Anda di halaman 1dari 52

Jurnal 1

PERAN IBU MENYUSUI YANG BEKERJA


DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
BAGI BAYINYA
Nurlaili Susanti
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang
email : dr.santie@gmail.com

Abstract
Exclusive breastfeeding is defined as an infant’s consumption of human milk
without complementary foods for the first six months of life. Breastfeeding has
many benefits and advantages for infants. Breast milk suffice infant’s necessary for
energy, protein, vitamin and mineral. In addition, breast milk protect infants from
susceptibility to infectious disease. Increased vulnerability to nutritional problems
in infants recently due to the replacement of breast milk with formula milk in a
manner and amount that can not satisfy infant’s need. Many problems were
encountered in efforts to provide exclusive breastfeeding, one of which is the
number of breastfeeding mothers who must return to work after the leave ends.
Therefore, mothers need knowledge and skill to provide exclusively breastfeeding
on their infants during work. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI
tanpa makanan pendamping sampai bayi berusia 6 bulan. ASI memiliki banyak
sekali manfaat dan keunggulan bagi bayi. ASI memenuhi kebutuhan sumber
energi, protein, vitamin dan mineral utama bagi bayi. Selain itu, ASI memiliki
kandungan yang menjaga bayi dari kerentanan terhadap penyakit infeksi.
Meningkatnya masalah kerawanan gizi pada bayi akhir-akhir ini, salah satunya
disebabkan penggantian ASI dengan susu formula, dengan cara dan jumlah yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi. Beberapa kendala yang muncul dalam
upaya pemberian ASI eksklusif ini, diantaranya adalah banyaknya ibu menyusui
yang harus kembali bekerja setelah masa cuti berakhir. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan bagi ibu agar dapat memberikan ASI
eksklusif pada bayi selama ditinggal bekerja.

Pendahuluan
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi dari ibu, tanpa
tambahan makanan padat atau cair lainnya kecuali sirup atau obat tetes yang
mengandung suplemen vitamin, mineral, atau obat (Labbok, 2000). WHO (World
Health Organization) merekomendasikan pada ibu di seluruh dunia untuk
menyusui secara eksklusif pada bayinya dalam 6 bulan pertama setelah lahir untuk
mencapai pertumbuhan yangoptimal, perkembangan dan kesehatan (WHO, 2011).
ASI memiliki banyak sekali manfaat bagi bayi. Pemberian ASI yang optimal
merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi
penerus yang berkualitas di masa depan. Pertumbuhan dan perkembangan bayi
dipengaruhi oleh jumlah nutrisi yang dikonsumsi. Kebutuhan nutrisi ini sebagian
besar dapat terpenuhi dengan pemberian ASI yang cukup. ASI tidak hanya sebagai
sumber energi utama tapi juga sebagai sumber protein, vitamin dan mineral utama
bagi bayi (Richard et all, 2003). Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan
makanan yang kurang serta penggantian ASI dengan susu botol dengan cara dan
jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan (Siregar, 2004) Ibu yang melahirkan
mampu menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan bayinya
selama 6 bulan pertama tanpa makanan tambahan berkisar 80% (Anonymous,
2010). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 1997 dan
2002, lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya, namun yang menyusui dalam
1 jam pertama cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada
tahun 2002. Cakupan ASI eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% tahun 1997
menjadi 39,5% pada tahun 2002. Penggunaan susu formula justru meningkat lebih
dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,5% tahun 2002
(Handayani, 2010). ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan makanan terbaik bagi
bayi, akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak kendala yang muncul, antara lain
ibu kurang memahami tata laksana laktasi yang benar, produksi ASI kurang, bayi
terlanjur mendapatkan prelacteal feeding (air gula atau formula) pada hari pertama
kelahiran, kelainan puting ibu, kesulitan bayi dalam menghisap, ibu hamil lagi saat
masih menyusui, ibu bekerja sehingga harus meninggalkan bayinya di rumah,
keinginan untuk disebut modern, dan pengaruh iklan susu formula yang kian
gencar (Partiwi, 2009). Kendala tersebut diatas, yang paling sering membuat
seorang ibu berpindah ke susu formula adalah alasan pekerjaan. Ibu yang bekerja
di sektor publik harus meninggalkan bayinya dalam kurun waktu tertentu, sehingga
tidak memungkinkan terjadinya kontak antara ibu dan bayi selama bekerja.
Sebenarnya, alasan ini bukanlah kendala yang berarti untuk memberikan ASI
eksklusif pada bayi, jika ibu memahami segudang manfaat ASI, memiliki
komitmen yang kuat untuk tetap memberikan ASI, dan mengetahui alternatif cara
yang bisa ditempuh agar dapat tetap memberikan ASI eksklusif bagi bayinya.
Tulisan ini akan mengulas lebih jauh tentang manfaat ASI dan bagaimana metode
yang bisa ditempuh oleh ibu bekerja agar tetap dapat memberikan ASI eksklusif
bagi bayinya.
Komposisi Air Susu Ibu (ASI)
Setiap mamalia telah dianugerahi payudara yang akan memproduksi air susu untuk
makanan bayi yang baru dilahirkannya. Air susu setiap jenis mamalia berbeda
sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan laju pertumbuhan bayi. Komposisi air
susu ibu berbeda dengan komposisi air susu sapi karena laju pertumbuhan bayi
manusia berbeda dengan bayi sapi seperti yang dituliskan pada Tabel 1. Bayi
manusia mencapai berat badan dua kali berat badan lahir dalam waktu 4-5 bulan,
sedangkan anak sapi hanya membutuhkan waktu 6 minggu untuk ini
(Boedihartono, 2002).
Manfaat Air Susu Ibu (ASI)
ASI memiliki banyak manfaat dan keunggulan baik bagi ibu maupun bayi.
Manfaat ASI bagi bayi dapat dilihat dari aspek gizi, aspek protektif dan aspek
psikologis, yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Aspek gizi.
ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan bayi ASI. ASI juga mudah dicerna karena mengandung
enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut
(Boedihartono, 2002). Kandungan zat gizi dalam ASI antara lain :
- Lemak
Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI. Kadar lemak dalam ASI
berkisar antara 3,5-4,5%. Lemak dalam ASI mudah diserap oleh bayi karena
trigliserida terlebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim
lipase yang terdapat dalam ASI. Kadar kolesterol dalam ASI juga lebih tinggi dari
susu sapi karena dibutuhkan untuk merangsang pembentukan enzim protektif,
sehingga metabolisme kolesterol menjadi efisien pada usia dewasa.
- Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Kadar laktosa ASI lebih tinggi
dibanding susu sapi yaitu 7g%. Laktosa mudah terurai menjadi glukosa dan
galaktosa. Enzim laktase yang diperlukan untuk metabolisme terdapat dalam
mukosa bayi sejak lahir. Laktosa dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan
merangsang pertumbuhan Lactobacillus bifidus.
- Protein
Protein dalam ASI adalah kasein dan air dadih (whey). Kadar protein dalam ASI
adalah 0,9%, dengan perbandingan antara air dadih dan kasein yang sesuai untuk
bayi yaitu 65:35. Rasio air dadih yang lebih tinggi dari kasein merupakan salah
satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi karena menjadikan protein
ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu sapi yang mempunyai rasio air dadih
dan kasein 20 : 80. Selain itu terdapat 2 asam amino dalam ASI yang tidak terdapat
dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan
somatik sedangkan taurine diperlukan untuk pertumbuhan otak.
- Garam dan mineral
Kadar garam dan mineral dalam ASI lebih rendah dari susu sapi. Ini dibutuhkan
karena ginjal bayi belum dapat mengkonsentrasi urine dengan baik. Bayi yang
minum susu formula tanpa modifikasi meskipun kadar kalsium dan magnesiumnya
lebih tinggi, sering menderita tetani akibat kadar fosfor dalam susu sapi jauh lebih
tinggi, sehingga mengganggu penyerapan kalsium dan magnesium. Zat besi dalam
ASI kadarnya sedikit tapi mudah diserap. Jumlah ini ditambah dengan cadangan
besi saat lahir cukup untuk memenuhi kebutuhan besi sampai umur 6
bulan.
- Vitamin
ASI mengandung vitamin yang dibutuhkan oleh bayi, diantaranya vitamin K dan
E.
- Taurin, DHA dan AA
Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi
sebagai neurotransmiter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.
Docosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak
jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids), yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat
mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.
- Kolostrum
Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari pertama sampai hari ke 4-7 yang
mengandung protein dan vitamin A yang tinggi serta karbohidrat dan lemak
rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama
kelahiran. Kolostrum harus diberikan pada bayi, meskipun jumlahnya sedikit tapi
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan membantu mengeluarkan
mekonium.
2. Aspek protektif
Bayi yang mendapat ASI akan lebih jarang menderita sakit dibandingkan bayi
yang tidak mendapat ASI (Boedihartono, 2002). Hal ini dikarenakan ASI
mengandung zat protektif yang dapat melindungi bayi dari infeksi bakteri, virus,
dan jamur, antara lain :
- Faktor bifidus
Lactobacillus bifidus cepat tumbuh dan berkembang biak dalam saluran
pencernaan bayi yang mendapat ASI, karena ASI mengandung polisakarida yang
berikatan nitrogen. Bakteri ini akan mengubah laktosa yang banyak terdapat dalam
ASI menjadi asam laktat dan asam asetat, sehingga menjaga keasaman flora usus
bayi dan menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.
- Imunitas humoral
Secretory Immunoglobulin A (sIgA) kadarnya cukup tinggi dalam ASI terutama
dalam kolostrum. Imunoglobulin ini tahan terhadap enzim proteolitik dalam
saluran pencernaan dan membentuk lapisan di permukaan mukosa usus sehingga
mencegah masuknya bakteri patogen dan enterovirus.
- Imunitas seluler
Sel darah putih dalam ASI pada 2 minggu pertama berjumlah lebih dari 4000 sel
per-mil. Selain itu ASI banyak mengandung makrofag yang berfungsi membunuh
dan memfagositosis mikroorganisme, membentuk komplemen C3 dan C4 serta
lisozim dan laktoferin.
- Lisozim
Lisozim adalah enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri Eschericia coli dan
Salmonella sp serta virus. Jumlah lisozim dalam ASI 300 kali lebih banyak dari
pada susu sapi.
- Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang terikat dengan zat besi. Fungsinya menghambat
pertumbuhan Staphyilococcus sp. dan Eschericia coli dengan jalan mengikat zat
besi sehingga bakteri terhambat pertumbuhannya. Selain itu, laktoferin juga
menghambat pertumbuhan jamur Candida sp. (Dirjen Gizi Masyarakat, 2001).
3. Aspek psikologik
Pada saat menyusui terjadi interaksi antara ibu dan bayi. Interaksi ini akan merajut
ikatan kasih sayang ibu dan bayi akibat berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit
(skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena merasakan
kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenalnya
sejak masih dalam kandungan (Boedihartono, 2002). Perasaan ini penting untuk
perkembangan psikologi bayi diantaranya mengembangkan dasar kepercayaan
(basic sense of trust) dengan mulai mempercayai orang lain yaitu ibu yang
mendukung pembentukan kepercayaan pada dirinya sendiri. Selain itu, dengan
menghisap payudara, koordinasi saraf menelan, menghisap dan bernafas yang
terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna (Hadi, 2005).
Manfaat menyusui bagi ibu juga banyak sekali. Selain aspek psikologi ibu, isapan
mulut bayi pada payudara ibu dapat merangsang terbentuknya hormon oksitosin
oleh kelenjar hipofisis posterior yang dapat meningkatkan produksi ASI dan
mempercepat involusi uterus sehingga mengurangi resiko perdarahan setelah
proses melahirkan. Menyusui secara eksklusif dapat menunda kesuburan karena
kadar hormon yang mempertahankan laktasi dapat menekan ovulasi sehingga dapat
digunakan sebagai kontrasepsi alamiah untuk menunda kehamilan. ASI juga sangat
praktis, tidak merepotkan, tidak perlu dibeli dan selalu tersedia dengan suhu yang
sesuai (Boedihartono, 2002).
Manajemen Laktasi
Payudara ibu telah dipersiapkan untuk laktasi oleh hormon yang disekresi
sejak proses kehamilan. Selama kehamilan, terjadi proliferasi selsel duktus
laktiferus dan sel-sel kelenjar air susu akibat pengaruh hormone estrogen,
progesteron dan laktogenik plasenta, serta terjadi peningkatan vaskularisasi pada
payudara yang menyebabkan perubahan ukuran payudara menjadi lebih besar
(Richard et al, 2003). Setelah persalinan, sekresi air susu ibu segera timbul di
bawah pengaruh hormon prolaktin. Semakin sering bayi menyusu akan semakin
banyak air susu yang diproduksi, karena isapan mulut bayi saat menyusu akan
merangsang hipotalamus yang akan memerintahkan hipofise anterior
mengeluarkan hormone prolaktin ke dalam darah (Handayani, 2010). Selain itu
isapan mulut bayi juga merangsang hipofise posterior melepaskan hormone
oksitosin yang memicu kontraksi sel mioepitel sehingga menyebabkan keluarnya
air susu (let down reflex). Menyusui hingga payudara kosong sangat penting untuk
mencegah stagnasi payudara yang dapat menyebabkan penuh dan sakit
(engorgement). Volume ASI yang dikeluarkan berkisar antara 0,5–1,5 liter/hari
bergantung pada kebutuhan bayi, pola pemberian ASI dan status gizi ibu
(Boedihartono, 2002). Upaya untuk menunjang keberhasilan menyusui harus
dimulai sejak masa kehamilan, dengan memeriksakan kesehatan secara rutin
termasuk payudara, dan menjaga asupan nutrisi. Perawatan payudara dilakukan
mulai usia kehamilan 6 bulan. Setelah persalinan, sebaiknya ibu segera menyusui
bayinya. Ibu menyusui membutuhkan asupan gizi 1½ kali lebih banyak dan air 8
gelas/hari, istirahat cukup dan kondisi psikologis yang tenang.
Peran Ibu Menyusui yang Bekerja dalam Pemberian ASI Eksklusif
Sekitar 70% ibu menyusui di Indonesia adalah wanita bekerja. Masa cuti
bagi ibu hamil dan menyusui di Indonesia berkisar antara 1-3 bulan. Ibu yang
sudah habis masa cuti dan harus kembali bekerja tetap dapat memberikan ASI
eksklusif bagi bayi yang disayanginya. Meskipun tidak ada kontak secara langsung
dengan bayi saat ditinggal bekerja, kontak secara psikis melalui pemberian ASI
tetap dapat dilakukan (Handayani, 2010). Alternatif cara yang bisa ditempuh
adalah dengan pemberian ASI perah. Dibutuhkan motivasi yang kuat dan
kesabaran ekstra untuk melakukannya. Ibu sebaiknya mulai menabung ASI 1 bulan
sebelum kembali bekerja. ASI perah dapat disimpan dan kemudian dapat
dipersiapkan untuk diberikan pada bayi tanpa harus berpikir untuk
memodifikasinya dengan susu formula (Anonymous, 2010). Di sela-sela waktu
bekerja, ibu bisa memerah ASI setiap 2-3 jam. Memerah ASI dapat dilakukan
dengan tangan dan pompa. Pompa yang paling baik dan efektif adalah pompa
elektrik, tapi harganya mahal (Handayani, 2010). Pompa ASI manual ada 2 bentuk
yaitu piston dan squeeze and bulb. Bentuk piston memiliki beberapa keunggulan
yaitu setiap bagian pompa dapat dibersihkan dan tekanannya dapat diatur,
sedangkan bentuk squeeze and bulb tidak dapat disterilkan karena bagian bulbnya
terbuat dari karet (Anonymous, 2008). Memerah ASI dengan menggunakan tangan
lebih dianjurkan karena lebih sederhana dan efektif. Sebelum diperah, sebaiknya
terlebih dahulu payudara dipijat lembut dengan menggunakan 3 jari tengah. Arah
pijatan memutar ke tengah dan menyisir dari pangkal menuju puting. Setelah itu
cuci kedua tangan dan atur posisi senyaman mungkin. Penampung ASI yang sudah
disterilkan diletakkan di bawah payudara yang diperas. Tangan ditempatkan di
salah satu payudara, tepatnya di tepi areola. Posisi ibu jari terletak berlawanan
dengan jari telunjuk. Tangan ditekan ke arah dada, lalu dengan lembut tekan ibu
jari dan telunjuk bersamaan. Pertahankan agar jari tetap di tepi areola, jangan
sampai bergeser ke puting. Kemudian diulangi secara teratur untuk memulai aliran
susu. Jari diputar secara perlahan di sekeliling payudara agar seluruh saluran susu
dapat tertekan. Tindakan yang sama diulangi pada sisi payudara yang lain, dan jika
diperlukan, pijat payudara di antara waktu pemerasan. Kemudian diulangi pada
payudara pertama lagi, dan selanjutnya pada payudara kedua, demikian seterusnya.
ASI harus di simpan dengan baik setelah diperah agar dapat bertahan lama. Di
udara terbuka, ASI perah dapat bertahan 6-8 jam, tapi jika ditempatkan di kantong
plastik kemudian dimasukkan termos dan diberi es batu, dapat bertahan kurang
lebih 24 jam. Bagi ibu yang memerah asi di tempat kerja bisa menempatkan ASI
perahnya di cooler box ASI yang sekarang banyak dijual di toko perlengkapan
bayi. ASI dapat disimpan di dalam lemari es selama 3 hari sedangkan dalam
freezer, ASI beku dapat bertahan selama 3 bulan. ASI perah yang disimpan ini
tidak mengalami perubahan kualitas, hanya warna dan bentuknya saja yang
mungkin berubah. Akan tetapi ASI perah yang disimpan dalam freezer akan
mengalami penurunan jumlah imunoglobulin A akibat suhu yang terlalu dingin
(Handayani, 2010). Ketika akan memberikan pada si kecil, ASI perah harus
dihangatkan terlebih dulu. Caranya bisa dengan menyiram botol ASI dengan kran
air hangat atau merendam botol berisi ASI dalam mangkuk yang berisi air hangat.
Suhu air hangat ini sama dengan suhu air yang biasa digunakan untuk mandi.
Lama penghangatan bergantung pada suhu ASI sebelumnya, suhu yang diinginkan
setelah penghangatan adalah sesuai dengan suhu tubuh sehingga menyerupai suhu
ASI yang dikeluarkan langsung dari payudara ibu. Setelah itu, ASI siap diberikan
pada bayi. Cara pemberian ASI perah pada bayi dibawah usia 6 bulan sebaiknya
tidak memakai dot tapi menyuapkannya dengan sendok. Ini dilakukan agar bayi
tidak mengalami sindroma bingung puting karena menyusu dengan dot lebih
mudah untuk mengeluarkan susu dari pada menyusu pada payudara ibu, dimana
bayi membutuhkan isapan yang lebih kuat untuk dapat mengeluarkan susu dari
payudara ibu. Bagi ibu yang sudah terlanjur memberikan susu formula pada
bayi pun dapat beralih pada ASI saja. Cara ini dinamakan relaktasi. Dimulai
dengan menghentikan penggunaan dot dan memberikan susu atau makanan lain
dengan gelas atau sendok. Ini dimaksudkan agar bayi lupa pada dot dan mau
menetek payudara ibu kembali. Selanjutnya tingkatkan intensitas kontak kulit
antara ibu dan bayi agar hormon laktasi terangsang oleh isapan mulut bayi. Bila
bayi mau menetek langsung pada payudara ibu, selang Nasogastric tube (NGT)
atau pipet diletakkan pada posisi yang lebih tinggi dari payudara untuk
mengalirkan cairan ASI perah atau susu formula dari wadah ke mulut bayi. Ibu
juga dapat minta bantuan orang lain untuk memegang wadah agar cairan berjalan
lancar selama melintasi selang atau membantu meneteskan cairan tepat diatas
puting. Ini dilakukan agar ketika bayi berada pada posisi menyusui tidak frustrasi
dengan jumlah ASI yang masih sedikit karena hanya dimaksudkan untuk
memancing produksi ASI oleh rangsangan isapan mulut bayi. Selama masa ini, ibu
dapat berkomunikasi dengan bayi tentang proses relaktasi yang harus dilalui
bersama. Proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran yang tinggi dalam
menjalaninya (Anonymous, 2011).
Kesimpulan
ASI memiliki manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang berkualitas. ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan mampu
mencukupi kebutuhan nutrisi utama bayi karena ASI mengandung zat gizi
berkualitas tinggi, mudah dicerna dan mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi.
Disamping aspek gizi, ASI juga memiliki keunggulan dari aspek protektif yang
melindungi bayi dari infeksi berbagai mikroorganisme dan juga keunggulan dari
aspek psikologis yang mendukung perkembangan kejiwaan bayi. Untuk
menunjang keberhasilan menyusui, dibutuhkan persiapan semenjak kehamilan,
segera setelah melahirkan dan dalam masa menyusui selanjutnya. Ibu yang
kembali bekerja pun dapat tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayi melalui
ASI perah. Cara ini membutuhkan motivasi dan kesabaran untuk menjalankannya.
Pemberian ASI yang berkualitas akan mendukung tumbuhnya generasi yang
berkualitas dan memberikan perlindungan dan kasih sayang lebih bagi buah hati
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2008. Teknik Menyusui Pada Ibu Bekerja dan Teknik Memerah ASI,
(Online) (http://www.creasoft.wordpress.com diakses 3 Juni 2011).
Anonymous. 2010. ASI Ekslusif dan Perkembangan Balita, (Online),
(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewart
icle&sid=709&ite mid=2 diakses 1 Juni 2011)
Anonymous. 2010. Tantangan Menyusui Bagi Ibu Bekerja, (Online) (http://
www.ayahbunda.co.id diakses 3 Juni 2011).
Anonymous. 2011. Relaktasi bagi yang ingin beralih dari susu formula ke
ASI, (Online), ( http://aimi-asi.org/2011/05 diakses 3 Juni 2011).
Boedihartono. 2002. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta: Yayasan
Perinasia.
Dirjen Gizi Masyarakat. 2001. Sumber: Buku Panduan Manajemen Laktasi.
Jakarta: Depkes RI.
Handayani, Faras. 2010. ASI Perah, Solusi Buat Ibu Bekerja, (Online)
(http://www.menyusui.net diakses 1 Juni 2011).
Hadi. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasi terhadap Kebijakan
Pembangunan Kesehatan Nasional. Makalah disampaikan dalam
pidato Penyuluhan Jabatan Guru Besar FK UGM Yogyakarta, 2005.
Labbok, Miriam. 2000. What is The Definition of Breastfeeding?.
Breastfeeding Abstracts. Volume 19, Number 3, pp. 19-21.
Partiwi, Ayu Nyoman dan Purnawati, Jeanne. 2009. Kendala Pemberian
ASI eksklusif dan Cara Mengatasinya, (Online), (http://www.idai.
or.id/asi.asp diakses 2 Juni 2011).
Richard, Berhman RE, Kliegmen RM, Jenson HB. 2003. Nelson Textbook
of Pediatrics 17th edition. Pennsylvania : W B Saunders.
Siregar, A. 2004. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, (Online), (http://library.usu.ac.id/fkm/fkmarifinsiregar.
pdf. Diakses 2 Juni 2011).
WHO. 2011. Exclusive breastfeeding Exclusive breastfeeding for six
months best for babieseverywhere,(Online)(http://www.who.int/mediacentre/news/
statements/2011/ breastfeeding20110115/en/index.html). Diakses tanggal 25
Januari 2012
Jurnal 2
PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI

DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK


DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2006
KATA PENGANTAR
Buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui merupakan
pedoman untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan apoteker dalam
penanganan ibu hamil dan menyusui. Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan
Menyusui diharapkan dapat memelihara kesinambungan komitmen lintas sektor
dan masyarakat dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak. Hal ini akan sangat mendukung
pelaksanaan upaya strategis dari tiap sektor dan seluruh lapisan masyarakat dalam
mencegah kematian ibu. Pelayanan Farmasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan pelayanan lain di rumah sakit, oleh karena itu diperlukan upaya
untuk mengarahkan kesatuan pandang para apoteker menuju terwujudnya
peningkatan mutu pelayanan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan guna
mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu hamil
dan menyusui. Diharapkan buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan
Menyusui ini dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam pelaksanaan pelayanan
Farmasi. Kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh tim yang
telah memberikan sumbangan pikirannya, sehingga tersusunnya pedoman ini.
Semua saran-koreksi membangun demi penyempurnaan pedoman ini tetap
diharapkan.
Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Drs. Abdul Muchid, Apt


NIP. 140 088 411
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………… i
Sambutan Dirjen Binfar dan Alkes ………………………………………..ii
Surat Keputusan Dirjen Binfar dan Alkes tentang Tim Penyusun ...........iv
Daftar Tabel ............................................................................................vii
Daftar Lampiran .....................................................................................viii
Dafar Isi ....................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Tujuan .................................................................................................3
1.3 Sasaran ................................................................................................3
1.4 Glossary ...............................................................................................3
BAB II KEHAMILAN DAN MENYUSUI .................................................6
2.1 KEHAMILAN ......................................................................................6
2.1.1 Proses Kehamilan ..............................................................................6
2.1.2 Proses Perkembangan Janin ..............................................................7
2.1.3 Masalah Yang Sering Terjadi Pada Kehamilan .................................8
2.2 MENYUSUI .......................................................................................10
2.2.1 Proses Laktasi .................................................................................10
2.2.2 Masalah Yang Sering Terjadi Pada Menyusui .................................12
BAB III FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIKA PADA
KEHAMILAN & MENYUSUI ..................................................................18
3.1 Farmakokinetika & Farmakodinamika Pada Kehamilan .....................18
3.2 Farmakokinetika & Farmakodinamika Pada Menyusui .......................23
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI UNTUK IBU HAMIL
DAN MENYUSUI ....................................................................................26
4.1 Pengkajian / Penilaian Peresepan ........................................................26
4.2 Pedoman Pemantauan Penggunaan Obat ............................................27
4.3 Pemberian Informasi dan Edukasi ......................................................29
BAB V PENUTUP ...................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 32
LAMPIRAN ..............................................................................................33
1. Daftar pemilihan obat secara umum untuk ibu menyusui .....................52
2. Pedoman untuk pengobatan dan pemberian ASI ..................................53
DAFTAR TABEL
Tabel.1 Proses Perkembangan Janin
Tabel.2 Pengobatan Kandida/Sariawan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar pemilihan obat secara umum untuk ibu menyusui
Lampiran 2. Pedoman untuk pengobatan dan pemberian ASI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu
dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman.
Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan.
Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan
perkembangan kedua bagian unit tersebut. Obat dapat menyebabkan efek yang
tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan. Selama kehamilan dan
menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan
kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan
suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi
cacat janin lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui
menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki
pada bayi yang disusui. Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka
penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat
mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat
terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik.
Obat obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya
senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan. Beberapa obat dapat
memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga.
Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan
risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga,
obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada
janin atau dapat meracuni plasenta. Penulisan resep untuk masa kehamilan
Jika memungkinkan konseling seharusnya dilakukan untuk seseorang waktu
sebelum merencanakan kehamilan termasuk diskusi tentang risiko-risiko yang
berhubungan dengan obat-obat spesifik, obat tradisional, dan pengaruh buruk
bahan kimia seperti rokok dan alkohol. Suplemen seperti asam folat sebaiknya
diberikan selama penatalaksanaan kehamilan karena penggunaan asam folat
mengurangi cacat selubung saraf. Obat sebaiknya diresepkan pada kehamilan
hanya jika keuntungan yang diharapkan bagi ibu hamil /dipikirkan lebih besar
daripada risiko bagi janin. Semua obat jika mungkin sebaiknya dihindari
selama trimester pertama. Pada proses menyusui, pemberian beberapa obat
(misalnya ergotamin) untuk perawatan si ibu dapat membahayakan bayi yang baru
lahir, sedangkan pemberian digoxin sedikit pengaruhnya. Beberapa obat yang
dapat menghalangi proses pengeluaran ASI antara lain misalnya estrogen.
Keracunan pada bayi yang baru lahir dapat terjadi jika obat bercampur dengan
ASI secara farmakologi dalam jumlah yang signifikan. Konsentransi obat pada ASI
(misalnya iodida) dapat melebihi yang ada di plasenta sehingga dosis terapeutik
pada ibu dapat menyebabkan bayi keracunan. Beberapa jenis obat menghambat
proses menyusui bayi (misalnya phenobarbital). Obat pada ASI secara teoritis
dapat menyebabkan hipersensitifitas pada bayi walaupun dalam konsentrasi yang
sangat kecil pada efek farmakologi. Perubahan fisiologi selama kehamilan dan
menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui
yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat
yang diminum. Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa
saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun
menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya.
Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil
dan menyusui, maka apoteker perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.
1.2 TUJUAN
Memandu apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dalam penanganan
ibu hamil dan menyusui.
1.3 SASARAN
Apoteker di rumah sakit dan komunitas
1.4 GLOSSARY
􀂾 Aerola : Daerah kehitaman sekitar puting susu
􀂾 Alat bantu puting susu (Nipple Shield) : Sebuah alat yang terbuat dari plastik
berbentuk cincin dan mempunyai puting susu yang terbuat dari karet yang kadang-
kadang dipakai ibu-ibu di payudara ketika menyusui. Alat ini sebaiknya jangan
dipakai karena dapat meragukan bayi tentang puting susu, menimbulkan cara
menghisap yang salah, mengurangi rangsangan terhadap puting susu dan
berkurangnya persediaan dan aliran
ASI.
􀂾 Apnea : Berhenti nafas
􀂾 Farmakokinetik : Aspek kinetika yang mencakup nasib obat dalam darah
yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
􀂾 Farmakodinamik : Aspek efek obat terhadap berbagai organ tubuh dan
mekanisme kerjanya.
􀂾 Fetus/Janin : Buah kehamilan pada masa pasca embrionik (> 12 minggu
setelah fertilisasi sampai kelahiran)
􀂾 Insufisiensi : Keadaan tidak mencukupi / tidak memadai untuk melaksanakan
tugas yang dibebankan
􀂾 Iritabilia : Respon abnormal terhadap rangsangan yang halus
􀂾 Jaundice : Sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan penumpukan
pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan akibat pasien tampak
kuning
􀂾 Labor / persalinan : Proses keluarnya rahim dari janin ke dunia luar.
􀂾 Malformasi : Kelainan bentuk / cacat.
􀂾 Malformasi kongenital : Cacat yang ditemukan saat kelahiran bayi (terjadinya
cacat pada saat dalam kandungan )
􀂾 Mastitis : Peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi
􀂾 Neonatal : Masa selama 4 minggu setelah kelahiran.
􀂾 Neonatus : Bayi baru lahir sampai usia 4 minggu.
􀂾 Organogenesis : Proses pembentukan organ
􀂾 Osteopenia : Kerapuhan tulang karena berkurangnya unsur-unsur pembentuk
tulang
􀂾 Osteoporosis : Kerapuhan tulang karena berkurangnya matriks / struktur tulang
(tulang keropos)
􀂾 Ototoksiksitas : Kualitas bersifat racun bagi / mengeluarkan efek merusak
terhadap saraf ke VIII / terhadap organ – organ pendengaran dan keseimbangan.
􀂾 Post natal : Terjadi setelah kelahiran
􀂾 Postmatur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung lebih dari 42 minggu
􀂾 Prematur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu
􀂾 Trimester pertama : Kehamilan 0 – 14 minggu
􀂾 Trimester kedua : Kehamilan 14 – 28 minggu
􀂾 Trimester ketiga : kehamilan 28 – 42 minggu
􀂾 Telaah ulang regimen obat : Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker sebelum obat disiapkan atau sesudahnya untuk menilai kesesuaian terapi
obat dengan indikasi kliniknya, mengevaluasi kepatuhan pasien, mengidentifikasi
kemungkinan adanya efek yang nerugikan akibat penggunaan obat, serta
memberikan rekomendasi penyelesaian masalah.
􀂾 Usia gestasi : Umur janin
􀂾 Usia kehamilan : Umur hamil (ibu)
BAB II
KEHAMILAN DAN MENYUSUI

2.1 KEHAMILAN
2.1.1 PROSES KEHAMILAN
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu
dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah
diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada
hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk
menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan
dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut
sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi
sekelompok sel di bagian dalamnya. Sebagian besar manusia, proses kehamilan
berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300
hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu disebut kehamilan
preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm.
Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester
pertama 0 – 14 minggu, kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan
trimester ketiga 28 – 42 minggu.
Gangguan pada kehamilan
􀂾 Mual dan muntah
􀂾 Liur melimpah
􀂾 Tekanan pada dada
􀂾 Lemah dan pusing
􀂾 Sariawan
􀂾 Gangguan buang air besar
􀂾 Varises
􀂾 Wasir atau ambeien
􀂾 Kejang kaki
􀂾 Keputihan
PROSES PERKEMBANGAN JANIN
Tabel.1 Proses Perkembangan Janin
BLN KE - KETERANGAN
I (0 – 4 minggu) • bakal janin mengalami bentuk fisik
diantaranya zygot
yang kemudian membelah diri jadi
puluhan sel dan
pada akhirnya bakal janin tersebut
berbentuk seperti
“koma”
• tonjolan jantung yang telah terbentuk
dalam rongga
dada dan mulai berdetak dan sudah
mampu memompa
darah ke seluruh tubuh embrio
II (4 – 8 minggu) • Menuju usia ke 5 minggu, tulang
punggung, sistem
dan otak mulai berkembang
• minggu ke sembilan mulut dan hidung
janin saat ini
sudah terbentuk dan terlihat jelas

III (8 – 12 minggu) • merupakan awal dari trimester kedua


sebagai tahap
utama perkembangan janin
• Janin sudah bisa membuka dan
menutup mulutnya
serta mulai berlatih melakukan gerakan
manghisap dan
menelan
• Berat janin bertambah sampai 65 g dan
panjangnya 10
cm
• Tungkai dan lengan terus tumbuh dan
panjang janin
39 mm.
• minggu ke sepuluh, bagian luar telinga
janin sudah
tampak.
• Pada Kuku jari tangan sudah terbentuk
dan sudah
mampu menekuk tangannya menjadi
setengah kepalan
• Bagian luar alat kelaminnya sudah
terbentuk
IV (12 – 16 minggu) • Lengan, pergelangan dan jari-jarinya
sudah dapat
ditekuk dan mengepal.
• minggu ke 17 bisa menghisap jempol,
bobotnya
sekitar 285 g.
• Gigi susu dan tunas gigi sudah
berkembang di dalam
Gusinya

V (16 – 20 minggu) • tumbuh rambut di kelopak mata, alis


dan kulit kepala.
• Hampir seluruh sistem di dalam tubuh
sudah mulai
menjalankan tugasnya termasuk sistem
saraf
• Alat kelaminnya sudah terbentuk dan
berkembang
dengan baik
• Sel darah putih sudah terbentuk, kulit
janin pun sudah
menebal dan tidak tembus cahaya.
• Bobotnya sekitar 425 g dan
panjangnya 30 cm
VI (20 – 24 minggu) • Detak jantung bayi dapat didengar
dengan
menggunakan stetoskop di perut ibu.
• Kelopak mata janin dapat membuka
dan menutup,
jantungnya berdetak 150 kali per menit.
• Otot-otot tubuhnya kian kuat, bobot
janin sekitar 150g.
VII (24 – 28 minggu) • Kulit dan tubuh janin yang kurus akan
tampak berisi
• Paru-paru dan otaknya belum
berkembang sempurna
namun saraf dan jaringannya sudah
berfungsi
• Pada usia 33 minggu, kuku jari
tangannya tumbuh
sempurna.
• Panjang sekitar 43 cm dengan bobot 2
kg.
VIII (28 – 32 minggu) • Bakal bayi mulai memproduksi
hormon kortison yang
membantu menyempurnakan
pembentukan paru-paru
agar siap bernafas saat dilahirkan.
• Di akhir bulan, kepalanya umumnya
sudah benarbenar
masuk ke rongga panggul dan siap
untuk
dilahirkan.
• Beratnya 2,75 kg dengan panjang
sekitar 45-50 cm
2.1.3 MASALAH YANG SERING TERJADI PADA KEHAMILAN
􀂾 Toksoplasmosis
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii. Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita hamil. Bila
infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20 % janin
terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada
trimester ke tiga 65 % janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama
kahamilan. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara : memasak daging
sampai matang , menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun
membersihkan kotoran hewan ternak, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak
tercemar kotoran hewan ternak.
􀂾 Sifilis
Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum. Penyakit ini dapat ditularkan
melalui plasenta sepanjang masa kehamilan. Biasanya respon janin yang hebat
akan terjadi setelah pertengahan kedua kehamilan dengan manifestasi klinik
hepatosplenomegali, ikterus,petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, dan lesi
tulang. Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
yang rendah, atau bahkan kematian janin. Pencegahan antara lain dengan cara :
promosi kesehatan tentang penyakit menular seksual, mengontrol prostitusi
bekerjasama dengan lembaga sosial, memperbanyak pelayanan diagnosis dini dan
pengobatannya, untuk penderita yang dirawat dilakukan isolasi terutama terhadap
sekresi dan ekresi penderita.
􀂾 HIV/AIDS
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus. Pada janin penularan terjadi secara
transplasenta, tetapi dapat juga akibat pemaparan darah dan sekret serviks selama
persalinan. Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukan gejala pada saat
lahir. Pencegahan antara lain dengan cara : menghindari kontak seksual dengan
banyak pasangan terutama hubungan seks anal, skrining donor darah lebih ketat
dan pengolahan darah dan produknya dengan lebih hati – hati.
􀂾 Rubella (German measles)
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk family Tgaviridae dan
genus Rubivirus. Pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa
inkubasinya rata – rata 16 – 18 hari. Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis
karena rubella hanya mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan
pertama, makin awal (trimester pertama) Ibu hamil terinfeksi rubella makin serius
akibatnya pada bayi yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau
malformasi kongenital pada sebagian besar organ tubuh ( kelainan bawaan )
􀂾 Herpes simpleks ( Herpervirus hominis)
Penyakit ini disebabkan infeksi herpes simplex virus (HSV). Pada bayi infeksi ini
didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini mempunyai
kesempatan naik melalui mukosa yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala pada
bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang
baru pada minggu ke dua atau ketiga. Pencegahan antara lain dengan cara: menjaga
kebersihan perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan
infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung
tangan dalam menangani lesi infeksius.
2.2 MENYUSUI
2.2.1 PROSES LAKTASI
A. Persiapan Psikologi
Langkah – langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan
untuk menyusui adalah :
• Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses dalam
menyusui bayinya; menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah
proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil menjalaninya; bila ada masalah,
dokter/petugas kesehatan akan menolong dengan senang hati
• Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formula
• Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lain
• Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam
keluarga, ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayi sehingga
perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga
• Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas kesehatan
harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam membantu ibu
sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk bertanya tentang masalah yang
tengah dihadapinya
B. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
• Ukuran dan Bentuk
Tidak berpengaruh pada produksi ASI. Perlu diperhatikan bila ada kelainan; seperti
pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi
• Kontur/Permukaan
Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka pada kulit
payudara harus dipikirkan kearah tumor atau keganasan dibawahnya. Saluran limfe
yang tersumbat dapat menyebabkan kulit membengkak, dan membuat gambaran
seperti kulit jeruk
• Warna Kulit
Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang
perlu diperhatikan adalah warna kemerahan tanda radang, penyakit
kulit atau bahkan keganasan
• Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan
pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat
sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu
• Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
- Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (kaki ibu tidak tergantung dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi
- Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,
kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh
menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan)
- Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu
di depan
- Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
- Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
- Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
• Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain
menopang dibawah, jangan menekan puting susu atau areolanya saja.
2.2.2 MASALAH YANG SERING TERJADI PADA MENYUSUI
􀂾 MASTITIS
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak
disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga
disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Abses
payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan
komplikasi berat dari mastitis. Dua penyebab utama mastitis adalah
stasis ASI dan infeksi. Patogen yang paling sering diidentifikasi
adalah staphilokokus aureus. Pada mastitis infeksius, ASI dapat
terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang tinggi dan
merangsang penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui.
Antibiotik (resisten-penisilin) diberikan bila ibu mengalami mastitis
infeksius.
Gejala mastitis non – infeksius
• Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan
yang akut
• Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri
tekan tersebut
• Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja
Gejala mastitis infeksius
• Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu
• Ibu dapat mengeluh sakit kepala
• Ibu demam dengan suhu diatas 34oC
• Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara
• Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya
(tanda-tanda akhir)
• Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang
“pembengkakan”
Pengobatan :
• Lanjutkan menyusui
• Berikan kompres panas pada area yang sakit
• Tirah baring (bersama bayi) sebanyak mungkin
• Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik
(Ibuprofen, asetaminofen) untuk mangurangi demam dan nyeri
• Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi
(<39oC), periksa kultur susu terhadap kemungkinan adanya
infeksi streptokokal
• Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika
demam dan gejala berkurang.
􀂾 KANDIDA/SARIAWAN
Merupakan hal yang biasa terjadi pada ibu yang menyusui dan bayi
setelah pengobatan antibiotik. Manifestasinya seperti area merah
muda yang menyolok menyebar dari area puting, kulit mengkilat,
nyeri akut selama dan setelah menyusui; pada keadaan yang parah,
dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan yang berat dan rasa tidak
nyaman, khususnya selama dan segera setelah menyusui
Bayi dapat menderita ruam popok, dengan pustula yang menonjol,
merah, tampak luka dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan.
Pada kasus-kasus yang berat, bintik-bintik atau bercak-bercak putih
mungkin terlihat merasakan nyeri dan menolak untuk mengisap.
Pengobatan :
• Obati ibu dan bayinya
• Oleskan krim atau losion topikal antijamur ke puting dan
payudara setiap kali sehabis menyusui, dan seka mulut, lidah dan
gusi bayi setiap kali sehabis menyusui
• Anjurkan ibu untuk mengkompreskan es pada puting sebelum
menyusui untuk mengurangi nyeri
Tabel.3 Pengobatan Kandida/Sariawan
Obat Aplikasi

Nistatin - Oleskan pada payudara empat kali sehari


- Berikan supisitoria vagina setiap hari
Klotrimazol - Oleskan pada payudara empat kali sehari
- Berikan supositoria vagina setiap hari (tersedia
bebas)

Mikonazol Oleskan pada payudara empat kali sehari

Flukonazol Gunakan dosis oral tunggal 150 mg untuk


kandidiasis vagina

yang memberikan kekebalan pada bayi belum mempunyai


kesempatan untuk berkembang.
Perawatan :
• Jika ibu sudah pernah mengalami cacar, menyusui akan
memberikan antibodi kepada bayi. Menyusui tidak perlu
dihentikan
• Jika ibu belum pernah mengidap cacar air, ibu dan bayinya harus
menerima vaksin varisela jika mereka sudah terpapar
• Jika ibu mengidap cacar beberapa hari sebelum melahirkan :
- ibu dan bayi harus diisolasi secara terpisah jika neonatus tidak
mengalami lesi. Hanya sekitar 50 % bayi yang terpapar akan
berkembang menjadi penyakit
- keluarkan ASI jika bayi ditempatkan pada tempat lain
- jika bayi menderita lesi, isolasi bayi dengan ibu; menyusui
tidak dihentikan.
􀂾 CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
CMV adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki antibodi
CMV di dalam darahnya. Organisme tersebut dapat dijumpai dalam
saliva, urin dan ASI. Janin mungkin sudah terinfeksi sejak di dalam
uterus. Masalah kongenital yang paling serius terjadi pada bayi yang
lahir dari ibu yang memiliki CMV primer selama kehamilan
Menyusui merupakan alat yang penting untuk memberikan imunitas
pasif CMV pada bayi. Anak yang disusui, yang diimunisasi CMV
melalui ASI akan terlindungi dari gejala infeksi nantinya dan dari
infeksi primer selama kehamilan.
Perawatan :
Bayi cukup bulan
Anjurkan supaya bayi cukup bulan disusui jika ibu telah terbukti
seropositif selama kehamilan. Mengkonsumsi ASI yang terinfeksi
akan mengarah pada infeksi CMV dan sero-konversi dari bayi tanpa
akibat yang merugikan.
Bayi preterm
Pertimbangkan dengan hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu
yang terinfeksi CMV pada bayi prematur khususnya jika bayi
seronegatif. Segera ke neonatolog untuk evaluasi dan pembuatan
keputusan
􀂾 HEPATITIS B (HBV)
HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan)
dan ditularkan melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi
tubuh atau transfusi darah. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBV +
langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di dalam rahim.
Perawatan :
• Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir.
Selain itu, bayi harus menerima imunoglobulin hepatitis B
(HBIG)
• Menyusui tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV
􀂾 HIV/AIDS
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (5-
10%), persalinan (10-20%) dan menyusui (10-15%). Meskipun
secara umum prevalensi HIV di Indonesia tergolong rendah (kurang
dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah dikategorikan
sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat
kantung-kantung dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada
beberapa populasi tertentu (pada pengguna narkoba suntikan, PSK,
waria, dan narapidana).
Karena mayoritas pengguna narkoba suntukan yang terinfeksi HIV
berusia reprodukasi aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah
kehamilan dengan HIV positif akan meningkat.
Dengan intervensi yang tepat maka risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi sebesar 25-45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%. Menurut
estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif
yang melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi
sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV positif setiap
tahunnya di Indonesia.
Perawatan :
􀂾 Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko
terinfeksi HIV, segera melakukan VCT (Voluntary Counseling &
Testing) untuk mengetahui status serologis secepatnya.
􀂾 Bila status serologisnya negatif, dianjurkan untuk
mempertahankannya dengan menghindari paparan menggunakan
kondom setiap sanggama, melakukan perilaku hidup sehat, dan
melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran (memastikan
hasil pemeriksaan di luar “masa jendela”).
􀂾 Bila status serologisnya positif, dianjurkan untuk melaksanakan
profilaksis Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan
seksio sesarea, dan tidak menyusui/menghentikan menyusui
sedini mungkin/menggunakan susu formula (Exclusive Formula
Feeding)
􀂾 Pemakaian susu formula harus memenuhi syarat AFASS dari
WHO : Affordable (Terjangkau), Feasible (Layak), Acceptable
(Dapat diterima), Safe (Aman), dan Sustainable (Berkelanjutan).
Apabila kelima syarat AFASS tidak dapat terpenuhi, maka ASI
tetap diberikan setelah melalui proses konseling mengenai
kemungkinan penularan infeksi.
􀂾 Setelah persalinan, ibu dengan HIV positif dianjurkan
melanjutkan pengobatan ARV (ARV Terapi) sesuai Pedoman
Nasional Pengobatan ARV
􀂾 Bayi dari ibu HIV positif perlu dijaga kesehatan dengan
pemberian nutrisi yang sesuai, dan diperikasa status serologisnya
pada usia 18 bulan
􀂾 Pasangan seksual dari ibu HIV positif dianjurkan untuk
melakukan VCT dan anjuran yang sesuai.
BAB III
FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIK
PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI

3.1. Farmakokinetika dan Farmakodinami Pada Kehamilan


A. Farmakokinetika
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi
farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh
misalnya penambahan volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai
dengan 30%. Pada akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50%
dan pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga
600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di
plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu.
Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan penurunan
kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air
seperti aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah.
Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum
(hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin.
Steroid dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-obat lain yang ikatan
protein plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak
terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya
kadar obat dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya
kecepatan metabolisme obat tersebut.
Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkan
efek yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak
berubah. Walau demikian kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan
dapat secara kompetitif menginduksi metabolisme obat lain, misalnya
fenitoin atau menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin.
Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan (clearance)
ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat ginjal, contohnya penicilin.
Perpindahan obat lewat plasenta.
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi
sederhana sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta
akan sangat menentukan perpindahan obat lewat plasenta.
Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat
plasentadipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.
• Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati
plasenta masuk ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang
umum digunakan pada dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada
bayi yang baru dilahirkan.
• Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya
obat yang terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil
kholin dan tubokurarin yang juga digunakan pada seksio sesarea, adalah
obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta
sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan
pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat
ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi dapat
cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan
dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak terion.
Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak
absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap
akan melewati plasenta dalam jumlah besar.
• Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah
melewati pori membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan
derajat ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul 500-1000 Dalton akan
lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat dengan berat molekul >1000
Dalton akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh adalah
heparin, mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah lagi
adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta sehingga
merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.
• Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat
melewati membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama
albumin, akan mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi
bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan protein tidak terlalu
mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang
kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih
tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di
lemak dan terionisasi maka perpindahaan nya lewat plasenta lambat dan
dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein
di ibu dan di janin juga penting, misalnya sulfonamid, barbiturat dan
fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin.
Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan
dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan
protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari
darah ibu ke janin.
Metabolisme obat di plasenta dan di janin.
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu
adalah.
1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga
sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua
jalur utama metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat
beberapa reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi
etanol dan fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta
ini akan menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah
metabolit yang toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil
penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur
molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami
metabolisme yang bermakna di plasenta.
2. Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat
vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan
masuk hati janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum
janin. Obat yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan
dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun
dapat dikatakan metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak
pada metabolisme obat maternal.
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya
talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena
asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan dari hasil penelitian
pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari
pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di
sel embrio.
B. Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat ibu hamil.
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada
kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase
kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena
kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung,
aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita
hamil membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil.
Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan
karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau insulin yang
dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes yang diinduksi
oleh kehamilan.
Mekanisme kerja obat pada janin.
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin berkembang
dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian obat pada wanita hamil
yang ditujukan untuk pengobatan janin walaupun mekanismenya masih
belum diketahui jelas. Contohnya kortikosteroid diberikan untuk
merangsang matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur.
Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim hati untuk
metabolisme bilirubin sehingga insidens jaundice ( bayi kuning) akan
berkurang. Selain itu fenobarbital juga dapat menurunkan risiko perdarahan
intrakranial bayi kurang umur. Anti aritmia juga diberikan pada ibu hamil
untuk mengobati janinnya yang menderita aritmia jantung.
Kerja obat teratogenik.
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi
struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar
pengaruhnya pada perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera
sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada saat waktu
kritis pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai
minggu ke tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan
efek teratogenik belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi faktor.
• Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak
langsung mempengaruhi jaringan janin.
• Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat
plasenta sehingga mempengaruhi jaringan janin.
• Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan
janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan
pada jaringan normal. Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah
teratogenik yang potensial.
• Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada
abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat
menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan
timbulnya spina bifida.
Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif.
Misalnya konsumsi alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan ,
terutama pada kehamilan trimester pertama dan kedua akan menimbulkan
fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada sistem saraf pusat,
pertumbuhan dan perkembangan muka.
3.2. Farmakokinetika dan Farmakodinamik Pada Menyusui
A. Farmakokinetika
Hampir semua obat yang diminum perempuan menyusui terdeteksi didalam
ASI , untungnya konsentrasi obat di ASI umumnya rendah. Konsentrasi obat
dalam darah ibu adalah faktor utama yang berperan pada proses transfer obat
ke ASI selain dari faktor-faktor fisiko-kimia obat. Volume darah/cairan tubuh
dan curah jantung yang meningkat pada kehamilan akan kembali normal
setelah 1 bulan melahirkan. Karena itu pemberian obat secara kronik mungkin
memerlukan penyesuaian dosis.
Obat yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion akan
mudah melewati membran sel alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya
kecil (< 200 Dalton) akan mudah melewati pori membran epitel susu. Obat
yang terikat dengan protein plasma tidak dapat melewati membran, hanya obat
yang tidak terikat yang dapat melewatinya.
Plasma relatif sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu obat yang bersifat basa
lemah di plasma akan lebih banyak dalam bentuk tidak terionisasi dan mudah
menembus membran alveoli dan kapiler susu. Sesampainya di ASI obat yang
bersifat basa tersebut akan mudah terion sehingga tidak mudah untuk melewati
membran kembali ke plasma. Fenomena tersebut dikenal sebagai ion
trapping.
Rasio M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasma
ibu. Rasio M:P yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI ,
sebaliknya rasio M:P < 1 menunjukkan bahwa obat sedikit berpindah ke ASI.
Pada umumnya kadar puncak obat di ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah ibu
meminum obat. Hal ini mungkin dapat membantu mempertimbangkan untuk
tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus
meminum obat yang potensial toksik terhadap bayinya maka untuk sementara
ASI tidak diberikan tetapi tetap harus di pompa. ASI dapat diberikan kembali
setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari obat dan ini dapat diperhitungkan
setelah 5 kali waktu paruh obat.
Rasio benefit dan risiko penggunaan obat pada ibu menyusui dapat dinilai
dengan mempertimbangkan :
1. Farmakologi obat: reaksi yang tidak dikehendaki
2. Adanya metabolit aktif
3. Multi obat : adisi efek samping
4. Dosis dan lamanya terapi
5. Umur bayi.
6. Pengalaman/bukti klinik
7. Farmakoepidemiologi data.

Farmakokinetika bayi.
Absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi pada bayi berbeda nyata
dengan orang dewasa. Kecepatan absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah,
misalnya absorpsi fenobarbital, fenitoin, asetaminofen dan Distribusi obat
juga akan berbeda karena rendahnya protein plasma, volume cairan tubuh
yang lebih besar dari orang dewasa. Metabolisme obat juga rendah karena
aktivitas enzim yang rendah . Ekskresi lewat renal pada awal kehidupan masih
rendah dan akan meningkat dalam beberapa bulan.
Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga kinetika
obat pada bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh obat. Yang perlu
diperhatikan adalah bila efek yang tidak diinginkan tidak bergantung dari
banyaknya obat yang diminum, misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau
banyaknya ASI yang diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi apakah si
bayi meminum atau tidak meminum ASI menjadi lebih penting.
B. Farmakodinamika.
Mekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak berbeda.
Sedangkan farmakodinamik obat pada bayi masih sangat terbatas dipelajari.
Kemungkinan sensitivitas reseptor pada bayi lebih rendah, sebagai contoh,
dari hasil penelitian bahwa sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI
UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
4.1 PENGKAJIAN / PENILAIAN PERESEPAN (PEDOMAN TELAAH
ULANG REGIMEN OBAT (DRUG REGIMEN REVIEW) )
Tujuan :
Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya,
mencegah atau meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat
dan mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan.
Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah
ulang rejimen obat :
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari
- Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang
berisiko tinggi untuk mengalami efek samping yang serius
- Menderita tiga penyakit atau lebih
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
- Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
- Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
- Berobat pada banyak dokter
- Mengalami efek samping yang serius, alergi
Tatalaksana telaah ulang rejimen obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang prinsip-prinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan
ketrampilan yang memadai
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil / menyusui:
- Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat yang
sedang digunakannya
- Menanyakan mengenai semua obat yang sedang digunakan ibu
hamil/menyusui, meliputi: obat resep, obat bebas, obat
tradisional/jamu, obat suplemen
- Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara
penggunaan dan alasan penggunaan
- Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu
hamil/menyusui dengan data yang ada di catatan medis, catatan
pemberian obat dan hasil pemeriksaan terhadap obat yang
diperlihatkan
- Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh ibu
hamil / menyusui
- Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil / menyusui,
baik efek terapi maupun efek samping
- Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan riwayat
penggunaan obat ibu hamil/ menyusui
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter
d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi
4.2 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN OBAT
Tujuan :
Mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek
merugikan akibat penggunaan obat.
Tatalaksana pemantauan penggunaan obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang patofisiologi, terutama pada ibu hamil dan menyusui, prinsipprinsip
farmakoterapi, cara menafsirkan hasil pemeriksaan fisik, uji
laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan penggunaan obat, dan
ketrampilan berkomunikasi yang memadai.
b. Mengumpulkan data ibu hamil/menyusui, yang meliputi :
- Deskripsi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, nama
ruang rawat/poliklinik, nomor registrasi)
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat penggunaan obat (termasuk riwayat alergi, penggunaan obat
non resep)
- Data hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik
- Masalah medis yang diderita
- Data obat-obat yang sedang digunakan
Data /informasi dapat diperoleh melalui :
- wawancara dengan ibu hamil / menyusui atau
- catatan medis
- kartu indeks (kardeks)
- komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat)
c. Berdasarkan data/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi adanya
masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
d. Memberikan masukan/saran kepada tenaga kesehatan lain mengenai
penyelesaian masalah yang teridentifikasi.
e. Mendokumentasikan kegiatan pemantauan penggunaan obat pada formulir
yang dibuat khusus.
Obat Yang Digunakan Pada Masa Kehamilan
• Pertimbangkan perawatan pada masa kehamilan
• Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperolah ibu
diharapkan lebih besar dibandingkan risiko pada janin
• Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama
trimester pertama kehamilan
• Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luas
pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru
atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis
• Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu
sesingkat mungkin
• Hindari polifarmasi
• Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan
pada beberapa obat (misalnya fenitoin, litium)
Obat Yang Digunakan Pada Wanita Menyusui
• Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari. Jika pengobatan
memang diperlukan, perbandingan manfaat/risiko harus dipertimbangkan
pada ibu maupun bayinya.
• Obat yang diberi ijin untuk digunakan pada bayi umumnya tidak
membahayakan
• Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir prematur) mempunyai risiko
lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI. Hal ini disebabkan oleh
fungsi ginjal dan hati yang belum berkembang, sehingga berisiko terjadi
penimbunan obat
• Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan
jumlah kadar obat terkecil yang sampai pada bayi
• Hindari atau hentikan sementara menyusu
• Jika suatu obat digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau
secara cermat terhadap efek samping yang mungkin terjadi
• Sebaiknya dihindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit data
4.3 PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang merencanakan
kehamilan, peran farmasis selain memberikan informasi tentang obat, juga
memberikan penyuluhan tentang kesuburan dan perencanaan kehamilan.
Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk menghindari segala jenis
obat, alkohol, rokok, dan obat penenang.
Yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat
pada wanita hamil adalah manfat pengobatan pada wanita hamil harus lebih
besar daripada risiko jika tidak diberikan pengobatan. Contohnya adalah pada
wanita hamil yang menderita epilepsi, lebih berbahaya apabila tidak diberikan
pengobatan karena risiko terjadi kejang pada ibu dan janin lebih berbahaya
dibandingkan dengan potensi kelainan janin sebagai akibat pemberian obat.
Oleh karena itu, nasehat tentang pengobatan secara berkesinambungan pada
wanita hamil yang menderita penyakit kronis sangat diperlukan. Apabila
pemberian obat tidak dapat dihentikan selama kehamilan, maka pengobatan
harus berada dalam pengawasan dan pemantauan dokter.
Selain itu, juga harus diberikan informasi mengenai bahaya penggunaan
beberapa obat selama menyusui. Beberapa obat dapat tepenetrasi ke dalam
ASI melalui proses difusi pasif, dosis yang masuk biasanya 1-2 % dosis yang
digunakan ibu. Dengan ini maka bayi akan terpengaruhi, sehingga penyuluhan
penting dilakukan. Metode penyuluhan dapat diberikan dengan penyuluhan
langsung (tatap muka) ataupun dengan penyebaran pamflet ke masyarakat
(melalui RS ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan
menghindari efek-efek yang merusak janin ataupun bayi.
BAB V
PENUTUP
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, merupakan suatu
panduan yang diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu
hamil
dan menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif
tidak
aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak
merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya. Karena Perubahan
fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat
pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan
respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Mudah - mudahan buku pedoman ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan Farmasi bagi ibu hamil dan menyusui, sehingga dapat mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir serta meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan bayi di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2005, Interaksi Obat. Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
2. Anonim, 2000, Daftar Obat Indonesia, Jakarta
3. Anonim, 1999, Laporan Penelitian Praktek Kerja Profesi di RSAB Harapan
Kita
4. Harkness, Richard, 1984, Interaksi Obat, Penerbit ITB, Bandung
5. Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
6. Anonim, 2004, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS-KIA). Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat
Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
7. Anonim, 2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat)
Untuk Pasien Geriatri. Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
8. Katzung B.G., Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. 1995, Prentice-Hall
International Ltd.
9. D.C.Knoppert, Safety of drug in pregnancy and lactation in Pharmacotherapy
Self-Assessment Programm, 3rd ed, module Women’s health,
American College of Clinical Pharmacy: Kansas 1999:1-24.
10. Milsap RL., W J. Jusko Pharmacokinetics in the infants, Environ Health
Perspect 102(Suppl 11):000-000 (1994)
11. Anonim, 2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk
Penggunaan Obat dengan atau tanpa Makanan, Tugas Khusus
Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta
12. MIMS, 102nd ed 2005, Indonesia.
13. Riordan, Jan, EdD, RN, IBCLC, FAAN, 1996, Buku Saku Menyusui &
Laktasi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
14. Anonim, 1995, Modul Manajemen Laktasi, Ditjen Pelayanan Medik,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
15. Anonim, 2001, Mastitis Penyebab & Penatalaksanaan, World Health
Organization, Penerbit Widya Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai