Anda di halaman 1dari 5

ISTERI MINTA CERAI ?

Diantara indahnya syari’at Islam adalah memberi jalan keluar bagi pasangan suami istri jika
mereka memang tidak bisa memperoleh kebahagiaan dan kasih sayang diantara mereka.
Diantara jalan keluar yang diberikan syari’at adalah perceraian, yang berada ditangan para lelaki
(karena para lelakilah yang membayar mahar, biaya pernikahan, serta menanggung nafkah
keluarga), akan tetapi tentu dengan persyaratan yang diletakan oleh Syari’at. Syari’at tidak
menjadikan perceraian di tangan para wanita, karena secara umum kaum lelaki lebih berpikir
panjang dan lebih stabil dalam mengambil keputusan. Berbeda dengan para wanita yang sering
mengalami kondisi yang bisa merubah pola berfikirnya, seperti tatkala kondisi haid, atau tatkala
mengandung, dan lain-lain, sehingga terkadang perasaan lebih didahulukan dari pada pikiran.

Para lelaki pun tidak dianjurkan untuk langsung beranjak ke jenjang perceraian kecuali setelah
berusaha dan berusaha…, baik berusaha menasehati istri, atau melalu jalur islah (usaha damai)
dari perwakilan dari dua belah pihak dan usaha-usaha yang lainnya.

Demikian juga tatkala seorang lelaki hendak mencerai, maka ia tidak boleh mencerai tatkala
sang istri sedang haid, atau tatkala sang istri telah bersih/suci akan tetapi ia telah menjimaknya.

Bila ternyata sang istri mendapati sikap buruk pada sang suami maka syari’at
membolehkan kepada sang wanita untuk melakukan khulu’ yaitu meminta suami untuk
memutuskan akad pernikahan.

Hukum Asal Wanita Meminta Cerai Adalah Haram

Tentunya kita mengetahui bahwasanya asalnya seorang wanita dilarang untuk meminta dicerai.

Nabi shallallahu ‘alaiahi wa sallam bersabda:

َ ‫أيُّما امرأةٍ سألت زو َجها طالقا ً فِي غَير َما بَأ ْ ٍس؛ فَ َح َرا ٌم‬
‫علَ ْي َها َرائِ َحةُ ال َجنَّ ِة‬

“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka
haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud no 1928, At-Thirmidzi dan Ibnu Maajah, dan
dihahihkan oleh Syaikh Albani)

Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta
perceraian tanpa ada sebab yang syar’i yang kuat yang membolehkannya untuk meminta cerai.
Berkata Abu At-Toyyib Al’Adziim Aabaadi, “Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya
untuk meminta cerai…((Maka haram baginya bau surga)) yaitu ia terhalang dari mencium
harumnya surga, dan ini merupakan bentuk ancaman dan bahkan bentuk mubaalaghoh
(berlebih-lebihan) dalam ancaman, atau terjadinya hal tersebut pada satu kondisi tertentu yaitu
artinya ia tidak mencium wanginya surga tatkala tercium oleh orang-orang yang bertakwa yang
pertama kali mencium wanginya surga, atau memang sama sekali ia tidak mencium wanginya
surga. dan ini merupakan bentuk berlebih-lebihan dalam ancaman” (‘Aunul Ma’buud 6/308)

Ibnu Hajar berkata :

‫أن األخبار الواردة في ترهيب المرأة من طلب طالق زوجها محمولة على ما إذا لم يكن بسبب يقتضى ذلك‬

“Sesungguhnya hadits-hadits yang datang tentang ancaman terhadap wanita yang meminta
cerai, dibawakan kepada jika sang wanita meminta cerai tanpa sebab” (Fathul Baari 9/402)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

ُ‫عاتُ ه َُّن ْال ُمنَا ِفقَات‬


َ ‫ْال ُم ْخت َ ِلعَاتُ َو ْال ُم ْنت َِز‬

“Para wanita yang khulu’ dari suaminya dan melepaskan dirinya dari suaminya, mereka itulah
para wanita munafiq” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 632)

Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk meminta cerai dari suami mereka tanpa ada
udzur yang syari’ (lihat At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami’ As-Shogiir 1/607)

Sebab-Sebab Dibolehkan Khulu’

Para ulama telah menyebutkan perkara-perkara yang membolehkan seorang wanita


meminta khulu’ (pisah) dari suaminya.

Diantara perkara-perkara tersebut adalah :

1. Jika sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami sengaja tidak
ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti wanita yang tergantung

2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka
memukulnya.

3. Agama sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa,
seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat, suka mendengar music,
dll

4. Jika sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan nafkah
kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan kebutuhan-kebutuhan primer yang
lainnya, padahal sang suami mampu.

5. Jika sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya jika sang suami
cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak adil dalam mabit (jatah
menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan biologisnya karena condong
kepada istri yang lain

6. Jika sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita khawatir
tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga tidak bisa menunaikan hak-hak
suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suaminya meridoinya untuk khulu’,
karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami

7. Jika sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena
agama suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa mencintai sang suami karena
kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami

(Silahkan lihat Roudhotut Toolibiin 7/374, dan juga fatwa Syaikh Ibn Jibrin rahimahullah di
http://islamqa.info/ar/ref/1859)

Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :

‫وجمله األمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك وخشيت أن ال تؤدي حق هللا في طاعته‬
‫جاز لها أن تخالعه بعوض تفتدي به نفسها‬
“Dan kesimpulannya bahwasanya seorang wanita jika membenci suaminya karena akhlaknya
atau perawakannya/rupa dan jasadnya atau karena agamanya, atau karena tuanya, atau
lemahnya, dan yang semisalnya, dan ia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam
mentaati sang suami maka boleh baginya untuk meminta khulu’ kepada suaminya dengan
memberikan biaya/ganti untuk membebaskan dirinya” (Al-Mughni 8/174)

Meminta Cerai Karena Suami Buruk Rupa

Para ulama telah menyebutkan bahwa boleh bagi seorang wanita yang meminta cerai
dikarenakan tidak bisa meraih kebahagiaan dikarenakan sang suami buruk rupa. Dalil akan hal
ini adalah kisah istri sahabat Tsabit bin Qois yang meminta cerai darinya. Ibnu Abbas
meriwayatkan :

ُ‫ َولَكِنِي أ َ ْك َره‬، ‫ِين‬ ٍ ‫ق َوال د‬ َ ُ‫َّللا ثَابِتُ بْنُ قَي ٍْس َما أ َ ْعتِب‬
ٍ ُ‫علَ ْي ِه فِي ُخل‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ يَا َر‬: ‫ت‬ ْ َ‫سلَّ َم فَقَال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ْ ‫ت ب ِْن قَي ٍْس أَت‬
َّ ِ‫َت النَّب‬ ِ ِ‫أ َ َّن ْام َرأَة َ ثَاب‬
‫ ا ْقبَ ْل‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬. ‫ نَعَ ْم‬: ‫ت‬ َ َ‫ (أَت َُردِين‬: ‫سلَّ َم‬
ْ َ‫علَ ْي ِه َحدِيقَتَهُ ؟ قَال‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ِ ْ ‫ْال ُك ْف َر فِي‬
ُ ‫ فَقَا َل َر‬.‫اْلس َْال ِم‬
ً‫ط ِل ْق َها ت َْطلِيقَة‬
َ ‫ْال َحدِيقَةَ َو‬

“Bahwasanya istri Tsaabit bin Qois mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,
“Wahai Rasulullah, suamiku Tsaabit bin Qois tidaklah aku mencela akhlaknya dan tidak pula
agamanya, akan tetapi aku takut berbuat kekufuran dalam Islam”. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Apakah engkau (bersedia) mengembalikan kebunnya (yang ia berikan
sebagai maharmu-pen)?”.

Maka ia berkata, “Iya”. Rasulullah pun berkata kepada Tsaabit, “Terimalah kembali kebun
tersebut dan ceraikanlah ia !” (HR Al-Bukhari no 5373)

Dalam riwayat ini jelas bahwa istri Tsaabit bin Qois sama sekali tidak mengeluhkan akan
buruknya akhlak suaminya atau kurangnya agama suaminya. Akan tetapi ia mengeluhkan
tentang perkara yang lain. Apakah perkara tersebut??

Dalam sebagian riwayat yang lain menjelaskan bahwa istri Tsabit meminta khulu’ karena buruk
rupanya Tsabit.

‫عن حجاج عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال كانت حبيبة بنت سهل تحت ثابت بن قيس بن شماس وكان رجال دميما فقالت يا‬
‫رسول هللا وهللا لوال مخافة هللا إذا دخل علي لبصقت في وجهه‬

Dari Hajjaj dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan dari kakeknya berkata, “Dahulu Habibah binti
Sahl adalah istri Tsaabit bin Qois bin Syammaas. Dan Tsaabit adalah seorang lelaki buruk dan
pendek, maka Habibah berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, kalau bukan karena takut
kepada Allah maka jika ia masuk menemuiku maka aku akan meludahi wajahnya”. (HR Ibnu
Maajah no 2057 dan didho’ifkan oleh Syaikh Al-Albani)

Namun telah datang dalam riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas berkata:

‫ يا رسول هللا ال يجمع رأسي ورأسه‬:‫ أنها أتت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقالت‬،‫ أخت عبد هللا بن أبي‬،‫إن أول خلع كان في اْلسالم‬
،‫ يا رسول هللا‬:‫ وأقبحهم وجها! قال زوجها‬،‫ وأقصرهم قامة‬،‫ فإذا هو أشدهم سوادا‬،‫ فرأيته أقبل في عدة‬،‫شيء أبدا! إني رفعت جانب الخباء‬
‫ ففرق بينهما‬:‫ وإن شاء زدته! قال‬،‫ نعم‬:‫”ما تقولين؟” قالت‬:‫ فإن ردت على حديقتي! قال‬،‫إني أعطيتها أفضل مالي! حديقة‬

“Khulu’ yang pertama kali dalam sejarah Islam adalah khulu’nya saudari Abdullah bin Ubay
(Yaitu Jamilah bintu Abdullah bin Ubay bin Saluul gembong orang munafiq, dan saudara Jamilah
bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Saluul-pen). Ia mendatangi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tidak mungkin ada sesuatu yang bisa
menyatukan kepalaku dengan kepala Tsabit selamanya. Aku telah mengangkat sisi tirai maka
aku melihatnya datang bersama beberapa orang. Ternyata Tsaabit adalah yang paling hitam
diantara mereka, yang paling pendek, dan yang paling jelek wajahnya”

Suaminya (Tsaabit) berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah memberikan kepadanya hartaku yang
terbaik, sebuah kebun, jika kebunku dikembalikan, (maka aku setuju untuk berpisah)”. Nabi
berkata, “Apa pendapatmu (wahai jamilah)?”. Jamilah berkata, “Setuju, dan jika dia mau akan
aku tambah”. Maka Nabipun memisahkan antara keduanya” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-
Thobari dalam tafsirnya (4/552-553, no 3807), tatkala menafsirkan surat Al-Baqoroh ayat 229,
dan sanadnya dinilai shahih oleh para pentahqiq Tafsir At-Thobari)

Catatan :

Pertama : Para ulama berselisih tentang nama istri Tsabit bin Qois, apakah namanya Jamilah
binti Abdillah bin Ubay bin Saluul ataukah Habibah binti Sahl?. Akan tetapi Ibnu Hajar
rahimahullah condong bahwa Tsabit pernah menikahi Habibah lalu terjadi khuluk, kemudian ia
menikahi Jamilah dan juga terjadi khulu’ (lihat Fathul Baari 9/399)

Kedua : Dalam sebagian riwayat yang shahih menunjukkan bahwa Tsaabit bin Qois radhiallahu
‘anhu pernah memukul istrinya hingga tangannya patah. Sehingga inilah yang dikeluhkan oleh
istri beliau sehingga minta khulu’

Dari Ar-Rubayyi’ bin Mu’awwidz berkata :

‫أن ثابت بن قيس بن شماس ضرب امرأته فكسر يدها وهي جميلة بنت عبد هللا بن أبي فأتى أخوها يشتكيه إلى رسول هللا صلى هللا عليه و‬
‫سلم فأرسل رسول هللا صلى هللا عليه و سلم إلى ثابت فقال له خذ الذي لها عليك وخل سبيلها قال نعم فأمرها رسول هللا صلى هللا عليه و‬
‫سلم أن تتربص حيضة واحدة فتلحق بأهلها‬

“Sesungguhnya Tsaabit bin Qois bin Syammaas memukul istrinya hingga mematahkan
tangannya. Istrinya adalah Jamilah binti Abdillah bin Ubay. Maka saudara laki-lakinya pun
mendatangi Nabi mengeluhkannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim
utusan ke Tsabit dan berkata, “Ambillah harta milik istrimu yang wajib atasmu dan ceraikanlah
dia”. Maka Tsaabit berkata, “Iya”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Jamilah
untuk menunggu (masa ‘iddah) satu kali haid. Lalu iapun pergi ke keluarganya” (HR An-Nasaai
no 3487 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

‫ بَ ْع َد‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َت َر‬ ْ ‫ض َها فَأَت‬ َ ‫ض َربَ َها فَ َك‬
َ ‫س َر بَ ْع‬ َ َ‫اس ف‬ َ ‫ت ب ِْن قَي ِْس ب ِْن‬
ٍ ‫ش َّم‬ ِ ‫َت ِع ْن َد ثَا ِب‬ َ َ‫شةَ أ َ َّن َح ِبيبَةَ ِب ْنت‬
ْ ‫س ْه ٍل كَان‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫عا ِئ‬ َ
.» ‫ار ْق َها‬ َ ‫ف‬ ‫و‬ ‫ا‬‫ه‬ ‫ل‬‫ا‬
ِ َ َِ َ َ َْ‫م‬ ‫ض‬ ‫ع‬‫ب‬ ْ
‫ذ‬ ُ
‫خ‬ « ‫ل‬َ ‫ا‬َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ ‫ا‬ً ‫ت‬‫ب‬
ِ ‫ا‬َ ‫ث‬ -‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ - ‫ى‬ ‫ب‬َّ ‫ن‬‫ال‬
ُّ ِ َ َ ِ ِ‫ا‬‫ع‬ ‫د‬َ ‫ف‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬‫إ‬ ُ ‫ه‬ ْ ‫ت‬‫ك‬َ َ ‫ت‬‫ش‬ْ ‫ا‬َ ‫ف‬ ‫ْح‬
ِ ُّ‫ب‬‫ص‬ ‫ال‬

ِ ‫ « ُخ ْذهُ َما فَف‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬


.» ‫َار ْق َها‬ ْ َ ‫ قَا َل فَإِنِى أ‬.» ‫َّللا قَا َل « نَعَ ْم‬
ُّ ِ‫ص َد ْقت ُ َها َحدِيقَتَي ِْن َوهُ َما بِيَ ِدهَا فَقَا َل النَّب‬ ُ ‫صلُ ُح ذَلِكَ يَا َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ ْ َ‫فَقَا َل َوي‬
.َ‫فَفَعَل‬

Dari Aisyah bahwasanya Habibah binti Sahl dulunya istri Tsabit bin Qois, lalu Tsabit
memukulnya hingga patahlah sebagian anggota tubuhnya. Habibah pun mendatangi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah subuh dan mengadukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang suaminya. Maka Nabi berkata kepada Tsabit, “Ambillah sebagian harta Habibah,
dan berpisahlah darinya”

Tsaabit berkata, “Apakah dibenarkan hal ini wahai Rasulullah?”, Nabi berkata, “Benar”. Tsabit
berkata, “Aku telah memberikan kepadanya mahar berupa dua kebun, dan keduanya berada
padanya”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ambilah kedua kebun tersebut dan
berpisalah dengannya”. (HR Abu Dawud no 2230, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Dari riwayat-riwayat yang ada, seakan-akan ada pertentangan, karena sebagian riwayat
menunjukkan bahwa istri Tsabit meminta cerai karena perangai Tsaabit yang telah memukulnya
hingga menyebabkan patah tangan. Dan sebagian riwayat yang lain sangat jelas dan tegas
bahwa sang istri tidak mencela akhlak dan agama Tsaabit, akan yang dikeluhkan ada kondisi
tubuh Tsaabit yang hitam, pendek, dan buruk rupa.

Ibnu Hajar menjamak kedua model riwayat diatas dengan menyebutkan suatu riwayat dimana
istri Tsabit berkata :

‫وهللا ما أعتب على ثابت في دين وال خلق ولكني أكره الكفر في اْلسالم ال أطيقه بغضا‬

“Demi Allah aku tidak mencela Tsabit karena agamanya dan juga akhlaknya, akan tetapi aku
takutkan kekufuran dalam Islam, aku tidak sanggup dengannya karena aku membencinya” (HR
Ibnu Maajah no 1673 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

‫لكن تقدم من رواية النسائي أنه كسر يدها فيحمل على أنها أرادت أنه سيء الخلق لكنها ما تعيبه بذلك بل بشيء آخر … لكن لم تشكه‬
‫واحدة منهما بسبب ذلك بل وقع التصريح بسبب آخر وهو أنه كان دميم الخلقة‬

“Akan tetapi telah lalu dalam riwayat An-Nasaai bahwasanya Tsaabit mematahkan tangan sang
istri, maka dibawakan kepada makna bahwasanya sang istri ingin mengatakan bahwa Tsabit
buruk akhlaknya akan tetapi ia tidak mencela Tsaabit karena hal itu, akan tetapi karena perkara
yang lain…tidak seorangpun dari kedua istrinya (Jamilah maupun Habibah) yang mencela Tsabit
karena “sebab mematahkan tulang”, akan tetapi telah datang penjelasan yang tegas akan sebab
yang lain, yaitu perawakan Tsaabit buruk” (Fathul Baari 9/400)

Dari sinilah para ulama menyatakan bahwa diantara salah satu sebab yang membolehkan
seorang wanita meminta khulu’ adalah jika sang suami buruk rupa, dan sang istri sama sekali
tidak bisa mencintai sang suami. Dan jika sudah tidak cinta maka sulit untuk meraih kebahagiaan
dan kasih sayang yang merupakan salah satu dari tujuan pernikahan. Wallahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai