Anda di halaman 1dari 3

Farid Hanifan

18 MIPA 7/ 14

Hikayat Abu Nawas – Ibu Sejati

Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih muda.

Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang
sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan
menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.

Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk
minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda
berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada
yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru
membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah
anaknya. Baginda berputus asa.

Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil Abu
Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak mau menjatuhkan
putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir
yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal
penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.

Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan
pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.

“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling
memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.

“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah
dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?”

“Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu serentak.

“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak
ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama
rata.” kata Abu Nawas mengancam.

Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit


histeris.

“Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan
kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang
topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig
menyerahkan kepada perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata.
Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa terima
kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu
Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.
HIKAYAT PANJI SEMIRANG

Alkisah pada zaman dahulu hiduplah seorang raja di Tanah Jawa yang merupakan
empat bersaudara. Yang tua menjadi raja di Kuripan, yang muda menjadi raja di Daha, yang
tengah menjadi raja di Gegelang, dan yang bungsu menjadi rajadi Singasari. Empat orang
bersaudara itu sangat menyayangi satu sama lain. Negeri tempat mereka tinggal sangat ramai
dan termasyur. Banyak pedagang asing yang masuk untuk berniaga di dalam negeri itu.
Bermula dari seseorang yang bernama Nata Kuripan dengan selirnya yang bernama
Paduka Mahadewi. Mereka memiliki anak laki-laki yang sangat tampan rupanya. Dari
wajahnya sudah terlihat jejak-jejak keagungan dari ayahnya. Maka, diberinyalah inang
pengasuh serta tanah di Karang Banjar Ketapang. Orang-orang menyebut anak tersebut
dengan sebutan Raden Banjar Ketapang.
Permaisuri Kuripan yang mengetahui itu, juga ingin mempunyai anak laki-laki yang
baik parasnya. Ia pun mendiskusikannya dengan suaminya. Setelah beberapa lama, mereka
memutuskan untuk menyembah segala dewa-dewa selama 40 hari 40 malam agar
keinginannya dikabulkan.
Unsur-Unsur Intrinsik
Tema Silsilah Panji Semirang
Latar Suasana
Bahagia ( Terlalu amat berkasih-kasihan empat bersaudara,…)
Latar Waktu
Zaman dahulu ( Sebermula pada zaman dahulu kala ada raja di Tanah Jawa empat
bersaudara…)
Latar Tempat
-Tanah Jawa ( Sebermula pada zaman dahulu kala ada raja di Tanah Jawa
empat bersaudra,……)
-Kuripan ( Yang tua menjadi ratu di Kuripan)
-Daha ( yang tengah menjadi ratu di Daha)
-Gegelang ( yang bungsu menjadi ratu di Gegelang)
-Karang Banjar Ketapang ( …, maka dipungutkan inang pengasuh dengan
sepertinya dan diberi pekarangan oleh Baginda di Karang Banjar Ketapang.)

Watak Tokoh
Raja: periang ( …..pada segenap tahun utus-mengutus, empat buah negeri itu terlalu
amat baik perintahnya dan periksanya akan segala rakyatnya,…..Dan termasyurlah pada
segala negeri di Tanah Jawa akan raja empat buah negeri itu, terlalu baik perintahnya,…..)
Nata Kuripan: agung ( ….dan sikapnya dan jejak keagung-agungan), mau menerima
pendapat ( Setelah sang nata mendengar kata Permaisuri demikian maka dipikirkan sang
Nata, benarlah seperti kata Permaisuri.), tekun (Maka sang Nata dan Permaisuri pun
memujalah dua laki istri kepada segala macam Dewa-Dewa siang dan malam empat puluh
hari empat puluh malam.)
Permaisuri: tekun (Maka sang Nata dan Permaisuri pun memujalah dua laki istri
kepada segala macam Dewa-Dewa siang dan malam empat puluh hari empat puluh malam.),
berkeinginan kuat (ingin rasanya ia hendak berputera laki-laki yang baikparasnya.)
Sudut Pandang
Orang ketiga tunggal ( Karena tidak melibatkan sang pencerita di dalamnya)
Gaya bahasa
-Menggunakan majas repetisi (terdapat dalam kata “maka”)
-Menggunakan majas hiperbola (…..dan mendam kula dan menghabiskan segala
rerawitan isi laut dan darat.)
Nilai-Nilai (Unsur Ekstrinsik)
•Religi ( terdapat dalam pemujaan dewa)
•Kesabaran dan ketekunan (ketika sang Nata dan Permaisuri menyembah
dewa selama 40 hari 40 malam)
•Kerukunan ( terdapat dalam empat bersaudara yang berkasih-kasihan)
•Pengharapan ( terdapat dalam keinginan Nata dan Permaisuri dalam
mendapatkan anak).

Anda mungkin juga menyukai