Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SPEKTROSKOPI MASSA
Sebagai salah satu aspek penilaian untuk mata kuliah Analisis Farmasi

Disusun oleh :
Kelompok IV (EMPAT) Kelas A
1. Winda Suryani 08061181722005
2. Hibsah 08061181722015
3. Ghina Raudya Shafarina 08061181722023
4. Ria Artha Rani 08061181722069
5. Rizka Nabilah 08061281722033
6. Ayu Septi Sundari 08061281722041
7. Angelina Gita Ciptananda 08061281722051
8. Friscilia Nindita Pamela 08061281722059
9. Ita Nuritasari 08061281722071
10. Anugerah Galang Ramadhan 08061381722083
11. Dina Melinda Rebeca 08061381722091
12. Prantara Ardi Prasetyo 08061381722099
13. Ubbadah Resmiyani 08061381722109

Dosen Pengampu : Elsa FitriaApriani, M.Farm., Apt

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan massa suatu molekul.
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi
Tinggi (High Resolution Mass Spectra)
3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya
Jika suatu benda yang bergerak lurus diberi tenaga dari luar, maka gerakannya
tidak akan lurus lagi seperti biasanya karena akan terjadi defleksi atau perubahan arah.
Besarnya perubahan arah ini tergantung dari massa benda yang bergerak itu. Jika kita
mengetahui besar benda yang bergerak, kecepatannya, dan jumlah tenaga luar yang
diberikan; maka kita bisa menghitung massa benda tersebut. Makin besarperubahan
arah gerak, makin ringan benda tersebut. Prinsip ini bisa diaplikasikan dalam
menentukan massa suatu molekul.
Gerakan suatu atom atau molekul bisa didefleksikan oleh medan magnet. Agar
bisa dipengaruhi oleh medan magnet maka atom atau molekul ini harus diubah menjadi
bentuk ion. Partikel yang bermuatan dapat dipengaruhi oleh medan magnet sedangkan
yang tidak bermuatan tidak dipengaruhi.
Tahap-tahap kerja spektrometer massa, Spektrometer massa bekerja melalui 4
tahap yaitu :
1. Ionisasi
Molekul diionisasi dengan cara membuang satu atau lebih electron sehingga
memberikan muatan positif. Ada beberapa cara untuk membuang elektron dari suatu
molekul, salah satunya adalah dengan cara menembak dengan elektron lain yang berke-
cepatan tinggi. Metoda ini disebut dengan metoda Electron Impact (EI).

Gambar 1. Tempat ionisasi


Sampel yang sudah dalam bentuk uap akan dilewatkan pada ruang ionisasi. Koil
logam yang sudah dipanaskan secara elektrik akan menghasilkan elektron, dimana
elektron ini akan tertarik pada penangkap elektron yang merupakan plat bermuatan
positif. Partikel sampel (atom atau molekul) akan ditembak dengan elektron sehingga
elektron dari partikel akan lepas dan memberikan ion positif. Ion yang bermuatan
positif ini akan didorong melewati mesin oleh penolak ion (ion repeller) berupa plat
logam yang sedikit bermuatan positif. Perlu diingat bahwa ion yang dihasilkan pada
ruang ionisasi bisa terus melewati mesin dengan bebas tanpa menumbuk molekul
udara.
2. Akselerasi
Ion yang terbentuk akan diakselerasi sehingga seluruhnya akan mempunyai energi
kinetik yang sama. Ion positif akan ditolak dari ruang ionisasi dan seluruh ion
diakselerasikan menjadi sinar ion yang terfokus dan tajam.

Gambar 2. Tempat akselerasi


3. Defleksi
Ion didefleksikan (dibelokkan) oleh medan magnet sesuai dengan massanya.
Makin ringan massanya maka akan makin terdefleksi. Besarnya defleksi juga tergan-
tung pada berapa besar muatan positif pada ion atau dengan kata lain tergantung pada
berapa elektron yang lepas. Makin banyak elektron yang lepas maka ion tersebut makin
terdefleksi.
Gambar 3. Tempat defleksi

Ion-ion yang berbeda akan didefleksikan oleh medan magnet dengan jumlah yang
berbeda-beda. Besarnya defleksi tergantung pada :
1. Massa ion; Ion yang memiliki massa kecil akan lebih terdefleksi dari yang berat.
2. Muatan ion; Ion yang mempunyai 2 atau lebih muatan positif akan lebih
terdefleksi dari yang hanya mempunyai satu muatan positif.
Kedua faktor ini digabung menjadi rasio massa/muatan (rasio massa/muatan).
Rasio massa/muatan diberi simbol m/z (atau kadang-kadang dengan m/e). Sebagai
contoh: jika suatu ion memiliki massa 20 dan bermuatan 1+, maka rasio
massa/muatannya adalah 20. Jika suatu ion memiliki massa 56 dan muatannya adalah
2+, maka ion ini akan mempunyai rasio m/z 28. Pada diagram terlihat bahwa lintasan
ion A sangat terdefleksi, ini menandakan bahwa lintasan ion A memiliki ion dengan
m/z terkecil sedangkan lintasan ion C hanya sedikit terdefleksi, yang menandakan
bahwa ia mengandung ion dengan m/z terbesar. Karena sebagian besar ion yang
melewati spektrometer massa mempunyai muatan 1+, maka rasio massa/muatannya
akan sama dengan massa ion tersebut.
4. Deteksi
Ion yang melewati mesin akan dideteksi secara elektrik. Hanya ion pada lintasan
B yang melewati mesin dan sampai pada detektor. Ion yang lain akan dinetralisir
dengan mengambil elektron dari dinding dan mereka akan dikeluarkan dari
spektrometer massa dengan pompa vakum.

Gambar 4. Detector
Ketika ion menyentuh kotak logam maka muatannya akan dinetralisir oleh el-
ektron yang melompat dari logam ke ion. Aliran elektron akan dideteksi sebagai arus
listrik yang bisa dicatat. Makin banyak ion yang mencapai kotak logam, makin besar
arus yang dihasilkan.
Dari penjelasan diatas hanya ion pada lintasan B yang terdeteksi. Bagaimana cara
mengetahui ion pada lintasan A dan C? Perlu diingat bahwa A adalah yang paling
terdefleksi karena ion A mempunyai nilai m/z yang paling ringan. Untuk membawa ion
A ini ke detektor dibutuhkan medan magnet yang lebih kecil sedangkan untuk ion C
dibutuhkan medan magnet yang lebih besar Jika medan magnet divariasikan, maka
setiap lintasan akan bisa dideteksi oleh detektor. Mesin bisa dikalibrasi untuk mencatat
arus yang menginterpretasikan banyaknya ion dengan m/z. Massa diukur pada skala
12C.
Catatan: Skala 12C adalah skala dimana berat dari isotop 12C tepat 12 unit.
Terminologi :
Spektrum massa = Grafik batang dari fragmenfragmen
Base peak = Puncak dasar = Puncak yang tertinggi
Parent peak = Puncak induk = Puncak ion molekul (M+)
M+1 = Puncak yang terjadi karena adanya isotop 13C (1.1% dari
karbon yang ada), dan isotop 2H (0.015% dari hidrogen yang ada). rasio m/e = rasio
massa berbanding muatan dalam amu/e-.

Bentuk spektrum massa, biasanya spektrum dari spektrometer massa berupa


“diagram batang”. Diagram ini menunjukkan besar relatif arus yang dihasilkan oleh ion
dari beberapa variasi rasio massa/muatan.

Gambar 5. Spektrum massa

Skala vertikal berhubungan dengan arus yang diterima oleh rekorder, yang
berhubungan dengan banyak ion yang sampai pada detektor. Seperti terlihat bahwa ion
yang paling banyak adalah pada rasio massa/muatan 98 sedangkan ion lain menpunyai
rasio massa/muatan 92, 94, 95, 96, 97, dan100.
Ini berarti bahwa molibdenum mempunyai 7 isotop yang berbeda dimana massa
dari ke-7 isotop tersebut pada skala karbon-12 adalah 92, 94, 95, 96, 97, 98 dan 100.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa kegunaan dari minyak terpentin?
2. Mengapa perlu dilakukan distilasi fraksional minyak terpentin?
3. Apa saja metode apa yang digunakan untuk analisis minyak terpentin?
4. Apa saja senyawa yang terkandung dalam minyak terpentin?
5. Apa itu fragmentasi nanodroplets?
6. Apa tujuan dilakukannya fragmentasi molekul air menjadi nanodroplets?
7. Bagaimana cara memfragmentasi molekul air menjadi nanodroplets menggunakan
spektroskopi massa?
BAB 2

PEMBAHASAN JURNAL
2.1 Minyak Terpentin

Minyak terpentin atau sering disebut dengan spirits of turpentine yaitu berupa cairan
yang mudah menguap, tidak berwarna (jernih), bau khas (keras), dan mudah terbakar. Min-
yak terpentin berasal dari hasil penyulingan getah pinus. Jumlah minyak terpentin yang ter-
kandung dalam getah pinus berkisar antara 10-17,5%. Getah yang segar akan menghasilkan
persentase terpentin yang lebih tinggi.

Minyak terpentin telah lama digunakan sebagai thinner, pelarut tinta printer, industri
percetakan, pelarut cat, pengkilap logam, serta industri farmasi karena lebih memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Senyawa ini mempunyai aktivitas anti-inflamasi ditingkat sel, serta
berpotensi untuk pencegahan beberapa penyakit terkait penurunan aktivitas sel syaraf.
Disamping itu senyawa ini juga mempunyai aktivitas dalam penghambatan pertumbuhan bak-
teri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Namun kini, minyak terpentin digunakan se-
bagai bahan tambahan pada industri kosmetik (parfum), pembasmi serangga, antijamur dan
desinfektan

Permintaan pasar terhadap minyak terpentin semakin meningkat setiap tahunnya. Hal
ini dikarenakan adanya kecenderungan ”Back to Nature” untuk memenuhi kebutuhan indus-
tri, sehingga permintaan maupun harga minyak terpentin cenderung meningkat. Disamping
itu, adanya peningkatan permintaan industri atas minyak terpentin sebagai bahan baku farma-
si, parfum, pelarut, resin dan polimer.

Karakteristik minyak terpentin menurut Haneke (2002) adalah sebagai berikut:

Berat jenis : 0,854-0,868 g/cm3 (20°C)

Titik didih : 154-170°C

Titik lebur : -60°C sampai -50°C

Kelarutan : Tidak larut dalam air

Komponen utama minyak terpentin ialah α-pinena. Minyak terpentin Indonesia


mengandung sekitar 57-86% α-pinena, 8-12% δ-karena dan golongan monoterpen yang lain
dengan jumlah minor (kurang 1% camphene, 1-3% β-pinene, dan limonene 1-3%). Senyawa
ini merupakan senyawa golongan terpenoid (monoterpen, C10). Struktur senyawa penyusun
minyak terpentin ditunjukkan pada Gambar berikut.

Gambar 2.1 Stuktur Senyawa Penyusun Minyak Terpentin (a) δ-karena, (b) α-pinena (c) β-pinene, (d)
Limonene, (e) Champene.

2.2 Mengapa perlu dilakukan distilasi minyak terpentin?

Karena distilasi minyak terpentin ditujukan untuk mendapatkan α-pinena dengan


kemurnian yang tinggi, dimana minyak terpentin 100 mL dimasukkan dalam labu alas bulat.
Dipanaskan pada temperatur 95-100oC dan tekanan 148 60 mmHg. Fraksi hasil distilasi
(fraksi pertama) kemudian dianalisis dengan GCMS dan FTIR untuk mengetahui keberadaan
α-pinena dan kemurniannya.

Di industri, α-pinena merupakan bahan dasar untuk sintesis senyawa-senyawa yang


memiliki harga jual tinggi seperti terpineol, camphor [7], bornilklorida, kamfena [8,9]. Se-
hingga semakin besar kandungan α-pinena dan semakin tinggi tingkat kemurniannya, maka
kualitas minyak terpentin semakin baik dan harganya semakin tinggi.

Analisis dengan KG-SM. Sampel minyak terpentin dikering dengan magnesium sulfat
anhidrat, dan diambil sebanyak 0,05 µL. Kondisi operasional alat adalah kolom Restek
Rtx5MS (5% difenil-95% dimetilpolisiloksan), panjang 30 m, suhu injektor 310oC, suhu awal
70oC (5 min), suhu akhir 230oC, kenaikan 10oC/min, suhu sumber ion 250oC, suhu interface
300oC, tekanan 28,0 kPa, gas flow rate total 91,6 mL/min, gas flow in column 0.63 mL/min,
split ratio 139.1, carrier gas helium.

2.3 Metode yang digunakan untuk Analisis Minyak Terpentin


KG-SM merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua
metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (KG) untuk menganalisis jumlah senyawa
secara kuantitatif dan spektroskopi massa (SM) untuk menganalisis struktur molekul senyawa
secara kualitatif. Spektroskopi massa dapat memberikan analisis sampai ketingkat struktur
molekul, bahkan sampai pada tingkat memetakan mekanis mereaksi secara tidak langsung.
Analisis dengan KG-SM dilakukan pada sampel minyak terpentin yang dikeringkan
dengan magnesium sulfat anhidrat, dan diambil sebanyak 0,05 μL. Kondisi operasional alat
adalah kolom Restek Rtx-5MS (5% difenil-95% dimetil polisiloksan), panjang 30 m, suhu
injektor 310 oC, suhu awal 70 oC (5 min), suhu akhir 230 oC, kenaikan 10 oC/min, suhu
sumber ion 250 oC, suhu interface 300 oC, tekanan 28,0 kPa, gas flow rate total 91,6
mL/min, gas flow in column 0.63 mL/min, split ratio 139.1, carrier gas helium. Analisis
dengan spektrofometer FTIR, maka sampel cairan dilapiskan sebagai thin film dalam NaCl
plate. Interferometer tipe Michelson, sistem optik sinar tunggal, sumber inframerah keramik
adalah globular, dengan rasio S/N sebesar 20000:1.
Metode spektroskopi massa secara umum adalah cara analisis senyawa kimia yang
diteliti dengan memecahkan molekulnya menjadi ion-ion besar maupun kecil, dan dari pola-
pola ionisasi ini nantinya akan didapat informasi mengenai molekul utuhnya. Molekul yang
masuk dalam spektrometer massa harus senyawa murni, bukan campuran. Karena itu bebera-
pa langkah pemisahan kimia sudah harus selesai dilakukan. Spektroskopi massa sering
digabung dengan kromatografi, karena sampai saat ini pemisahan senyawa kimia dengan
kromatografi sudah sangat sempurna sehingga analisis senyawa-senyawa yang terpisah ini
dapat dilakukan langsung.
Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara
mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya
diketahui dengan mengukur jari jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam. Gas
kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisa-
han campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya.
Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada
campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas. Penggunaan
kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat
menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang dilengakapi
dengan struktur molekulnya.
Spektroskopi massa memberikan informasi berdasarkan perbandingan massa per
muatannya. Sampel senyawa kimia yang dianalisis dalam jumlah relative sangat kecil, yakni
orde mikrogram (µg). Senyawa kimia akan diubah fasanya menjadi gas dan dipecah-pecah
menjadi ion-ion dengan massa relative lebih rendah. Pemecahan senyawa-senyawa kimia ini
dilakukan dengan menembak senyawa-senyawa kimia tersebut dengan electron yang
benenergi cukup tinggi (sedikitnya 70 eV, setara dengan 1610 kkal/mol atau 6720 kJ/mol).
Ion-ion ini akan bergerak dalam medan listrik dan medan magnet dengan kecepatan sesuai
dengan massanya sebelum mencapai detector. Dari pola-pola pecahan senyawa serta ion-ion
ini struktur senyawa sampel dapat diprediksi. Hasil analisis dengan spektroskopi massa
dikenal dengan spektrum massa disingkat dengan MS (mass spectrum) dan bila jamak disebut
dengan spektra massa.

2.4. Senyawa yang Terkandung Dalam Minyak Terpentin


Hasil analisis minyak terpentin dengan spektrofotometer massa diperoleh terdapat 13
puncak dari kromatogram 1. Puncak kromatogram ini mengindikasikan minimal terdapat 13
senyawa penyusun minyak terpentin. Sedangkan untuk kromatogram 2 memberikan minimal
10 puncak yang dapat dideteksi dari sampel minyak terpentin perdagangan. Ini berarti sen-
yawa penyusun minyak terpentin perdagangan adalah lebih sedikit dibanding dengan senya-
wa penyusun minyak terpentin produksi perusahaan lokal. Senyawa dominan penyusun
kedua minyak terpentin adalah α-pinena. Dapat disimpulkan bahwa potensi minyak terpen-
tin sebagai sumber α-pinena yang lebih baik adalah dari sampel minyak terpentin hasil produksi
perusahaan lokal.

Gambar 1. Perbedaan kromatogram dari minyak terpentin hasil produksi perusahaan lokal (A) dan
minyak terpentin perdagangan (B).
Berikut senyawa – senyawa yang terkandung dalam sampel menggunakan spektro-
fotometer massa:
Tabulasi sifat fisika atas sampel α-pinena hasil distilasi fraksional ini disajikan pada Tabel 3,
sedangkan kromatogram hasil analisis dengan KG-SM disajikan pada Gambar 2.

Tabel 3. Tabulasi data α-pinena hasil distilasi dibanding standar

Sampel α-Pinena Indeks BiasBerat Jenis (g/mL) Warna


Hasil distilasi 1,454 1,120 (30 oC) Jernih
Hasil distilasi ref [4] 1,466 0,862 (29 oC) Jernih
Data SNI 1,478 0,850 (25 oC) Jernih

Gambar 2. Kromatogram dari KG-SM dengan sampel senyawa α-pinena hasil distilasi fraksional minyak
terpentin produksi perusahaan lokal.
Karakteristik spektra sebagai akibat vibrasi ulur gugus fungsi alkena C=C (1652,88 cm-
1) dan =C-H (3024,18 cm-1) dari struktur α-pinena. Disamping itu, serapan pada daerah fin-
ger print (1500-600 cm-1) yang karakteristik untuk α-pinena, maka daerah ini lazim
digunakan untuk membedakan α-pinena dengan senyawa yang lain. maka kedua senyawa
yang diuji adalah bukan α-pinena.

Gambar 3. Spektra hasil distilasi fraksional minyak terpentin.


Dari hasil data kromatogram diatas terdapat 13 senyawa yang terkandung dalam minyak
terpentin hasil produksi perusahaan lokal sedangkan sampel minyak terpentin perdagangan
mengandung sedikitnya 10 senyawa. Kemungkinan senyawa yang dimiliki C=C, C-H alifatis,
O-H, C=O, dan cincin aromatic.
2.5 Fragmentasi Nanodroplets
Ionisasi Elektro-Semprot Sekunder (SESI) adalah teknik ionisasi ambient untuk ana-
lisis konsentrasi jejak uap, di mana nano-electrospray menghasilkan zat pengisi yang
bertabrakan dengan molekul analit langsung dalam fase gas. Pada reaksi selanjutnya, muatan
di transfer dan uap terionisasi, sebagian besar molekul diprotonasi (dalam mode positif) dan
deprotonasi (dalam mode negatif). SESI bekerja dalam kombinasi dengan Spektrometri Mas-
sa atau Spektrometri Mobilitas Ion.
Prinsip operasi
Pada hari-hari awal SESI, dua mekanisme ionisasi sedang diperdebatkan: model in-
teraksi tetesan-uap mendalilkan bahwa uap teradsorpsi dalam tetesan ESI, dan kemudian
dikirim kembali ketika tetesan menyusut, seperti halnya analit fase cair biasa diproduksi di
ESI; di sisilain, model interaksi ion-uap mendalilkan bahwa molekul dan ion atau kelompok
kecil bertabrakan, dan muatannya ditransfer dalam tumbukan ini. Sumber SESI komersial
yang tersedia saat ini beroperasi pada suhu tinggi sehingga lebih baik menangani spesies
dengan volatilitas rendah. Dalam rezim ini, nano droplet dari electrospray menguap dengan
sangat cepat untuk membentuk gugus ion dalam kesetimbangan. Ini menghasilkan reaksi ion-
uap yang mendominasi sebagian besar wilayah ionisasi. Karena ion pengisian berasal dari
tetesan-nano, dan tidak ada ion berenergi tinggi yang terlibat pada setiap titik proses ionisasi
atau pembuatan zat pengion, fragmentasi dalam SESI sangat rendah, dan spektrum yang
dihasilkan sangat bersih. Hal ini memungkinkan rentang dinamis yang sangat tinggi, di mana
puncak intensitas rendah tidak terpengaruh oleh spesies yang lebih banyak.
Aplikasi
Fitur utama dari SESI adalah bahwa ia dapat mendeteksi konsentrasi sangat kecil dari
spesies volatilitas rendah secara real time, dengan massa molekul setinggi 700 Da, jatuh di
bidang metabolomik. Molekul-molekul ini secara alami dilepaskan oleh organism hidup, dan
biasanya dideteksi sebagai bau, yang berarti bahwa mereka dapat dianalisis secara non-
invasif. SESI, dikombinasikan dengan Spektrometri Massa Resolusi Tinggi, menyediakan
informasi system kehidupan yang diselesaikan secara biologis dan relevan dengan waktu, di
mana system tidak perlu diganggu. Ini memungkinkan untuk menangkap evolusi waktu me-
tabolism mereka dan respons mereka terhadap rangsangan yang terkontrol.
SESI telah banyak digunakan untuk analisis gas nafas untuk penemuan biomarker, dan
studi farmakokinetik in vivo.

2.6 Tujuan Dilakukannya Fragmentasi Molekul Menjadi Nanodroplets


Spektrometri massa ini menggunakan elektrospray sebagai teknik ionisasinya untuk
menghasilkan ion. Khususnya untuk menghasilkan ion dari makromolekul karena ada ke-
cenderungan molekul tersebut menjadi fragment saat diionisasi. Ionisasi elektrospray
kondusif untuk pembentukan molekul kecil bermuatan tunggal, tetapi dapat juga
untuk molekul bermuatan banyak dari molekul yang lebih besar, hal ini karena spektrometer
massa mengukur rasio massa terhadap muatan (m/z) Sehingga memungkinkan untuk
mengamati molekul yang sangat besar dengan rentang massa yang relatif kecil. ESI
menghasilkan molekul gas terionisasi langsung dari larutan cair yang
menghasilkan semprotan tetesan (droplet) dalam medan listrik.

Prosedur ionisasi
Analit dimasukan dalam larutan dari jarum pompa atau aliran eluen dari liquid chro-
matography. Jarum berfungsi untuk membuat larutan menjadi droplet saat disemprotkan. Ke-
cepatan aliran yang biasa digunakan adalah 1µl min-1.
Selanjutnya analit mengalir melewati jarum electrospray yang memiliki tegangan
tinggi yang berbeda (berasal dari counter electrode) (biasanya berkisar 2.5 sampai 4 kV). Ini
meningkatkan semprotan dari tetesan sampel yang bermuatan ion dari jarum pada permukaan
yang juga bermuatan dan berpolaritas sama dengan muatan pada jarum.
Tolakan kolom timbal balik antara muatan dipermukaan menjadi lebih besar sehingga
melebihi kekuatan tegangan permukaan, dan ion dikeluarkan
dari droplet melalui Taylor cone .
Selanjutnya tetesan sampel tersebut akan melewati ruang di antara jarum dan kerucut
dan selanjutnya pelarut sampel akan terevaporasi. Sebagai ukuran
menurunnya tetesan droplet dilihat dari densitas muatan pada permukaannya yang meningkat.
Kemungkinan lain yaitu droplet meledak dan kemudian melepaskan ion. Dalam kedua ka-
sus tersebut, ion-ion yang muncul diarahkan ke dalam lubang melalui lensa elektrostatik yang
mengarah ke vakum dari analisis massa.
2.7 Cara memfragmentasi molekul air menjadi nanodroplets menggunakan spek-
troskpi massa.
Semua percobaan dijalankan pada Micromass Q-T yang tidak dimodifikasi spectrome-
ter massa mikroTM pada tegangan kapiler 2900V dan energy ion 1,0V. Cluster air dihasilkan
dengan menyuntikkan 0,05% asam trifluoraasetat ke dalam spectrometer massa dari 50 L/
mnt. Tegangan kerucut dimaksimalkan menjadi 200V dan masing-masing. Gas kerucut di-
matikan dan gas desolvasi laju aliran adalah 250 L/jam. Pembentukkan kelompok air kecil
dipengaruhi oleh parameter lain dalam rentang kerja normal. Eksperimen EDESI dilakukan
dengan melakukan MS/MS pada dipilih puncak dan meningkatkan tegangan tabrakan dalam
kenaikan IV dari 2V hingga spectrum didominasi oleh sampel air. Ini tegangan tabrakan akhir
tergantung pada ukuran cluster yang dipilih fragmentasi. Eksperimen EDESI dilakukan pada
sampel air ( n= 26, 31, 36, 41, 51, 61, 66, 71 dan 76). Spektrawere dikumpulkan selama 3
detik pada setiap tegangan tabrakan.
Eksperimen CID dilakukan dalam kondisi tabrakan berganda, dengan ion produk yang
dibentuk oleh disosiasi yang dilipih ion precursor lebih lanjut diaktifkan oleh tumbukan beri-
kutnya. Kondisi demikian memungkinkan pengendapam energy total yang jauh lebih besar,
dengan trade-off yang aktivasi relative lambat (mikrodetik) dan karenanya penataan ulang
molekul air dalam tetesan tidak mempengaruhi kesimpulan, karena hanya dalam kasus n=21
Cluster kita membuat asumsi tentang struktur. Kami melaporkan bahwa semua cluster
prekursor dipelajari (dengan banyak karena 76 molekul air) menunjukkan bukti kuat untuk
pemanjangan seumuir hidup yang dihasilkan EDESI-MS/MS [37-39] digunakan untuk me-
nyederhanakan penyajian data karena memungkinkan untuk dipadatkan dan disajikan secara
praktis.
BAB 3
KESIMPULAN

Spektroskopi massa merupakan metode analisis pemisahan senyawa organik untuk


menganalisis struktur molekul senyawa secara kualitatif. Dalam penelitian analisis minyak
terpentin yang membandingkan minyak terpentin produksi lokal dan perdagangan, spek-
troskopi massa digunakan untuk mengetahui perbedaan berat jenis dan jenis senyawa yang
terdapat dalam dua produk minyak terpentin yang berbeda. Senyawa α-Pinena dari sampel
perusahaan lokal mencapai 64,6% yang terdeteksi pada puncak 1 sedangkan sampel dari
perdagangan mengandung 55,8% yang dapat terdeteksi pada puncak 2. Hasil pengukuran
dengan spektroskopi massa juga didapatkan berat jenis minyak terpentin perusahaan lokal
sebesar 1,117 g/mL, lebih besar dari berat jenis minyak terpentin di perdagangan sebesar
1,060 g/mL.
Pemecahan molekul cluster air [H (H2O) 21] menjadi tetesan nanomolekul yang ter-
protonasi dapat digunakan spektroskopi massa dengan [H (H2O) n] + ion diproduksi
dengan mudah dan mencakup rentang m / z yang besar (n = 1 hingga> 100). Gugus air
terprotonasi dapat dihasilkan dengan mudah dengan spektroskopi dengan menggunakan
laju aliran tinggi dan suhu rendah, dalam kondisi "cold-flooding. Puncak yang sesuai
dengan gugus [H (H2O) 21] diamati memiliki intensitas yang jauh lebih tinggi daripada
puncak tetangganya. Gugus [H (H2O) 28] + tidak terlalu kuat, tetapi jauh lebih banyak da-
ripada cluster [H (H2O) 29] +. Eksperimen EDESI menunjukkan pendekatan baru untuk
menunjukkan bahwa [H (H2O) 21] + memang memiliki stabilitas yang jauh lebih tinggi
daripada gugus tetangganya, tetapi juga semua gugus air terprotonasi lainnya kurang dari
[H (H2O) 76] +.
BAB 4
PUSTAKA ACUAN
Dachariyanus. 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, hlm 39-46,
Universitas Andalas, Padang, Indonesia.
Laporan Tahunan Perum Perhutani, 2012, Pemantapan proses bisnis menuju perhutani
ekselen, diakses pada tanggal 8 September 2013 melalui http://perumperhutani.com/wp
content/uploads/2013/07/ARA_Perhutani_2012_LOW.pdf
Laporan Tahunan Perum Perhutani, 2011, Peningkatan Produktivitas Sumberdaya Hutan, di-
akses pada tanggal 5 Maret 2014 melalui http://perumperhutani.com/wp-
content/uploads/2013/07/annual_Report_2011-WEB.pdf.
Bambang Wiyono, Sanro Tachibana, dan Djaban Tinambunan, 2006, Chemical Composition
of Indonesian Pinus merkusii Turpentine Oil, Gum Oleoresins and Rosins from Sumatra
and Java, Pakistan Journal of Biological Sciences, 9(1), 7-14.
Masruri, Mohamad Farid Rahman, dan Tegas Imam Prasosjo, 2007, Identifikasi dan uji ak-
tifitas antibakteri senyawa volatil terpenoid minyak terpentin, Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati
(Life Sciences), 19 (1), 32-35.
Masruri dan Arie Srihardyastuti, 2005, Reaksi asiloksilasi hidroksilasi terhadap α-pinena:
Pemanfaatan Produk Reaksinya sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylo-
coccus aureus dan Escherichia coli, NATURAL, 9 (1), 6-11.
Husnul Khotimah, Diana Lyrawati, and Masruri, 2006, Antiinflammatory effects of alpha-
pinene extracted from Pinus mercusii on levels of TNF-α signaling, iNOS, and apopto-
sis of neuronal cells, Proceeding of the Asian Symposium of Medicinal Plants and Oth-
ers (ASOMP 2006, Padang, Indonesia. Abstract can be accessed from
http://herbalnet.healthrepository.org/handle/123456789/2619
Herti Utami, Arief Budiman, Sutijan, Roto, dan Wahyudi Budi Sediawan, 2011, Studi Kinet-
ika Reaksi Heterogen alpha-Pinene Menjadi Terpineol Dengan Katalisator Asam Khlo-
ro Asetat, Reaktor, 13(4), 248-253.
Masruri, 2005, Penentuan struktur karbokation dengan metode MM+: Reaksi 1,7,7-trimetil
bisiklo[3.1.1] heptena dengan asam klorida, NATURAL, 9(2), 68-72.
Masruri, Bambang Purwono, and Muhamad Muchalal, 2014, Alpha-Pinene in Acidic Condi-
tions: Products Determination and the Reaction Kinetics, Proceeding of The 4th Annual
Basic Science International Conference (BaSIC) 2014, February 12-13rd, 2014, Batu,
Indonesia.
Departemen Kehutanan, 2011, SNI Minyak Terpentin, diakses melalui
http://www.dephut.go.id/halaman/standardisasi_&_lingkungan_kehutanan/sni/minyak_t
erpentin.html.
Pavia, D. L., G. M. Lampman, G. S. Kriz, 2001, Introduction to Spectroscopy for Students of
Organic Chemistry, 3rd edition, Thomson Learning Inc., New York.
P. Ball, Water as an active constituent in cell biology, Chem. Rev. 108 (2008) 74–108.
F. Dong, S. Heinbuch, J.J. Rocca, E.R. Bernstein, Dynamics and fragmentation of
van der Waals clusters: (H2O)n, (CH3OH)n, and (NH3)n upon ionization by a 26.5 eV
soft X- ray laser, J. Chem. Phys. 124 (2006) 224319.
D.W. Ledman, R.O. Fox,Water cluster calibration reduces mass error in electrospray ioniza-
tion mass spectrometry of proteins, J. Am. Soc. Mass Spectrom.(1997) 1158–1164.
S.-S. Lin, Detection of large water clusters by a low rf [radio frequency] quadrupole mass
filter, Rev. Sci. Instr. 44 (1973) 516–517.
X. Yang, A.W. Castleman Jr., Large protonated water clusters H+(H2O)n(1≤n > 60): the
production and reactivity of clathrate-like structures under thermal conditions, J. Am.
Chem. Soc. 111 (1989) 6845–6846.
C.-C. Wu, C.-K. Lin, H.-C. Chang, J.-C. Jiang, J.-L. Kuo, M.L. Klein, Protonated clathrate
cages enclosing neutral water molecules: H+ (H2O)21 and H+(H2O)28, J. Chem. Phys.
122 (2005) 074315.
M. Tsuchiya, T. Tashiro, A. Shigihara, Water clusters in gas phases studied by liquid ioniza-
tion mass spectrometry, J. Mass Spectrom. Soc. Jpn. 52 (2004) 1–12.
G. Hulthe, G. Stenhagen, O.Wennerstroem, C.-H. Ottosson,Water clusters studied by elec-
trospray mass spectrometry, J. Chromatogr. A 777 (1997) 155–165.
P.P. Radi, P. Beaud, D. Franzke, H.M. Frey, T. Gerber, B. Mischler, A.P. Tzannis, Femto-
second photoionization of (H2O)n and (D2O)n clusters, J. Chem. Phys. 111 (1999)
512–518.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai