Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus bayi Ny. N.A, laki-laki usia 0 hari sejak

hari pertama lahir di RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis ibu os P3A0 post

Sectio Caesaria Cito atas indikasi Seccondary Arrest ec. Malpresentasi Letak

Puncak Kepala (Partus Lama), Usia ≥35 tahun, Kehamilan Post Date

(berdasarkan HPHT), Obesitas Grade I, dan Primi Tua Sekunder oleh dokter

spesialis obstetri dan ginekologi, setelah kurang lebih 18 jam sejak keluhan perut

kencang-kencang muncul pertama kali.

Bayi tersebut lahir Cukup Bulan (BCB) pada usia kehamilan 38-40

minggu (>37 minggu) berdasarkan hasil pemeriksaan Ballard Score bayi dengan

skor 35-40, walaupun menurut HPHT didapatkan usia kehamilan Post Date. Bayi

tersebut masih tergolong Sesuai Masa Kehamilan (SMK) dengan berat lahir 2800

gram yang didapatkan dari grafik Lubchenco, dan masih dalam rentang berat

badan bayi yang sesuai untuk usia kehamilan 38-40 minggu, serta merupakan

Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC) atas dasar berat lahir bayi >2500 gram.10

Berdasarkan hasil anamnesis dengan ibu os, tampilan klinis, pemeriksaan

fisik, dan data penunjang didapatkan keluhan bayi tampak sesak, tidak segera

menangis, dan merintih saat ekspirasi, sejak lahir, dan pemeriksaan fisik

ditemukan frekuensi napas masih <60 x/menit ireguler, denyut jantung <100

x/menit, suhu tubuh 37,00C, sianosis perifer, pernapasan cuping hidung, dan

retraksi dinding dada, dan saturasi oksigen yang berkurang (<90%), capillary

28
refill time 3 detik, dengan diagnosis asfiksia neonatorum derajat ringan-sedang

dengan nilai APGAR Score 5-6-7, dimana APGAR Score pada menit pertama

yaitu antara 5-7 sehingga tergolong asfiksia ringan sedang.1,11 APGAR Score yang

rendah yaitu menit ke-1 <5 dan menit ke-5 <7 juga merupakan salah satu faktor

risiko minor pada bayi tersebut. Kemudian dilakukan resusitasi bayi baru lahir

berupa pembersihan jalan napas dan rangsangan, pemberian oksigen dengan

tekanan langsung, dan observasi ketat tanda kegagalan napas.11 Kebiruan pada

ujung ekstremitas bayi berangsur-angsur menghilang dalam waktu singkat.

Oksigenasi diberikan hingga target saturasi oksigen meningkat dan untuk

mempertahankan saturasi oksigen tersebut.

Skor Downe’s bayi tersebut adalah 5 yang menunjukkan adanya gawat

napas sedang.6 Bayi tersebut kemudian dirawat di ruang NICU dan rawat

inkubator dengan pemberian O2 CPAP dan patensi jalan napas, serta

termoregulasi. Inkubator diberikan untuk memberikan lingkungan sekitar bayi

yang optimal. Suhu tubuh (aksila) bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam

batas normal (36,5-37,5C). Pemberian O2 secara tekanan positif yang konstan

atau CPAP dengan cara memberikan tekanan positif terhadap udara yang masuk

atau mengadakan tekanan negatif yang konstans terhadap dinding toraks yang

berguna untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus

selama pernapasan spontan. Pemberian secara ini akan mengurangi terjadinya

atelektasis alveolus disertai perbaikan Pa.O2 darah.12 Namun, Skor Downe’s

berkurang dan menjadi 0 pada usia 4 hari, yang menunjukkan adanya perbaikan

gawat napas. Bayi kemudian beralih rawat dari inkubator ke infant warmer agar

29
dijaga tetap kering diruangan hangat dan mendapatkan oksigen sungkup sehari,

hingga hari perawatan ke-5 bayi mampu bernapas secara spontan tanpa bantuan

oksigen, menangis kuat, gerakan aktif, dan refleks isap baik, sehingga

diperbolehkan untuk menyusui.6 Bayi yang tampak sesak dan refleks isap yang

jelek tidak diperbolehkan menyusui sebab berisiko terjadinya pneumonia aspirasi,

sehingga inisiasi menyusui dini dalam jam-jam pertama harus ditunda.

Bayi tersebut dilahirkan secara sectio caesaria cito atas indikasi

Seccondary Arrest ec. Malpresentasi Letak Puncak Kepala (Partus Lama), Usia

≥35 tahun, Kehamilan Post Date (berdasarkan HPHT), Obesitas Grade I, dan

Primi Tua Sekunder, dengan kondisi ketuban hijau dan berbau akibat partus lama.

Hal ini didukung dengan adanya kaput suksadaneum di bagian oksipital kepala

bayi, yang menunjukkan bayi sulit lahir normal pervaginam dan tertahan akibat

kelainan posisi.13 Didapatkan hasil anamnesis bahwa ibu os sudah mengeluhkan

perut kencang-kencang kurang lebih 18 jam, dan merupakan rujukan dari bidan

karena partus lama dan diperkirakan terjadi kelainan posisi janin. Kondisi partus

lama ini membuat ketuban menjadi hijau, keruh, bahkan berbau, walau ketuban

pecah dini masih <12 jam dan denyut jantung janin masih dalam rentang normal

120-160 x/menit. Melahirkan bayi segera merupakan pertimbangan utama

sebelum jatuh kedalam keadaan fetal distress yang dapat memperberat kondisi

bayi lahir.13 Hal diatas menjadi salah satu penyebab atau faktor risiko asfiksia

neonatorum berupa faktor ibu. Asfiksia neonatorum secara umum dapat

disebabkan dari faktor ibu, faktor persalinan maupun faktor janin.1,14 Dari

anamnesis didapatkan bahwa ibu os tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti

30
hipertensi, anemia, gagal jantung maupun infeksi sistemik. Sehingga dalam kasus

ini kemungkinan penyebab gangguan napas bayi baru lahir adalah faktor ibu dan

faktor persalinan, berupa kelahiran sectio caesaria,15 partus lama dengan ketuban

hijau dan berbau, usia ibu os 38 tahun (≥35 tahun) dengan multipara, dan

pemberian drip oksitosin sebelumnya.

Dengan adanya 1 faktor risiko mayor berupa ketuban hijau dan berbau,

dan 2 faktor risiko minor berupa APGAR score rendah, keputihan gatal dan

berbau, maka akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi neonatorum, sehingga

kemudian tim medis harus lebih memperhatikan gejala atau tampilan klinis bayi

yang berisiko tersebut. Bayi tersebut mendapat pengobatan antibiotik lini pertama

berupa Ampicilin dan Gentamisin IV selama 5 hari. Antibiotik seharusnya

diberikan sesuai dengan hasil kultur darah atau peta kuman yang ada di rumah

sakit atau daerah tersebut.2,6 Keadaan infeksi sendiri dapat menyebabkan atau

memperberat keadaan gangguan napas bayi baru lahir. Bayi memiliki faktor risiko

mayor dan minor sehingga dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa CRP

sebagai penanda adanya infeksi atau sepsis neonatorum.2 Namun hasil CRP

menunjukkan hasil nonreaktif.

Selain anamnesis riwayat antenatal dan perinatal, dilakukan pemeriksaan

darah rutin dan gula darah sebagai salah satu bentuk pemeriksaan penunjang pada

bayi dengan distress pernapasan, dan pada bayi tersebut didapatkan hasil normal.

Bayi dengan distress pernapasan dapat mengalami salah satu komplikasi yaitu

hipoglikemia.6 Selain itu gula darah diperiksa sebagai kemungkinan menjadi

penyebab bayi menangis lemah dan gerakan tidak aktif. Hasil gula darah bayi

31
tersebut normal, sehingga dapat menyingkirkan hipoglikemia sebagai penyebab

bayi menangis lemah dan gerakan bayi tidak aktif.2 Namun pada bayi tersebut

tidak dilakukan pemeriksaan analisis gas darah. Tidak dilakukan pemeriksaan

analisis gas darah mungkin atas pertimbangan asfiksia pada bayi tergolong ringan

dan menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan, dan hasil foto toraks evaluasi

dalam batas normal.

Gangguan ventilasi pernafasan dapat disebabkan oleh gangguan pada

traktus respiratorius seperti Sindrom Aspirasi Mekonium, Penyakit Membran

Hialin (PMH), Transient Tachypnea of The Newborn (TTN), sindrom aspirasi,

pneumonia, displasia bronkopulmoner, ataupun gangguan dari luar traktus

respiratorius seperti syok, instabilitas suhu tubuh, kelainan jantung kongenital,

kelainan metabolik, darah, sistem saraf pusat, dan hernia diafragmatika. Salah satu

diantara penyebab gangguan napas bayi baru lahir yang lebih sesuai atau sering

dipikirkan dengan bayi cukup bulan (>37 minggu usia kehamilan) adalah TTN

yaitu gangguan pernapasan yang terutama berisiko terjadi pada bayi baru lahir

dengan Sectio Caesaria.6 Hasil data menunjukkan bayi mengalami takipneu

(frekuensi napas >60 x/menit yaitu 68-74 x/menit) beberapa jam setelah

dilahirkan. Gejala klinis tampak beberapa jam pertama kehidupan dan membaik

dalam beberapa jam pula, kemudian gejala membaik dan hilang dalam 5-7 hari.

Hal ini disingkirkan dengan tidak adanya mekonium yang masuk ke saluran napas

saat dilakukan penghisapan mulut dan jalan napas (suction) dan tidak ada

mekoneum ditubuh bayi. Asfiksia ringan-sedang dan TTN yang dialami bayi

memiliki prognosis yang lebih baik karena dapat sembuh sendiri (kelainan bersifat

32
sementara), dan jarang menjadi kasus distress pernapasan yang berat, walau dapat

menyebabkan komplikasi pada fase akut,16 dan TTN menjadi penyebab penting

distress pernapasan,17,18 hal ini terlihat dengan perbaikan gawat napas pada hari

perawatan keempat,18 dimana bayi kemudian menjadi lebih aktif, mampu

menyusui, sehingga diperbolehkan untuk rawat gabung ibu.

Sedangkan untuk gangguan pada luar traktus respiratorius, belum sepenuhnya

dapat disingkirkan, pada pemeriksaan foto toraks tidak ditemukan kelainan, sehingga

hernia diafragmatika dan pneumonia dapat disingkirkan, tetapi kelainan jantung

kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP belum sepenuhnya dapat disingkirkan,

dan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Tetapi kelainan tersebut jarang terjadi.

Namun bila gangguan ventilasi pernafasan yang menetap dalam jangka waktu lama,

perlu dipertimbangkan pemeriksaan penunjang lainnya.

Selain itu bayi Ny. N.A juga mendapatkan IVFD D10% 8 tpm dan terapi

nutrisi parenteral AA sesuai kebutuhan, usia gestasi, usia kronologis, berat lahir,

dan kondisi klinis. Injeksi Vitamin K1 1 mg IM paha kiri, gentamisin salep mata

dikedua mata, Hep Bo 0,5 ml IM paha kanan, sebagaimana perawatan bayi baru

lahir,2 diet ASI on demand dengan atau tanpa OGT sesuai berat badan dan usia.

Namun pada bayi tersebut terjadi pengurangan berat badan menjadi 2.600 gram.

Edukasi pada ibu jika bayi mampu menghisap, maka berikan ASI sesuai

permintaan dan ibu harus rutin mengukur pertambahan berat badan bayi.

Elektrolit diperiksa sebagai salah satu evaluasi tanda hidrasi berlebihan atau

sebagai komplikasi metabolik dari gangguan napas.6

Sedangkan untuk kelainan lidah pada bayi tersebut dilakukan frenektomi

sejak hari pertama. Frenektomi merupakan prosedur untuk mengeluarkan

33
frenulum atau lipatan jaringan kecil di beberapa bagian tubuh yang membatasi

suatu organ. Prosedur pembelahan tongue tie menggunakan gunting yang telah

disterilkan agar sisi bawah lidah tidak terlalu menempel dengan dasar mulut.

Prosedur ini berlangsung cepat, dengan atau tanpa pembiusan, dan umumnya

tidak terjadi perdarahan besar.19 Sebelum dan sesudah prosedur invasif ini,

sebaiknya dilakukan pemeriksaan faal hemostasis terlebih dahulu untuk

menyingkirkan adanya kelainan darah yang dapat memperparah keadaan atau

untuk evaluasi perdarahan setelah prosedur.

Bayi tampak kuning pada hari perawatan keempat setelah gangguan napas

membaik dengan skala Kramer I yaitu tampak kuning hanya pada bagian wajah

tanpa adanya sklera ikterik, namun tidak meluas dan tidak ditemukan adanya

kegawatan lain seperti malas minum, namun tidak dilakukan pemeriksaan

laboratorium kimia darah hepar terutama kadar bilirubin (total/direk/indirek)

untuk menegakkan diagnosis pasti jenis ikterus neonatorum, namun dilakukan

fototerapi selama perawatan dan memberikan edukasi kepada orang tua untuk

menjemur bayi dibawah sinar matahari pagi saat setelah pulang serta membawa

kembali bayi ke rumah sakit bila gejala kuning semakin memberat disertai

perburukan gejala lainnya. Ikterik yang terjadi pada bayi dipertimbangkan masih

normal (fisiologis) karena terjadi bayi berat lahir cukup, terjadi >24 jam pertama

kehidupan yaitu hari ke-3 hingga 5, toleransi minum baik, tidak ada tanda sakit

seperti demam, muntah, letargi, apneu, dan lain sebagainya. Faktor risiko ikterus

patologis seperti infeksi bakteri atau intrauterin, hipotiroid kongenital, diabetes

mellitus pada ibu, persalinan dengan alat (vacum/forceps), trauma lahir saat

34
persalinan dapat disingkirkan. Namun tetap dilakukan observasi waktu kelainan

kuning tersebut hilang. Ikterus fisiologis umumnya akan hilang pada minggu 1-2

pasca kelahiran. Tata laksana ikterus neonatorum sendiri harus dilakukan sesuai

dengan etiologi.20 Terapi sinar diindikasikan sesuai dengan kadar bilirubin total

bayi. Terapi sinar atau fototerapi dengan menggunakan pancaran sinar pada kulit

bayi untuk mengkonversikan molekul bilirubin menjadi isomer larut air yang

dapat diekskresi tubuh melalui urine.21

Bayi kemudian berangsur membaik dan dapat bernapas secara spontan

tanpa bantuan oksigen dan diperbolehkan pulang. Resep pulang berupa ASI

eksklusif 6 bulan hingga 2 tahun, kontrol imunisasi wajib, mandikan 2x sehari,

jemur bayi dibawah sinar matahari pagi, lihat perubahan dan perluasan warna

kuning di kulit, awasi tanda bahaya seperti demam, sesak napas, merintih, kejang,

badan dan kulit tampak biru, badan dan kulit semakin kuning, malas atau tidak

mau menyusui, untuk segera dibawa ke rumah sakit, serta kontrol Poliklinik Anak

Divisi Neonatologi 3 hari berikutnya yaitu 05 Februari 2018. Kontrol rutin ini

merupakan salah satu algoritma manajemen ikterus bayi baru lahir.

35

Anda mungkin juga menyukai