 2009). Kendala tersebut diatas, yang paling sering membuat
seorang ibu berpindah ke susu formula adalah alasan pekerjaan. Ibu yang bekerja
di sektor publik harus meninggalkan bayinya dalam kurun waktu tertentu, sehingga
tidak memungkinkan terjadinya kontak antara ibu dan bayi selama bekerja.
Sebenarnya, alasan ini bukanlah kendala yang berarti untuk memberikan ASI
eksklusif pada bayi, jika ibu memahami segudang manfaat ASI, memiliki
komitmen yang kuat untuk tetap memberikan ASI, dan mengetahui alternatif cara
yang bisa ditempuh agar dapat tetap memberikan ASI eksklusif bagi bayinya.
Tulisan ini akan mengulas lebih jauh tentang manfaat ASI dan bagaimana metode
yang bisa ditempuh oleh ibu bekerja agar tetap dapat memberikan ASI eksklusif
bagi bayinya.
Komposisi Air Susu Ibu (ASI)
Setiap mamalia telah dianugerahi payudara yang akan memproduksi air susu untuk
makanan bayi yang baru dilahirkannya. Air susu setiap jenis mamalia berbeda
sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan laju pertumbuhan bayi. Komposisi air
susu ibu berbeda dengan komposisi air susu sapi karena laju pertumbuhan bayi
manusia berbeda dengan bayi sapi seperti yang dituliskan pada Tabel 1. Bayi
manusia mencapai berat badan dua kali berat badan lahir dalam waktu 4-5 bulan,
sedangkan anak sapi hanya membutuhkan waktu 6 minggu untuk ini
(Boedihartono, 2002).
Manfaat Air Susu Ibu (ASI)
ASI memiliki banyak manfaat dan keunggulan baik bagi ibu maupun bayi.
Manfaat ASI bagi bayi dapat dilihat dari aspek gizi, aspek protektif dan aspek
psikologis, yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Aspek gizi.
ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan bayi ASI. ASI juga mudah dicerna karena mengandung
enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut
(Boedihartono, 2002). Kandungan zat gizi dalam ASI antara lain :
- Lemak
Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI. Kadar lemak dalam ASI
berkisar antara 3,5-4,5%. Lemak dalam ASI mudah diserap oleh bayi karena
trigliserida terlebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim
lipase yang terdapat dalam ASI. Kadar kolesterol dalam ASI juga lebih tinggi dari
susu sapi karena dibutuhkan untuk merangsang pembentukan enzim protektif,
sehingga metabolisme kolesterol menjadi efisien pada usia dewasa.
- Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Kadar laktosa ASI lebih tinggi
dibanding susu sapi yaitu 7g%. Laktosa mudah terurai menjadi glukosa dan
galaktosa. Enzim laktase yang diperlukan untuk metabolisme terdapat dalam
mukosa bayi sejak lahir. Laktosa dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan
merangsang pertumbuhan Lactobacillus bifidus.
- Protein
Protein dalam ASI adalah kasein dan air dadih (whey). Kadar protein dalam ASI
adalah 0,9%, dengan perbandingan antara air dadih dan kasein yang sesuai untuk
bayi yaitu 65:35. Rasio air dadih yang lebih tinggi dari kasein merupakan salah
satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi karena menjadikan protein
ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu sapi yang mempunyai rasio air dadih
dan kasein 20 : 80. Selain itu terdapat 2 asam amino dalam ASI yang tidak terdapat
dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan
somatik sedangkan taurine diperlukan untuk pertumbuhan otak.
- Garam dan mineral
Kadar garam dan mineral dalam ASI lebih rendah dari susu sapi. Ini dibutuhkan
karena ginjal bayi belum dapat mengkonsentrasi urine dengan baik. Bayi yang
minum susu formula tanpa modifikasi meskipun kadar kalsium dan magnesiumnya
lebih tinggi, sering menderita tetani akibat kadar fosfor dalam susu sapi jauh lebih
tinggi, sehingga mengganggu penyerapan kalsium dan magnesium. Zat besi dalam
ASI kadarnya sedikit tapi mudah diserap. Jumlah ini ditambah dengan cadangan
besi saat lahir cukup untuk memenuhi kebutuhan besi sampai umur 6
bulan.
- Vitamin
ASI mengandung vitamin yang dibutuhkan oleh bayi, diantaranya vitamin K dan
E.
- Taurin, DHA dan AA
Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi
sebagai neurotransmiter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.
Docosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak
jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids), yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat
mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.
- Kolostrum
Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari pertama sampai hari ke 4-7 yang
mengandung protein dan vitamin A yang tinggi serta karbohidrat dan lemak
rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama
kelahiran. Kolostrum harus diberikan pada bayi, meskipun jumlahnya sedikit tapi
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan membantu mengeluarkan
mekonium.
2. Aspek protektif
Bayi yang mendapat ASI akan lebih jarang menderita sakit dibandingkan bayi
yang tidak mendapat ASI (Boedihartono, 2002). Hal ini dikarenakan ASI
mengandung zat protektif yang dapat melindungi bayi dari infeksi bakteri, virus,
dan jamur, antara lain :
- Faktor bifidus
Lactobacillus bifidus cepat tumbuh dan berkembang biak dalam saluran
pencernaan bayi yang mendapat ASI, karena ASI mengandung polisakarida yang
berikatan nitrogen. Bakteri ini akan mengubah laktosa yang banyak terdapat dalam
ASI menjadi asam laktat dan asam asetat, sehingga menjaga keasaman flora usus
bayi dan menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.
- Imunitas humoral
Secretory Immunoglobulin A (sIgA) kadarnya cukup tinggi dalam ASI terutama
dalam kolostrum. Imunoglobulin ini tahan terhadap enzim proteolitik dalam
saluran pencernaan dan membentuk lapisan di permukaan mukosa usus sehingga
mencegah masuknya bakteri patogen dan enterovirus.
- Imunitas seluler
Sel darah putih dalam ASI pada 2 minggu pertama berjumlah lebih dari 4000 sel
per-mil. Selain itu ASI banyak mengandung makrofag yang berfungsi membunuh
dan memfagositosis mikroorganisme, membentuk komplemen C3 dan C4 serta
lisozim dan laktoferin.
- Lisozim
Lisozim adalah enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri Eschericia coli dan
Salmonella sp serta virus. Jumlah lisozim dalam ASI 300 kali lebih banyak dari
pada susu sapi.
- Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang terikat dengan zat besi. Fungsinya menghambat
pertumbuhan Staphyilococcus sp. dan Eschericia coli dengan jalan mengikat zat
besi sehingga bakteri terhambat pertumbuhannya. Selain itu, laktoferin juga
menghambat pertumbuhan jamur Candida sp. (Dirjen Gizi Masyarakat, 2001).
3. Aspek psikologik
Pada saat menyusui terjadi interaksi antara ibu dan bayi. Interaksi ini akan merajut
ikatan kasih sayang ibu dan bayi akibat berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit
(skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena merasakan
kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenalnya
sejak masih dalam kandungan (Boedihartono, 2002). Perasaan ini penting untuk
perkembangan psikologi bayi diantaranya mengembangkan dasar kepercayaan
(basic sense of trust) dengan mulai mempercayai orang lain yaitu ibu yang
mendukung pembentukan kepercayaan pada dirinya sendiri. Selain itu, dengan
menghisap payudara, koordinasi saraf menelan, menghisap dan bernafas yang
terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna (Hadi, 2005).
Manfaat menyusui bagi ibu juga banyak sekali. Selain aspek psikologi ibu, isapan
mulut bayi pada payudara ibu dapat merangsang terbentuknya hormon oksitosin
oleh kelenjar hipofisis posterior yang dapat meningkatkan produksi ASI dan
mempercepat involusi uterus sehingga mengurangi resiko perdarahan setelah
proses melahirkan. Menyusui secara eksklusif dapat menunda kesuburan karena
kadar hormon yang mempertahankan laktasi dapat menekan ovulasi sehingga dapat
digunakan sebagai kontrasepsi alamiah untuk menunda kehamilan. ASI juga sangat
praktis, tidak merepotkan, tidak perlu dibeli dan selalu tersedia dengan suhu yang
sesuai (Boedihartono, 2002).
Manajemen Laktasi
Payudara ibu telah dipersiapkan untuk laktasi oleh hormon yang disekresi
sejak proses kehamilan. Selama kehamilan, terjadi proliferasi selsel duktus
laktiferus dan sel-sel kelenjar air susu akibat pengaruh hormone estrogen,
progesteron dan laktogenik plasenta, serta terjadi peningkatan vaskularisasi pada
payudara yang menyebabkan perubahan ukuran payudara menjadi lebih besar
(Richard et al, 2003). Setelah persalinan, sekresi air susu ibu segera timbul di
bawah pengaruh hormon prolaktin. Semakin sering bayi menyusu akan semakin
banyak air susu yang diproduksi, karena isapan mulut bayi saat menyusu akan
merangsang hipotalamus yang akan memerintahkan hipofise anterior
mengeluarkan hormone prolaktin ke dalam darah (Handayani, 2010). Selain itu
isapan mulut bayi juga merangsang hipofise posterior melepaskan hormone
oksitosin yang memicu kontraksi sel mioepitel sehingga menyebabkan keluarnya
air susu (let down reflex). Menyusui hingga payudara kosong sangat penting untuk
mencegah stagnasi payudara yang dapat menyebabkan penuh dan sakit
(engorgement). Volume ASI yang dikeluarkan berkisar antara 0,5–1,5 liter/hari
bergantung pada kebutuhan bayi, pola pemberian ASI dan status gizi ibu
(Boedihartono, 2002). Upaya untuk menunjang keberhasilan menyusui harus
dimulai sejak masa kehamilan, dengan memeriksakan kesehatan secara rutin
termasuk payudara, dan menjaga asupan nutrisi. Perawatan payudara dilakukan
mulai usia kehamilan 6 bulan. Setelah persalinan, sebaiknya ibu segera menyusui
bayinya. Ibu menyusui membutuhkan asupan gizi 1½ kali lebih banyak dan air 8
gelas/hari, istirahat cukup dan kondisi psikologis yang tenang.
Peran Ibu Menyusui yang Bekerja dalam Pemberian ASI Eksklusif
Sekitar 70% ibu menyusui di Indonesia adalah wanita bekerja. Masa cuti
bagi ibu hamil dan menyusui di Indonesia berkisar antara 1-3 bulan. Ibu yang
sudah habis masa cuti dan harus kembali bekerja tetap dapat memberikan ASI
eksklusif bagi bayi yang disayanginya. Meskipun tidak ada kontak secara langsung
dengan bayi saat ditinggal bekerja, kontak secara psikis melalui pemberian ASI
tetap dapat dilakukan (Handayani, 2010). Alternatif cara yang bisa ditempuh
adalah dengan pemberian ASI perah. Dibutuhkan motivasi yang kuat dan
kesabaran ekstra untuk melakukannya. Ibu sebaiknya mulai menabung ASI 1 bulan
sebelum kembali bekerja. ASI perah dapat disimpan dan kemudian dapat
dipersiapkan untuk diberikan pada bayi tanpa harus berpikir untuk
memodifikasinya dengan susu formula (Anonymous, 2010). Di sela-sela waktu
bekerja, ibu bisa memerah ASI setiap 2-3 jam. Memerah ASI dapat dilakukan
dengan tangan dan pompa. Pompa yang paling baik dan efektif adalah pompa
elektrik, tapi harganya mahal (Handayani, 2010). Pompa ASI manual ada 2 bentuk
yaitu piston dan squeeze and bulb. Bentuk piston memiliki beberapa keunggulan
yaitu setiap bagian pompa dapat dibersihkan dan tekanannya dapat diatur,
sedangkan bentuk squeeze and bulb tidak dapat disterilkan karena bagian bulbnya
terbuat dari karet (Anonymous, 2008). Memerah ASI dengan menggunakan tangan
lebih dianjurkan karena lebih sederhana dan efektif. Sebelum diperah, sebaiknya
terlebih dahulu payudara dipijat lembut dengan menggunakan 3 jari tengah. Arah
pijatan memutar ke tengah dan menyisir dari pangkal menuju puting. Setelah itu
cuci kedua tangan dan atur posisi senyaman mungkin. Penampung ASI yang sudah
disterilkan diletakkan di bawah payudara yang diperas. Tangan ditempatkan di
salah satu payudara, tepatnya di tepi areola. Posisi ibu jari terletak berlawanan
dengan jari telunjuk. Tangan ditekan ke arah dada, lalu dengan lembut tekan ibu
jari dan telunjuk bersamaan. Pertahankan agar jari tetap di tepi areola, jangan
sampai bergeser ke puting. Kemudian diulangi secara teratur untuk memulai aliran
susu. Jari diputar secara perlahan di sekeliling payudara agar seluruh saluran susu
dapat tertekan. Tindakan yang sama diulangi pada sisi payudara yang lain, dan jika
diperlukan, pijat payudara di antara waktu pemerasan. Kemudian diulangi pada
payudara pertama lagi, dan selanjutnya pada payudara kedua, demikian seterusnya.
ASI harus di simpan dengan baik setelah diperah agar dapat bertahan lama. Di
udara terbuka, ASI perah dapat bertahan 6-8 jam, tapi jika ditempatkan di kantong
plastik kemudian dimasukkan termos dan diberi es batu, dapat bertahan kurang
lebih 24 jam. Bagi ibu yang memerah asi di tempat kerja bisa menempatkan ASI
perahnya di cooler box ASI yang sekarang banyak dijual di toko perlengkapan
bayi. ASI dapat disimpan di dalam lemari es selama 3 hari sedangkan dalam
freezer, ASI beku dapat bertahan selama 3 bulan. ASI perah yang disimpan ini
tidak mengalami perubahan kualitas, hanya warna dan bentuknya saja yang
mungkin berubah. Akan tetapi ASI perah yang disimpan dalam freezer akan
mengalami penurunan jumlah imunoglobulin A akibat suhu yang terlalu dingin
(Handayani, 2010). Ketika akan memberikan pada si kecil, ASI perah harus
dihangatkan terlebih dulu. Caranya bisa dengan menyiram botol ASI dengan kran
air hangat atau merendam botol berisi ASI dalam mangkuk yang berisi air hangat.
Suhu air hangat ini sama dengan suhu air yang biasa digunakan untuk mandi.
Lama penghangatan bergantung pada suhu ASI sebelumnya, suhu yang diinginkan
setelah penghangatan adalah sesuai dengan suhu tubuh sehingga menyerupai suhu
ASI yang dikeluarkan langsung dari payudara ibu. Setelah itu, ASI siap diberikan
pada bayi. Cara pemberian ASI perah pada bayi dibawah usia 6 bulan sebaiknya
tidak memakai dot tapi menyuapkannya dengan sendok. Ini dilakukan agar bayi
tidak mengalami sindroma bingung puting karena menyusu dengan dot lebih
mudah untuk mengeluarkan susu dari pada menyusu pada payudara ibu, dimana
bayi membutuhkan isapan yang lebih kuat untuk dapat mengeluarkan susu dari
payudara ibu. Bagi ibu yang sudah terlanjur memberikan susu formula pada
bayi pun dapat beralih pada ASI saja. Cara ini dinamakan relaktasi. Dimulai
dengan menghentikan penggunaan dot dan memberikan susu atau makanan lain
dengan gelas atau sendok. Ini dimaksudkan agar bayi lupa pada dot dan mau
menetek payudara ibu kembali. Selanjutnya tingkatkan intensitas kontak kulit
antara ibu dan bayi agar hormon laktasi terangsang oleh isapan mulut bayi. Bila
bayi mau menetek langsung pada payudara ibu, selang Nasogastric tube (NGT)
atau pipet diletakkan pada posisi yang lebih tinggi dari payudara untuk
mengalirkan cairan ASI perah atau susu formula dari wadah ke mulut bayi. Ibu
juga dapat minta bantuan orang lain untuk memegang wadah agar cairan berjalan
lancar selama melintasi selang atau membantu meneteskan cairan tepat diatas
puting. Ini dilakukan agar ketika bayi berada pada posisi menyusui tidak frustrasi
dengan jumlah ASI yang masih sedikit karena hanya dimaksudkan untuk
memancing produksi ASI oleh rangsangan isapan mulut bayi. Selama masa ini, ibu
dapat berkomunikasi dengan bayi tentang proses relaktasi yang harus dilalui
bersama. Proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran yang tinggi dalam
menjalaninya (Anonymous, 2011).
Kesimpulan
ASI memiliki manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang berkualitas. ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan mampu
mencukupi kebutuhan nutrisi utama bayi karena ASI mengandung zat gizi
berkualitas tinggi, mudah dicerna dan mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi.
Disamping aspek gizi, ASI juga memiliki keunggulan dari aspek protektif yang
melindungi bayi dari infeksi berbagai mikroorganisme dan juga keunggulan dari
aspek psikologis yang mendukung perkembangan kejiwaan bayi. Untuk
menunjang keberhasilan menyusui, dibutuhkan persiapan semenjak kehamilan,
segera setelah melahirkan dan dalam masa menyusui selanjutnya. Ibu yang
kembali bekerja pun dapat tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayi melalui
ASI perah. Cara ini membutuhkan motivasi dan kesabaran untuk menjalankannya.
Pemberian ASI yang berkualitas akan mendukung tumbuhnya generasi yang
berkualitas dan memberikan perlindungan dan kasih sayang lebih bagi buah hati
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2008. Teknik Menyusui Pada Ibu Bekerja dan Teknik Memerah ASI,
(Online) (http://www.creasoft.wordpress.com diakses 3 Juni 2011).
Anonymous. 2010. ASI Ekslusif dan Perkembangan Balita, (Online),
(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewart
icle&sid=709&ite mid=2 diakses 1 Juni 2011)
Anonymous. 2010. Tantangan Menyusui Bagi Ibu Bekerja, (Online) (http://
www.ayahbunda.co.id diakses 3 Juni 2011).
Anonymous. 2011. Relaktasi bagi yang ingin beralih dari susu formula ke
ASI, (Online), ( http://aimi-asi.org/2011/05 diakses 3 Juni 2011).
Boedihartono. 2002. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta: Yayasan
Perinasia.
Dirjen Gizi Masyarakat. 2001. Sumber: Buku Panduan Manajemen Laktasi.
Jakarta: Depkes RI.
Handayani, Faras. 2010. ASI Perah, Solusi Buat Ibu Bekerja, (Online)
(http://www.menyusui.net diakses 1 Juni 2011).
Hadi. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasi terhadap Kebijakan
Pembangunan Kesehatan Nasional. Makalah disampaikan dalam
pidato Penyuluhan Jabatan Guru Besar FK UGM Yogyakarta, 2005.
Labbok, Miriam. 2000. What is The Definition of Breastfeeding?.
Breastfeeding Abstracts. Volume 19, Number 3, pp. 19-21.
Partiwi, Ayu Nyoman dan Purnawati, Jeanne. 2009. Kendala Pemberian
ASI eksklusif dan Cara Mengatasinya, (Online), (http://www.idai.
or.id/asi.asp diakses 2 Juni 2011).
Richard, Berhman RE, Kliegmen RM, Jenson HB. 2003. Nelson Textbook
of Pediatrics 17th edition. Pennsylvania : W B Saunders.
Siregar, A. 2004. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, (Online), (http://library.usu.ac.id/fkm/fkmarifinsiregar.
pdf. Diakses 2 Juni 2011).
WHO. 2011. Exclusive breastfeeding Exclusive breastfeeding for six
months best for babieseverywhere,(Online)(http://www.who.int/mediacentre/news/
statements/2011/ breastfeeding20110115/en/index.html). Diakses tanggal 25
Januari 2012
Jurnal 2
PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
2.1 KEHAMILAN
2.1.1 PROSES KEHAMILAN
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu
dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah
diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada
hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk
menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan
dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut
sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi
sekelompok sel di bagian dalamnya. Sebagian besar manusia, proses kehamilan
berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300
hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu disebut kehamilan
preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm.
Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester
pertama 0 – 14 minggu, kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan
trimester ketiga 28 – 42 minggu.
Gangguan pada kehamilan
Mual dan muntah
Liur melimpah
Tekanan pada dada
Lemah dan pusing
Sariawan
Gangguan buang air besar
Varises
Wasir atau ambeien
Kejang kaki
Keputihan
PROSES PERKEMBANGAN JANIN
Tabel.1 Proses Perkembangan Janin
BLN KE - KETERANGAN
I (0 – 4 minggu) • bakal janin mengalami bentuk fisik
diantaranya zygot
yang kemudian membelah diri jadi
puluhan sel dan
pada akhirnya bakal janin tersebut
berbentuk seperti
“koma”
• tonjolan jantung yang telah terbentuk
dalam rongga
dada dan mulai berdetak dan sudah
mampu memompa
darah ke seluruh tubuh embrio
II (4 – 8 minggu) • Menuju usia ke 5 minggu, tulang
punggung, sistem
dan otak mulai berkembang
• minggu ke sembilan mulut dan hidung
janin saat ini
sudah terbentuk dan terlihat jelas
Farmakokinetika bayi.
Absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi pada bayi berbeda nyata
dengan orang dewasa. Kecepatan absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah,
misalnya absorpsi fenobarbital, fenitoin, asetaminofen dan Distribusi obat
juga akan berbeda karena rendahnya protein plasma, volume cairan tubuh
yang lebih besar dari orang dewasa. Metabolisme obat juga rendah karena
aktivitas enzim yang rendah . Ekskresi lewat renal pada awal kehidupan masih
rendah dan akan meningkat dalam beberapa bulan.
Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga kinetika
obat pada bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh obat. Yang perlu
diperhatikan adalah bila efek yang tidak diinginkan tidak bergantung dari
banyaknya obat yang diminum, misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau
banyaknya ASI yang diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi apakah si
bayi meminum atau tidak meminum ASI menjadi lebih penting.
B. Farmakodinamika.
Mekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak berbeda.
Sedangkan farmakodinamik obat pada bayi masih sangat terbatas dipelajari.
Kemungkinan sensitivitas reseptor pada bayi lebih rendah, sebagai contoh,
dari hasil penelitian bahwa sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI
UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
4.1 PENGKAJIAN / PENILAIAN PERESEPAN (PEDOMAN TELAAH
ULANG REGIMEN OBAT (DRUG REGIMEN REVIEW) )
Tujuan :
Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya,
mencegah atau meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat
dan mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan.
Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah
ulang rejimen obat :
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari
- Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang
berisiko tinggi untuk mengalami efek samping yang serius
- Menderita tiga penyakit atau lebih
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
- Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
- Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
- Berobat pada banyak dokter
- Mengalami efek samping yang serius, alergi
Tatalaksana telaah ulang rejimen obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang prinsip-prinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan
ketrampilan yang memadai
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil / menyusui:
- Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat yang
sedang digunakannya
- Menanyakan mengenai semua obat yang sedang digunakan ibu
hamil/menyusui, meliputi: obat resep, obat bebas, obat
tradisional/jamu, obat suplemen
- Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara
penggunaan dan alasan penggunaan
- Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu
hamil/menyusui dengan data yang ada di catatan medis, catatan
pemberian obat dan hasil pemeriksaan terhadap obat yang
diperlihatkan
- Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh ibu
hamil / menyusui
- Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil / menyusui,
baik efek terapi maupun efek samping
- Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan riwayat
penggunaan obat ibu hamil/ menyusui
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter
d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi
4.2 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN OBAT
Tujuan :
Mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek
merugikan akibat penggunaan obat.
Tatalaksana pemantauan penggunaan obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang patofisiologi, terutama pada ibu hamil dan menyusui, prinsipprinsip
farmakoterapi, cara menafsirkan hasil pemeriksaan fisik, uji
laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan penggunaan obat, dan
ketrampilan berkomunikasi yang memadai.
b. Mengumpulkan data ibu hamil/menyusui, yang meliputi :
- Deskripsi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, nama
ruang rawat/poliklinik, nomor registrasi)
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat penggunaan obat (termasuk riwayat alergi, penggunaan obat
non resep)
- Data hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik
- Masalah medis yang diderita
- Data obat-obat yang sedang digunakan
Data /informasi dapat diperoleh melalui :
- wawancara dengan ibu hamil / menyusui atau
- catatan medis
- kartu indeks (kardeks)
- komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat)
c. Berdasarkan data/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi adanya
masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
d. Memberikan masukan/saran kepada tenaga kesehatan lain mengenai
penyelesaian masalah yang teridentifikasi.
e. Mendokumentasikan kegiatan pemantauan penggunaan obat pada formulir
yang dibuat khusus.
Obat Yang Digunakan Pada Masa Kehamilan
• Pertimbangkan perawatan pada masa kehamilan
• Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperolah ibu
diharapkan lebih besar dibandingkan risiko pada janin
• Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama
trimester pertama kehamilan
• Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luas
pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru
atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis
• Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu
sesingkat mungkin
• Hindari polifarmasi
• Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan
pada beberapa obat (misalnya fenitoin, litium)
Obat Yang Digunakan Pada Wanita Menyusui
• Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari. Jika pengobatan
memang diperlukan, perbandingan manfaat/risiko harus dipertimbangkan
pada ibu maupun bayinya.
• Obat yang diberi ijin untuk digunakan pada bayi umumnya tidak
membahayakan
• Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir prematur) mempunyai risiko
lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI. Hal ini disebabkan oleh
fungsi ginjal dan hati yang belum berkembang, sehingga berisiko terjadi
penimbunan obat
• Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan
jumlah kadar obat terkecil yang sampai pada bayi
• Hindari atau hentikan sementara menyusu
• Jika suatu obat digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau
secara cermat terhadap efek samping yang mungkin terjadi
• Sebaiknya dihindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit data
4.3 PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang merencanakan
kehamilan, peran farmasis selain memberikan informasi tentang obat, juga
memberikan penyuluhan tentang kesuburan dan perencanaan kehamilan.
Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk menghindari segala jenis
obat, alkohol, rokok, dan obat penenang.
Yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat
pada wanita hamil adalah manfat pengobatan pada wanita hamil harus lebih
besar daripada risiko jika tidak diberikan pengobatan. Contohnya adalah pada
wanita hamil yang menderita epilepsi, lebih berbahaya apabila tidak diberikan
pengobatan karena risiko terjadi kejang pada ibu dan janin lebih berbahaya
dibandingkan dengan potensi kelainan janin sebagai akibat pemberian obat.
Oleh karena itu, nasehat tentang pengobatan secara berkesinambungan pada
wanita hamil yang menderita penyakit kronis sangat diperlukan. Apabila
pemberian obat tidak dapat dihentikan selama kehamilan, maka pengobatan
harus berada dalam pengawasan dan pemantauan dokter.
Selain itu, juga harus diberikan informasi mengenai bahaya penggunaan
beberapa obat selama menyusui. Beberapa obat dapat tepenetrasi ke dalam
ASI melalui proses difusi pasif, dosis yang masuk biasanya 1-2 % dosis yang
digunakan ibu. Dengan ini maka bayi akan terpengaruhi, sehingga penyuluhan
penting dilakukan. Metode penyuluhan dapat diberikan dengan penyuluhan
langsung (tatap muka) ataupun dengan penyebaran pamflet ke masyarakat
(melalui RS ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan
menghindari efek-efek yang merusak janin ataupun bayi.
BAB V
PENUTUP
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, merupakan suatu
panduan yang diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu
hamil
dan menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif
tidak
aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak
merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya. Karena Perubahan
fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat
pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan
respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Mudah - mudahan buku pedoman ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan Farmasi bagi ibu hamil dan menyusui, sehingga dapat mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir serta meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan bayi di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2005, Interaksi Obat. Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
2. Anonim, 2000, Daftar Obat Indonesia, Jakarta
3. Anonim, 1999, Laporan Penelitian Praktek Kerja Profesi di RSAB Harapan
Kita
4. Harkness, Richard, 1984, Interaksi Obat, Penerbit ITB, Bandung
5. Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
6. Anonim, 2004, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS-KIA). Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat
Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
7. Anonim, 2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat)
Untuk Pasien Geriatri. Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
8. Katzung B.G., Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. 1995, Prentice-Hall
International Ltd.
9. D.C.Knoppert, Safety of drug in pregnancy and lactation in Pharmacotherapy
Self-Assessment Programm, 3rd ed, module Women’s health,
American College of Clinical Pharmacy: Kansas 1999:1-24.
10. Milsap RL., W J. Jusko Pharmacokinetics in the infants, Environ Health
Perspect 102(Suppl 11):000-000 (1994)
11. Anonim, 2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk
Penggunaan Obat dengan atau tanpa Makanan, Tugas Khusus
Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta
12. MIMS, 102nd ed 2005, Indonesia.
13. Riordan, Jan, EdD, RN, IBCLC, FAAN, 1996, Buku Saku Menyusui &
Laktasi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
14. Anonim, 1995, Modul Manajemen Laktasi, Ditjen Pelayanan Medik,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
15. Anonim, 2001, Mastitis Penyebab & Penatalaksanaan, World Health
Organization, Penerbit Widya Medika, Jakarta