Anda di halaman 1dari 21

[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

STEP 7 PENELITIAN FAKMAKOLOGI


1. Apa saja model penelitian eksperimental farmakologi?

BIOASSSAY
DEFINISI
- Bioassay (umum digunakan singkatan untuk uji biologis), atau standarisasi biologis
adalah jenis eksperimen ilmiah.
- Bioassay biasanya dilakukan untuk mengukur dampak dari zat pada organisme
hidup dan sangat penting dalam pengembangan obat baru dan dalam memantau
polusi lingkungan. Keduanya prosedur dimana potensi atau sifat suatu zat
diperkirakan dengan mempelajari dampaknya pada materi hidup.
- Bioassay adalah prosedur untuk penentuan konsentrasi konstitusi tertentu
campuran.

PRINSIP BIOASSAY
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

- Prinsip aktif yang akan diuji harus menunjukkan respon pengukuran yang sama
pada semua spesies hewan
- Tingkat respon farmakologis yang dihasilkan harus direproduksi dalam kondisi yang
sama [Misalnya Adrenaline menunjukkan kenaikan yang sama pada tekanan darah
dalam spesies yang sama di pengaruhi berdasar: berat, usia, jenis kelamin,
ketegangan dll]
- Kegiatan diuji harus menjadi kegiatan yang menarik
- Variasi individu harus diminimalkan
Bioassay mungkin mengukur aspek dif dari substansi yang sama dibandingkan
dengan uji kimia [Misalnya testosteron & metabolit

In silico
- Studi in silico adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk menemukan obat baru.
- Penemuan obat dengan skrining maya
- Diantaranya yaitu HKSA dan studi docking. Beberapa metode biasa digunakan untuk
simulasi docking, yaitu pengamatan visualisasi berdasarkan interaksi ligand dan
protein. Hal yang sering diamati adalahbesarnya energi ikatan dan adanya ikatan
hidrogen antara ligand dan protein.
- Upaya telah dilakukan untuk membangun model komputer dari perilaku selular .
Sebagai contoh, pada tahun 2007 para peneliti mengembangkan model silico
tuberkulosis untuk membantu dalam penemuan obat , dengan manfaat utama
menjadi lebih cepat dari real time tingkat pertumbuhan simulasi , memungkinkan
fenomena yang menarik untuk diamati dalam beberapa menit bukan bulan
- .
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

In vitro :  primary bioasssay


adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di
laboratorium; Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh
manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
Murah dan cepat
dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan
terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini
cenderung untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen
sel, protein , dan / atau biomolekul
in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada
subjek hidup

In vivo :  secondary bioassay


Terletak di dalam tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama
dalam lingkungan yang terkendali

Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar
atau teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis
obatnya, missal yang jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies,
jenis kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi dosis), dan harus
dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non
rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia
merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent.
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA)
http://www.digilib.stikes-bth.ac.id ,
http://www.sciencedaily.com/releases/2007/06/070624135714.htm

2. Kelebihan dan kekurangan in vivo dan contohnya?

In vivo :
Terletak di dalam tubuh manusia  digunakan hewan utuh dan kondisi
hidup (baik sadar atau teranestesi)
dalam lingkungan yang terkendali
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang
jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin,
umur, berat badan (mempengaruhi dosis)
harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat
dan non rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada
manusia merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent.

kekurangan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama

Contoh :
- utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD
bukan Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak
banyak shg pengamatan akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.

- Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan
yakni dengan penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi
jika sasarannya nyeri tekanan digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena
tikus akan dijepit ekornya atau telapak jarinya dengan alat tertentu,
sementara kalo nyeri berupa panas, digunakan boleh mencit atau tikus krn
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

hewan akan diletakkan di hot plate.

- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg pankreasnya


banyak kemiripan dg manusia, namun dengan tikus sudah cukup dengan
adanya keterbatasan subyek uji

- Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa


dirangsang utk muntah berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara hewan lain
hanya muntah sekali.

- Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing teranestesi, krn


system kardiovaskulernya paling mirip dg manusia

- Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik karagenan di


bawah kulitnya shg melepuh atau telinga mencit disuntik croton oil, bahkan
kaki tikus sering dipotong utk menimbang udem yg terbentuk

- utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu


duburnya setelah disuntik pyrogen

- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam
(ayam makan ayam) krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg
terjadi dg biokimiawi di keluarga burung.

- Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di
dalam air, hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.

- Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima pejantan.

- Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau
paru-paru tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang


menghasilkan 50% efek maksimum.
(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA)

3. Kelebihan dan kekurangan in vitro dan contohnya?

In vitro :
Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan
terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini
cenderung untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen
sel, protein , dan / atau biomolekul
tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga
peneliti dapat fokus pada sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas
protein dari sistem kekebalan tubuh ( misalnya antibodi ) , dan
mekanisme yang mengenali dan mengikat antigen asing akan tetap
sangat jelas jika tidak untuk penggunaan ekstensif kerja in vitro untuk
mengisolasi protein , mengidentifikasi sel-sel dan gen yang memproduksi
mereka , mempelajari fisik sifat interaksi mereka dengan antigen , dan
mengidentifikasi bagaimana interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler
yang mengaktifkan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh
Respon seluler adalah spesies - spesifik , lintas analisis - bermasalah
spesies . Metode baru spesies - sasaran yang sama - , studi multi- organ
yang tersedia untuk memotong hidup , pengujian lintas-spesies

kekurangan :
- Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar organisme atau sel ;
karena kondisi pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam
organisme, ini dapat mengakibatkan hasil yang tidak sesuai dengan
situasi yang muncul dalam organisme hidup. Akibatnya, hasil eksperimen
tersebut sering dijelaskan dengan in vitro, bertentangan dengan in vivo.
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

- Namun, kondisi yang terkendali hadir dalam sistem in vitro berbeda


secara signifikan dari yang in vivo, dan dapat memberikan hasil yang
menyesatkan. Oleh karena itu, dalam studi in vitro biasanya diikuti oleh
studi vivo.

Contohnya termasuk:

- Dalam biokimia, fisiologis stoikiometri konsentrasi non-aktif dapat


mengakibatkan enzim dalam arah terbalik, misalnya beberapa enzim
dalam siklus Krebs mungkin tampak memiliki tata-nama, salah.
- DNA dapat mengadopsi konfigurasi lainnya, seperti A DNA .
- Protein lipat mungkin berbeda seperti dalam sel ada kepadatan tinggi
protein lain dan ada sistem untuk membantu lipat, sementara in vitro,
kondisi kurang bergerombol dan tidak membantu.
-

Kelebihan

Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit


Murah dan cepat
Dalam penelitian in vitro yang lebih cocok dibandingkan in vivo untuk
menyimpulkan tindakan mekanisme biologis. Dengan variabel yang lebih
sedikit dan perseptual diperkuat menyebabkan reaksi halus, hasil yang
umumnya lebih jelas.
in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada
subjek hidup

Contoh :

- uji pada mikroba jika antibiotic;


- pada sel kanker dari hewan utk obat anti kanker;
- pada plasmodium utk obat anti malaria;
- pada jamur missal candida pada obat anti keputihan/candidiasis;
- pada cacing utk obat cacing;
- pada virus utk obat antivirus;
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

- pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat asma bronkodilator
diuji pada otot polos trachea marmot;
- pada jantung hewan dalam chamber utk obat angina dan aritmia; dll.

http://chemedu09.wordpress.com/2012/05/23/apa-sih-bedanya-
antara-in-vivo-in-vitro-dan-ex-vivo/
1. Vignais, Paulette M.; Pierre Vignais (2010). Discovering Life, Manufacturing Life: How
the experimental method shaped life sciences. Berlin: Springer. ISBN 90-481-3766-7 .
2. ^ Jacqueline Nairn; Price, Nicholas C. (2009). Exploring proteins: a student's guide to
experimental skills and methods. Oxford [Oxfordshire]: Oxford University
Press. ISBN 0-19-920570-1 .

3. ^ Sunshine, Geoffrey; Coico, Richard (2009). Immunology: a short course. Wiley-


Blackwell. ISBN 0-470-08158-9 .

4. ^ "Existing Non-animal Alternatives" . Source: AltTox.org . 8 September 2011.

4. Bagaimana cara pemilihan subjek uji, metode uji, parameter serta uji
analisis ?
Pemilihan subjek uji
Menggunakan hewan utuh
(Harmanto, Ning. Subroto, Ahkam. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek
Samping. Jakarta: Elex Media Komputindo)

Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria


sebagai berikut:
 Berat badan lebih kecil dari 1 kg
 Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup
banyak
 Mudah dipegang dan dikendalikan
 Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
 Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
 Lama hidup relative singkat
 Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press)
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

Kesehatan hewan  bebas dari penyakit


Disesuaikan dengan tujuan penelitian
Kebutuhan bahan makanan di sesuaikan berat badan
BB disesuaikan dengan rancangan penelitian

(Bersahabat dengan hewan coba UGM)

Prosedur pengujian dapat dibagi menjadi 4 tahapan kegiatan, yaitu pemilihan


hewan uji, pemberian perlakuan, pengamatan dan pelaporan.
1. Pemilihan Hewan Uji.
Paling tidak hal yang harus diperhatikan dalam memilih hewan uji, yaitu :
a. species dan strain hewan yang akan digunakan,
b. usia,
c. jenis kelamin dan
d. jumlahnya.
 Species mamalia yang umum digunakan adalah tikus, mencit dan
kelinci. Untuk unggas digunakan embrio ayam (percobaan in ovo).
Kemajuan teknik laboratorium yang ada sekarang dan reaksi dari
pemerhati hak binatang telah membuka kemungkinan penggunaan
hanya organ, jaringan atau sel saja menggantikan hewan uji (kultur organ
atau kultur sel melalui percobaan in vitro). Teknik ini sangat penting
terutama dalam upaya mengungkap mekanisme teratogenesis suatu
agensia. Di Indonesa hewan uji yang populer digunakan adalah mencit
dan tikus, karena itu tulisan ini selanjutnya akan membicarakan
pengujian dengan menggunakan hewan uji tersebut.
 Hewan betina yang digunakan adalah betina dara sedangkan untuk
jantan dipilih pejantan yang sudah terbukti baik fertilitasnya. Hewan
dikawinkan di malam hari dengan cara mencampur 1 jantan dengan 3
betina dalam satu kandang. Jika keesokan harinya ditemukan adanya
sumbat vagina (vaginal plug) atau adanya sperma di vagina yang
dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis apusan vagina, maka itu
pertanda perkawinan sudah berlangsung dan hari tersebut dtentukan
sebagai hari ke nol kebuntingan.
 Jumlah hewan uji yang digunakan paling tidak sebanyak 20 ekor betina
bunting untuk tiap kelompok perlakuan. Karena kelompok perlakuan
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

biasanya terdiri atas paling tidak 3 taraf dan 1 kelompok kontrol, maka
jumlah hewan bunting yang dibutuhkan adalah 80 ekor.
2. Pemberian Perlakuan.
 Untuk agensia berupa senyawa kimia, dosis tertinggi perlakuan
sebaiknya tidak > 1000 mg/kg berat badan per hari dengan pemberian
per oral atau subkutan, sedangkan untuk agensia lain disesuaikan
dengan besaran paparan yang mungkin diterima dari lingkungan.
 Dosis tertinggi sebaiknya lebih kecil dari angka LD-50 dan 2 kelompok
dosis berikutnya ditata dengan interval sama di bawah dosis tertinggi
tadi (misalnya LD-50, 2/3 LD-50, 1/3 LD-50, dan kontrol).
 Kelompok kontrol disesuaikan dengan percobaan. Aturan yang umum
digunakan adalah apabila agensia dilarutkan dengan suatu pelarut maka
kepada kelompok kontrol diberikan pelarut saja dengan cara pemberian
yang persis sama dengan cara pemberian pada kelompok perlakuan.
Untuk kontrol positif dapat dipilih agensia-agensia yang sudah dikenali
memiliki efek teratogenik. Penggunaan kontrol positip adalah untuk
menilai kepekaan strain yang digunakan.
 Cara pemberian perlakuan yang paling umum adalah pemberian per oral
(pencekokan). Cara lain dapat dipilih dengan pertimbangan khusus,
seperti inhalasi, subkutan, intraperitoneal atau intramuskuler.
Pertimbangan utama dalam pemilihan cara-cara itu adalah kemiripannya
dengan cara masuk agensia toksis tadi ke dalam tubuh.
 Durasi perlakuan disesuaikan dengan tujuan pengujian. Untuk pengujian
toksisitas perkembangan umum perlakuan dapat diberikan selama masa
kebuntingan. Dapat juga diberikan perlakuan tunggal 1 kali saja pada
titik waktu spesifik jika yang akan diamati adalah efek suatu agensia
terhadap perkembangan organ tertentu.
 Yang paling umum dilakukan adalah pemberian perlakuan dalam
beberapa hari saja, yaitu selama masa organogenesis (hari ke 6 hingga
hari ke 15).
3. Pengamatan.
 Meskipun pengujian ini disebut uji tokskologi perkembangan ruang
lingkup pengamatan tidaklah terbatas pada embrio yang sedang
berkembang itu saja melainkan juga mencakup beberapa bagian
pengamatan terhadap induk.
 Induk hewan coba diamati kondisi kesehatannya setiap hari dan hal-hal
khusus seperti adanya gejala keracunan atau kematian dicatat. Berat
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

badan ditimbang paling tidak sekali 3 hari. Data berat badan selain
sebagai petunjuk efek toksik terhadap induk juga digunakan untuk
menentukan jumlah pemberian perlakuan (mg/kg berat badan). Hewan
coba dipelihara dengan baik selama kebuntingan dan selanjutnya
dikurbankan 1 hari sebelum melahirkan (tikus hari ke-20/21; mencit hari
ke-19). Betina tidak dibiarkan sampai melahirkan karena jika itu terjadi ia
akan memakan anak-anaknya yang cacat. Hewan uji dibedah caesar
dengan membuat irisan di garis tengah ventral tubuh mulai dari area
bukaan genitalia hingga ke leher. Rongga perut dan rongga dada dibuka
dan organ dalam tubuh diamati. Uterus diangkat dan ditimbang
bersama-sama dengan embrio di dalamnya. Selanjutnya uterus
ditempatkan di dalam cairan fisiologis, lalu dibelah dan embrionya
dilepas.
 Pada saat ini juga status implantasi dipastikan: fetus yang berkembang
penuh dan merespon sentuhan dikategorikan fetus hidup; fetus yang
berkembang penuh dan tidak ada tanda-tanda autolisis tetapi tidak
merespon sentuhan dikategorikan fetus mati; implantasi yang
menunjukkan adanya ciri-ciri fetus tetapi mengalami autolisis
digolongkan sebagai fetus yang diresorpsi pada tingkat lanjut (late
resorption); implantasi yang tidak menunjukkan adanya karakteristik
fetus digolongkan pada fetus yang mengalami resorpsi dini (early
resorption). Selanjutnya ovarium diamati dan jumlah corpora lutea
dihitung. Jumlah corpora lutea umumnya bersesuaian dengan jumlah
implantasi karena corpora lutea adalah petunjuk folikel yang berovulasi
dan berubah menjadi badan hormonal yang berperan dalam
mempertahankan kebuntingan. Kehilangan sebelum implantasi dapat
dihitung berdasarkan selisih antara jumlah corpora lutea dengan jumlah
implantasi.
 Tanda-tanda keracunan induk diamati pada organ-organ visceral.
Kelenjar timus diamati ukuran, warna dan adanya tanda-tanda
hemoragi. Pulmo diamati ukuran, warna dan jumlah lobusnya, demikian
juga hepar diamati ukuran, warna, tekstur dan jumlah lobusnya.
Lambung dibuka dengan sayatan sepanjang curvatura besar dan
permukaan mukosalnya diamati. Ginjal diamati bentuk, ukuran, warna
dan kelainan yang mungkin terlihat dari luar, dan selanjutnya dibelah
untuk mengamati struktur internalnya. Tiap-tiap kelainan dicatat dan
sedapat mungkin didokumentasikan dengan fotografi dan jaringan yang
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

mengalami kelainan tersebut difiksasi dengan formalin atau larutan


Bouin dan diproses melalui metode parafin untuk pembuatan sediaan
bagi pengamatan histologis.
 Pengamatan fetus dimulai dengan penimbangan berat badan.
Penimbangan hendaknya dilakukan ketika fetus masih segar (segera
setelah uterus dibuka, sebelum fetus difiksasi). Pengamatan malformasi
dimulai dari daerah kepala. Pertama-tama diperhatikan bentuk dan
ukuran kepala serta adanya tanda-tanda gangguan penutupan (closure
defect). Di kepala harus terdapat 2 tonjolan mata (masih tertutup), 2
nares, 5 papila fascialis,dan 2 pinnae. Mulut dan bibir diamati ukuran,
betuk dan adanya gangguan perkembangan. Mulut dibuka untuk
mengamati dan memastikan ada tidaknya celah di langit-langit mulut
(cleft palate). Kemudian aspek ventral dan dorsal tubuh diamati apakah
ada closure defect, dan dilanjutkan dengan pengamatan tungkai. Pada
tungkai diamati ukuran, kelengkapan ruas dan arah rotasi / fleksi bahu,
siku, telapak dan jemari. Jumlah jemari (masing-masing 5 depan dan 5
belakang) dihitung dan adanya kelainan pada jumlah ukuran, fusi atau
adanya selaput dicatat. Ekor juga diamati keberadaan, ukuran dan
pembengkokannya. Ekor selanjutnya diangkat dan jarak antara bukaan
anus dengan genitalia diperkirakan untuk penentuan jenis kelamin (jarak
tersebut sangat dekat pada betina dan jauh pada jantan). Selanjutnya
kira-kira setengah bagian dari jumlah fetus yang diperoleh difiksasi
dengan alkohol 95 % dan setelah beberapa hari dieviserasi dan dikuliti.
Fiksasi dipertahankan hingga 2 mnggu, kemudian fetus diwarnai dengan
Alcian blue dan Alizarin Red S dan selanjutnya dibuat transparan dalam
gliserin. Dengan teknik ini dapat diamati secara langsung komponen
tulang (merah) dan kartilago (biru) fetus dan kelainannya. Pengamatan
rangka meliputi adanya hambatan atau percepatan penulangan, kelainan
bentuk dan jumlah komponen rangka. Rangka diamati mulai dari
cranium, sternum, columna vertebralis, os pectoralis, os pelvis, tulang-
tulang tungkai dan terutama jemari. Jumlah komponen tulang telapak
dan jemari yang telah mengalami penulangan dihitung. Kelainan struktur
komponen rangka yang sering teramati adalah hambatan osifikasi,
penambahan atau pengurangan jumlah costae, centrum vertebra
berbentuk kupu-kupu, costae menggelombang, fusi rusuk, fusi vertebra,
tungkai pekuk dan lain-lain
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

Cara pemilihan
Mencit
Bila dibutuhkan hewan coba dalam jumlah banyak, misalnya pada evaluasi
terhadap toksisitas akut dan kemampuan karsinogenik, maka hewan yang
paling sesuai untuk itu adalah mencit. Kekurangannya adalah kesulitan
memperoleh darah dalam jumlah yang cukup untuk rangkaian pemeriksaan
hematologi.

Tikus
Tikus tampaknya merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi karena berat
badannya dapat mencapai 500 gram sehingga lebih mudah dipegang,
dikendalikan atau dapt diambil darahnya dalam jumlah yang relative besar.

Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki :


berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25
cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan
tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes 2011).

Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi tikus adalah:


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan
lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak
lazim pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

mempermudah proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde lambung,


dan tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus
menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh.
Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah
dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois 2005).

Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang
biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu (Malole dan Pramono 1989) :
- galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya
lebih panjang dari badannya,
- galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan
- galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna
hitam pada kepala dan tubuh bagian depan.

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley berjenis
kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat
berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan
memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian
(Kesenja 2005). Tikus putih galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit
dan cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner
1983).

Anjing
Anjing dengan bulu pendek dan berat sekitar 12 kg paling sesuai untuk uji
toksikologi. Umur paling baik dipakai adalah 14-16 minggu, sementara
dibutuhkan 4 minggu untuk adaptasi dengan lingkungan yang baru.
Primata
Pengguanaan kera lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian hewan-
hewan lain, terutama dalam hal berat badan dan postur tubuhnya yang
menyerupai manusia. Postur seperti ini memungkinkan untuk mencatat
observasi penting terutama bila neurophaty perifer merupakan manifestasi
toksik. Kerugiannya perlu banyak hewan yang dibutuhkan untuk uji fertilitas
karena produktivitasnya rendah.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press) dan
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56395/Bab
%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4
5. Definisi dan tujuan penelitian farmakologi?
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

 Penapisan efek farmakologik fitofarmaka ditujukan untuk melihat


adanya kerja farmakologik pada system biologic yang dapat merupakan
petunjuk terhadap adanya khasiat terapetik.
 Menghindari pemborosan dalam tahap uji lebih lanjut.
 Mengetahui hasil positif yang dapat digunakan untuk perkiraan
kemungkinan efek pada manusia.
Fitofarmaka dan Pedoman Fitofarmaka

 Menilai keamanan obat, obat tradisional bahan kimia sebagai makanan atau
suplemen
 Menilai potensi suatu obat, obat tradisional untuk efektifitas farmakologi
tertentu.

http://lppt.ugm.ac.id/berita-200-uji-farmakologi-dan-uji-toksisitas.html

alah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran
dan pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut
terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Untuk membuktikan keamanan
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

dan manfaat ini, maka telah dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah
yang mencakup :
1. Uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat),
2. Uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal),
dan
3. Uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau
gejala penyakit).
Pengujian bahan obat dimaksud agar obat-obat yang dipakai dalam praktek klinik
pada manusia dapat dipertanggung jawabkan khasiat, manfaat, serta
keamanannya secara ilmiah.

Uji Farmakologi

Uji farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini
diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi) dan profil farmakokinetik
(meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat) calon obat. Hewan
yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot,
hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat
berjasa bagi pengembangan obat.

Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan


dengan uji pada manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi
farmasi dalam pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan
obat yang akan diuji pada manusia.

Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan


telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat
contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti
mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain
untuk menggantikan uji khasiat pada hewan tetapi belum semua uji dapat
dilakukan secara in vitro.

Uji Toksisitas
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

Uji toksisitas akut sangat penting untuk mengukur dan mengevaluasi karakteristik
toksik dari suatu bahan kimia. Uji ini dapat menyediakan informasi tentang bahaya
kesehatan manusia yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh
pada waktu pendek melalui jalur oral. Data uji akut juga dapat menjadi dasar
klasifikasi dan pelabelan suatu bahan kimia.

Toksisitas akut didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pemaparan bahan


toksik dalam waktu singkat, yang biasanya dihitung dengan menggunakan nilai
LC50 atau LD50. Nilai ini didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur
angka relatif toksisitas akut bahan kimia.

Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara eksperimen
menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan
invertebrata, tumbuhan vaskuler dan alga. Uji toksisitas akut dapat menggunakan
beberapa hewan mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD 50 diantaranya
tikus, mencit dan kelinci. Di samping pengamatan terhadap gejala klinis dan uji
LD50 , bisa dilakukan juga pengujian terhadap organ gastrium, duodenum dan
ginjal untuk melihat gambaran histopatologinya. Gambaran histopatologi ini bisa
diambil dari organ hewan uji kemudian didokumentasikan menggunakan kamera
mikroskop.

Uji toksisitas kronis diperlukan jika uji toksisitas akut tidak menghasilkan efek,
maka bukan berarti toksikan tidak bersifat toksik. Oleh karena itu perlu uji
kronis.Percobaan ini dilakukan dengan memberikan dosis tertentu bahan kimia
terhadap hewan percobaan melalui penelanan atau inhalasi terhadap bahan kimia
yang sedang diuji selama masa hidupnya. Untuk mencit dapat memakan waktu
hingga 2 tahun sedangkan untuk tikus sedikit lebih singkat.

Maksud dari uji kronik (seumur hidup), untuk menentukan apakah bahan kimia
dapat menimbulkan setiap efek kesehatan yang mungkin memerlukan waktu
yang lama untuk menimbulkan suatu efek seperti kanker, atau paparan jangka
panjang terhadap bahan kimia menimbulkan efek kesehatan pada organ seperti
ginjal.
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan
percobaan maka selanjutnya diuji pada manusia (uji klinik). Uji pada manusia
harus diteliti dulu kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.

Uji Klinik
Setelah praklinis selesai, kemudian diujikan kepada manusia. Dari yang sakit
kemudian yang sehat. Biayanya besar, sampai miliaran rupiah. Sehingga, biasanya
harus kerja sama dengan industri. Dalam uji klinis, obat alam tadi dibandingkan
dengan placebo yaitu senyawa tanpa efek, misalnya isi serbuk atau tepung. Sama-
sama berbentuk kapsul, satu berisi obat dan satunya isi serbuk. Orang yang diuji
tidak boleh tahu. Pengujinya kadang juga tidak tahu. Hal itu supaya tidak bias cara
melihat efek.

Uji klinik pada manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari
pengujian toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk
pemakaian pada manusia. Pengujian klinik calon obat pada manusia terbagi dalam
beberapa fase yaitu :

Fase I :
Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat apakah efek farmakologi, sifat
farmakokinetik yang diamati pada hewan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini
ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil
farmakokinetik obat pada manusia.

Fase II :
Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200 pasien) untuk melihat
kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan
penelitian masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol), sehingga
belum ada kepastian bukti manfaat terapetik.

Fase III :
Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai, memakai
kontrol sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat terapetik.

Fase IV :
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing) untuk melihat


kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak terkendali pada waktu pengujian
pra klinik atauklinik fase 1 , 2 , 3.

Macam uji farmokologi

 Uji farmakokinetik
 uji farmakodinamik
cara/metode
 uji farmakokinetik
Sesuai dg nama yg diberikan pada uji ini, obat diberikan pada dosis
terapi utk dilihat kinetika obat (jumlah dan kecepatan obat) dalam
saluran sistemik/peredaran darah umum.

Dilakukan sampling darah kemungkinan juga urin dan beberapa obat


butuh sample saliva utk menentukan profil obat baik terjadinya
absorpsi, distribusi. Metabolisme dan ekskresi=ADME obat=nasib obat
dalam tubuh.

Sampling dilakukan sesering mungkin sejak obat diberikan, lamanya


sekitar 5-10x T1/2 obat, atau jika belum tahu t1/2 maka harus
dilakukan selama mungkin bias sampai 12 jam, dilakukan sampling
awal tiap 5 menit, diikuti sampling tiap jam.

Muncul hasil berupa Cmak (kadar obat maksimal dalam badan), waktu
terjadinya Cmak disebut Tmak, jumlah obat dalam badan AUC dan
waktu paro ekskresi=T1/2 obat yang menunjukkan berapa lama obat
berada dalam tubuh dan kapan akan diekskresikan hamper 100% dr
dosis awal. T1/2 menjadi dasar penentuan regimen dosis obat (berapa
kali dalam sehari obat bisa diberikan dan aman).
Faktor yang mempengaruhi hasil uji

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan


diantaranya:
1. Faktor internal
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA

Meliputi variasi biologik, yaitu usia (berpengaruh pada dosis yang


harus diberikan) dan jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka
untuk jantan dan untuk betina). Kemudian ras dan sifat genetic, faktor-
faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap hewan yang akan di
jadikan percobaan karena akan memepengaruhi hasil dari percobaan
disebabkan oleh pengaruh dosis dan cairan tubuh hewan tersebut
sehingga hasil dari pengamatan akan berbeda-beda, sehingga
memepengaruhi efek farmakologinya. Selain itu, status kesehatan dan
nutrisi, bobot tubuh serta luas permukaan tubuh akan berpengaruh
pada dosis yang harus diberikan.

2. Faktor eksternal
Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan
kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam
penerimaan obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu,
kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan),
pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ
untuk percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil
percobaan, dan mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan
yang sudah biasa di beri obat maka akan terlihat lebih rilex dan santai
berbeda dengan hewan percobaan yang masih baru dan masih asing
makan akan lebih berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan
penelitian dan perawatan yang baik terhadap hewan percobaan
sebelum melakukan percobaan.

6. Pertimbangan-pertimbangan apa untuk membuat desain penelitiannya di


uji farmakologi?

Anda mungkin juga menyukai