Anda di halaman 1dari 2

4.2.

Pembahasan
Minyak sayur ((C17H35COO)3C3H5) dan natrium hidroksida (NaOH)
menjadi reaktan dalam proses saponifkasi yang memberikan hasil berupa sabun
(C17H35COONa) dengan produk samping berupa gliserol (C3H5(OH)3). Massa
minyak sayur yang digunakan pada proses ini sebesar 80,4693 gram dan massa
natrium hidroksida sebesar 18,1958 gram. Proses saponifikasi pembuatan sabun
ini dibantu dengan natrium klorida (NaCl) sebagai pemisah antara produk sabun
yang dihasilkan dengan gliserol. Massa dari natrium klorida yang digunakan
dalam proses ini sebesar 15,1476 gram. Natrium hidroksida dan natrium klorida
dilakukan pengenceran terlebih dahulu dengan menggunakan aquadest dan
volume aquadest yang digunakan dihitung dengan persamaan rumus pengenceran.
Berdasarkan reaksi saponifikasi secara teoritis, pada dasarnya reaktan
memiliki perbandingan 1:3, tetapi secara prakteknya rasio reaktan yang digunakan
yaitu sebesar 1:4, hal ini disebabkan karena reaksi dari saponifikasi ini merupakan
reaksi yang reversible sehingga pereaksi pembatas yaitu natrium hidroksida
dilebihkan (excess) agar reaksi terus berlangsung ke kanan membentuk produk
sabun dan gliserol. Secara teoritis, mol dari natrium hidroksida sebagai pereaksi
pembatas, yaitu sebesar 0,4549 mol dan mol dari minyak sayur sebesar 0,0904
mol. Berdasarkan persamaan reaksi saponifikasi pembentukan sabun, mol
pembentukan dari sabun dan gliserol secara berturut-turut, yaitu sebesar 0,2712
mol dan 0,0904. Sehingga secara teoritis, didapatkan massa sabun dan massa
gliserol yang terbentuk dari reaksi, sebesar 80,4693 gram dan 8,3168 gram.
Secara praktek, massa sabun yang terbentuk setelah disimpan selama 2
hari, yaitu sebesar 71,1203 gram dan dikonversikan ke mol sebesar 0,2324 mol.
Mol sabun yang terbentuk dilakukan perhitungan dengan berdasarkan persamaan
reaksi saponifikasi pembuatan sabun, maka mol yang bereaksi untuk minyak
sayur dan natrium hidrokisida, yaitu sebesar 0,07746 mol dan 0,2324 mol serta
mol gliserol yang terbentuk sebesar 0,07746 mol. Berdasarkan perhitungan
tersebut didapatkan bahwa terdapat massa sisa minyak sayur dan massa natrium
hidroksida yang tidak bereaksi, serta massa gliserol yang terbentuk dengan besar
nya secara berturut-turut, yaitu 11,5166 gram; 8,9 gram; dan 7,1263 gram.
Berdasarkan perhitungan, konversi dari minyak sayur (mol minyak sayur
yang bereaksi dibagi dengan mol minyak sayur mula-mula), yaitu sebesar
85,6858%. Selain itu, didapatkan pula konversi dari natrium hidroksida sebagai
reaksi pembatas, yaitu sebesar 51,0881%. Sedangkan berdasarkan praktek, persen
yield dari sabun (mol sabun praktek dibagi dengan mol sabun teori) didapatkan
sebesar 85,6932 % dan persen yield gliserol, yaitu sebesar 85,6858% dengan nilai
persen error dari praktek pembuatan sabun tersebut sebesar 14,3068%.
Konversi yang tercapai dalam proses saponifikasi pembuatan sabun ini
cukup besar, yaitu mencapai 85,6858%. Hal ini disebabkan pembuatan dari sabun
dilakukan pada suhu atau temperatur reaksi optimum secara konstan, yaitu pada
80ºC sehingga konversi dari minyak sayur tersebut cukup besar. Apabila proses
saponifikasi ini tidak dilakukan pada suhu yang optimum, baik itu di bawah
ataupun diatas suhu optimum akan menyebabkan proses saponifikasi terhambat.
Jika temperaturnya di bawah suhu optimum, maka akan menyebabkan proses
saponifikasi menjadi produk sabun akan lama terbentuk. Sedangkan apabila
temperaturnya melebihi temperatur optimum, maka reaksi akan kembali ke awal
(reversible) dimana reaktan akan terus menjadi cair atau tidak akan mengental.
Penambahan dari natrium hidroksida sebagai reaktan pembatas ke dalam
beaker glass yang berisi minyak dan sudah dipanaskan dilakukan pada temperatur
60ºC. Penambahan natrium hidroksida ini tidak dilakukan pada temperatur 80ºC
saat pemanasan minyak sayur, disebabkan karena natrium hidroksida yang
sebelumnya dilarutkan dengan air merupakan reaksi yang eksotermis. Sehingga
pencampuran minyak sayur dengan natrium hidroksida sebagai reaktan dapat
menaikkan temperatur di dalam beaker glass hingga mencapai temperatur 80ºC.
Selain itu, pengaruh dari natrium klorida sebagai zat tambahan yang
diperlukan agar produk sabun dan gliserol terpisah dengan baik, juga ditambahkan
pada temperatur sudah mencapai 80 ºC, tetapi saat pencampuran dengan reaktan
temperatur tiba-tiba menurun. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh
garam dan aquadest yang memiliki suhu yang cukup rendah saat dilakukan
pengenceran sehingga mempengaruhi temperatur di dalam beaker glass. Begitu
pula penambahan pewarna dan pewangi dilakukan pada waktu yang sama.

Anda mungkin juga menyukai