TB Anak
614.542
Ind
P
PETUNJUK TEKNIS
MANAJEMEN TB ANAK
TB Anak
PETUNJUK TEKNIS
MANAJEMEN TB ANAK
ISBN 978-602-235-3436-9
1. Judul
I. TUBERCULOSIS – PREVENTION AND CONTROL
II. CHILD HEALTH SERICES III. COMMUNICABLE DISEASE
Juknis
TB Anak
KATA PENGANTAR
TB Anak
KATA SAMBUTAN
Ketua Kelompok Kerja Nasional Tuberkulosis Anak
Assalamu’alaikum wr.wb
Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan dengan dosis yang tepat
maka akan meningkatkan kualitas hidup anak dan tumbuh kembang anak
yang optimal sesuai dengan potensi genetiknya.
TB Anak
Wassalamu’alaikum wr.wb
DAFTAR KONTRIBUTOR
Pengarah
Prof .Dr. Tjandra Yoga Aditama
Dr . Slamet, MHP
Penanggung jawab
Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH
Editor
Dr. Triya Novita Dinihari
Dr. Retno Kusuma Dewi
Kontributor
Dr. Nastiti Noenoeng Rahajoe, SpA(K) : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr .Darmawan B Setyanto , SpA(K) : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K) : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr Rina Triasih, SpA(K) : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr. Wahyuni Indawati, SpA : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr. Landia Setiawati, SpA(K) : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr. Finny Fitry Yani, SpA(K) : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr. M Syarofil Anam, SpA : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr. Retno Asih Setyoningrum, SpA(K) : Pokja TB Anak, UKK Respirologi, IDAI
Dr. Ery Olivianto, SpA : UKK Respirologi, IDAI
Dr. Fifi Sofiah, SpA : UKK Respirologi, IDAI
Dr. Tjatur KS, SpA : UKK Respirologi, IDAI
Dr. Ida Bagus Subanada, SpA(K) : UKK Respirologi, IDAI
Dr. Khairiyadi, SpA : UKK Respirologi, IDAI
Dr Bob Wahyudin , SpA : UKK Respirologi, IDAI
Dr. Dewi Kartika : UKK Respirologi, IDAI
Dr. Retno Kusuma Dewi : Ditjen PP dan PL, Subdit TB
Dr. Triya Novita Dinihari : Ditjen PP dan PL, Subdit TB
Dr. Vanda Siagian : Ditjen PP dan PL, Subdit TB
Dr. Setya Budiono : Pengelola Program TB Prov Jatim
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
KATA SAMBUTAN.....................................................................................................................iii
DAFTAR KONTRIBUTOR.........................................................................................................v
DAFTAR ISI................................................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Epidemiologi..................................................................................................1
B. Patogenesis....................................................................................................2
BAB II DIAGNOSIS TB PADA ANAK..............................................................................7
A. Penemuan Pasien TB Anak......................................................................7
B. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak........................8
C . Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring..........................11
D . Tuberkulosis Anak Dalam Keadaan Khusus...................................16
E . Klasifikasi dan Definisi Kasus TB anak............................................24
BAB III PENGOBATAN TB ANAK..................................................................................27
A. Paduan OAT Anak.....................................................................................27
B. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Anak................................31
BAB IV MANAJEMEN TUBERKULOSIS PERINATAL.............................................34
BAB V MANAJEMEN TB HIV PADA ANAK...............................................................39
BAB VI MANAJEMEN TB RESISTEN OBAT PADA ANAK.....................................44
A. Definisi..........................................................................................................44
B. Diagnosis TB MDR pada anak..............................................................44
C. Prinsip penatalaksanaan TB MDR pada anak...............................45
D. Alur Tata Laksana Anak yang diobati TB MDR dan HIV............48
BAB VII PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PADA ANAK..........................................49
A. Vaksinasi BCG pada Anak......................................................................49
B. Skrining dan Manajemen Kontak.......................................................50
C. Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid....................................52
BAB I
PENDAHULUAN
A. Epidemiologi
Epidemiologi Tuberkulosis adalah rangkaian gambaran informasi
yang menjelaskan beberapa hal terkait orang, tempat, waktu dan
lingkungan. Secara sistematis dan informatif menguraikan sejarah
penyakit tuberkulosis, prevalens tuberkulosis, kondisi infeksi
tuberkulosis dan cara/ risiko penularan serta upaya pencegahannya.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB
Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.
Cara Penularan:
• Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa
maupun anak.
• Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya,
kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.
• Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat
penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan
BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
daripada pasien TB dengan BTA negatif.
• Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah
26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%.
Besaran masalah TB Anak
• Tuberkulosis anak merupakan faktor
penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari
15 tahun adalah 40−50% dari jumlah
seluruh populasi (Gambar ).
TB Anak
B. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya
sangat kecil (<5 µm), akan terhirup dan dapat mencapai alveolus..
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons
imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian
kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang
biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon.
TB Anak
*1)
*4)
*Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).
Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis
regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau
reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe
dewasa (adult type TB)
6 Juknis Manajemen TB Anak
Jukni
s
TB Anak
BAB II
DIAGNOSIS TB PADA ANAK
A. Penemuan Pasien TB Anak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah
atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular
adalah terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA
positif dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan
kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan
pada bab profilaksis TB pada anak.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB
anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang
paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat
berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu
ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala
serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-
gejala sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain
batuk telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
TB Anak
TB Anak
TB Anak
TB Anak
Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada
bukti tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa
diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
Penentuan status gizi:
Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang
(moment opname).
Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status
gizi untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes,
sedangkan untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC
2000 (lihat lampiran).
Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi
selama 1 bulan.
Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik
setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB
berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa
infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi
dengan infiltrat, tuberkuloma.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter,
pelimpahan wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas
kesehatan terlatih strategi DOTS untuk menegakkan diagnosis dan
tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
14 Juknis Manajemen TB Anak
Juknis
TB Anak
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka
dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur
anak tersebutFoto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama
pada TB anak
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka
dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak.
Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat
perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak
Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
terbatas (uji tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka
evaluasi dengan sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis
TB dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta,
gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang
dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang
ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.
TB Anak
TB Anak
2. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB pada
Sistem Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan
TB dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau
meninggalkan gejala sisa pada anak.
Anak biasanya datang dengan keluhan awal demam lama, sakit kepala,
diikuti kejang berulang dan kesadaran menurun khususnya jika terdapat
bukti bahwa anak telah kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif.
Apabila ditemukan gejala-gejala tersebut, harus segera dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Pada keadaan ini, diagnosis
dengan sistem skoring tidak direkomendasikan.
Di rumah sakit rujukan, akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan dilengkapi dengan uji tuberkulin, laboratorium darah serta
pengambilan cairan serebrospinal untuk dianalisis. Apabila
didapatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah-
muntah dan edema papil, perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan
kepala atau MRI, untuk mencari kemungkinan komplikasi seperti
hidrosefalus. Apabila keadaan anak dengan TB meningitis sudah
melewati masa kritis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan dan
dipantau di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
3. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala
klinis berat dan merupakan 3—7% dari seluruh kasus TB, dengan
angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB
milier terjadi oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan
diseminata, bisa ke seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat
dilihat secara kasat mata pada foto torak. Terjadinya TB milier
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu
1. kuman M. tuberculosis (jumlah dan virulensi),
2. status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti infeksi
HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal
ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama
3. faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan
yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius,
serta sosioekonomi).
TB Anak
TB Anak
TB Anak
Penentuan klasifikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal
berikut:
• Lokasi atau organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Anak dengan gejala hanya
pembesaran kelenjar tidak selalu menderita TB Ekstra Paru.
Pasien TB paru dengan atau tanpa TB ekstra paru diklasifikasikan
sebagai TB paru
• Riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Baru
Kasus TB anak yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 28
dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di
atas, lokasi penyakit bisa paru atau ekstra paru.
b. Pengobatan ulang
Kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan OAT
lebih dari 1 bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru atau
ekstra paru. Berdasarkan hasil pengobatan sebelumnya, anak
dapat diklasifikasikan sebagai kambuh, gagal atau pasien yang
diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).
• Berat dan ringannya penyakit
a. TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,
misalnya TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar dll
TB Anak
BAB III
PENGOBATAN TB ANAK
TB Anak
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam
bentuk kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
• Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
• Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
• OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak
boleh digerus)
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam
setelah makan
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat
tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
TB Anak
TB Anak
BAB IV
MANAJEMEN TUBERKULOSIS PERINATAL
TB neonatal
Ada 2 istilah pada TB neonatal yang harus dibedakan yaitu :
• TB kongenital : terjadi ketika neonatus tertular M tuberculosis saat
dalam rahim melalui penyebaran hematogen lewat vena umbilikal,
atau saat persalinan melalui aspirasi atau meminum cairan amnion
atau sekresi cervicovaginal yang terkontaminasi M tuberculosis. Gejala
TB kongenital biasanya muncul pada minggu pertama kehidupan dan
mortalitas TB kongenital tinggi.
• TB neonatal/TB perinatal : adalah ketika neonatus terinfeksi setelah
lahir dengan terpapar pada kasus TB BTA (+), yaitu biasanya ibu atau
kontak dekat lain. Penularan pascanatal terjadi secara droplet dengan
patogenesis yang sama seperti TB pada anak.
Seringkali sulit membedakan antara TB kongenital dan TB neonatal/perinatal.
Neonatus yang terpapar TB dapat bergejala ataupun tidak. Gejala TB pada
neonatus mulai muncul minggu ke 2-3 setelah kelahiran. Gejala dan tanda tidak
spesifik, diagnosis sering terlambat oleh karena awalnya diduga sepsis. Gejala
awal seperti letargi, sulit minum, berat badan lahir rendah dan kesulitan
pertambahan berat badan. Tanda klinis lain meliputi distres pernapasan,
pneumonia yang sulit sembuh, hepatosplenomegali, limfadenopati, distensi
abdomen dengan asites, atau gambaran sepsis neonatal dengan TB diseminata.
Diagnosis TB harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada infeksi
kronis neonatal yang berespon buruk terhadap terapi antimikroba, infeksi
kongenital, dan pneumoni atipikal. Petunjuk yang paling utama dalam diagnosis
TB pada neonatus yaitu riwayat ibu terinfeksi TB atau HIV. Poin utama pada
riwayat ibu meliputi pneumonia yang sulit membaik, kontak dengan kasus
indeks TB , dan riwayat pengobatan TB dalam 1 tahun terakhir.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada TB kongenital adalah
pemeriksaan M. tuberculosis melalui darah vena umbilikus dan plasenta. Pada
plasenta sebaiknya diperiksa gambaran histopatologis dengan kemungkinan
adanya granuloma kaseosa dan BTA, bila perlu dilakukan kuretase
endometrium untuk mencari endometritis TB.
TB Anak
Respon baik terhadap terapi dapat dilihat dari nafsu makan yang
meningkat, pertambahan berat badan dan perbaikan radiologis. Menyusui bayi
tetap dilakukan oleh karena risiko penularan M tuberculosis melalui ASI dapat
diabaikan. Demikian juga tentang OAT yang dikonsumsi ibu, hanya
dieksresikan dalam jumlah kecil, dan tidak terbukti dapat menginduksi
resistensi obat. Bayi tidak boleh dipisahkan dari ibu, oleh karena menyusui
dapat diandalkan menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan
kelangsungan hidup neonatus dengan TB.
Gambar 4. Alur pengelolaan neonatus dan bayi dari ibu dengan TB aktif
Juknis Manajemen TB Anak 37
Juknis
TB Anak
*Catatan
1) Diagnosis TB pada ibu dibuktikan secara klinis, radiologis dan
mikrobiologis. Bila ibu terdiagnosis TB aktif maka diobati dengan OAT.
Apabila memungkinkan, bayi tetap disusui langsung, tetapi ibu harus
memakai masker untuk mencegah penularan TB pada bayinya. Pada
ibu yang sangat infeksius (BTA positif), bayi dipisahkan sampao
terjadi konversi BTA sputum atau ibu tidak infeksius lagi, tetapi tetap
diberikan ASI yang dipompa. Pemeriksaan ulangan BTA pada ibu yang
memberikan ASI dilakukan 2 minggu setelah pengobatan. Dosis obat
TB yang ditelan ibu mencapai ASI dalam jumlah maksimal 25% dosis
terapeutik bayi.
2) Lakukan pemeriksaan plasenta (PA, makroskopik & mikroskopik), dan
darah v.umbilikalis (Mikrobiologi=BTA & biakan TB).
3) Klinis:
• Prematuritas, berat lahir rendah, distres pernapasan, hepato-
splenomegali, demam, letargi, toleransi minum buruk, gagal
tumbuh, distensi abdomen.
• Bila klinis sesuai sepsis bakterialis dapat diberikan terapi kombinasi.
4) Pemeriksaan penunjang :
• Foto rontgen toraks dan bilas lambung
• Bila pada evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit atau ear
discharge, lakukan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau PA
• Bila selama perjalanan klinis terdapat hepatomegali, lakukan
pemeriksaan USG abdomen, jika ditemukan lesi di hati, lanjutkan
dengan biopsi hati
5) Imunisasi BCG sebaiknya tidak diberikan dahulu. Setelah ibu
dinyatakan tidak infeksius lagi, maka dilakukan uji tuberkulin. Jika
hasilnya negatif, isoniazid dihentikan dan diberikan BCG pada bayi.
BAB V
MANAJEMEN TB HIV PADA ANAK
TB Anak
TB Anak
Pemberian ART
Bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV dan terbukti terinfeksi HIV langsung
diberikan ART tanpa mempertimbangkan kadar CD4. Pada anak yang terinfeksi
42 Juknis Manajemen TB Anak
Juknis
TB Anak
TB Anak
BAB VI
MANAJEMEN TB RESISTEN OBAT PADA ANAK
Kejadian TB resisten obat pada anak secara global masih belum pasti
karena kesulitan mendapatkan konfirmasi bakteriologis pada anak. Kejadian
TB kebal obat di Indonesia belum pasti, tetapi kewaspadaan terhadap kasus
ini perlu ditingkatkan mengingat penatalaksanaan kasus TB pada anak masih
belum optimal dan angka kejadian TB kebal obat pada dewasa yang terus
meningkat. Diperkirakan banyak anak yang kontak dengan kasus TB dewasa
kebal obat, sehingga kejadian TB kebal obat pada anak akan mencerminkan
pengendalian TB kebal obat pada dewasa.
A. Definisi
Resistensi obat pada pasien TB ada 3 yaitu monoresisten, MDR, dan
XDR. Dikatakan monoresisten bila hasil uji kepekaan mendapatkan
resisten terhadap isoniazid atau rifampisin.3 Seorang pasien TB anak
dikatakan mengalami MDR bila hasil uji kepekaan mendapatkan hasil basil
M. tuberkulosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampisin, sedangkan
extensively drug-resistant (XDR)-TB bila hasil uji kepekaan mendapatkan
hasil MDR ditambah resisten terhadap fluoroquinolon dan salah satu obat
injeksi lini kedua (second-line injectable agents
TB Anak
TB Anak
BAB VII
PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PADA ANAK
TB Anak
Gejala utama TB
a. BB turun atau sulit naik
b. Demam menetap > 2 minggu dan atau keringat malam
c. Batuk menetap ≥ 3 minggu, non remitting
d. Nafsu makan tidak ada disertai gagal tumbuh
e. Fatique, kurang bermain, kurang aktif
f. Diare menetap> 2 minggu
TB Anak
Keterangan
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/
kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan
pemantauan terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada
bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera dievaluasi
terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera
ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal
• Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala
TB selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis
dapat dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu
diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.
TB Anak
BAB VIII
PENCATATAN, PELAPORAN DAN INDIKATOR TB ANAK
Catatan:
Pada kasus TB dengan gejala klinis yang berat, setelah menelan
seluruh dosis OAT pengobatan pada bulan 6, hasil akhir pengobatan
dapat dinyatakan sebagai PL (Pengobatan Lengkap). Anak tetap
melanjutkan pengobatan sampai dinyatakan selesai oleh dokter
berdasarkan perbaikan tanda-tanda klinis..
Pada TB 03, di kolom Paduan Obat diubah menjadi Kode Paduan Obat,
dengan pilihan: 1 (Kat 1), 2(Kat 2), 3(Kat Anak dg 3 obat), 4(kat Anak
dg 4 obat), 5 (IPT)
Pasien TB anak setelah evaluasi 2 bulan, kemudian dinyatakan bukan
TB, dalam pencatatan hasil akhir pengobatan dilaporkan sebagai
Default.
TB Anak
TB Anak
1. Proporsi TB anak yang berumur 0-4 tahun terhadap seluruh kasus TB anak
Adalah prosentase seluruh kasus TB anak umur 0-4 tahun yang diobati di
antara seluruh kasus TB anak yang diobati dalam periode satu tribulan
Numerator Jumlah kasus TB anak umur 0-4 tahun yang
diobati (tidak termasuk anak yang mendapatkan
pengobatan pencegahan dengan INH)
Sumber Data :
• TB.07
Contoh :
Jumlah kasus TB anak umur 0-4 tahun (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) yang diobati pada bulan
Januari sampai dengan Maret 2013 adalah 3
Denominator Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH).
Sumber data :
• TB.07
Contoh:
Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2013 adalah 15
Rumus perhitungan Jumlah kasus TB anak umur 0 - 4
indikator tahun yang diobati x 100%
Jumlah seluruh kasus TB anak yang
diobati
Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator
tersebut adalah = 3/15 x 100% = 20%
Frekuensi perhitungan Setiap triwulan
Penanggung Wasor Kabupaten/ Kota
jawab
TB Anak
BAB IX
PERAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN DALAM TATALAKSANA TB ANAK
3 PENGOBATAN
A. PEMBERIAN Bila diagnosis TB anak Bila diagnosis TB anak Bila diagnosis TB anak
OAT telah ditegakkan, maka telah ditegakkan, maka telah ditegakkan, maka
dilakukan pemberian dilakukan pemberian dilakukan pemberian
oat sesuai kategori anak oat sesuai regimen oat sesuai regimen
yang digunakan secara yang digunakan secara yang digunakan secara
nasional sesuai dengan nasional sesuai dengan nasional sesuai dengan
penyakitnya penyakitnya penyakitnya kecuali
pada kasus-kasus khusus
seperti reaksi obat yang
tidak diinginkan, suspek
MDR)
B. FOLLOW UP Pemantauan kasus Pemantauan kasus Pemantauan kasus
KASUS dilakukan dengan cara dilakukan dengan cara dilakukan dengan cara
menilai kemajuan menilai kemajuan menilai kemajuan
perbaikan klinis, perbaikan klinis, perbaikan klinis,
perkembangan fisik dan perkembangan fisik dan perkembangan fisik dan
psikologis psikologis psikologis
Bila dalam 2 bulan Menerima rujukan dari Menerima rujukan dari
pengobatan tidak fasyankes dasar dan fasyankes dibawahnya
ada perbaikan maka menindak lanjuti dengan dan menindak lanjuti
obat tetap diteruskan, melakukan pemeriksaan dengan melakukan
pasien harus dirujuk ke yang dianggap perlu. pemeriksaan yang
fasyankes rujukan dianggap perlu
Setelah dilakukan Setelah dilakukan
pengobatan maka pengobatan maka
fasyankes rujukan dapat fasyankes rujukan
merujuk kembali ke dapat merujuk kembali
fasilitas kesehatan dasarke fasilitas kesehatan
sebelumnya bila kondisi sebelumnya
pasien stabil.
4 PENCATATAN Semua fasilitas pelayanan kesehatan melakukan pencatatan & pelaporan
DAN dengan form TB yang baku (TB.06, TB.05, TB.04, TB.01, TB.02, TB.09 dan
PELAPORAN TB.10)
5 INDIKATOR Untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan TB di fasyankes, maka
dibutuhkan pencatatan yang baku dan menggunakan indikator sesuai
Buke Pedoman Nasional TB dan melengkapi dengan indikator proses yang
diperlukan oleh fasyankes
6 SISTEM
RUJUKAN
A. RUJUKAN (1). Bila ditemukan (1). Bila ditemukan (1). Bila pasien TB akan
TATA LAKSANA kasus-kasus berat,dan kasus-kasus berat, dan pindah ke Fasyankes
PASIEN adanya komplikasi paru adanya komplikasi yang setingkat karena
maka Fasyankes dasar paru yang memerlukan alasan dekat ataupun
harus merujuk pasien TB sarana prasarana yang alasan lainnya.
ke Fasyankes Rujukan lebih lengkap maka (2). Bila dalam
dengan menggunakan Fasyankes harus kasus berat, kondisi
form standar TB merujuk pasien TB ke pasien telah teratasi
(2). Bila pasien TB akan Fasyankes Rujukan maka pasien dapat
pindah ke Fasyankes dengan menggunakan dikembalikan ke
yang setingkat karena form standar TB Fasyankes yang merujuk.
alasan dekat ataupun (2). Bila pasien TB akan (3). Bila pasien TB
alasan lainnya pindah ke Fasyankes mangkir, Fasyankes
yang setingkat karena Rujukan dapat
alasan dekat ataupun berkoordinasi dengan
alasan lainnya. Puskesmas dan Wasor
(3). Bila dalam untuk membantu
kasus berat, kondisi pelacakan pasien
pasien telah teratasi mangkir.
maka pasien dapat
dikembalikan ke
Fasyankes yang merujuk.
(4). Bila pasien TB
mangkir, Fasyankes
Rujukan dapat
berkoordinasi dengan
Puskesmas dan Wasor
untuk membantu
pelacakan pasien
mangkir.
B. RUJUKAN (1). Fasyankes dasar (1) Rujukan Tk 1 dapat (1) Rujukan Tk 2 dapat
PENYUNTIKAN dapat berfungsi sebagai berfungsi sebagai berfungsi sebagai
TUBERKULIN fasyankes dan fasyankes fasyankes dan fasyankes fasyankes dan fasyankes
rujukan tuberkulin rujukan tuberkulin rujukan tuberkulin
(2.).Fasyankes rujukan (2.).Fasyankes rujukan (2.).Fasyankes rujukan
tuberkulin menerima tuberkulin menerima tuberkulin menerima
rujukan untuk rujukan untuk rujukan untuk
melakukan uji tuberkulin melakukan uji tuberkulin melakukan uji tuberkulin
dari fasyankes dari fasyankes dari fasyankes
(3). Fasyankes rujukan (3). Fasyankes rujukan (3). Fasyankes rujukan
tuberkulin dapat tuberkulin mendiagnosis tuberkulin mendiagnosis
mendiagnosis TB anak TB anak dengan TB anak dengan
dengan tambahan tambahan uji tuberkulin tambahan uji tuberkulin
uji tuberkulin atau atau dapat mengirim atau dapat mengirim
mengirim pasien pasien yang diuji pasien yang diuji
yang diuji tuberkulin tuberkulin untuk dibaca tuberkulin untuk dibaca
untuk dibaca dan dan atau didiagnosis dan atau didiagnosis
atau didiagnosis oleh oleh fasyankes pengirim. oleh fasyankes pengirim.
fasyankes pengirim.
Suspek TB Anak
Suspek TB Anak
BAB X
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TB
TB Anak
BAB XI
DAFTAR PUSTAKA
Department of Health and Human Services, 2002, 2000 CDC Growth Chart for
the United States: Methods and Development
International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 2004, Bab
Jumlah Populasi berdasarkan usia, 8:627-9
Kemenkes, 2013, Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB HIV
Kemenkes, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kemenkes,
2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Depkes-IDAI, 2008,
Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak, Kelompok Kerja TB Anak
Lampiran 1.
Pelaksanaan Uji Tuberkulin
TB Anak
4. Pengecekan suntikan
a. Setelah dilakukan injeksi yang benar, akan terlihat intradermal wheal
(penonjolan di tempat penyuntikkan berwarna pucat dengan
gambaran pori-pori seperti kulit jeruk) dengan diameter 5–6mm.
b. Setelah jarum suntik dicabut, daerah penyuntikkan jangan diusap atau
ditekan dengan kapas atau alat lain.
c. Jika tidak berhasil (tidak terlihat intradermal wheal), lakukan ulangan
pada lokasi paling sedikit berjarak 5 cm dari tempat suntikan
sebelumnya.
d. Jangan dilingkari dengan pulpen/spidol, karena dapat menghalangi
pembacaan hasil. Data-data dicatat di dalam catatan medis.
5. Pencatatan data
a. Catat data yang diperlukan pada catatan medis, yaitu berupa tanggal
dan jam dilakukannya penyuntikan, lokasi penyuntikan dan nomer lot
PPD.
indurasi
TB Anak
2. Palpasi indurasi
- Gunakanlah ujung jari untuk meraba batas
/ tepi indurasi. Palpasi jari dilakukan dari
area luar ke arah indurasi.
3. Tandai indurasi
- Ujung jari digunakan sebagai petunjuk
untuk menandai tepi indurasi, tandai
dengan pena.
- Dapat juga menggunakan metode
ballpoint, yaitu ujung pena ditarik dari
area di luar kemerahan menuju ke arah
indurasi sampai ujung pena terasa
mengenai tepi indurasi
TB Anak
Lampiran 2
Pengambilan Sampel pada Anak
Prosedur dasar metode umum mendapatkan spesimen dari anak untuk
pemeriksaan mikroskopi : ekspektorasi, bilas lambung dan induksi sputum.
A. Ekspektorasi
Latarbelakang
Semua spesimen sputum yang diproduksi oleh anak harus dikirim
untuk pemeriksaan mikroskopi, dan bila tersedia untuk biakan kuman
Mtb. 3 spesimen sputum harus didapatkan yaitu :
1. Spesimen sewaktu (pada evaluasi pertama)
2. Spesimen pagi hari hari dan spesimen sewaktu kedua (pada
kunjungan selanjutnya)
Prosedur
Jelaskan pada anak dan keluarganya tujuan pengumpulan spesimen
1. Perintahkan anak untuk berkumur dengan air sebelum menghasilkan
sputum. Tujuan : untuk membersihkan makanan dan bakteri yang dapat
mengkontaminasi di mulut.
2. Perintahkan anak menarik dua kali nafas panjang, tahan selama beberapa
detik setelah setiap inhalasi lalu keluarkan nafas perhalan. Bernafas lagi
untuk ketiga kalinya lalu dengan kuat keluarkan udara keluar. Minta anak
untuk menarik nafas kembali lalu batuk. Tindakan ini akan menghasilkan
sputum dari dalam paru. Minta anak memegang kontainer sputum dekat
dengan bibir dan masukkan sputum ke kontainer setelah batuk produktif.
3. Jika jumlah sputum tidak cukup, minta pasien untuk batuk lagi.Banyak
pasien tidak dapat memproduksi sputum dari dalam saluran pernafasan
hanya dalam beberapa detik. Berikan anak waktu yang cukup untuk
memproduksi ekspektorasi.
4. Bila tidak ada ekspektorasi, anggap kontainer sudah digunakan dan
buang pada tempat yang sesuai.
B. Bilas lambung
Latarbelakang
Anak dengan TB dapat menelan mukus yang mengandung M.
tuberculosis. Bilas lambung merupakan teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan isi lambung untuk dapat mengkonfirmasi diagnosis TB
dengan mikroskop dan biakan kuman Mtb. Karena distress yang akan
dialami anak, dan rendahnya lapang pandang BTA positif di mikroskop,
maka prosedur ini hanya dilakukakan bila biakan tersedia. Mikroskopi
kadang bisa memberikan hasil false-positive (terutama pada anak yang
terinfeksi HIV yang berisiko memiliki mycobacteria nontuberculous).
Biakan dapat menentukan kepekaan organisme terhadap obat anti TB.
Bilas lambung digunakan untuk mengumpulkan spesimen untuk
pemeriksaan mikroskopi dan biakan kuman MTb dimana sputum tidak dapat
diekpektorasi secara spontan ataupun diinduksi dengan menggunakan salin
hipertonis. Prosedur ini paling berguna untuk anak yang dirawat di RS.
Namun, hasil biakan positif dari 3 set bilas lambung hanya sekitar 25-50%
dari anak dengan TB aktif.Sehingga, hasil smear ataupun biakan negatif tidak
mengeksklusi TB pada anak.Bilas lambung dikumpulkan dari anak yang
dicurigai pulmonary Tb. Selama tidur, sistem mukosiliary menyebabkan
mukus berkumpul di tenggorakan. Mukus lalu tertelan dan tertinggal di
lambung sampai lambung kosong. Sehingga, spesimen yang mengandung
jumlah bakteri terbanyak didapatkan di pagi hari.
Bilas lambung tiga pagi berturut-turut harus dilakukan pada tiap
pasien.Angka ini untuk memaksimalkan lapang pandang smear-positivity.
Sebagai catatan, bilas lambung yang pertama memiliki lapang pandang
terbesar.Untuk melaksanakan test secara benar biasanya dibutuhkan dua
orang (satu melaksanakan test dan satu lagi sebagai asisten). Anak puasa
setidaknya 4 jam (3 jam pada bayi) sebelum prosedur dan anak dengan
hitung trombosit yang rendah atau kemungkinan pendarahan sebaiknya
tidak menjalani prosedur ini.
Peralatan yang dibutuhkan:
• Sarung tangan
• Nasogastric tube ( biasanya ukuran 10 F atau lebih besar )
• Syringe 5, 10, 20 or 30 cm3dengan konektor nasogastric tube yang
sesuai
TB Anak
• Kertas litmus
• Kontainer spesimen
• Pulpen untuk memberi label spesimen
• Formulir permintaan laboratorium
• Air steril atau normal salin (0.9% NaCl)
• Larutan Na bicarbonate (8%)
• alkohol/chlorhexidine.
Prosedur
Prosedur dapat dilakukan pada pasien rawat inap, pagi hari ketika pasien
bangun di bedside atau di ruangan tindakan yang ada di bangsal, atau pada
pasien rawat jalan (diperlukan fasilitas yang lengkap). Anak berpuasa
setidaknya 4 jam (bayi 3 jam) sebelum prosedur.
1. Cari asistan untuk membantu
2. Siapkan semua peralatan sebelum memulai prosedur
3. Posisikan anak dengan posisi terlentang atau miring. Asisten membantu
memegang pasien.
4. Tentukan jarak antara hidung dan lambung, untuk memperkirakan jarak
yang akan dibutuhkan untuk memasukan tube ke dalam lambung.
5. Sambungkan syringe ke nasogastric tube.
6. Masukan nasogastric tube dengan lembut melalui hidung sampai ke
lambung.
7. Aspirasi isi lambung (2-5 ml) menggunakan syringe yang sudah melekat
ke nasogastric tube.
8. Untuk memeriksa posisi tube benar atau tidak, test isi lambung dengan
kertas litmus, kertas litmus biru berubah menjadi merah (dalam respons
terhadap asam lambung) (Juga bisa diperiksa dengan memasukan
beberapa udara (3-5 ml0 dari syringe ke lambiung dan dengarkan
menggunakan stetoskop).
9. Jika tidak ada cairan yang teraspirasi, masukan 5-10 ml air atau normal
saline dan coba untuk mengaspirasi lagi
• Jika masih belum berhasil coba lagi (walaupun posisi nasogastric tube
tidak benar dan air ataupun normal salin masuk kedalam saluran
udara, risiko efek samping sangatlah kecil)
• Jangan diulangi lebih dari tiga kali.
10. Ambil isi lambung (idealnya 5-10 ml)
82 Juknis Manajemen TB Anak
Jukni
s
TB Anak
Setelah prosedur
1. Seka kontainer spesimen dengan alkohol/chlorhexidineuntuk mencegah
infeksi silang dan beri label.
2. Isi formulir permintaan laboratorium.
3. Transportasikan spesimen (di cool box) ke laboratorium untuk diproses
secepat mungkin (dalam 4 jam)
4. Jika ada kemungkinan dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk
metransportasikan spesimen, letakkan dalam refrigerator (4–8 °C) dan
simpan sampai bisa ditransportasikan.
5. Berikan anak makanan seperti biasa.
Keamanan
Bilas lambung biasanya merupakan prosedur yang tidak menghasilkan
aerosol. Anak hanya berisiko kecil mentransmisikan infeksi, sehingga dapat
dilakukan dengan aman di kamar rawat inap atau ruang tindakan rutin.
C. Induksi sputum
Tidak seperti bilas lambung, induksi sputum merupakan prosedur yang
menghasilkan aerosol. Bila memungkinkan, prosedur ini sebaiknya dilakukan
diruang isolasi yang memiliki tindakan pencegahan kontrol infeksi yang
mencukupi (negative pressure, sinar ultraviolet (nyalakan jika ruang tidak
digunakan) dan kipas ekstraktor).
Induksi sputum merupakan prosedur yang berisiko rendah. Hanya sedikit
efek samping yang dilaporkan,seperticoughing spells, mild wheezingdan
epistaksis. Penelitian terbaru menunjukkan prosedur ini dapat dilakukan
dengan aman pada bayi.(2), namun staf memerlukan pelatihan dan peralatan
khusus untuk melakukan prosedur ini pada bayi.
TB Anak
Pendekatan umum
Periksa anak sebelum prosedur untuk memastikan mereka cukup sehat
untuk menjalani prosedur.Anak dengan karakteristik dibawah ini sebaiknya
tidak menjalani induksi sputum :
• Belum cukup puasa : jika anak belum puasa setidaknya 3 jam, tunda
prosedur sampai waktu yang tepat.
• Distress pernafasan berat (termasuk tachypnea, wheezing, hipoksia)
• Sedang dalam intubasi
• Perdarahan : hitung trombosit rendah, kemungkinan pendarahan,
epistaksis (simptomatik atau hitung platelet<50/ml darah).
• Penurunan kesadaran
• Riwayat asma (yang didiagnosis dan ditatalaksana oleh klinisi)
Prosedur
1. Berikan bronkodilator (contoh salbutamol) untuk mengurangi risiko
wheezing.
2. Berikan nebulisasi saline hipertonic (3% NaCl) selama 15 menit atau
sampai 5 cm3larutan sudah diberikan.
3. Berikan fisioterapi dada bila perlu; hal ini berguna untuk
memobilisasi sekresi.
4. Untuk anak yang lebih besar dan sudah bisa ekspektorasi, ikuti
prosedur di section A untuk mengekspektorat sputum.
5. Untuk anak yang tidak dapat mengekspektorate (contoh anak yang
lebih muda), lakukan :
(i) suction hidung untuk membersihkan sekresi nasalatau (ii)aspirasi
nasopharyngealuntuk mengumpulkan spesimen yang sesuai.
Setiap peralatan yang akan digunakan kembali harus didisinfektan
dan disterilisasi sebelum digunakan pada pasien berikutnya.
Lampiran 3
Perhitungan status gizi pada anak
Perhitungan status gizi pada anak sebaiknya menggunakan parameter
BB/TB, tetapi pengkuran BB/U dapat membantu
Perhitungan BB/TB
1. Perhitungan status gizi anak usia < 5 tahun
a. menghitung BB/PB pada anak < 2 tahun atau BB/TB pada anak >2
tahun
b. Menggunakan kurva WHO Z score 2007 yang dibedakan berdasar
jenis kelamin, dengan cara sebagai berikut:
1) Pada kurva WHO sesuai dengan kriteria umur dan jenis
kelamin, tentukan titik perpotongan Berat (Weight) di aksis
sebelah kiri dengan Tinggi (Length) di aksis bawah dari kurva.
2) Tentukan titik tersebut berada pada garis kurva berapa SD
(Standard Deviasi)
3) Kriteria yang dipakai sebagai berikut:
• < -3 SD : gizi buruk
• < -2 SD : gizi kurang
• -2 SD s.d +1 SD : gizi baik
2. Perhitungan status gizi anak usia > 5 tahun
a. Menggunakan kurva CDC tahun 2000 dengan cara sebagai berikut
1) Pilih kurva CDC sesuai dengan jenis kelamin dan umur dari
anak yang akan diukur status gizinya
2) Pada kurva CDC, terdapat 2 macam grafik (dengan masing-
masing 7 garis) dalam 1 kurva
3) Hitung Tinggi badan dan Berat Badan dari anak yang akan
diukur.
4) Dengan Tinggi badan anak yang akan diukur status gizinya,
pada grafik sebelah atas, tentukanperpotongan antara Panjang
(Length) dengan garis kurva yang paling tengah
5) Dari titik perpotongan tersebut, tarik garis ke bawah sampai
memotong garis tengah dari grafik kedua (grafik bawah).
6) Pada perpotongan dengan grafik kedua, tarik garis ke kanan
dan tentukan berapa Berat (Weight).
7) Berat (Weight) yang ditemukan merupakan Berat Badan Ideal
TB Anak
Perhitungan BB/U
Perhitungan BB/U menggunakan tabel sesuai dengan jenis kelamin
dan kelompok umur.
TB Anak
TB Anak
TB Anak
TB Anak
Lampiran Tabel Berat Badan Menurut Umur (Sampai Usia 3 Tahun 5 Bulan)
LAKI-LAKI (sampai usia 3.5 tahun) PEREMPUAN (sampai usia 3.5 tahun)
TB Anak
Lampiran Tabel Berat Badan Menurut Umur (Usia 3 Tahun 5 Bulan — 15 Tahun)
LAKI-LAKI (usia 3.5 —15 tahun) PEREMPUAN (usia 3.5 —15 tahun)
TB Anak
ISBN 978-602-235-436-9
9 786022 354369
98 Juknis Manajemen TB Anak