Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyebab kematian paling umun pada populasi wanita di Polandia adalah penyakit
kardiovaskular sebesar 52% pada tahun 2010. Neoplasma menempati urutan kedua setelah
kardiovaskular sebesar 23%. Kanker payudara yang paling umum ditemukan dari semua kanker
pada populasi wanita di Polandia. Insidensi kanker payudara meningkat pesat pada wanita di atas
usia 30 tahun dan terutama mempengaruhi perempuan usia perimenopause.

Salah satu masalah yang paling penting untuk pengobatan kanker adalah dengan
mendiagnosis penyakit tersebut sedini mungkin. Pencegahan penyakit kanker payudara meliputi
palpasi payudara bulanan dan pengamatan diri. Pemeriksaan seperti itu seharusnya dilakukan
pada fase pertama dari siklus menstruasi, sebaiknya dua sampai tiga hari setelah menstruasi.
Ketika payudara tidak bengkak, atau pada hari yang dipilih dalam sebulan pada wanita yang
tidak menstruasi. Payudara harus diperiksa oleh dokter setidaknya setahun sekali.

Di Polandia, wanita usia 50 – 69 tahun dengan risiko penyakit standar tanpa diagnosis
kanker payudara sebelumnya dapat berpartisipasi setiap dua tahun sekali pada program skrining,
yang melibatkan pemeriksaan mamografi x–ray. Ultrasonografi juga memainkan peran penting
dalam diagnosa penyakit payudara. MRI adalah metode pencitraan kelenjar mammae yang
paling sensitif saat ini. Sayangnya, penerapannya terbatas pada pasien dengan risiko kanker yang
sangat tinggi ( misalnya pembawa mutasi BRCA 1 dan 2) dan kasus dimana mmamografi x-ray
dan ultrasound tidak efektif.

Teknik kedokteran nuklir dengan pelacak onkofilik (misalnya MIBI 99mTc, tetrofosmin
99 mTc dalam skintimammografi planar atau SPECT) dan studi reseptor (pemeriksaan PET
untuk estrogen, progesterone, reseptor HER-2neu) tidak digunakan secara rutin. Salah satu
contoh indikasi untuk penerapan teknik kedokteran nuklir dalam mencari focus utama tumor
payudara yang disebut kanker “okultis” (tidak terlihat pada mamografi x-ray dan ultrasound)
pada pasien dengan kontaindikasi MRI.
Studi pencitraan lain seperti computed tomography atau radiografi konvensional tidak
signifikan dalam diagnosa kanker payudara, tetapi jika dikombinasikan dengan metode isotop
sangat membantu dalam menilai tingkat perkembangan penyakit. Setelah pencitraan diagnostik
dari pasien, kelenjar mammae diklasifikasikan menurut skala BI – RADS, yang menilai
kemumgkinan keganasan. Skor BI-RADS diberikan berdasarkan lesi yang paling mencurigakan
pada kedua payudara.
BAB II

PEMBAHASAN

Mamografi X-ray

Modalitas ini menggunakan mamografi konvensional dan digital. Dalam teknik


konvensional pelat x-ray adalah detector dan pembawa gambar. Dalam teknik digital tidak
langsung, kartu memori berfungsi berfungsi sebagai detector dan kemudian dibaca untuk
memperoleh gambar. Dalam teknik digital langsung, gambar disimpan segera dalam bentuk
elektronik.

Sampai saat ini, mamografi x-ray adalah satu – satunya metode, yang telah terbukti
mengurangi angka kematian pada wanita diantara usia 40 – 70 tahun. Pengurangan angka
kematian berkisar antara 20% - 40% dan manfaat terbesar terlihat pada populasi wanita usia 50 –
70 tahun. Keuntungan mamografi meliputi visualisasi seluruh kelenjar mammae. Mamografi x-
ray juga merupakan metode terbaik untuk visualisasi dan penilaian mikrokalsifikasi. Penggunaan
radiasi pengion, meskipun dalam dosis kecil, adalah salah satu kelemahan metode ini. Karena hal
tersebut dapat mengakibatkan sedikit peningkatan jumlah neoplasma.

Dua proyeksi standar yang digunakan untuk pencitraan kelenjar mammae menggunakan
mamografi x-ray meliputi:

1. Oblique (MLO) : Ketika dilakukan dengan benat, dapat mencakup seluruh kelenjar
mammae bersama dengan Spence’s tail. Muskulus pectoralis terlihat seperti segitiga
hingga tingkat papilla mammae. Lipatan kulit inframammary juga harus terlihat pada
gambar.
2. Craniocaudal (CC) : proyeksi ini melengkapi proyeksi oblique. Seluruh kelenjar mammae
bersama dengan jaringan adiposa yang terletak di posterior kelenjar conus harus terlihat
pada gambar yang di ambil dengan benar. Papilla mammae diproyeksikan dan terletak di
tengah. Menurut beberapa penulis, bagian kecil dari muskulus pectoralis serta lipatan
kulit medial dan lateral harus terlihat. Untuk memastikan bahwa seluruh kelenjar
mammae dimasukkan pada gambar radiologis. seseorang dapat mengukur jarak dari tepi
film ke papilla mammae dan membandingkannya dengan panjang garis retropapillary
posterior dalam proyeksi MLO. Perbedaannya tidak boleh lebih dari 1 cm.

Setiap kali proyeksi standar menimbulkan kekhawatiran sehubungan dengan ada atau tidaknya
penyakit, proyeksi tambahan yang dapat dilakukan meliputi :

1. Gambar yang di targetkan atau ditingkatkan


Paling umum n menghilangkan superimposisi jaringan.
2. Proyeksi Lateral : proyeksi ini melengkapi proyeksi oblique dan craniocaudal pada kasus
opasitas yang diragukan, digunakan untuk pencitraan yang lebih baik, focus pada lesi
atau area yang bersangkutan daproyeksi lateral sangat membantu dalam melokalisasi lesi
dan penilaian mikrokalsifikasi. Hanya proyeksi ini yang akan menunjukkan kadar
kalsium hidroksida dalam mikrokista, yang menunjukkan sifatnya jinak. Proyeksi lateral
yang dibuat dengan benar harus memvisualisasikan seluruh payudara dengan papilla
mammae yang di proyeksikan, suatu bagian kecil muskulus pectoralis dan lipatan
inframammary.
3. Proyeksi craniocaudal :yang di perpanjang secara lateral atau medial menyajikan
visualisasi lesi yang lebih baik di bagian luar payudara dan di Spence’s tail .
4. Proyeksi statis (ke lesi), memberikan penilaian yang lebih baik terhadap lesi yang
terlokalisasi dikulit dan jaringan subkutan.
5. Valley View projection untuk penilaian lesi yang lebih baik di bagian medial payudara
6. Cleopatra projection untuk visualisasi bagian inferior aksila
7. Proyeksi caudocranial digunakan ketika lesi terlokalisasi di kuadran atas, proyeksi ini
biasanya dilakukan pada pria dan pada pasien yang menderita kelainan postural.

Wanita dengan implant payudara merupakan pasien khusus, dimana proyeksi oblique dan
kraniocaudal standar harus dilengkapi dengan pandangan kraniocaudal dan lateral yang telah di
modifikasi dengan teknik eklund. Penerapan teknik ini mungkin sulit jika implan dikelilingi oleh
kapsul fibrosa.
Menurut American College of Radiology skala kepercayaan empat poin harus digunakan
sehubungan dengan hasil mamografi “

ACR 1 Fatty breast


ACR 2 Fatty – glandular breast composition
ACR 3 glandular – fatty breast composition
ACR 4 glandular breast

Tanda – tanda mamografi berikut menunjukkan adanya kanker

 Lesi fokus
 Asimteri focus
 Mikrokalsifikasi
 Arsitektur terganggu
 Penebalan kulit

Neoplasma ganas pada payudara muncul sebagai massa pada mamografi. Nodul spikulasi adalah
lesi yang paling umum.

Figure 1. Example of cancer presenting in mammography as a spiculated nodule in the


upper outer quadrant of left mammary gland
Pada mikrokalsifikasi kita menentukan bentuk, jumlah dan distribusinya. Le Gal
membagi mikrokalsifikasi menjadi 5 tipe tergantung bentuknya :

Menurut kalsifikasi yang disebutkan diatas semua mikrokalsifikasi selain tipe 1 dikaitkan
dengan beberapa risiko kanker dan perlu mendapatkan perhatian lebih, setidaknya di lakukan
observasi. Selain kemajuan dalam metode mamografi digital, termasuk program yang membantu
dalam deteksi kanker, perkembangan teknis terbaru termasuk tomosintesis. Teknologi ini saat ini
sedang diselidiki dan memungkinkan untuk akuisisi mammogramn 3D.

Ultrasonografi

Metode ini sangat berguna dalam diagnosa kanker payudara. Ultrasonografi relative
murah, mudah diakses dan pada prinsipnya, tidak dapat beraksi terhadap kesehatan pasien,
karena USG payudara standar tidak menggunakan radiasi pengion. Sampai saat ini tidak ada
bukti mengenai pengaruh USG pada kematian wanita karena kanker payudara.

Dalam pencitraan ultrasound ”konvensional” (mode B, Studi dopler)

Kanker payudara biasanya muncul sebagai lesi focus dengan tanda keganasan seperti :

 Acoustic shadow
 Hyperechogenicity
 Spicules
 Irregular margins
 Thick, hyperechogenic halo with desmoplasia around the lesion
 Blurry margins
 Minute protuberances of the outline
 Height exceeding the width
 Calcifications
 Spreading along the ducts
 Presence of vessels

Kanker dapat muncul dengan tanda non spesifik seperti

 Distrupted architecture
 Only gland edema and skin thickening may be visible in case of inflammatory breast
cancer

Elastografi adalah teknik ultrasound baru yang bertujuan untuk meningkatkan spesifisitas
dalam menentukan lesi ganas pada diagnostic kanker payudara. Elastografi terutama ditujukan
pada lesi yang sulit diklasifikasikan sebagai BI-RADS 3 dan 4, tetapi tidak mengubah protocol
medis pada kasus BI-RADS 1,2, dan 5.

Shear Wave Elastography (SWE) sedang dalam pengembangan lebih lanjut. Metode ini
melibatkan produksi gelombang mekanik dalam jaringan. Metode SWE memungkinkan untuk
mengukur nilai deformasi elastisitas suatu lesi. Keuntungan dengan teknik ini meliputi
independensi dari operator dan peningkatan resolusi. Diferensiasi antara lesi fokus menggunakan
elastografi melibatkan penilaian kerentanan terhadap deformasi elastis, bersadarkan asumsi
peningkatan kekakuan berkaitan dengan risiko keganasan yang lebih tinggi.

Dalam elastografi dilakukan teknik kompresi atau menggunakan gerakan toraks untuk
menilai kekakuan lesi berdasarkan warna yang telah ditentukan sebelumnya. Lesi lunak
berwarna merah, sedang berwarna hijau dan massa keras berwarna biru (disebut elastogram).
Selanjutnya lesi diklasifikasikan menurut skala Tsukuba dan kekakuannya relatif terhadap
jaringan lemak sekitarnya dinyatakan dalam gambar (fat – lesion ratio, FLR). Biasanya batas
antara lesi jinak dan ganas di antara Tsukuba 3 dan 4. Namun, literatur merekomendasikan
verifikasi sitologis dan histopatologi mulai dari lesi Tsukuba 3.

Shear Wave Elastography (SWE) saat ini menggunakan reserved color scale. Lesi lunak
berwarna biru, sedangkan lesi keras berwarna merah. Elastrografi menunjukkan efektivitas tinggi
dalam membedakan kanker kecil dsri lesi jinak. Bagaimanapun seperti metode lainnya
elastografi dapat memberikan hasil negatif palsu dan positif palsu.

Table 3.Tsukuba Scale and Characteristic of cyst – BGR


Figure 2. Example of breast carcinoma in B-mode imaging and elastography utilizing chest wall
movements; blue color depicts a hard, suspicious lesion, red and green – areas of soft and intermediate
stiffness; in B-mode there is a hypoechogenic, spiculated nodule corresponding to the blue region seen in
elastography

Figure 3. An example of breast carcinoma in B-mode imaging and SW elastography; here, red color
depicts an area of hard tissue, correlating with a spiculated, hypoechogenic nodule visible in B-mode;
blue corresponds to soft area
Magnetic resonance mammography

Resonansi magnetik dengan kontras saat ini merupakan metode yang paling sensitive
untuk mendiagnosis kanker payudara.

Menurut pedoman EUSOMA skrining dengan resonansi magnetik di indikasikan pada populasi
berikut :

 Pembawa mutasi genetik usia lebih dari 30 tahun (BRCA 1, BRCA 2, TP53)
dengan beberapa mutasi (TP53) skrining dipertimbangkan lebih awal pada usia 25
– 29 tahun atau bahkan pada usia 20 tahun.
 Pasien yang menjalani radioterapi sebelum usia 30 tahun skrining harus dimulai 8
tahun setelah akhir pengobatan

Pemeriksaan skrining harus dilakukan setahun sekali

Pemeriksaan MR dapat membantu dalam keadaan berikut :

1. Wanita dengan endoprostesis payudara dimana mamografi x-ray dan ultrasound tidak
cukup
2. Mencari fokus neoplastic primer pada pasien dengan mamografi x – ray negatif dan
pemeriksaan USG, metastasis kanker payudara (biasanya ke kelenjar getah bening aksila)
pada wanita dengan kemungkinan tinggi respon terhadap pengobatan disebut kanker
payudara primer tersembunyi
3. Penilaian payudara sebelum operasi pada wanita :
 Dengan karsinoma lobular yang baru didiagnosis
 Pada kelompok risiko tinggi atau usia dibawah 60 tahun dengan perbedaan
signifikan dalam ukuran tumor yang dinilai dalam studi konvensional
o Memenuhi syarat awal untuk operasi

Kekurangan MRI selain biaya yang tinggi, meliputi : kurangnya diferensiasi kalsifikasi,
kesulitan mengecualikan kanker pada wanita dengan kondisi radang payudara, perlunya aplikasi
kontras, banyak hasil positif palsu, kontraindikasi pada pasien yang menggunakan alat pacu
jantung, claustrofobia dan perlu persiapan pasien yang ketat.
Dalam pencitraan MRI kanker payudara dapat tampak sebagai berikut :

1. Peningkatan kontras pada massa dengan tanda keganasan


 Massa ganas sering kali irregular. Namun, identifikasi tumor dengan batas yang
baik tidak selalu menentukan sifat jinaknya
 Pola peningkatan kontras dianggap sebagai tanda keganasan
 Tipe dari keganasan, intensitas kurva disebut plateau of signal intensity or
washout of signal intensity.
 Perkembangan lesion enhancement dari perifer ke seltral
 Blooming sign – jaringan yang mengelilingi lesion enhances dalam menit
pertama, tampak sebagai halo yang buram. Terlihat pada 63% lesi ganas dan 15%
lesi jinak)
 Hook Sign – pembuluh yang menghubungkan lesi dengan muskulus pectoralis
yang mendasarinya (tercatat 35% lesi ganas dan 5% pada lesi jinak)
2. Peninggian asimetris dari papilla mammae tanpa massa yang nyata, terutama
menunjukkan pola peningkatan keganasan, mungkin berhubungan dengan paget’s
disease.
3. Peningkatan kontras difus tanpa massa yang menonjol, dapat tampak pada kelainan
karsinoma lobular.

Figure 4. Type I enhancement is typical for benign lesions and normal gland. Type II (plateau curve) and
type III (washout curve) are characteristic for malignancies.
Figure 5. Picture 1 presents a scheme of a „blooming sign”, scheme no. 2 – a „hook sign”.

Karsinoma payudara dapat bermanifestasi dengan tanda yang kurang khas, seperti :

 Lesi fokal dengan peningkatan kontras yang atipikal


 Karsinoma inflamasi dengan tampilan yang mirip mastitis akut, peningkatan sinyal secara
difus dalam gambar T2 – Weighted dengan peningkatan kontras yang berbeda dan
penebalan kulit. Pada pencitraan MRI mastitis paling sering sulit dibedakan dari
karsinoma inflamasi
 LCIS saat ini dianggap lebih sebagai faktor risiko kanker payudara pada lesi premaligna.
LCIS menunjukkan peningkatan difus atau fokal dan sering kali tidak dapat dibedakan
dari displasia fibrokistik
 DCIS dapat tampak sebagai peninggian linear atau fokal disepanjang duktus.

Kita juga dapat menilai tingkat reduksi difusi ( DWI) dalam pencitraan MRI. Pada lesi
ganas kita mengobservasi pengurangan difusi, memberikan sinyal intensitas tinggi dalam gambar
DWI sementara ADC tetap rendah (nilai cut off untuk keganasan berada dalam 1,19 – 1,6 x 103
mm2/detik. Modalitas ini tampaknya sangat menjanjikan dalam hal penilaian respon diri terhadap
kemoterapi. Kelemahan dari pencitraan DWI ialah resoluai yang lebih rendah terkait dengan
kesulitan dalam menilai fokus dengan diameter < 1 cm dan lesi yang tidak menunjukkan massa,
seperti karsinoma lobular invasive. Disisi lain papilloma intraductal dan displasia fibrokistik
dapat menghasilkan negative palsu.
MR Spectoscopy adalah metode lain yang melibatkan penggunaan resonansi magnetik.
Metode ini menggunakan choline sebagai penanda membrane seluler. Peningkatan proporsi
choline terlihat pada kanker payudara, beberapa fibroadenoma dan payudara normal selama
menyusui. Keterbatasan metode ini terkait dengan ukuran lesi yang harus berdiameter minimal 1
cm untuk penilaian yang tepat pada Spectoscopy. Kekurangan dari metode pemeriksaan ini
adalah membutuhkan durasi yang lama.

Elastografi juga merupakan salah satu tren baru dalam pencitraan MR. mirip dengan
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan ini menilai tekanan jaringan berdasarkan asumsi bahwa
semakin keras lesi, semakin tinggi kemungkinan keganasannya.

Figure 6. An example of mammary carcinoma in magnetic resonance imaging. Increased flow


and a typical washout curve of contrast enhancement are seen within the tumor.
Breast cancer in other imaging modalities

Figure 7. A large tumor of the right breast visible in computed tomography examination. Lesion (red
arrow) was diagnosed during CT examination for assessment of pulmonary embolism. Beside a tumor
mass, the scan depicts metastatic changes in axillary lymph node (yellow arrow).

Figure 8. An example of breast cancer (A,B) and metastatic change of a lymph node (C,D) in PET and
PET-CT examinations
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Setiap modalitas yang saat ini digunakan untuk diagnosis kanker payudara memiliki
kelebihan dan kekurangan masing – masing. Tidak ada metode tunggal yang ideal untuk
mendeteksi neoplasma payudara. Namun kemajuan tekonologi mengarah kepada peningkatan
modalitas yang tersedia dan teknologi baru dikaitkan dengan penilaian klinis. Semua ini dapat
membuat diagnosis kanker payudara dan diferensiasi dari lesi jinak semakin efektif.

Anda mungkin juga menyukai