Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta orang dimana mereka
tinggal tersebar dipulau- pulau Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-
agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga
memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu
negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak
saja keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam
konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.

Dengan berbagai macam budaya yang berkembang di Indonesia, agaknya kondisi ini
mendapat perhatian para pakar dan tokoh di bidang konseling. Sudah hal yang seharusnya jika
konselor harus memiliki karakteristik dan kompetensi khusus dalam menanggulangi perbedaan
budaya yang terjadi di antara klien dan konselor.

2. Rumusan Masalah
a. Apa saja Kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor lintas budaya?.
b. Bagaimana karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang konselor lintas budaya?.
c. Bagaimana cara mengidentifikasi perbedaaan budaya?.
d. Apa saja teknik dalam konseling lintas budaya?.
3. Tujuan Perumusan
a. Untuk mengetahui Kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor lintas budaya.
b. Untuk mengetahui karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang konselor lintas budaya.
c. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi perbedaaan budaya.
d. Untuk mengetahui teknik dalam konseling lintas budaya.

BAB II

PEMBAHASAN

Page | 1
1. Kompetensi Konselor Lintas Budaya

Menurut Peslersen untuk menunjang konseling lintas budaya dibutuhkan konselor yang
mempunyai spesifikasi tertentu. Yaitu konselor harus mempunyai tiga kompetensi

a. Kesadaran
Konselor lintas Budaya harus benar-benar mengetahui adanya perbedaan yang
mendasar antara dirinya dank lien yang akan dibantunya. Selain itu, konselor harus
menyadari benar akan timbul konflik jika dia memberikan layanan konseling kepada
klien yang berbeda latar belakang social budayanya. Hal ini menimbulkan konsekuensi
bahwa konselor harus mengerti dan memahami benar budaya yang ada di Indonesia,
terutama budaya yang dimilikinya. Sebab bukan tidak mungkin macetnya proses
konseling hanya karena konselor tidak mengetahui dengan pasti nilai-nilai yang
dianutnya. Dengan demikian nilai-nilai yang dimiliki konselor dan kliennya akan dapat
dijadikan landasan untuk melaksanakan konseling.
b. Pengetahuan
Konselor lintas budaya sebaiknya terus mengembangkan pengetahuannya
mengenai budaya yang ada di Indonesia. Semakin banyak etnis yang dipelajari oleh
seorang konselor, maka semakin beragam pula masalah klien yang dapat ditangani.
Pengetahuan konselor tentang nilai-nilai budaya tidak hanya didapat dalam membaca
buku tetapi juga bisa dengan melakukan penelitian itu sendiri. Hal ini akan
mempermudah konselor untuk mennambah pengetahuan mengenai suatu budaya tertentu.
c. Keterampilan
Konselor lintas budaya harus selalu mengembangkan keterampilan untuk
berhubungan dengan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan
banyaknya berlatih berhubungan dengan masyarakat luas, maka konselor akan dapat
keterampilan yang sesuai denngan kebutuhan.1 Misal, seorang konselor berhubungan
dengan orang jawa maka konselor akan mengetahui bagaimana perilaku dan kebiassaan
orang Jawa.

Tiga kompetensi diatas wajib dimiliki oleh konselor lintas budaya. Sebab dengan
dimilikinya ketiga kemampuan diatas, akan semakin mempermudah hubungan konselor dengan
klien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.

1
Abu Bakar M Luddin. 2010. Dasar-dasar Konseling. Bandung: Ciptapustaka Media Perintis.Hal. 134-135

Page | 2
Adapun rumusan-rumusan kompetensi konselor tentang kajian muatan multikultur sesuai
Permendiknas No 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor dengan kerangka kompetensi konseling multikultur model sebagai berikut:

1. Kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik yang secara eksplisit bermuatan


multikultur yaitu penguasaan landasan budaya dalam praksis pendidikan, dan
pengaplikasian kaidah-kaidah perkembangan fisiologis, psikologis, dan perilaku.

2. Kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian yang secara eksplisit bermuatan


multikultur berkaitan dengan toleransi terhadap pemeluk agama lain, kepekaan terhadap
keragaman, dan menghormati keragaman (lebih pada pihak konseli). Sedangkan
kompetensi kepribadian yang secara implit bermuatan multikultur berkaitan dengan
mengembangkan potensi positif khususnya pada konseli, menampilkan toleransi tinggi
terhadap stress dan frustrasi konseli dan berkomunikasi secara efektif.

3. Kompetensi sosial.

4. Kompetensi profesional. Muatan multikultur pada kompetensi profesional ditemukan


secara implisit dalam kompetensi mengelola keterbatasan pribadi dan profesional dan
kepedulian terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi dan pada
kompetensi – kompetensi yang berkaitan dengan pengembangan diri konselor,
pengembangan profesionalitas konselor, dan pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling sesuai dengan Kode Etik Profesi.2

Dalam mengembangkan kompetensi multibudaya menurut Moule (2012) ada 4


komponen atau tahapan yang perlu diperhatikan yaitu :

1) Awareness (Kesadaran)
Dalam komponen kesadaran diharapkan mampu menyadari reaksi pribadi kita
terhadap orang lain yang berbeda. Kesadaran budaya konselor dalam menghadapi
perbedaan nilai-nilai menjadi faktor penentu efektifitas proses konseling yang

2
Maria Margaretha dan Krisna Indah Marheni. 2017. Kompetensi Multilu;turaal Bagi Konselor Sekolah:
Suatu Kajian Teoritis. Malang, Jawa Timur. Hal. 106-107.

Page | 3
diberikannya. Bishop (Kertamuda, 2009) menyebutkan pedoman (guidelines) yang perlu
dimiliki konselor terkait dengan perbedaan nilai-nilai yaitu:
a. Konselor membantu klien agar merasakan bahwa nilai-nilai yang dimilikinya
dapat diterima selama proses konseling berlangsung.
b. Konselor memberikan pandangan kepada klien bahwa nilai-nilai, dalam hal ini
nilai keagamaan, yang dimiliki sebagai bagian dalam memecahkan masalah yang
dihadapi klien, tidak hanya sebagai bagian dari masalah.
c. Konselor harus meningkatkan diri dan memiliki pendidikan tentang budaya, nilai-
nilai keagamaan, keyakinan, dan mempraktekkan, berusaha untuk mengerti
bagaimana isu-isu terkait dengan hal tersebut diintegrasikan melalui teori
psikologi dan praktek konseling.
d. Konselor mengikuti aktifitas-aktifitas di masyarakat yang dapat meningkatkan
interaksinya dengan orang-orang yang berbeda secara budaya maupun agama.
e. Konselor mampu mengeskplor dan mengevaluasi nilai-nilai personal yang
dianutnya.
f. Konselor harus hati-hati dengan perlawanan atau penolakan (resistance) yang
dimilikinya terhadap permasalahan klien.
g. Konselor perlu mengembangkan bahasa yang sederhana dan jelas agar dapat
berkomunikasi dengan klien tentang nilai-nilai keragamaan baik itu yang dimiliki
konselor maupun klien.
2) Attitude (Sikap)
Komponen sikap diperlukan dalam pengembangan kompetensi multikultural agar
individu hati-hati memeriksa keyakinan dan nilai-nilai mereka sendiri tentang perbedaan
budaya.

3) Knowledge (Pengetahuan)
Komponen pengetahuan diperlukan karena nilai-nilai dan keyakinan serta
perbedaan pandangan terhadap orang lain sering mempengaruhi perilaku kita, dan sering
kali kita tidak meyadari hal itu.3
4) Skills (Keterampilan).
Segala Kompetensi, kualitas dan pedoman (guidelines) tidak akan efektif dalam
proses konseling jika konselor itu sendiri tidak memiliki pemahaman yang tinggi
terhadap kliennya yang multikultural dalam era globalisasi sekarang ini. Sebagai konselor
mempunyai asas kekinian yang mengharuskan konselor mempunyai kemampuan dalam

3
Iman Rohiman dan Rahmat Pamuji 2017. Pengembangan Kesadaran Multibudaya Bagi Calon Konselor Di Era
Globalisasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Hal. 111-113

Page | 4
menyesuaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan kliennya untuk selalu update
pada era globalisasi sekarang ini. Untuk mengembangkan kesadaran budaya (cultural
awareness), konselor sebaiknya meningkatkan penghargaan diri terhadap perbedaan
budaya. Konselor harus menyadari stereotipe yang ada dalam dirinya dan mempunyai
persepsi yang jelas bagaimana pandangannya terhadap kelompok-kelompok minoritas.
Kesadaran ini dapat meningkatkan kemampuannya untuk menghargai secara efektif dan
pemahaman yang sesuai untuk tentang perbedaan budaya.4

Dalam memahami tingkah laku manusia, maka konselor lintas budaya bisa menggunakan
empat pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Evolusi, yaitu model teoritis yang meneliti mengenai factor evolusi yang
mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemudian meletakkan dasar bagi kebudayaan.
2. Pendekatan sosiologi, yaitu pendekatan yang memandangperilaku manusia dengan
berfokus pada struktur social yang luas dan mempengaruhi masyarakat secara
keseluruhan, dan kemudian individu didalamnya.
3. Pendekatan ecocultural, yaitu pendekatan yang mempercayai bahwa individu tidak dapat
dipisahkan dari konteks lingkungannya.
4. Pendekatan cultural mixture adalah pendekatan baru psikologi lintas budaya. Dalam
pendekatan ini, peneliti memfokuskan perhatian mereka terhadap campuran budaya baru,
zona kontak, sistem keterhubungan, dan identitas budaya jamak.5

Lebih lanjut, dinyatakan pula bahwa terdapat beberapa aspek dalam konseling lintas
budaya, yakni:

1. Latar belakang budaya yang dimiliki leh konselor.


2. Latar belakang budaya yang dimiliki oleh klien.
3. Asumsi-asumsi terhadap masalah yang akan dihadapi selama konseling dan
4. Nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan konseling yaitu adanya kesempatan da
hambatan yang berlatar belakang tempat dimana konseling itu dilaksanakan6
2. Karakteristik Konselor Lintas Budaya

4
Ibid 113-114
5
Sarlito W. Sarwono, 2015. Psikologi Konseling Lintas Budaya. Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Hal. 7-8.
6
Ariswati, Diana. 2019. Konseling Lintas Budaya. Magetan CV. AE MEDIA GRAFIKA. Hal. 53

Page | 5
Dalam konselimg lintas budaya, konselor tidak hanya dituntut untuk mempunyai kompetensi
atau kemampuan seperti yang tersebut diatas. Tapi dalam hal ini perlu pula disajikan
karakteristik atau ciri-ciri khusus dari konselor yang melaksanakan layanan konseling lintas
budaya. Sue menyatakan beberapa karrakteristik konselor sebagai berikut.

a. Konselor lintas budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimilikinya dan asumsi-
asumsi terbaru tentang perilaku manusia. Dalam hal ini konselor yang melakukan praktil
konseling lintas budaya, seharusnya dia sadar kalau dia mempunyai nilai-nilai yang
dijunjung sendiri. Disisi lain, konselor harus memahami bahwa klien yang akan
dihadapinya memiliki latar belakang yang berbeda dengan dirinya. Untuk itu, maka
konselor harus dapat menerima nilai-nilai yang berbeda itu dan sekaligus
mempelajarinya.
b. Konselor lintas budaya sadar terhadp karakteristik konselor secara umum. Hal ini sangat
perlu karena pengertian terhadap kaidah konseling yang terbaru akan membantu
konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Terutama mengenai
kekuatan baru dalam dunia konseling yaitu konseling lintas budaya.
c. Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan, dan mereka harus
mempunyai perhatian terhadap lingkungannya. Konselor dalam melaksanakan tugasnya
harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses konseling.
Terlebih lagi, jika konselor melakukan praktek konseling di Indonesia yang mempunya
kurang lebih 357 etnis, yang tentu saja membawa nilai-nilai yang berbeda.
d. Konselor lintas budaya tidak bisa mendorong kliennya untuk mengerti budayanya.
Untuk hal ini ada aturan yang harus ditatai oleh konselor. 7
Tabel Karakteristik konselor multicultural yang efektif 8
Dimensi Kesadaran Konselor Memahami Mengembangkan
terhadap asumsi diri dan Pandangan Dunia Strategi Intervensi dan
nilai – nilai bias tentang perbedaan Tekhnik yang sesuai
budaya klien
Sikap Memiliki kesadaran dan Menyadari reaksi Menghormati
dan sensitifitas budaya emosional mereka keyakinan spiritual
Keyaki Menyadari bahwa terhadap ras dan dan nilai – nilai
nan latarbelakang kelompok etnis klien

7
Ibid Hal. 135-136
8
http://yakubkube.Blogspot.com/2017/01/kode-etik-konselor-lintas-budaya.html?m=1. Diakses pada 26 september
pada 17:30.

Page | 6
mempengaruhi proses lainnya Menghormati adat
psikologis Menyadari Stereotip akan membantu
Merasa nyaman dengan dan gagasan praktek
adanya perbedaan antara prasangka Menghargai nilai
diri mereka dengan klien bilingualism

Pengetah Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang
uan efektif adalah : efektif adalah : efektif adalah :
Memiliki pengetahuan Memiliki spesifikasi Memiliki pengetahuan
tentang ras/warisan pengetahuan dan yang jelas tentang
budaya mereka dan informasi tentang batas konseling dan
bagaimana hal tersebut kelompok tertentu bagaimana
mempengaruhi definisi Memahami bagaimana Memahami batas –
normalitas dan proses ras/budaya/etnis batas prosedur
konseling dapat assasment
Memiliki pengetahuan dan mempengaruhi Memiliki pengetahuan
pemahaman tentang cara pembentukan tentang struktur
penindasan/rasisme/diskr kepribadian/ keluarga minoritas
iminasi ( mengacu pada memiliki pengetahuan dan masyarakat
model perkembangan pengaruh sosial hirarki
identitas kulit putih ) politik yang
Memiliki pengetahuan melanggar atas
tentang dampak sosial ras/etnis minoritas
mereka pada orang lain
Ketrampi Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang Konselor Budaya yang
lan efektif adalah : efektif adalah : efektif adalah :
Mencari pendidikan Harus Terlibat dengan Mampu melatih
konsultatif dan individu minorita ketrampilan
pengalaman pelatihan intervensi
untuk memperkaya Bertanggung jawab
pemahaman mereka untuk perhatian
Terus berusaha untuk dalam bahasa yang
memahami diri mereka dibutuhkan oleh
sendiri sebagai klien
ras/makhluk budaya

Page | 7
3. Cara Mengidentifikasi Perbedaan Budaya
A. Penyebab Perbedaan Budaya
1. Faktor adat istiadat
Faktor adat istiadat adalah nilai tidak bersifat universal artinya tidak untuk setiap
masyarakat/kelompok menerima nilai tersebut, sehingga nilai antara suatu daerah
dengan daerah lainya berbeda-beda. Contoh: adat istiadat masyarakat Bali dengan
masyarakat Jawa berbeda.
2. Faktor agama
Faktor agama adalah faktor yang paling mempengaruhi norma dan nilai, karena di
setiap agama berbeda pantangan dan ibadah nya. Contoh : di agama islam alkohol
dan daging babi itu haram tetapi di agama lain tidak di haramkan.

3. Faktor lingkungan (tempat tinggal)


Faktor lingkungan adalah faktor lingkungan pun berperan dalam pembedaan nilai
dan norma setiap daerah / tempat masing masing. Contoh : lingkungan di pasar
sangat berbeda dengan lingkungan di perumahan, jika di pasar ada pereman yang
galak tetapi di daerah komplek tidak ada preman (yang memegang/ menarik
bayaran ”majeg”).
4. Faktor kebiasaan
Faktor kebiasaan adalah faktor yang di pengaruhi oleh sering tidak nya orang itu
melaksanakan suatu pekerjaan. Contoh : orang yg berada di pesantren sudah
terbiasa membaca Al- Quran dan salat, tetapi orang yg berada di Jalan luar belum
tentu terbiasa salat dan membaca AL-Quran.
5. Faktor tradisi/ budaya
Faktor budaya adalah budaya di dalam suatu masyarakat/kelompok berbeda-beda,
begitu pun juga norma dan nilai di dalam suatu masyarakat berbeda-beda, jadi
hubungan antara budaya dan nilai yaitu suatu norna di dalam suatu masyarakat
memiliki perbedaan masing-masing.9
6. Faktor Suku
Suku-Suku di Indonesia bermacam-macam ada suku Sunda, Jawa , Minang dan
lain-lain. setiap suku memiliki suatu nilai dan norma yang berbeda-beda,
contohnya jika di Jawa Barat di dlam suatu pernikahaan itu yang melamar laki-
laki, teapi di Sumatra Barat yang melamar itu perempuan.
B. Menyikapi Perbedaan Budaya di Masyarakat
Perbedaan budaya tidak jarang menimbulkan konflik dalam kehidupan. Perpecahan
antar suku bangsa yang didasarkan oleh perbedaan nilai tidak dapat dipungkiri dalam
9
Diana Ariswati. 2019. Konseling Lintas Budaya. Magetan CV. AE MEDIA GRAFIKA. Hal. 56-58.

Page | 8
kenyataannya. Seperti yang terjadi pada konflik Poso, Ambon dan tragedi Sampit. Maka
harapan Indonesia menciptakan Indonesia bersatu menekankan adanya pekerjaan yang
harus diselesaikan terlebih dahulu. Pekerjaan adanya perpecahan dalam persatuan. Dan
dibutuhkan penyelesaiannya.
Antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain harus membuka diri.
Sehingga perbedaan dalam memandang suatu hal dapat berakibat pada ketidak sesuaian.
Maka hal yang ditakutkan terjadinya disintegrasi didalamnya. Indonesia dengan suku
yang berbeda seolah memberikan gambaran kuatnya potensi konflik.
Kesadaran budaya sangatlah di butuhkan dalam mengelola perbedaan-perbedaan
budaya yang ada. Hal ini di karenakan seringnya perbedaan budaya yang menimbulkan
konflik-konflik yang ada didalam masyarakat. Masyarakat terkadang lupa bahwasannya
setiap masyarakat memiliki pola dan corak kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
Sehingga mereka cenderung sama memperlakukan setiap bentuk kebudayaan. Padahal
budaya itu sendiri terbentuk sesuai dengan corak masyarakat yang bersangkutan. Sikap
seperti inilah sering kali memicu kesalahpahaman yang berujung konflik etnis. Dengan
kesadaran yang di terpkan anggota masyarakt hendaknya integrasi sosial akan tetap
terjaga.

Beberapa cara agar bisa menerima perbedaan budaya :

1. Sadar bahwa setiap manusia di ciptakan berbeda.


1. Sadar bahwa semua manusia tidak bisa menentukan akan terlahir sebagai suku
apa dan bangsa apa.
2. Menjadikan perbedaan sebagai kekayaan bukan kekurangan.
3. Membicarakan baik-baik jika ada perselisihan. 10
C. Penyebab Terjadinya Keanekaragaman Budaya
Kebudayaan adalah pola pikir manusia. Kebudayaan merupakan suatu sistem
gagasan, tindakan, serta hasil karya dalam kehidupan masyarakat yang menjadi milik
manusia. Banyak sekali budaya yang terdapat di dalam bangsa kita ini. Terkadang
kebudayaan di suatu daerah bisa berbeda dengan kebudayaan di daerah yang lain.
Kebudayaan antara satu tempat dengan tempat yang lain berbeda. Kebudayaan ini tentu
saja telah disetujui oleh masyarakat yang menjalani kebudayaan tersebut.
Beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kebudayaan itu bisa berbeda-beda.
Misalnya di suku Jawa, mengapa ada bahasa Jawa yang berbeda-beda, padahal namanya
10
Larry A Samovar. 2010.Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika. Hal. 154-158.

Page | 9
sama-sama bahasa Jawa. Inilah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
keanekaragaman budaya :
1. Tempat tinggal : dimana seseorang itu tinggal, mempengaruhi suatu kebudayaan
yang mereka jalani, misalnya seseorang yang tinggal di daerah pantai mata
pencaharian hidupnya tidak mungkin mencari teh karena tidak sesuai dengan
tempat tinggalnya.
2. Pengaruh dari luar. Pengaruh dari luar ini tidak terbatas. Misalnya bagi daerah
Jawa Tengah, lalu terpengaruh oleh Jawa Timur. Bagi Jawa Tengah, Jawa Timur
itu termasuk pengaruh dari luar. Namun, pengaruh dari luar ini juga termasuk
pengaruh dari bangsa asing yang dulu memang pernah menjajah Indonesia.
Misalnya di Indonesia bagian timur banyak yang menganut agama kristen,
sedangkan di bagian barat banyak yang menganut agama islam karena
terpengaruh Turki.
3. Iklim. Iklim juga mempengaruhi kebudayaan yang dijalani oleh masyarakat.
Hawa dan suhu lingkungan juga dapat menentukan apa yang kita lakukan.
Misalnya, bagi orang-orang yang tinggal di daerah Eropa, udara disana dingin,
sehingga mereka membutuhkan sesuatu yang dapat menghangatkan badannya,
salah satunya dengan meminum alkohol. Sedangkan di Indonesia hal tersebut
dilarang untuk dilakukan, karena Indonesia beriklim tropis sehingga udaranya
tidak terlalu dingin dan juga terkadang tidak begitu panas, sehingga memang tidak
membutuhkan alkohol untuk dikonsumsi.
4. Turunan nenek moyang. Turunan dari nenek moyang ini, atau bisa katakan
semacam tradisi yang diturunkan kepada setiap anggota keluarganya. Misalnya
bahasa Jawa yang berbeda-beda, walaupun namanya itu sama-sama bahasa Jawa.
Hal ini dikarenakan keturunan dari nenek moyang kita yang terdahulu. Mereka
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa-bahasa tersebut sehingga dari
generasi ke generasi bahasa yang digunakan berbeda-beda, walaupun biasanya
tingkat kekentalan berbahasa daerah itu semakin berkurang.
5. Jarak dan Lingkungan. Ketika terjadi jarak dan lingkungan yang berbeda maka
juga terjadi perbedaan budaya. Misalnya budaya didaerah Sumatera Utara berbeda
dengan budaya di daerah Jawa Timur. Bahkan hal ini juga bisa terjadi didalam
satu rumah, misalnya kebiasaan si adik dan si kakak dikamar mereka masing-
masing.

Page | 10
6. Kepercayaan. Kepercayaan juga mempengaruhi kebudayaan. Misalnya di daerah
Bali kebanyakan menganut agama Hindu, sedangkan di Medan banyak yang
menganut agama kristen. Ritual-ritual dan upacara agama yang dilakukan disetiap
daerah tersebut berbeda-beda, dan hal ini karena dipengaruhi oleh perbedaan
kepercayaan.
4. Teknik konseling lintas Budaya

Terdapat beberapa teknik konseling yang dikemukakan oleh Thompson yang bisa
digunakan oleh konselor agar dapat memiliki kesadarann budaya dan diaplikasikan kedalam
proses konseling, diantaranya yaitu:

a. Teknik listening with empaty and listening with awareness.


b. Teknik The Use”I-Messages”.
c. Teknik Companion.
d. Teknik Repeating the Obvious.
e. Teknik The Communicating to enchance relationship.
f. Teknik positive affirmation.
g. Teknik Turning You-Statement into I-Statement.11

BAB III
PEMBAHASAN

1. Kesimpulan
11
Maliki. 2016. Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana. Hal. 143-145.

Page | 11
Dalam menyikapi berkembangnya budaya yang terjadi di dunia, khususnya Indonesia. Sudah
seharusnya konselor memiliki karakteristik dan kompetensi khusus yang terkait dengan hal
tersebut. Ada banyak kompetensi dan karakteristik yang harus dimiliki seorang konselor,
diantaranya yakni Konselor lintas budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimilikinya dan
asumsi-asumsi terbaru tentang perilaku manusia. Konselor lintas budaya harus sadar terhadap
karakteristik konseling secara umum, Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh
kesukuan, dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungannya.

2. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami presentasikan. Penulis menyadari akan kekurangan
makalah ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah swt serta kekurangan adalah milik kita
semua, termasuk dalam penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu diharapkan kepada pembaca
untuk dapat memberikan kritik dan saran yanng bersifat membangun dalam rangka
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermamfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-dasar Konseling. Bandung: Ciptapustaka Media Perintis.

Page | 12
Iman Rohiman dan Rahmat Pamuji 2017. Pengembangan Kesadaran Multibudaya Bagi Calon
Konselor Di Era Globalisasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Margaretha, Maria dan Krisna Indah Marheni. 2017. Kompetensi Multilu;turaal Bagi Konselor
Sekolah: Suatu Kajian Teoritis. Malang, Jawa Timur.
Ariswati, Diana. 2019. Konseling Lintas Budaya. Magetan CV. AE MEDIA GRAFIKA
Samovar, Larry A. 2010.Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika..

Sarlito W. Sarwono, 2015. Psikologi Konseling Lintas Budaya. Depok: PT RAJAGRAFINDO


PERSADA.

Maliki. 2016. Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.

http://yakubkube.Blogspot.com/2017/01/kode-etik-konselor-lintas-budaya.html?m=1. Diakses
pada 26 september pada 17:30.

Page | 13

Anda mungkin juga menyukai