Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HOSPITAL BY LAW

Istilah Hospital Bylaw itu terdiri dari dua kata ‘Hospital’ dan ‘Bylaws’. Kata

‘Hospital’ mungkin sudah cukup familiar bagi kita, yang berarti rumah sakit. Sementara

kata ‘Bylaws’ terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli. Menurut The

Oxford Illustrated Dictionary: Bylaw is regulation made by local authority or

corporation. Pengertian lainnya, Bylaws means a set of laws or rules formally adopted

internally by a faculty, organization, or specified group of persons to govern internal

functions or practices within that group, facility, or organization (Guwandi, 2004).

Dengan demikian, pengertian Bylaw tersebut dapat disimpulkan sebagai peraturan dan

ketentuan yang dibuat suatu organisasi atau perkumpulan untuk mengatur para anggota-

anggotanya. Keberadaan HBL memegang peranan penting sebagai tata tertib dan

menjamin kepastian hukum di rumah sakit. Ia adalah ‘rules of the game’ dari dan dalam

manajemen rumah sakit.

Pengertian atau definisi Hospital bylaws (HBL) atau Peraturan Internal Rumah

sakit atau Status rumah sakit adalah ketentuan ketentuan tertulis yang mengatur tentang

organisasi, kedudukan, peran, tugas, kewajiban tiga unsur pokok dari entitas rumah sakit,

yaitu pemilik rumah sakit dan staf medik fungsional (medical).

Ini berdasarkan KEMENKESRI nomor: 772/MENKES/SK/VI/2002 Mengingat

bahwa terminology peraturan internal rumah sakit bukan barasal dari bahasa Indonesia

dan sulit dicari padanan katanya maka perlu dirujuk referensi yang “authoritative” dalam
bidang hokum dan bidang perumah sakitan. Pembuatan definisi peraturan internal rumah

sakit haruslah ekstra hati-hati, karena menyangkut sebuah produk hukum yang spesifik.

Untuk itu perlu diperhatikan peraturan internal rumah sakit dari sumber yang

terkait langsung dengan perumahsakitan seperti Accreditation Manual For Hospital .

Dari sumber tersebut dapat diidentifikasi hakekat dari sebuah peratutaran internal rumah

sakit, subyekhukum yang berperan,dan karakteristik lainnya. Subyek hokum maupun

pemeran utama dalam peraturan internal rumah sakit menurut JCAHO (Joint

Commission on Accreditation of Healtcare Organization) adalah “Governing

body”selanjutnya “governing body” menurut Black’s adalah: “Governing body of

institution,organization or territory means that body which has ultimat power to

determine its policies and control its activities (Black’s) Karakteristik “governing body”

adalah pemegang kekuasaan tertinggi (ultimat Power)dalam suatu organisasi.Pemegang

kekuasaan tertinggi dalam suatu rumah sakit adalah pemilik atau yang mewakili. Oleh

karena itu pengertian “governing body” di Indonesia dapat diartikan sebagai pemilik

atau yang mewakili. Mengingat pemilik atau yang mewakili merupakan pemeran utama

dalam pearturan internal rumah sakit, maka yang berwenang menetapkan peraturan

internal rumah sakit adalah pemilik atau yang mewakili, karena itu peratauran sebuah

rumah sakit merupakan produk hukum dari suatu organ yang lebih tinggi daripada

direktur rumah sakit, dan konsekuensi logisnya peraturan internal tersebut tidak memuat

hal-hal yang bersifat teknis manajerial separti halnya “standart operating

procedur(SOP)” suatu “tehnical task” tertentu atau “job description” seseorang

Peraturan internal rumah sakit lebih merupakan “konstitusi”(anggaran rumah tangga)

sebuah rumah sakit, dan secara yuridis hal ini tidak dapat dicampur dengan aturan yang
seharusnya ditetapkan oleh eksekutif (direktur rumah sakit) dalam satu produk

hukum.Kekeliruan utama dalam memahami peraturan internal rumah sakit pada

umumnya adalah menganggap peraturan rumah sakit adalah sebagai berikut

1.Seperangkat SOP rumah sakit

2.Seperangkat peraturan direksi untuk menyelenggarakan rumah sakit

3.Kebijakan tertulis rumah sakit

4.Job description tenaga kesehatan dan petugas rumah sakit

Kekeliruan pemahaman tersebut berakibat rumah sakit menganggap sudah

mempunyai peratutan internal rumah sakit karena untuk memenuhi akreditasi rumah

sakit. Rumah sakit telah menyusun berbagai kebijakan dan prosedur. padahal yang

dimaksud dengan peraturan internal rumah sakit bukan teknis operasional tersebut,tetapi

lebih mengatur pemilik atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis.Tiga

unsure tersebut yaitu pemilik rumah sakit atau yang mewakili,direktur rumah sakit dan

staf medis merupakan “triad” atau tiga tungku sejerangan” sehingga perlu ada

pengaturan yang jelas agar fungsi bisnis dan fungsi IPTEK dapat berjalan selaras,yang

pada akhirnyadapat tercapainya efisiensi,efektivitas dan kualitas pelayanan.

Saat ini rumah sakit diseluruh Indonesia harus ber akreditasi. Akreditasi

merupakan sebagaisyarat mutlak sebuah rumah sakit bila ingin memperpanjang

ijinnya. Salah satu syarat akreditasi rumah sakit adalah rumah sakit harus mempunyai

Hospital bylaws dan medical staff bylaws. Jadisemua rumah sakit harus mengetahui cara

membuat atau menyusun Hospital bylaws dan medicalstaff bylaws. Melihat hal ini

berarti semua rumah sakit harus mempunya hospital by law,karenauntuk meningkatkan


mutu pelayanan medis dirumah sakit perlu pengaturan internal yang mengatur peran dan

fungsi pemilik, pengelola dan staf medis

Penerapan hospital by law di rumah sakit bukan hanya melengkapi syarat

akreditasi tetapi dengan tujuan yang lebih dalam maknanya yaitu untuk melindungi

rumah sakit dari tunututan hukum,dimana rumah sakit bukan lagi sebagai lembaga sosial

yang kebal hukum,tetapi bergeser menjadi lembaga yang dapat dapat sebagai subyek

hukum,paradigma inilah yang menjadi pertimbangan menteri kesehatan untuk membuat

peratutan tentang hospital by law perubahan paradigma ini terjadi di Indonesia pada awal

tahun 90an,dimana rumah sakit sebagai unit social semata,tetapi menjadi unit sosio

ekonomi. Rumah sakit tetap mempunyai tanggung jawab social tetapi dalam pengelolaan

keuangannya menerapkan prinsip-prinsp ekonomi.Perubahan paradigm ini diikuti

perubahan peraturan penyelenggaraan rumah sakit swasta.Rumah sakit swasta yang

sebelumnya hanya boleh didirikan oleh badan hukum yayasan atau badan social

lainnya,sejak tahun 1990 perseroan terbatas (PT) baik penanaman modal dalam negeri

maupun penanaman modal asing dapat mendikan rumah sakit.Disisi lain rumah sakit

pemerintah baik milik departemen kesehatan maupun milik pemerintah daerah secara

bertahap menjadi unit swadana,perubahan perubhan ini semakin nampak terlihat di era

otonomi daerah.
B. MANAJEMEN MUTU

1. Mutu Pelayanan
a. Pengertian mutu pelayanan
Mutu pelayanan adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia
di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan dan masyarakat konsumen.

b. Indikator Mutu Pelayanan


Dimensi pertama indikator mutu pelayanan klinis adalah safety yaitu
meminimalkan medical error dan kejadian yang tidak diharapkan (adverse events).
Dimensi kedua yaitu effectiveness merupakan usaha memaksimalkan hasil kesehatan
yang diharapkan. Dimensi ketiga merupakan kunci gagasan yang sesuai untuk
meningkatkan kualitas sistem perawatan kesehatan patient participation dan patient-
centeredness. Patient-centeredness dapat diartikan bahwa pelayanan kesehatan berfokus
pada pasien dan pemahaman keluarga, preferensi, tujuan, dan prioritas dalam membuat
keputusan pengobatan.
Dimensi keempat adalah timeliness yaitu meminimalkan keterlambatan antara
penyakit dan pengobatan awal. Efficiency diartikan bahwa pelayanan kesehatan harus
dapat menyediakan pelayanan dengan biaya yang hemat semaksimal mungkin. Dimensi
keenam adalah equity yaitu pelayanan kesehatan harus menyediakan mutu yang sama
tanpa membedakan jenis kelamin, etnis, daerah, status ekonomi sosial, atau penjaminan
asuransi.
Ada 12 Indikator Mutu Nasional Rumah Sakit, yaitu :
a. Kepatuhan identifikasi pasien
b. Emergency Respon Time kurang dari 5 menit
c. Waktu tunggu rawat jalan
d. Penundaan operasi elektif
e. Ketepatan jam visite dokter spesialis
f. Waktu lapor hasil tes kritis laboratorium
g. Kepatuhan penggunaan FORNAS
h. Kepatuhan cuci tangan
i. Kepatuhan upaya pencegahan resiko cidera akibat pasien jatuh
j. Kepatuhan terhadap clinical pathway
k. Kepuasan pasien dan keluarga
l. Kecepatan respon terhadap komplain
Setiap rumah sakit menetapkan satu indikator mutu prioritas sesuai dengan kondisi
tiap RS dan menentukan indikator mutu unit sebagai upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
c. Pengukuran Mutu Pelayanan
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai
suatu system. Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur
dengan menggunakan 3 variabel:
a. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi,
dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula.
b. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien) adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan,
penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah
pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
c. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider.
Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu
proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur
atau proses yang buruk.
d. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi
sebagai berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia,
serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit termasuk di dalamnya menyusun
program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.

C. KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)

a) Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
b) Sasaran Keselamatan Pasien
1) Mengidentifikasi pasien dengan benar
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
3) Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai
4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar dan
pembedahan pada pasien yang benar
5) Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) Mengurangi resiko cidera pasien akibat terjatuh
c) Tujuan Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Tujuan “Patient safety” adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat
3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD.
d) Tugas Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
1) Menyusun program dan rencana kerja komite penimgkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien
2) Mengkoordinasikan pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien di seluruh
unit kerja rumah sakit dan membagi tugas anggota komite mutu rumah sakit
3) Membuat laporan hasil pemantauan data mutu dan keselamatan pasien rumah
sakit dan membuat agregat data mutu dan keselamatn untuk kepentingan analisis
4) Berpartisipasi aktif dalam setiap aktivitas pembuatan rancangan baru atau
modifikasi sistem/proses-proses pelayanan di rumah sakit.
D. MANAJEMEN RESIKO

PROSES MANAJEMEN RESIKO

MEMBANGUN KOMITMEN

IDENTIFIKASI RESIKO

ANALISIS RESIKO

INTERVENSI RESIKO

STANDARD KOMUNIKASI RESIKO


IDENTIFIKASI RESIKO

A. Pengertian

Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola

ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia

termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi

risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.

B. Tujuan

untuk melihat kejadian (peristiwa) yang mungkin terjadi di sebuah organisasi rumah sakit

yang dapat menyebabkan kerugian dimasa yang akan datang. Hal yang perlu diingat:

perlu data yang akurat, keterukaan, kejujuran da proporsional. Diperlukan sistem yang

dapat menyediakan data dan udaya yang mengarah pada keterbukaan dan kejujura .

Teknik: brainstorming, survei, wawancara, informasi keterbukaan, kejujuran dan budaya

proporsional yang mengarah pada keterbukaan dan kejujuran. historis, atau kelompok

kerja.
Analisis Risiko Metode "Matriks Grading Rislko"
Penilaian dengan matriks grading risiko adalah metode anisis kualltatif untuk

menentukan derajat risiko suatu keladian (event) berdasarka 2 hal yaitu dampak dan

probailitas (frekuensi).

1. Dampak merupakan gambaran tentang kerugia (losses) akibat yang ditimbulkan

pada pasien akibat adanya suatu kejadian (events), mulai dari tidak ada cedera
sampai meninggal. Dampak juga menggambarkan konsekuensi negative dari

sebuah kejadian (event).

2. Proabilitas : menggambarkan tingkat kemungkinan kejadian atau tingkat

keseringan kejadian.

PENILAIAN DAMPAK (Table 1.1)

Tingkat Kategori Deskripsi


Risiko
1 Tidak tidak ada cidera dan kerugian
signifikan
2 minor Cidera ringan dan dapat diatasi dengan pertolongan pertama
3 Moderat Cidera sedang, berkurangnya fungsi motorik / sensorik /psikologi
atau intelektual yang bersifat reversiel dan dapat memperpanjang
perawatan.
4 mayor cedera luas, kehilangaan fungsi motorik / sensorik / psikologi atau
intelektual yang bersifat reversiel, tidak berhubungan dengan
penyakit.
5 katastropik Kematian yang yang tidak berhuungan dengan perjalanan penyakit.
PENILAIAN PROBAILITAS

Tingkat Deskripsi

Resiko
1 Sangat jarang terjadi (> dari 5 tahun sekali)
2 Jarang terjadi (> 2-5 tahun sekali)
3 Mungkin terjadi (1-2 tahun sekali)
4 Sering terjadi (beberapa kali dalam 1 tahun)
5 Sangat sering terjadi ( tiap hari / tiap minggu / tiap bulan).

MATRIKS GRADING RESIKO (Table 1.2)

Proabilitas Dampak
1 2 3 4 5
5 TINGGI Ekstrim Ekstrim
4
TINGGI Ekstrim Ekstrim
3 RENDAH TINGGI Ekstrim Ekstrim

2 RENDAH RENDAH Dilakukan TINGGI Ekstrim


investigasi
1 TINGGI Ekstrim
RENDAH RENDAH MODERAT

PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN RESIKO (Table 1.3)

No Tingkat Tindak

1 Ekstrim
Dilakukan root cause analysis (RCA) paling lama 45 hari, memutuhkan tindaka
segera dan perhatian sampai ke Direktur
2 Tinggi
Dilakukan root cause analysis (RCA) paling lama 45 hari, analisis dengan detail
dan memerlukan tindakan segera serta memutuhkan perhatian top manajer.

3 Modera
t Dilakukan investigasi sederhana paling lama 2 minggu. Manajer / pimpina klinis
menilai dampak terhadap biayadan kelola resiko.

4 Rendah
Dilakukan investasi sederhana paling lama 1 minggu, yang diselesaikan dengan
prosedur rutin.

Anda mungkin juga menyukai