Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, hari ini
kita memasuki Hari Minggu Biasa VII. Intensi Misa untuk hari ini …
Di komunitas mana saja biasanya ada orang atau tokoh yang
menjadi panutan, tempat bertanya, guru, dan pemimpin. Mereka ini bertugas membimbing dan menunjukkan jalan hidup yang melegakan, yang memberi kekuatan dan membahagiakan.
Sabda Tuhan dalam Injil hari ini memuat serangkai pepatah
yang semuanya berkisar pada watak orang dan pengaruhnya pada orang lain. Roh atau spirit kebijaksanaan yang ditanamkan oleh Yesus kepada para murid-Nya diteruskan ke generasi-generasi berikutnya. Dalam hal ini juga kepada kita sekarang.
Homili
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, dalam
kehidupan relasi dengan sesama seringkali kita melakukan bercakap-cakap atau berkomunikasi. Pertanyaannya, mana yang lebih sering keluar dari mulut kita? Apakah kata-kata positif atau negatif, berita bohong atau berita kebenaran, ucapan kebencian atau sapaan kasih, berkat atau kutuk? Relasi kita dengan sesama dipengaruhi oleh apa yang keluar dari mulut. Maka kita harus berhati-hati dalam berelasi, terutama dalam berucap. Bila tidak hati-hati atau salah ucapan bisa jadi senjata makan tuan, dan akhirnya alih-alih menyerang orang lain malah menyerang diri sendiri. Saat ini sedang ramai kebiasaan saling tuduh, saling serang, saling umpat, saling perang kata, saling umbar janji. Seringkali apa yang terungkap tanpa dilandasi oleh data atau fakta hasil analisa.
Sabda Tuhan dalam bacaan pertama hari ini, memberi
gambaran yang kiranya cukup jelas. “kalau ayakan digoyang- goyangkan maka sampahlah yang tinggal, demikian keburukan manusia tinggal dalam bicaranya. Perapian menguji periuk belanga panjunan, dan ujian manusia terletak dalam bicaranya.” Jika kita sungguh mau menjadi orang beriman, maka langkah hidup kita harus mau dituntun oleh kuasa Roh Allah yang membimbing budi dan hati agar dapat menghasilkan tutur kata dan tindakan yang baik.
Dalam bacaan kedua, Rasul Paulus mengingatkan dan
sekaligus meneguhkan, “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” Maka Sabda Tuhan hari ini sungguh sangat relevan untuk mengingatkan kita akan status kita sebagai orang yang dinaungi oleh Roh Allah, membutuhkan pertobatan.
Dalam Injil hari ini, Yesus mengajak kita untuk merenungkan
tiga kesombongan diri yang membutuhkan pertobatan. Pertama, Yesus mengundang kita untuk merenungkan apa yang biasa terjadi dalam hidup sehari-hari, tetapi bisa berakibat fatal, di mana orang yang tidak tahu jalan kehidupan yang baik, memberitahu bagaimana cara mencapainya; orang yang tidak sungguh dekat dengan Tuhan mau mengajari dan menunjukkan jalan Tuhan. Itulah orang yang ‘sok pintar’. Bisa jadi ia asal bicara. Kenyataan fatal ini diungkapkan oleh Yesus melalui pernyataan-Nya: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?”
Kedua, Yesus mengajak kita untuk mawas diri, yaitu dengan
rendah hati menyadari kelemahan diri sendiri agar tidak mudah menuduh dan menghakimi orang lain atau mengata- ngatai dengan kasar dan tak pantas. Kecenderungan manusia adalah mencari kelemahan dan mengungkit-ngukit kesalahan sesama guna menutupi kekurangan sendiri. Itulah orang yang ‘sok benar’. Untuk itu Yesus mengajak kita untuk, “...keluarkanlah balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Orang bisa menjadi ‘sok pintar’ bagai orang yang tahu segalanya, atau ‘sok benar’ bagai orang yang selalu benar karena orang itu ternyata ‘sok suci’, yaitu merasa saleh tanpa salah di hadapan sesama dan mengaku bersih tanpa dosa di hadapan Tuhan. Padahala apa yang kelihatan itu keluar dari hati yang tersembunyi. Bagaimana orang suci bisa berkata benar dan berbuat sesuatu yang menyesatkan dan menghakimi sesama? Yesus menegaskan: “Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik.”
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Hari
Rabu nanti kita sudah memasuki masa prapaskah, saat di mana Gereja secara khusus menyiapkan waktu untuk kita mewujudkan pertobatan. Tiga point permenungan di atas kiranya bisa menjadi acuan bagi kita untuk menyadari bahwa kita perlu menjaga kata dan sikap serta tindakan agar damai sejahtera Allah sungguh lahir dari pribadi kita orang beriman yang sungguh digerakkan oleh Roh Allah.