Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka
tercetak manjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari
kemajuan elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio
yang hanya berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV
(televisi). Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah berupa internet, sebagai
jaringan yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah
melahirkan banyak media (multimedia).
Jurnalistik bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan,
penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu.
Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada
masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi
secara cetak. Pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar,
majalah, dan sebagainya, akan tetapi meluas menjadi media elektronik seperti radio atau
televisi.
Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism),
elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara
tersambung (online journalism). Dahulu kegiatan jurnalistik dilakukan dengan cara-cara
manual, mulai dari pencarian berita hingga kepada kegiatan pelaporan berita atau
pengumpulan berita dilakukan dengan cara yang masih sangat sederhana. Hal ini dikarenakan
dahulu alat-alat pendukung kegiatan jurnalistik masih minim sekali. Selain itu juga jurnalistik
pada zaman dahulu hanya dipahami sebagai publikasi secara cetak. Tetapi sekarang tidak
hanya dari situ saja, media elektronik juga ikut andil dalam hal pemberitaan serta sebagai
pelaku media massa.
Dapat dilihat bahwa sekarang ini dunia teknologi semakin berkembang.
Perkembangan teknologi tersebut juga memengaruhi perkembangan jurnalistik. Pada zaman
dahulu hanya seorang jurnalis profesional yang mampu melakukan kegiatan jurnalistik.
Dimana kegiatan jurnalistik yang dimaksud adalah mencari, mengumpulkan, mengolah, dan
melaporkan berita kepada masyarakat luas. Akan tetapi saat ini, kegiatan jurnalistik tidak
hanya dapat dilakukan oleh jurnalis profesional.
Dengan ditemukan teknologi internet, kegiatan jurnalistik dapat dilakukan oleh siapa
saja, tanpa harus memiliki backgroun sebagai jurnalis profesional. Setiap orang bisa
melakukan kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan melaporkan berita kepada
masyarakat luas. Istilah yang digunakan untuk perkembangan jurnalistik tersebut yakni
citizen journalism. Dalam citizen journalism, semua anggota masyarakat mampu melakukan
kegiatan jurnalistik tanpa memandang latar belakang pendidikan dan keahlian. Kehadiran
citizen journalism mendorong setiap orang untuk berani menulis dan melaporkan
informasi/berita kepada banyak orang tanpa memerlukan label atau status jurnalis
profesional.
Pengertian jurnalistik menurut para ahli sebagai berikut:
1. Fraser Bond dalam bukunya, “An introduction to Journalism,” terbitan tahun 1961,
mengatakan: Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan
mengenai berita agar sampai pada kelompok pemerhati.
2. Roland E. Wolseley dalam bukunya UndeJurnalistik adalah pengumpulan, penulisan,
penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati,
hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada SK,
majalah dan disiarkan stasiun siaran.
3. Adinegoro dalam buku: “Hukum Komunikasi Jurnalistik,” karya M. Djen Amar
terbitan tahun 1984, mengatakan: Jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang
yang pokoknya memberikan pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekas’a agar
tersiar luas.
4. Astrid Susanto dalam bukunya: ,”Komunikasi massa,” terbitan tahun 1986,
menyebutkan: dalam Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta
penyebaran tentang kegiatan sehari-hari.
5. Onong Uchjana Effendy dalam bukunya: “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,”
terbitan tahun 1993 menyebutkan, Jurnalistik adalah teknik mengelola berita mulai
dari mendapatkan bahan sampai menyebarluaskannya kepada masyarakat.
6. Djen Amar bukunya: “Hukum komunikasi Jurnalistik,” terbitan tahun 1984
mengatakan: Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan
berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
7. Erik Hodgins, redaktur majalah Time seperti yang dikutip Kustadi Suhandang dalam
bukunya: Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik, terbitan
tahun 2004, mengatakan : Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana
dengan benar, seksama dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan
berfikir yang selalu dapat dibuktikan.
8. Kustadi Suhandang dalam buku yang sama mengatakan, Jurnalistik adalah seni dan
atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan
berita tentang pristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi
segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
9. Drs. A.S. Haris Sumadiria, M.Si, dalam bukunya, jurnalistik Indonesia, Menulis berita
dan feature, panduan Praktis Jurnalis professional, Simbiosa Rekatama Media,
Bandung, 2005, merumuskan definisi jurnalistik sebagai: Kegiatan menyiapkan,
mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui
media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya
Memasuki abad ke 21, industri media tengah berada di dalam perubahan yang cepat.
Kerajaan-kerajaan media mulai membangun diri dengan skala yang besar. Merger ataupun
pembelian media lain dalam industri media terjadi dimana-mana dengan nilai perjanjian yang
sangat besar. Semakin lama bisnis media semakin besar dan melibatkan hampir seluruh outlet
media yang ada dengan kepemilikan yang makin terkonsentrasi. Masyarakat mulai tenggelam
dalam dunia yang dipenuhi oleh media. Apakah masyarakat terlayani dengan informasi yang
aktual, beragam dan sesuai dengan kepentingan mereka oleh industri ini, atau perkembangan
yang luar biasa ini hanya untuk meningkatkan keuntungan bagi “segelintir” orang yang
terlibat dalam industri ini.
Media, menurut sudut pandang model pasar (Croteau dan Hoynes, 2001), dilihat
sebagai tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat berdasarkan atas hukum permintaan dan
persediaan. Model ini memperlakukan media layaknya barang dan jasa lainnya. Bisnis media
beroperasi dalam apa yang disebut sebagai “dual product” market, pasar dengan dua produk.
Secara bersamaan menjual dua jenis “produk” yang sama sekali berbeda pada dua jenis
pembeli yang sama sekali berbeda.
Dalam kenyataan, konsumen yang direspon oleh perusahaan media adalah pengiklan,
bukan orang yang membaca, menonton, atau mendengarkan media. Ini tentu saja dapat
menjelaskan bagaimana acara-acara di televisi misalnya, tampil hampir seragam. Apabila
hasil riset menyatakan banyak orang yang menontonnya maka pengiklan akan memasang
iklan pada slot acara tersebut, yang berarti pemasukan, sehingga tidak ada alasan untuk
stasiun televisi untuk mengubahnya.
Bila dilihat dari sudut pandang lainnya, dengan menggunakan model ruang publik,
media lebih dari hanya sekedar alat pengejar keuntungan. Media merupakan sumber
informasi yang utama dimana informasi harus beredar dengan bebas, tanpa intervensi
pemerintah yang menghalangi aliran ide. Sudut pandang ini melihat orang lebih sebagai
anggota masyarakat daripada konsumen, maka dari itu media seharusnya “melayani”
masyarakat tersebut.
Pertumbuhan media begitu pesat pada abad ke-20 dengan sejumlah regulasi dan
deregulasi yang ikut mewarnai perkembangan industri ini. Bila pada awal abad ke-20
konglomerasi media sangat dibatasi, keadaan pada akhir abad ini berubah drastis dimana
terjadi akusisi dan merger dalam skala yang besar. Pertumbuhan yang terjadi ini juga
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi sehingga outlet media semakin beragam. Media
yang menggunakan teknologi yang lebih awal dipaksa untuk berevolusi untuk menghadapi
media yang berteknologi lebih baru. Contohnya peluncuran koran USA Today pada tahun
1982 yang menampilkan berita dalam ukuran kecil dengan banyak foto-foto berwarna serta
dihiasi dengan tampilan grafis merupakan cara koran untuk mengimitasi gaya dan format
televisi.
Seiring dengan berjalannya waktu, difasilitasi dengan lingkungan regulasi yang
semakin longgar, perusahaan media yang besar bergabung atau membeli perusahaan media
lainnya untuk membuat konglomerasi media yang lebih besar dan juga global. Dilihat dari
sudut pandang “pasar”, hal ini wajar dalam rangka untuk memperbesar penjualan, efisiensi
dalam produksi, dan memposisikan diri terhadap kompetitor. Namun bila dilihat dari sudut
pandang ruang publik, hal ini tidak menjamin terlayaninya kepentingan publik (public
interest). Jumlah outlet media yang banyak belum tentu menjamin terpenuhinya content yang
menjadi kepentingan publik.
Tren yang berlaku pada struktur industri media akhir-akhir ini adalah Pertumbuhan,
Integrasi, Globalisasi, dan Pemusatan Kepemilikan. Proses restrukturisasi pada industri media
telah mengizinkan para konglomerat untuk menjalankan strategi-strategi yang diarahkan
untuk memaksimalkan keuntungan, mengurangi biaya, dan meminimalkan resiko. Perubahan
dalam struktur media serta prakteknya berpengaruh nyata pada isi media. Pengejaran
keuntungan menjuruskan media pada homogenisasi dan trivialisasi (membuat sesuatu yang
tidak penting). Isi pada media akan sering berbenturan dan menyesuaikan pada kepentingan
bisnis yang mengejar keuntungan.
Hegemoni, menurut pandangan Gramsci (1971) tidak hanya menunjukkan dominasi
dalam kontrol ekonomi dan politik saja, namun juga menunjukkan keampuan dari suatu kelas
sosial yang dominan untuk memproyeksikan cara mereka dalam memandang dunia. Jadi,
mereka yang mempunyai posisi di bawahnya menerima hal tersebut sebagai anggapan umum
yang sifatnya alamiah.
Budaya yang tersebar merata di dalam masyarakat pada waktu tertentu dapat
diinterpretasikan sebagai hasil atau perwujudan hegemoni, perwujudan dari penerimaan
“konsesual” oleh kelompok-kelompok gagasan subordinat, nilai-nilai, dan kepemimpinan
kelompok dominan tersebut. Menurut Gramsci, kelompok dominan tampaknya bukan
semata-mata bisa mempertahankan dominasi karena kekuasaan, bisa jadi karena masyarakat
sendiri yang mengijinkan.
Dalam hal ini media massa merupakan instrumen untuk menyebarkan dan
memperkuat hegemoni dominan, dalam hal ini peranan media adalah membangun dukungan
masyarakat dengan cara mempengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka dengan
menciptakan sebuah pembentukan dominasi melalui penciptaan sebuah ideologi yang
dominan. Menurut paradigma hegemonian, media massa adalah alat penguasa untuk
menciptakan reproduksi ketaatan. Media massa seperti halnya lembaga sosial lain seperti
sekolah dan rumah sakit dipandang sebagai sarana ampuh dalam mereproduksi dan merawat
ketaatan publik.
Singkatnya, hegemoni dapat dikatakan sebagai reproduksi ketaatan, kesamaan
pandangan, dengan cara yang lunak. Lewat media massa lah hegemoni dilakukan. Media
secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk, dan menanamkan pandangan tertentu
kepada khalayak. Tidak hanya dalam urusan politik dan ekonomi, dapat juga menyangkut
masalah budaya, kesenian, bahkan ke hal yang ringan seperti gaya hidup.
Konsep-konsep hegemoni yang dipaparkan di atas mungkin masih agak
membingungkan, karena itu akan kita kupas penerapan hegemoni media dalam contoh yang
lebih ringan.
Amerika Serikat dengan Hollywood-nya telah berhasil menjadi kiblat perfilman
internasional. Sebagian besar film yang kita konsumsi merupakan buatan Amerika. Kondisi
ini tidak disia-siakan oleh mereka untuk menyetir pandangan masyarakat dunia terhadap
negara mereka. Amerika Serikat berusaha membangun pandangan bahwa negara mereka
adalah negara terkuat, superhero, penyelamat dunia. Dengan pandainya, mereka melakukan
hegemoni ini melalui film-film mereka yang ditonton sebagian besar masyarakat dunia. Coba
perhatikan film-film science fiction seperti Armageddon, Independence Day, Mars Attack,
dan lain sebagainya. Disini Amerika Serikat selalu digambarkan sebagai sosok “jagoan”.
Usaha-usaha mereka digambarkan bukan hanya untuk menyelamatkan bangsanya sendiri,
tetapi untuk menyelamatkan dunia. Dan lagi-lagi, mereka berhasil melakukan usaha
penyelamatan tersebut. Kita sebagai penonton seolah-olah terdoktrin bahwa bangsa Amerika
adalah pelindung dunia, dan setiap tindakan yang dilakukan adalah untuk kepentingan
seluruh bangsa di dunia.
Pengertia media Menurut para ahli sebagai berikut :
1. Menurut Berlach dan Ely (1971) mengemukakan bahwa media dalam proses
pembelajaran cenderung diartikan alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk
menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi dan menyusun kembali
informasi visual atau verbal.
2. Menurut Heinich, dkk (1985), media pembelajaran adalah media-media yang
membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan pembelajaran atau mengandung
maksud-maksud pembelajaran.
3. Martin dan Briggs (1986) mengatakan bahwa media pembelajaran mencakup semua
sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan si-belajar. Hal ini bisa
berupa perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras.
4. Menurut Hamalik (1994), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat
merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan si belajar dalam kegiatan belajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu
PENGERTIAN JURNALISTIK: SECARA ETIMOLOGIS DAN MENURUT PARA AHLI
Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang
tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan
bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah
daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lembaga- lembaga masyarakat lainnya.
Pengertian Pers Secara Umum adalah media massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar serta data dan grafik dengan menggunakan media
elektronik dan media cetak dan dll. Pers dalam etimologi,
kata pers (Belanda), presse (prancis),Press (inggris), sedangkan kata pers dalam bahas latin
adalah pressare dari kata premere artinya "tekan" atau "cetak". definisi pers secara
terminologisnya adalah media massa cetak atau media cetak. Istilah pers dikenal sebagai
salah satu jenis media massa atau media komunikasi massa yang sudah lama dikenal oleh
masyarakat dan tidak hanya itu istilah pers juga lazim dikaitkan dengan surat kabar
(newspaper) atau majalah (magazine).
Sebagai satuan bahasa terlengkap, wacana tersusun dari untaian kalimat-kalimat yang
berkesinambungan, erat, dan kompak sesuai dengan konteks situasi. Artinya, dalam
menganalisis wacana terlibat dua unsur pokok, yakni (1) unsur internal bahasa
(intralinguistik) yang berkaitan dengan kaidah bahasa seperti sintaksis, morfologi, dan
fonologi; serta (2) unsur eksternal bahasa (ekstralinguistik), yang berkaitan dengan konteks
situasi. Serasi tidaknya kaidah bahasa dan konteks situasi dihubungkan dengan alat
kewacanaan atau unsur-unsur pragmatik seperti deiksis, praduga, implikatur.
1. Unsur Internal
Unsur internal wacana terdiri atas topik dan kalimat. Satuan bahasa yang digunakan
untuk menyatakan topik adalah kalimat.
A. Topik, Tema, Judul
Topik, tema, dan judul erat kaitannya. Topik merupakan pokok persoalan yang
disampaikan. Topik adalah pokok gagasan yang dikembangkan menjadi sebuah wacana.
Dalam sebuah wacana hanya ada sebuah topik. Ganti topik berarti ganti wacana. Untuk
membentuk sebuah wacana, topik dikembangkan dengan sebuah kalimat atau lebih.
Tema merupakan amanat utama yang ingin disampaikan oleh pembicara dalam
wacana sebagai rumusan dari topik dan menjadi dasar untuk mencapai tujuan. Tema lebih
sempit dan abstrak daripada topik. Tema merupkan topik yang dibatasi. Misalnya, topiknya
ialah “Bahaya Narkoba”, sedangkan temanya ialah “Cara Menanggulangi Bahaya Narkoba”.
Judul atau titel merupakan etiket, label, merek, atau nama yang dikenakan pada sebuah
wacana. Judul berguna untuk menarik kepenasaran pesapa terhadap persoalan yang
dibicarakan. Judul merupakan slogan yang menuangkan topik dalam bentuk yang lebih
menarik. Karena itu, judul harus sesuai dan dapat mewakili keseluruhan isi wacana, jelas, dan
singkat. Judul dapat dibuat sebelum maupun sesudah wacana selesai. Judul dapat juga
bersifat simbolis. Judul besar sekali manfaatnya. Wacana yang sama segala-galanya, jika
diberi judul berbeda, akan dibayangkan atau ditafsirkan berbeda pula.
Misalnya:
B. Kalimat
Kalimat termasuk unit dalam wacana. Untuk memproduksi sebuah wacana, sekurang-
kurangnya digunakan satu kalimat. Hal ini dapat dipahami karena wacana secara konkret
merujuk pada realitas penggunaan bahasa yang disebut teks. Teks sebagai perwujudan
konkret wacana terbentuk dari untaian kalimat-kalimat. Sebuah kalimat diakhiri dengan
intonasi final. Kalimat sering diandaikan seperti sebuah bangunan yang terdiri atas beberapa
ruang. Padahal, bisa saja sebuah kalimat hanya terdiri atas satu kata. Namun, kalimat satu
kata itu harus merupakan pengungkapan atau tuturan pendek yang memiliki esensi sebagai
kalimat (satu ruang itu harus dianggap sebuah rumah). Kalimat pendek seperti itu sering
terdapat pada dialog atau percakapan karena pada tempat dan situasi tertentu orang cenderung
bertanya jawab dengan kalimat pendek, bahkan mungkin tidak berbentuk kalimat.