Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Handy Wiradharma, Sp.OG
2019
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
1) Identitas pasien
Nama : Ny. NVCA
Usia : 30 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Bidan
Alamat : Jl.M.Said No.10
Masuk Rumah Sakit : Selasa, 23 April 2019 pukul 21.30 WITA
2) Keluhan Utama
Keluar air-air melalui jalan lahir semenjak pukul 19.00
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Tidak ada.
5
6) Riwayat Haid
Menarche usia : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari dan teratur
Lama haid : 7 hari, dengan banyak 3 kali ganti
pembalut/hari
HPHT : 13-06-2018
Taksiran persalinan : 20-04-2019
7) Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, sejak umur pertama kali menikah 24 tahun,
dan lama menikah 8 tahun.
8) Riwayat Obstetrik
6
a. Tekanan darah : 130/90 mmHg
b. Frekuensi nadi : 73 kali/menit, regular, kuat angkat
c. Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular
Jantung :
o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 MCL sinistra
o Perkusi : batas jantung normal
o Auskultasi : S1S2 tunggal regular, mumur (-), gallop(-)
Paru :
o Inspeksi : dinding thoraks simetris, seirama gerakan
nafas
o Palpasi : fremitus suara dekstra = sinistra
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Abdomen :
o Inspeksi : dinding abdomen cembung, linea nigra (+)
o Palpasi : soefl, organomegali (-), nyeri tekan (-)
o Perkusi : timpani, asites (-)
o Auskultasif : bising usus (+) normal, metallic sound (-)
Ekstremitas :
o Atas: akral hangat, edema (-/-)
o Bawah: akral hangat, pitting edema (-/-), varises (-/-)
7
7) Status Obstetri
Inspeksi : abdomen membesar sesuai umur kehamilan, linea
nigra (+), striae gravidarum (+), bekas operasi (-)
Palpasi :
o Tinggi fundus uteri (TFU) :33 cm
o Taksiran berat janin (TBJ) : 3.255 gr
o Leopold I :Terasa bagian lunak, kesan bokong
o Leopold II :Teraba bagian datar kesan punggung pada sisi kiri
ibu, letak memanjang
o Leopold III : Teraba bagian keras, kesan kepala, sudah masuk
PAP
o Leopold IV : 4/5
o HIS : 2 kali dalam 10 menit dengan durasi 25-30 detik
o DJJ : 140x/menit
o Vaginal Touche : Vagina dan Vulva tidak tampak kelainan
Portio tebal kaku, arah posterior
Pembukaan 1 cm
Ketuban merembes
Presentasi kepala
Penurunan kepala di Hodge 1
Pelepasan lender, tidak diikuti darah
o Pemeriksaan Kertas lakmus: Merah menjadi biru, pH 8
2.3 PEMERIKSAANPENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 24 April 2019)
Darah lengkap :
o Leukosit : 8.24/uL
o Hemoglobin : 11.0 g/dL
o Hematokrit : 34.5%
o Trombosit : 224.000/uL
o BT : 3 menit
o CT : 9 menit
8
Kimia Klinik :
o GDS : 126 mg/dL
o Ureum : 20.1mg/dL
o Creatinin : 0.6 mg/dL
Imuno-Serologi :
o AbHIV : NonReaktif
o HbsAg : NonReaktif
Urinalisa :
o Berat Jenis : 1.010
o Leuko : +3
o Warna : Kuning
o Kejernihan : Keruh
o pH : 8.0
o Protein : +1
o Bakteri : +3
2.5 TATALAKSANA
- IVFD RL 500 ml 20 tpm 2 kolf
- Gastrul ¼ tablet 1x200 mcg pervaginam
9
OBSERVASI PASIEN DI RUANG
Tanggal Observasi
23/04/2019 S : Keluar air- air merembes (+) sejak pukul 19.00 WITA,
21.15 perut kencang-kencang, keluar cairan warna jernih.
IGD O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 37 C
TFU : 34 cm
Leopold I : Terasa bagian lunak, kesan
bokong
Leopold II : Teraba bagian datar kesan
punggung pada sisi kiri ibu
Leopold III : Teraba bagian keras, kesan
kepala, belum masuk pintu atas
panggul
Leopold IV : 5/5
HIS : 1 x 10 menit, 25 detik
DJJ : 140 dpm
VT : Vagina dan vulva tidak tampak
kelainan
Portio tebal kaku, arah posterior
Pembukaan 1 cm
Ketuban positif
Pelepasan lender tanpa diikuti
darah
Pemeriksaan Kertas : Merah menjadi biru
Lakmus pH 8
10
23/04/2019 Menerima pasien dari IGD
21.30 S : Ibu mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak sore
VK tadi pukul 19.00, warna cairan jernih , disertai perut ibu
kencang-kencang.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36 C
TFU : 34 cm
Leopold I : Terasa bagian lunak, kesan
bokong
Leopold II : Teraba bagian datar kesan
punggung pada sisi kiri ibu
Leopold III : Teraba bagian keras, kesan
kepala, belum masuk pintu atas
panggul
Leopold IV : 5/5
HIS : 3 x 10 menit, 10-15 detik
DJJ : 143 dpm
VT : Vagina dan vulva tidak tampak
kelainan
Portio tebal lunak, arah posterior
Pembukaan 2 cm
Ketuban positif
Bloodslyme negative
Edema tungkai atas dan bawah
Pemeriksaan Kertas : Merah menjadi biru
Lakmus pH 8
11
P:
12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
tanpa disertai tanda in partu dan setelah satu jam tidak diikuti dengan proses in
partu (Manuaba,2007). KPD dapat dibagi menjadi KPD aterm yaitu pecahnya
ketuban setelah 37 minggu kehamilan dan preterm yaitu sebelum 37 minggu
kehamilan. Dalam keadaan normal 8 – 10% wanita hamil aterm akan mengalami
KPD dan KPD preterm terjadi pada 1% kehamilan. KPD preterm merupakan
komplikasi umum yang terjadi pada kehamilan sekitar 3% dari seluruh kehamilan
(Prawirohardjo, 2014; Soewarto, 2014;Jazayeri, 2016).
Terdapat pula teori yang berdasarkan pada pembukaan serviks, yaitu
ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, dimana bila pembukaan
kurang dari 3 cm pada primipara sedangkan kurang dari 5 cm pada multipara.
Kebanyakan wanita hamil yang mengalami KPD, pada kehamilan aterm biasanya
mulai terjadi kontraksi rahim dalam waktu 12 – 48 jam. Sedangkan, pada usia
kehamilan 32 – 34 minggu biasanya terjadi dalam waktu 4 hari atau lebih setelah
selaput ketuban pecah (Sofian, 2011; Moldenhauer, 2016).
13
g. merokok,
h. keadaan sosial ekonomi,
i. perdarahan antepartum,
j. riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya,
k. riwayat KPD sebelumnya,
l. defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat,
m. ketegangan rahim yang berlebihan,
n. kesempitan panggul,
o. kelelahan ibu dalam bekerja, serta
p. trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan
amniosintesis (Tahir, 2012).
2.3. Etiopatologis
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk terjadinya KPD adalah
(Prawirohardjo, 2014):
1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
2) Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati
waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstra seluler dan membran janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD
(Prawirohardjo, 2014).
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, dan pada trimester
14
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya
selaput ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. KPD pada
prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidromnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta (Prawirohardjo, 2014).
2.5. Diagnosis
15
ketuban keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA
(Leukosit Esterase), leukosit darah >15.000/ mm3, janin yang mengalami
takhikardi, mungkin mengalami infeksi intra uterine.
Secara klinik diagnosis KPD tidak sukar dibuat. Anamnesa pada klien
dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat
menilai itu mengarah ke KPD. Untuk menentukan betul tidaknya terjadi KPD
bisa dilakukan dengan cara :
1. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak
putih), rambut lanugo atau bulu-bulu halus bila telah terinfeksi bau.
2. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat
cairan ketuban pada forniks posterior.
3. Terdapat infeksi genital (sistemik)
4. Gejala Chorioamnionitis
a. Maternal: demam dan takikardi, uterine tenderness, cairan amnion yang
keruh, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit
esterase (LEA) meningkat, kultur darah/ urine
b. Fetal: takikardi, kardiotokografi, profibiofisik, volume cairan ketuban
berkurang.
5. Tes valsava (tes dengan melakukan ekspirasi paksa), tes valsava dapat
dilakukan dengan cara melakukan ekspirasi paksa dengan menutup mulut dan
hidung yang akan menambah tekanan pada telinga dan tekanan pada bagian
fundus, sehingga jika terjadi KPD, maka air ketuban akan keluar (Fadlun,
2011).
2.6. Penatalaksanaan
Pada kasus KPD yang cukup bulan, jika kehamilan segera diakhiri, maka
akan akan meningkatkan insidensi secsio sesarea dan apabila menunggu
persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden chorioamnionitis. Kasus
KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di pastikan bahwa
tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara konservatif dengan maksud
16
memberikan waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memeperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan tidak di ketahui
secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD
dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh
Karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk
menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan matang,
choriamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama
meningkatnya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan,
infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau
lamanya periode laten.
17
e. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif maka beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
f. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dengan
rejimen Ampisilin 2 g intravena setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti oleh
Amoksisilin (500 mg per oral tiga kali sehari atau 875 mg secara oral dua
kali sehari) selama lima hari dan lakukan induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit tanda-tanda infeksi intrauterin).
2. Aktif
Kasus ketuban pecah dini pada kehamilan aterm penatalaksanaan berupa
penanganan aktif, antara lain:
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan
terminasi kehamilan perabdominam. Dapat pula diberikan misoprostol 50
μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan di akhiri:
i. Bila skor pelvik <5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
ii. Bila skor pelvik >5 induksi persalinan, partus pervaginam
18
Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin,
lakukan persalinan segera
Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam
atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam
Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan
janin.
Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia
kehamillan 32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dan hasil emnunjukkan bahwa paru sduah
matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas
perawatan bayi preterm)
iii. < 24 minggu:
Pertimbangan dilakukan dengan melihat resiko ibu dan janin
Lakukan konseling pada pasien. terminasi kehamilan mungkin
menjadi pilihan
Jika terjadi infeksi (korioamnionitis) lakukan tatalaksana
korioamnionitis
19
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien Ny. SDY usia 27 tahun datang ke IGD RSUD AW. Sjahranie
Samarinda pada hari Senin, 15 April 2019 pukul 01.00 WITA dengan keluhan
utama keluar air-air dari jalan lahir. Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada,
berikut dibawah ini uraian kesesuaian kasus dengan teori yang ada.
KASUS TEORI
Anamesis : Anamnesis didapatkan penderita merasa
- Keluar air-air merembes, keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba
berwarna jenih, tidak berbau
- Perut kencang-kencang Faktor resiko
- Keluar lendir darah o fisiologi selaput ketuban yang
abnormal
- RPD = -
o serviks inkompetensia,
20
o kelelahan ibu dalam bekerja, serta
o trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan
dalam dan amniosintesis
Pemeriksaan Fisik :
Tanda-Tanda Vital: Pastikan tidak ada tanda-tanda inpartu dan
Tekanan darah :
130/90 mmHg kontraksi yang teratur. Periksaan dalam
21
Pemeriksaan Penunjang : - Pastikan cairan merupakan cairan amnion
Perubahan warna kertas dengan kertas lakmus (nitrazin test), merah
lakmus menjadi biru menjadi biru
Penatalaksanaan :
IVFD RL 20 tpm Penatalaksanaan KPD pada usia kehamilan aterm:
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan
Inj. Cefotaxime 1 gr/ 8 jam
oksitosin, bila gagal lakukan terminasi
kehamilan perabdominam. Dapat pula
diberikan misoprostol 50 μg intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan
antibiotika dosis tinggi dan persalinan di
akhiri:
iii. Bila skor pelvik <5 lakukan
pematangan serviks kemudian
induksi. Jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesaria.
iv. Bila skor pelvik >5 induksi
persalinan, partus pervaginam
22
BAB 5
PENUTUP
23
DAFTAR PUSTAKA
24
ANDI. hal.505-506.
Prabantoro, BTR. (2011). Peran Endonuclease-G sebagai Biomarker Penentu
Apoptosis Sel Amnion pada Kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta :Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
RCOG. (2010). Preterm Prelabour Rupture of Membranes. Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists.
Soewarto, S. (2014). Ketuban Pecah Dini. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (4
ed.). (pp. 677-682). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sofian, A. (2011). Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi (3 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.
Sujiyatini, dkk. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Tahir, S. (2012). Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Tjandrarini D, Djaja S.( 2009). Aspek Kehamilan dan Persalinan pada Kematian
Neonatal akibat asfiksia lahir sebelum dan setelah intervensi manajemen
asfiksia di Kabupaten Cirebon: Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.8 No.3
Zein, H. (2017). Hubungan Faktor Risiko dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD
Abdul Whab Sjahranie Samarinda. Samarinda: Universitas Mulawarman.
25