2 LBM 3 Herbal
2 LBM 3 Herbal
BIOASSSAY
DEFINISI
- Bioassay (umum digunakan singkatan untuk uji biologis), atau standarisasi biologis
adalah jenis eksperimen ilmiah.
- Bioassay biasanya dilakukan untuk mengukur dampak dari zat pada organisme
hidup dan sangat penting dalam pengembangan obat baru dan dalam memantau
polusi lingkungan. Keduanya prosedur dimana potensi atau sifat suatu zat
diperkirakan dengan mempelajari dampaknya pada materi hidup.
- Bioassay adalah prosedur untuk penentuan konsentrasi konstitusi tertentu
campuran.
PRINSIP BIOASSAY
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
- Prinsip aktif yang akan diuji harus menunjukkan respon pengukuran yang sama
pada semua spesies hewan
- Tingkat respon farmakologis yang dihasilkan harus direproduksi dalam kondisi yang
sama [Misalnya Adrenaline menunjukkan kenaikan yang sama pada tekanan darah
dalam spesies yang sama di pengaruhi berdasar: berat, usia, jenis kelamin,
ketegangan dll]
- Kegiatan diuji harus menjadi kegiatan yang menarik
- Variasi individu harus diminimalkan
Bioassay mungkin mengukur aspek dif dari substansi yang sama dibandingkan
dengan uji kimia [Misalnya testosteron & metabolit
In silico
- Studi in silico adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk menemukan obat baru.
- Penemuan obat dengan skrining maya
- Diantaranya yaitu HKSA dan studi docking. Beberapa metode biasa digunakan untuk
simulasi docking, yaitu pengamatan visualisasi berdasarkan interaksi ligand dan
protein. Hal yang sering diamati adalahbesarnya energi ikatan dan adanya ikatan
hidrogen antara ligand dan protein.
- Upaya telah dilakukan untuk membangun model komputer dari perilaku selular .
Sebagai contoh, pada tahun 2007 para peneliti mengembangkan model silico
tuberkulosis untuk membantu dalam penemuan obat , dengan manfaat utama
menjadi lebih cepat dari real time tingkat pertumbuhan simulasi , memungkinkan
fenomena yang menarik untuk diamati dalam beberapa menit bukan bulan
- .
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar
atau teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis
obatnya, missal yang jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies,
jenis kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi dosis), dan harus
dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non
rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia
merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent.
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
In vivo :
Terletak di dalam tubuh manusia digunakan hewan utuh dan kondisi
hidup (baik sadar atau teranestesi)
dalam lingkungan yang terkendali
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang
jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin,
umur, berat badan (mempengaruhi dosis)
harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat
dan non rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada
manusia merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent.
kekurangan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama
Contoh :
- utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD
bukan Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak
banyak shg pengamatan akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.
- Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan
yakni dengan penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi
jika sasarannya nyeri tekanan digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena
tikus akan dijepit ekornya atau telapak jarinya dengan alat tertentu,
sementara kalo nyeri berupa panas, digunakan boleh mencit atau tikus krn
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam
(ayam makan ayam) krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg
terjadi dg biokimiawi di keluarga burung.
- Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di
dalam air, hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.
- Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau
paru-paru tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
In vitro :
Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan
terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini
cenderung untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen
sel, protein , dan / atau biomolekul
tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga
peneliti dapat fokus pada sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas
protein dari sistem kekebalan tubuh ( misalnya antibodi ) , dan
mekanisme yang mengenali dan mengikat antigen asing akan tetap
sangat jelas jika tidak untuk penggunaan ekstensif kerja in vitro untuk
mengisolasi protein , mengidentifikasi sel-sel dan gen yang memproduksi
mereka , mempelajari fisik sifat interaksi mereka dengan antigen , dan
mengidentifikasi bagaimana interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler
yang mengaktifkan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh
Respon seluler adalah spesies - spesifik , lintas analisis - bermasalah
spesies . Metode baru spesies - sasaran yang sama - , studi multi- organ
yang tersedia untuk memotong hidup , pengujian lintas-spesies
kekurangan :
- Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar organisme atau sel ;
karena kondisi pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam
organisme, ini dapat mengakibatkan hasil yang tidak sesuai dengan
situasi yang muncul dalam organisme hidup. Akibatnya, hasil eksperimen
tersebut sering dijelaskan dengan in vitro, bertentangan dengan in vivo.
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Contohnya termasuk:
Kelebihan
Contoh :
- pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat asma bronkodilator
diuji pada otot polos trachea marmot;
- pada jantung hewan dalam chamber utk obat angina dan aritmia; dll.
http://chemedu09.wordpress.com/2012/05/23/apa-sih-bedanya-
antara-in-vivo-in-vitro-dan-ex-vivo/
1. Vignais, Paulette M.; Pierre Vignais (2010). Discovering Life, Manufacturing Life: How
the experimental method shaped life sciences. Berlin: Springer. ISBN 90-481-3766-7 .
2. ^ Jacqueline Nairn; Price, Nicholas C. (2009). Exploring proteins: a student's guide to
experimental skills and methods. Oxford [Oxfordshire]: Oxford University
Press. ISBN 0-19-920570-1 .
4. Bagaimana cara pemilihan subjek uji, metode uji, parameter serta uji
analisis ?
Pemilihan subjek uji
Menggunakan hewan utuh
(Harmanto, Ning. Subroto, Ahkam. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek
Samping. Jakarta: Elex Media Komputindo)
biasanya terdiri atas paling tidak 3 taraf dan 1 kelompok kontrol, maka
jumlah hewan bunting yang dibutuhkan adalah 80 ekor.
2. Pemberian Perlakuan.
Untuk agensia berupa senyawa kimia, dosis tertinggi perlakuan
sebaiknya tidak > 1000 mg/kg berat badan per hari dengan pemberian
per oral atau subkutan, sedangkan untuk agensia lain disesuaikan
dengan besaran paparan yang mungkin diterima dari lingkungan.
Dosis tertinggi sebaiknya lebih kecil dari angka LD-50 dan 2 kelompok
dosis berikutnya ditata dengan interval sama di bawah dosis tertinggi
tadi (misalnya LD-50, 2/3 LD-50, 1/3 LD-50, dan kontrol).
Kelompok kontrol disesuaikan dengan percobaan. Aturan yang umum
digunakan adalah apabila agensia dilarutkan dengan suatu pelarut maka
kepada kelompok kontrol diberikan pelarut saja dengan cara pemberian
yang persis sama dengan cara pemberian pada kelompok perlakuan.
Untuk kontrol positif dapat dipilih agensia-agensia yang sudah dikenali
memiliki efek teratogenik. Penggunaan kontrol positip adalah untuk
menilai kepekaan strain yang digunakan.
Cara pemberian perlakuan yang paling umum adalah pemberian per oral
(pencekokan). Cara lain dapat dipilih dengan pertimbangan khusus,
seperti inhalasi, subkutan, intraperitoneal atau intramuskuler.
Pertimbangan utama dalam pemilihan cara-cara itu adalah kemiripannya
dengan cara masuk agensia toksis tadi ke dalam tubuh.
Durasi perlakuan disesuaikan dengan tujuan pengujian. Untuk pengujian
toksisitas perkembangan umum perlakuan dapat diberikan selama masa
kebuntingan. Dapat juga diberikan perlakuan tunggal 1 kali saja pada
titik waktu spesifik jika yang akan diamati adalah efek suatu agensia
terhadap perkembangan organ tertentu.
Yang paling umum dilakukan adalah pemberian perlakuan dalam
beberapa hari saja, yaitu selama masa organogenesis (hari ke 6 hingga
hari ke 15).
3. Pengamatan.
Meskipun pengujian ini disebut uji tokskologi perkembangan ruang
lingkup pengamatan tidaklah terbatas pada embrio yang sedang
berkembang itu saja melainkan juga mencakup beberapa bagian
pengamatan terhadap induk.
Induk hewan coba diamati kondisi kesehatannya setiap hari dan hal-hal
khusus seperti adanya gejala keracunan atau kematian dicatat. Berat
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
badan ditimbang paling tidak sekali 3 hari. Data berat badan selain
sebagai petunjuk efek toksik terhadap induk juga digunakan untuk
menentukan jumlah pemberian perlakuan (mg/kg berat badan). Hewan
coba dipelihara dengan baik selama kebuntingan dan selanjutnya
dikurbankan 1 hari sebelum melahirkan (tikus hari ke-20/21; mencit hari
ke-19). Betina tidak dibiarkan sampai melahirkan karena jika itu terjadi ia
akan memakan anak-anaknya yang cacat. Hewan uji dibedah caesar
dengan membuat irisan di garis tengah ventral tubuh mulai dari area
bukaan genitalia hingga ke leher. Rongga perut dan rongga dada dibuka
dan organ dalam tubuh diamati. Uterus diangkat dan ditimbang
bersama-sama dengan embrio di dalamnya. Selanjutnya uterus
ditempatkan di dalam cairan fisiologis, lalu dibelah dan embrionya
dilepas.
Pada saat ini juga status implantasi dipastikan: fetus yang berkembang
penuh dan merespon sentuhan dikategorikan fetus hidup; fetus yang
berkembang penuh dan tidak ada tanda-tanda autolisis tetapi tidak
merespon sentuhan dikategorikan fetus mati; implantasi yang
menunjukkan adanya ciri-ciri fetus tetapi mengalami autolisis
digolongkan sebagai fetus yang diresorpsi pada tingkat lanjut (late
resorption); implantasi yang tidak menunjukkan adanya karakteristik
fetus digolongkan pada fetus yang mengalami resorpsi dini (early
resorption). Selanjutnya ovarium diamati dan jumlah corpora lutea
dihitung. Jumlah corpora lutea umumnya bersesuaian dengan jumlah
implantasi karena corpora lutea adalah petunjuk folikel yang berovulasi
dan berubah menjadi badan hormonal yang berperan dalam
mempertahankan kebuntingan. Kehilangan sebelum implantasi dapat
dihitung berdasarkan selisih antara jumlah corpora lutea dengan jumlah
implantasi.
Tanda-tanda keracunan induk diamati pada organ-organ visceral.
Kelenjar timus diamati ukuran, warna dan adanya tanda-tanda
hemoragi. Pulmo diamati ukuran, warna dan jumlah lobusnya, demikian
juga hepar diamati ukuran, warna, tekstur dan jumlah lobusnya.
Lambung dibuka dengan sayatan sepanjang curvatura besar dan
permukaan mukosalnya diamati. Ginjal diamati bentuk, ukuran, warna
dan kelainan yang mungkin terlihat dari luar, dan selanjutnya dibelah
untuk mengamati struktur internalnya. Tiap-tiap kelainan dicatat dan
sedapat mungkin didokumentasikan dengan fotografi dan jaringan yang
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Cara pemilihan
Mencit
Bila dibutuhkan hewan coba dalam jumlah banyak, misalnya pada evaluasi
terhadap toksisitas akut dan kemampuan karsinogenik, maka hewan yang
paling sesuai untuk itu adalah mencit. Kekurangannya adalah kesulitan
memperoleh darah dalam jumlah yang cukup untuk rangkaian pemeriksaan
hematologi.
Tikus
Tikus tampaknya merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi karena berat
badannya dapat mencapai 500 gram sehingga lebih mudah dipegang,
dikendalikan atau dapt diambil darahnya dalam jumlah yang relative besar.
Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan
lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak
lazim pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus
menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh.
Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah
dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois 2005).
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang
biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu (Malole dan Pramono 1989) :
- galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya
lebih panjang dari badannya,
- galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan
- galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna
hitam pada kepala dan tubuh bagian depan.
Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley berjenis
kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat
berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan
memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian
(Kesenja 2005). Tikus putih galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit
dan cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner
1983).
Anjing
Anjing dengan bulu pendek dan berat sekitar 12 kg paling sesuai untuk uji
toksikologi. Umur paling baik dipakai adalah 14-16 minggu, sementara
dibutuhkan 4 minggu untuk adaptasi dengan lingkungan yang baru.
Primata
Pengguanaan kera lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian hewan-
hewan lain, terutama dalam hal berat badan dan postur tubuhnya yang
menyerupai manusia. Postur seperti ini memungkinkan untuk mencatat
observasi penting terutama bila neurophaty perifer merupakan manifestasi
toksik. Kerugiannya perlu banyak hewan yang dibutuhkan untuk uji fertilitas
karena produktivitasnya rendah.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press) dan
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56395/Bab
%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4
5. Definisi dan tujuan penelitian farmakologi?
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Menilai keamanan obat, obat tradisional bahan kimia sebagai makanan atau
suplemen
Menilai potensi suatu obat, obat tradisional untuk efektifitas farmakologi
tertentu.
http://lppt.ugm.ac.id/berita-200-uji-farmakologi-dan-uji-toksisitas.html
alah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran
dan pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut
terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Untuk membuktikan keamanan
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
dan manfaat ini, maka telah dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah
yang mencakup :
1. Uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat),
2. Uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal),
dan
3. Uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau
gejala penyakit).
Pengujian bahan obat dimaksud agar obat-obat yang dipakai dalam praktek klinik
pada manusia dapat dipertanggung jawabkan khasiat, manfaat, serta
keamanannya secara ilmiah.
Uji Farmakologi
Uji farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini
diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi) dan profil farmakokinetik
(meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat) calon obat. Hewan
yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot,
hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat
berjasa bagi pengembangan obat.
Uji Toksisitas
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Uji toksisitas akut sangat penting untuk mengukur dan mengevaluasi karakteristik
toksik dari suatu bahan kimia. Uji ini dapat menyediakan informasi tentang bahaya
kesehatan manusia yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh
pada waktu pendek melalui jalur oral. Data uji akut juga dapat menjadi dasar
klasifikasi dan pelabelan suatu bahan kimia.
Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara eksperimen
menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan
invertebrata, tumbuhan vaskuler dan alga. Uji toksisitas akut dapat menggunakan
beberapa hewan mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD 50 diantaranya
tikus, mencit dan kelinci. Di samping pengamatan terhadap gejala klinis dan uji
LD50 , bisa dilakukan juga pengujian terhadap organ gastrium, duodenum dan
ginjal untuk melihat gambaran histopatologinya. Gambaran histopatologi ini bisa
diambil dari organ hewan uji kemudian didokumentasikan menggunakan kamera
mikroskop.
Uji toksisitas kronis diperlukan jika uji toksisitas akut tidak menghasilkan efek,
maka bukan berarti toksikan tidak bersifat toksik. Oleh karena itu perlu uji
kronis.Percobaan ini dilakukan dengan memberikan dosis tertentu bahan kimia
terhadap hewan percobaan melalui penelanan atau inhalasi terhadap bahan kimia
yang sedang diuji selama masa hidupnya. Untuk mencit dapat memakan waktu
hingga 2 tahun sedangkan untuk tikus sedikit lebih singkat.
Maksud dari uji kronik (seumur hidup), untuk menentukan apakah bahan kimia
dapat menimbulkan setiap efek kesehatan yang mungkin memerlukan waktu
yang lama untuk menimbulkan suatu efek seperti kanker, atau paparan jangka
panjang terhadap bahan kimia menimbulkan efek kesehatan pada organ seperti
ginjal.
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan
percobaan maka selanjutnya diuji pada manusia (uji klinik). Uji pada manusia
harus diteliti dulu kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.
Uji Klinik
Setelah praklinis selesai, kemudian diujikan kepada manusia. Dari yang sakit
kemudian yang sehat. Biayanya besar, sampai miliaran rupiah. Sehingga, biasanya
harus kerja sama dengan industri. Dalam uji klinis, obat alam tadi dibandingkan
dengan placebo yaitu senyawa tanpa efek, misalnya isi serbuk atau tepung. Sama-
sama berbentuk kapsul, satu berisi obat dan satunya isi serbuk. Orang yang diuji
tidak boleh tahu. Pengujinya kadang juga tidak tahu. Hal itu supaya tidak bias cara
melihat efek.
Uji klinik pada manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari
pengujian toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk
pemakaian pada manusia. Pengujian klinik calon obat pada manusia terbagi dalam
beberapa fase yaitu :
Fase I :
Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat apakah efek farmakologi, sifat
farmakokinetik yang diamati pada hewan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini
ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil
farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II :
Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200 pasien) untuk melihat
kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan
penelitian masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol), sehingga
belum ada kepastian bukti manfaat terapetik.
Fase III :
Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai, memakai
kontrol sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat terapetik.
Fase IV :
[MODUL HERBAL/LBM 3/SGD 7] AFRINA LUSIA
Uji farmakokinetik
uji farmakodinamik
cara/metode
uji farmakokinetik
Sesuai dg nama yg diberikan pada uji ini, obat diberikan pada dosis
terapi utk dilihat kinetika obat (jumlah dan kecepatan obat) dalam
saluran sistemik/peredaran darah umum.
Muncul hasil berupa Cmak (kadar obat maksimal dalam badan), waktu
terjadinya Cmak disebut Tmak, jumlah obat dalam badan AUC dan
waktu paro ekskresi=T1/2 obat yang menunjukkan berapa lama obat
berada dalam tubuh dan kapan akan diekskresikan hamper 100% dr
dosis awal. T1/2 menjadi dasar penentuan regimen dosis obat (berapa
kali dalam sehari obat bisa diberikan dan aman).
Faktor yang mempengaruhi hasil uji
2. Faktor eksternal
Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan
kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam
penerimaan obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu,
kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan),
pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ
untuk percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil
percobaan, dan mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan
yang sudah biasa di beri obat maka akan terlihat lebih rilex dan santai
berbeda dengan hewan percobaan yang masih baru dan masih asing
makan akan lebih berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan
penelitian dan perawatan yang baik terhadap hewan percobaan
sebelum melakukan percobaan.