Anda di halaman 1dari 18

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman/RSJD Atma Husada Mahakam

PSIKOTIK AKUT

Oleh
Adinda Rizkia Nurdi
NIM. 1810029061

Pembimbing
dr. Yenny, Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman\
2019

2
PSIKOTIK AKUT

Oleh

Adinda Rizkia Nurdi


NIM. 1810029061

Dipresentasikan pada tanggal 7 Agustus 2019

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Yenny, Sp.KJ

3
Identitas Pasien
Nama : Tn. AA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 20 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMK
Alamat : Jl. Poros Gg 4, Separi 1

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan : Ibu Kandung
Alamat : Jl. Poros Gg 4, Separi 1

Status Psikiatri
Resume Masuk (IGD)
Pasien datang ke IGD Atma Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 3 Agustus
2019 (Pukul 20.00) diantar oleh ibu kandung dan paman pasien.

Keluhan Utama: Mengamuk


Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
Os berteriak, tidak mau dirawat di rumah sakit jiwa, masih ingin kerja
untuk membiayai kuliah adiknya. Jangan ambil adik saya. Ada yang mau ambil
adik saya.
Heteroanamnesis
Os mengamuk siang hari tadi karena tidak dipinjamkan mobil oleh orang
tuanya, kemudian menghancurkan mobil dengan balok kayu, dan menyerang
bapak kandungnya, os ingin menggunakan mobil tersebut dengan niat untuk
mengakhiri hidupnya, sebelumnya os juga sering mengatakan bahwa ingin
menghadap Allah, os juga sering melamun dan berbicara sendiri, os pernah

4
membawa sesajen berupa makanan dan di bawa ke kebun belakang rumah dan
mengatakan itu untuk teman-temannya. Os mengalami keluhan ini selama 1
minggu, setelah os menikah. Os menikah dengan pacarnya yang sedang hamil 3
bulan. Sebelumnya orang tua dari pihak istrinya tidak menyetujui pernikahan
tersebut karena sudah dijodohkan dengan orang yang lebih mapan secara
ekonomi. Tetapi pernikahan pun tetap dilaksanakan karena perempuan tersebut
tidak mau dan merasa kasihan dengan os. 3 hari sebelum os mengamuk, keluarga
istrinya ingin membawa istrinya pergi karena kasihan melihat keadaan ekonomi
dan ingin menikahkan dengan laki-laki lain. Os pun mengamuk dan hampir
mencekik istrinya.

Riwayat Penyakit Dahulu


-
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki tanda-tanda atau gejala seperti yang dialami pasien.
Faktor Pencetus
Masalah Keluarga
Genogram

Keterangan

Perempuan
Laki
Pasien

5
Riwayat Pribadi
1. Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
Pasien lahir normal pervaginam, tidak ada masalah saat kehamilan
maupun persalinan. Selama masa ini keluarga pasien mengaku pasien
dalam keadaan sehat, tidak mengalami sakit. Tidak pernah mengalami
kejang demam. Pertumbuhan dan perkembangannya normal seperti
anak lainnya.

2. Masa anak-anak pertengahan (3-11 tahun)


Pasien pada masa ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang normal. Pasien berkembang menjadi anak seperti seumurannya.
Bersekolah dasar selama 6 tahun. Hubungan pasien dengan keluarga
baik.

3. Masa kanak-kanak akhir (Pubertas dan remaja)


Hubungan dengan teman sebaya baik saja, tidak ada masalah.
Riwayat Sekolah
Pasien bersekolah hingga tamat SMK, tidak pernah membuat masalah
selama di sekolah.
Latar Belakang Agama
Semua anggota keluarga pasien beragama Islam
Riwayat psikoseksual
-
4. Masa Dewasa
 Riwayat pekerjaan
 Pasien sempat bekerja di tambang batu bara
 Aktivitas sosial
Pasien beraktivitas dengan teman di lingkungan, hubungan dengan
keluarga baik.
 Seksualitas dewasa

6
Pasien pernah melakukan hubungan seks di luar nikah dengan
pacarnya. Menikah selama 1 minggu.
 Riwayat militer
Pasien tidak pernah berhubungan dengan pengadilan dan pengalaman
militer

Status Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : Komposmentis, GCS E4 V5 M6
Tanda Vital : TD : 140/90mmHg; Nadi : 80x/menit;
RR: 20x/menit; Suhu: 36,51˚C
Kepala dan Leher : Tidak ada kelainan
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada kelainan
Sistem Respiratorik : Tidak ada kelainan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada kelainan
Sistem Urogenital : Tidak ada kelainan
Kelainan Khusus : Tidak ada kelainan

Status Neurologikus
Panca Indera : Tidak diperiksa
Tanda Meningeal : Tidak diperiksa
Tekanan Intrakranial : Tidak diperiksa
Mata : Tidak diperiksa
Pemeriksaan Penunjang :Tidak diperiksa

Status Psikiatrik
Kesan Umum : tidak memakai baju, gelisah, tidak kooperatif
Kontak : verbal (+), visual (+)
Kesadaran : komposmentis, orientasi tempat (+), waktu (+),
orang (+)
Emosi/Afek : mood labil
Proses Berpikir : bentuk: sulit dievaluasi
rus: koheren

7
isi : ide bunuh diri (+)
Intelegensi : sulit di evaluasi
Persepsi : sulit di evaluasi
Psikomotor : meningkat
Kemauan : ADL mandiri

Diagnosis Multiaksial
Axis I : F.23
Axis II :-
Axis III :-
Axis IV : Masalah keluarga
Axis V : GAF scale 70 – 61

Rencana Terapi
Injeksi Lodomer : Diazepam 1:1 amp IM/12 jam

8
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang
mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri
buruk.Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo“ yang artinya retak atau
pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. demikian seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian.
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak
aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya.
Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik
dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan
lain-lain.

Etiopatologi
 Model Diatesis-Stres
 Faktor Biologis
 Faktor Genetik
 Faktor Psikososial

Klasifikasi

9
DSM-IV-TR mengklasifikasi subtype skizofrenia sebagai paranoid,
hebefrenik, katatonik, tak terdiferensiasi, dan residual, terutama berdasarkan
presentasi klinisnya. Subtype tersebut tidak secara erat berhubungan dengan
prognosis yang berbeda; untuk diferensiasi semacam itu, lebih baik diperiksa
predictor prognosisnya yang spesifik. Sebaliknya, revisi kesepuluh International
Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10)
menggunakan sembilan subtype : skizofrenia paranoid, hebefrenia, skizofrenia
katatonik, skizofrenia tak terdiferensiasi, depresi pascaskizofrenia, skizofrenia
residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lain, dan skizofrenia YTT, dengan
delapan kemungkinan untuk mengklasifikasi perjalanan gangguan tersebut,
berkisar dari kontinu hingga remisi sempurna.

Manfestasi Klinis berdasarkan KLASIFIKASI


Berdasarkan definisi dan krieria diagnostik, skizofrenia di dalam DSM-IV
dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu:

a. Skizofrenia paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi auditoris
yang menonjol secara berulang-ulang
 Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut :
Pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak
terorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai

b. Skizofrenia terdisorganisasi
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Di bawah ini semuanya menonjol :
 Pembicaraan yang tidak terorganisasi
 Perilaku yang tidak terorganisasi
 Afek yang datar atau tidak sesuai
 Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik

c. Skizofrenia katatonik

10
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang-
kurangnya dua hal beriku ini :
 Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor.
 Aktivitas motorik uang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimulus eksternal)
 Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak
adanya motivasi terhadapa semua bentuk perintah atau
mempertahankan postur yang kaku dan menentang semua usaha
untuk menggerakkannya) atau mutism.
 Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditujukan oleh
posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara
disengaja), gerakan stereotipik yang berulang-ulang, manerism
yang menonjol, atau bermuka menyeringai secara menonjol.
 Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna)
d. Skizofrenia tidak tergolongkan
Tipe skizofrenia yang mengalami delusi, halusinasi, gangguan pikiran, dan
kekacauan berat tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid,
terorganisasi, dan katatonik.
e. Skizofrenia residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak
terorganisasi, dan perilaku yang tidak teroranisasi atau katatonik
yang menonjol.
 Terdapat terus tanda-tanda anguan, seperti adanya gejala negatif
walaupun ditemukan dalam benuk yang lemah (misalnya
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

Tipe Residual. Menurut DSM-IV-TR, skizofrenia tipe residual ditandai


dengan bukti kontinu adanya gangguan skizofrenik tanpa serangkaian lengkap
gejala aktif atau gejala yang memadai untuk memenuhi diagnosis skizofrenia tipe
lain. Emosi menumpul, penarikan sosial, perilaku eksentrik, pemikiran tidak logis,
dan asosiasi longgar ringan, seringkali tampak pada tipe residual.Jika terjadi

11
waham atau halusinasi, biasanya tidak prominen atau tidak disertai afek yang
kuat.

Diagnosis banding
1. Gangguan Psikotik Sekunder
2. Berpura-pura (Malingering) dan Gangguan Bantuan
3. Gangguan Psikotik Lain
4. Gangguan Mood
5. Gangguan Kepribadian

Diagnosis
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Skizofrenia

A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) poin berikut, masing-masing terjadi


dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila
telah berhasil diobati):
1) waham.
2) halusinasi.
3) bicara kacau (Sering melantur atau inkohorensi).
4) perilaku yang sangat kacau atau katatonik
5) gejala negatif afektif mendatar, alogia, atau kehilangan minat
Catatan : Hanya dibutuhkan satu dari gejala kriteria A bila wahamnya bizar
atau halusinasinya terdiri atas suara yang terus-menerus memberi
komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih
suara yang saling bercakap-cakap.

B. Disfungsi sosial/okupasional: Selama suatu porsi waktu yang signifikan


sejak awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh
dibawah tingkatan yang telah dicapai sebelum awitan (atau apabila onset
pada masa anak-anak atau remaja terdapat kegagalan pencapaian tingkat
interpersonal, akademik atau okupasi lainnya) seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal atau perawatan diri.

12
C. Durasi: tanda-tanda gangguan terus berlanjut dan menetap sedikitnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini meliputi 1 bulan gejala-gejala fase aktif yang
memenuhi kriteria A (atau kurang bila berhasil diterapi) dan dapat juga
mencakup fase prodromal atau residual. Selama berlangsung. fase prodormal
atau residual ini, tanda-tanda gangguan dapat bermanifestasi hanya sebagai
gejala-gejala negatif saja atau lebih dariatau=2 dari gejala-gejala dalam
kriteria A dalam bentuk yang lebih ringan (seperti kepercayaan-kepercayaan
ganjil, pengalaman perseptual yang tidak biasa).

D. Penyingkiran skizofektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif dan


mood dengan gambaran psikotik dikesampingkan karena : (1) tidak ada
episode depresi, mania atau campuran keduanya yang terjadi bersamaan
dengan gejala-gelala fase aktif, (2) jika episode mood terjadi intra fase aktif
maka perlangsungannya relatif singkat dibanding periode fase aktif dan
residual.

E. Penyingkiran kondisi medis dan zat: Gangguan ini bukan disebabkan oleh
efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti obat-obatan medikasi atau yang
disalah gunakan) atau oleh suatu kondisi medis umum.

F. Hubungan dengan suatu gangguan perkembangan pervasif: Jika terdapat


riwayat autistik atau gangguan pervasif lainnya maka tambahan diagnosa
skizofernia hanya dibuat bila juga terdapat delusi atau halusinasi yang
menonjol dalam waktu sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berhasil diterapi).

Klasifikasi berdasarkan perjalanannya longitudinal (dapat diterapkan hanya


setelah sekurangnya 1 tahun berlalu semenjak onset dari gejala-gejala fase aktif
pertama):

a. Episodik dengan gejala-gejala residual interepisode (episode ditandai


dengan keadaan kekambuhan dari gejala-gejala psikosis) juga tentukan jika
disertai gejala negatif yang prominen.

13
b. Episodik tanpa gejala-gejala residual interepisode.
c. Berkelanjutan (gejala-gejala psikosis jelas ada sepanjang periode observasi)
juga tentukan jika disertai gejala negatif yang prominen.
d. Episode tunggal remisi parsial; juga rinci apakah: dengan gejala negatif
prominen.
e. Episode tunggal remisi sempurna.
f. Pola lainnya atau yang tidak ditentukan

Tatalaksana
Terapi skizofrenia meliputi :

1. Rawat inap
Rawat inap diindikasikan untuk tujuan diagnostik, untuk stabilisasi
pengobatan, untuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri
atau pembunuhan, serta untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak
pada tempatnya, termasuk ketidakmampuan mengurus kebutuhan
dasar seperti pangan, sandang, dan papan.
2. Terapi Farmakoterapi
 Penggolongan
Antipsikosis Tipikal
Chlorpromazine
Perphenazine
Phenotiazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
Butyrophenone Haloperidol
Diphenyl-butyl-piperidine Pimozide
Antipsikosis Atipikal
Benzamide Supiride
Clozapine
Olanzapine
Dibenzodiazepine
Quetiapine
Zotepine

14
Risperidone
Benzisoxazole
Aripiprazole
 Mekanisme Kerja
o Antipsikotik Tipikal
Obat antipsikotik tipikal memberikan efek antipsikotik dengan
jalan menurunkan aktivitas dopamin. Haloperidol dan
klorpromazine dapat meningkatkan metabolisme dopamine pada
daerah yang kaya dopamine. Obat antipsikotik tipikal dikaitkan
dengan afinitasnya yang kuat terhadap dopamine D2 reseptor. Ia
bekerja efektif, bila 80% D2 di otak dapat dihambat. Bila hambatan
terhadap reseptor D2 lebih besar, extrapiramidal syndrome (EPS)
dapat terjadi tanpa adanya penambahan efektivitas antipsikotik
tipikal. Antipsikotika tipikal bersifat lebih sedasi sehingga lebih
efektif untuk pasien agitatif atau pasien dengan gejala positif.
o Antipsikotik Atipikal
Antipsikotik atipikal disamping berafinitas terhadap D2 dopamine
reseptor, juga terhadap serotonin 5 HT2, sehingga efektif juga
untuk gejala negatif. Clozapine memiliki afinitas terhadap D2 yang
rendah, sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi. Hal ini yang
menyebabkan rendahnya efek ekstrapiramidal. Dengan PET
terlihat bahwa pemberian clozapine dosis efektif, D2 reseptor yang
ditempati hanya sekitar 40 – 50%, sedangkan 10 mg haloperidol
menempati D2 reseptor lebih dari 80%. Risperidone merupakan
antagonis kuat baik terhadap serotonin (terutama 5-HT2A) dan
reseptor D2. Risperidone juga memiliki afinitas kuat terhadap a1
dan a2 tetapi afinitas terhadap β-reseptor dan muskarinik rendah.
Walaupun dikatakan ia merupakan antagonis D2 kuat, kekuatannya
jauh lebih rendah dibanding dengan haloperidol. Aktivitas
melawan gejala negatif dikaitkan dengan aktivitasnya terhadap
5HT2 yang juga tinggi. Olanzapine secara spesifik memblok 5-
HT2A dan reseptor D2, bila dibandingkan dengan clozapine,

15
olanzapine memblok D2 lebih besar sehingga dosis tinggi dapat
meningkatkan kadar prolaktin dan efek samping ekstrapiramidal.

 Pemilihan Obat
o Pada dasarnya semua obat antipsikosis memiliki efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada
efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
o Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat
disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai,
dapat diganti dengan antipsikosis lain (sebaiknya dari golongan
yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya, dimana profil efek
samping belum tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikotik sebelumnya,
jenis obat antipsikosis tertentu sudah terbukti efektif dan ditolerir
dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang.
o Apabila gejala negatif (afek tumpul penarikan diri, hipobulia, isi
pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham,
halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien
skizofrenia, pilihan obat antipsikosis atipikal perlu
dipertimbangkan, khususnya pada pasien yang tidak dapat
mentolerir efek samping ekstrapiramidal.
 Pengaturan Dosis
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan
setiap 2 – 3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran
sindrom psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu dan bila dinaikkan ke “dosis
optimal” lalu dipertahankan sekitar 8 – 12 minggu (stabilisasi), diturunkan
2 minggu ke “dosis maintenance” yang dipertahankan 6 bulan sampai 2

16
tahun (diselingi “drug holiday” 1 – 2 hari/minggu), lalu tappering off
(dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu), lalu obat dapat dihentikan.

Anti psikosis Mg. Eq Dosis Sedasi Otonomik Ekstra-


(mg/hari) piramidal
Chlorpromazine 100 150-1600 +++ +++ ++
Trifluoperazine 5 5-60 + + +++
Fluphenazine 5 5-60 ++ + +++
Haloperidol 2 2-100 + + ++++
Clozapine 25 25-200 ++++ + -
Risperidone 2 2-9 + + +
Olanzapine 10 10-20 + + +
Aripiprazole 10 10-20 + + +

3. Terapi psikososial
a. Pelatihan keterampilan sosial
Pelatihan keterampilan perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui
penggunaan video tape berisi orang lain dan si pasien, bermain
drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk
keterampilan khusus yang dipraktikkan.
b. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana
pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah
periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya.
25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan

17
nyata.Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.
d. Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif digunakan untuk memperbaiki distorsi
kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi kesalahan
daya nilai.
e. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa
terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis.Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien sebagai aman.Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti
yang diinterpretasikan oleh pasien.
4. Terapi kejuruan
Berbagai metode dan situasi digunakan untuk membantu pasien
memperoleh kembali keterampilan lamanya atau membentuk
keterampilan baru.Hal ini meliputi lokakarya terlindung, klub kerja,
dan program penempatan paruh waktu dan transisional.

Prognosis
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa lebih dari periode 5
sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit
karena skizofrenia, hanya kira kira 10 sampai 20 persen pasien dapat
digambarkan memiliki hasil yang baik. lebih dari 50 persen pasien dapat
digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah

18
sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat,
dan usaha bunuh diri. walaupun terdapat angka angka yang kurang bagus
tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit
yang memburuk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan
prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa . Jakarta: PT Nuh


Jaya.
2. Nurmiati Amir. 2013. Skizofrenia. dalam S. D. Elvira, & G. Hadisukanto, Buku
Ajar PsikiatriEdisi 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Hal
199-203.
3. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya.
4. Sadock BJ, Sadok VA. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai