Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DALAM


KEPERAWATAN

“PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)”

FASILITATOR :

Friska Ayu, S.KM., M.KKK.

OLEH :

KELOMPOK 2 KELAS 3 B

ANGGOTA KELOMPOK

1. Linda Aprilia Rahmawati NIM. 1130017058

2. Reny Yulianti NIM. 1130017063

3. Imandaria Nada Salsabila P. NIM. 1130017066

4. Fita Anggraini NIM. 1130017073

5. Windha Setyo Oetamie NIM. 1130017077

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmad- Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keselamatan Pasien dan Keselamatan
Kerja Dalam Keperawatan. Tanpa ridho- Nya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan tugas
ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui penyakit
akibat kerja dan menambah ilmu pengetahuan. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing mata kuliah Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kerja Dalam
Keperawatan dan teman – teman yang telah membantu penyusunan sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupum makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun menyadari bahwa
makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik yang dapat membangun dari para
pembaca sangat diharapkan penyusun. Terima kasih.

Surabaya, 17 September 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Penyakit Akibat Kerja ..............................................................3


2.2 Penyebab Penyakit Akibat Kerja ................................................................5
2.3 Macam – macam Penyakit Akibat Kerja ..................................................10
2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Keecelakaan Kerja .....................................14
2.5 Diagnosa Akibat Penyakit Kerja ..............................................................16
2.6 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja ..........................................................21

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................22


3.2 Saran ..........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................23

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk
jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit mengahdapi pasar global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintahan juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian dikalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari
angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamat) menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi. Bahaya-bahaya
potensial di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi (Virus, bakteri,jamur, dan
lain-lain); faktor kimia (antiseptic, gas anastesi,dan lain-lain); faktor ergonomic (cara
kerja yang salah, dan lain-lain); faktor fisik (suhu,cahaya,bising,listrik,getaran,radiasi,
dan lain-lain); faktor fisiko sosial (kerja bergilir, hubungan sesame pekerja/atasan, dan
lain-lain) dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Di Amerika serikat
5000 petugas kesehatan terinfeksi hepatitis B,47 positif HIV dan setiap tahun 600.000-
1.000.000 luka tertusuk jarum dilaporkan (diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan).
Lembaga survei di Amerika (1998) mencatat frekuensi angka kecelakaan akibat kerja
dirumah skait lebih tinggi 41% disbanding pekerja lain dnegan angka kecelakaan akibat
kerja terbesar adalah Needle Stick Injuries (NSI). (Depkes RI, 2010)
Motivasi kerja merupakan motor pendorong kegiatan seseorang kearah tujuan tertentu
dan melibatkan seluruh kemampuan untuk mencapainya. Tanpa adanya motivasi dalam
bekerja, tenaga kerja akan merasa apatis, merasakan keengganan, acuh tak acuh dalam

1
pekerjaan maupun hasil kerjanya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir
kecelakaan adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk
menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana pengertian tentang penyakit akibat kerja?

2. Bagaimana penyebab tentang penyakit akibat kerja?

3. Bagaimana macam-macam tentang penyakit akibat kerja?

4. Bagaimana faktor penyebab tentang penyakit akibat kerja?

5. Bagaiamana diagnosis tentang penyakit akibat kerja?

6. Bagaimana pencegahan tentang penyakit akibat kerja?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk memberikan informasi kepada pembaca agar lebih mengerti tentang penyakit
yang di akibatkan akibat kerja.

2. Untuk Mencegah penyakit akibat kerja guna meningkatkan keselamatan dan


kesehatan kerja.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengrtian Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) / Occupational Disease adalah penyakit yang


mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada
umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui. Penyakit yang
disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan pekerjaan (pekerja belum pernah sakit,
tetapi setelah bekerja orang tersebut menjadi sakit disebabkan faktor-faktor tertentu).
Contoh: Keracunan Pb, Asbestosis, Silikosis.
Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial
atau man made disease. Hal ini merupakan problem bagi para pekerja di berbagai
sektor. Sebagian orang menyadari bahwa penyakit yang di derita besar kemungkinan
karena pekerjaanya, tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa pekerjaan yang
ditekuninya sehari-hari sebagai penyebab penyakit tertentu.
Banyak definisi tentang Penyakit Akibat Kerja, yang semuanya terkait dengan
alat kerja dan pekerjaan. Beberapa di antaranya antara lain, “An occupational disease
may be defined simply as one that is caused, or made worse, by exposure at
work”(Cherry, 1999). Disini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu yang
disebabkan, atau diperburuk, oleh pajanan tempat kerja. Atau, “An occupational
disease is a health problem caused by exposure to a workplace hazard” (Workplace
Safety and Insurance Board-a, 2005), sedangkan dari definisi kedua tersebut, penyakit
akibat kerja adalah suatu masalah kesehatan yang disebabkan oleh pajanan berbahaya
di tempat kerja.
Dalam hal ini, pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work-place Safety and
Insurance Board (2005) antara lain;

a. Debu,gas, atau asap

b. Suara/kebisingan (noise)

c. Bahan toksis (racun)

3
d. Getaran (vibration)

e. Radiasi

f. Infeksi kuman atau virus

g. Suhu panas atau dingin yang ekstrem

h. Tekanan udara yang tinggi atau rendah yang ekstrem

Penyakit Akibat Kerja merupakan manifestasi dari kesehatan kerja, atau kondisi
kesehatan dari tenaga kerja atau pekerja. Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya
penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun
psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di


semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan
sosialnya.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang


diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaanya dari


kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai


dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengidentifikasi, menganalisa serta mengatasi


penyakit akibat kerja, adalah kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Ketiganya
memberikan andil yang sangat besar bagi timbulnya penyakit akibat kerja.

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen
tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik
seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima
diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaanya dengan baik. Kondisi atau
tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal) awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus
pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh

4
kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun
mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.

Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain)
dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.

Gangguan kesehatan pada pekerjaan dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh
bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor
pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya.

2.2 Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Penyebab Penyakit Akibat Kerja dibagi atas beberapa golongan, antara lain :
2.2.1 Golongan Fisik

a. Kebisingan

Kebisingan di definisikan sebagai bunyi yang tidak di kehendaki.


Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti
gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian,
atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditori,
misalnya gangguan terhadap pendengarandan gangguan non auditori seperti
komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya
performance kerja, kelelahan dan stress.
Bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor yaitu intensitas (Db),
frekuensi (250-4000 Hz), durasi, dan sifat. Mengacu pada distribusi energy
bunyi terhadap waktu yaitu stabil,fluktuasi, intermitten maka bising impulsive
sangat berbahaya.
Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara atau tetap (permanent)
pergeseran ambang sementara yang diinduksi bising (NITTS = Noise-Induced
Temporary Threshold Shift, atau kelelahan pendengaran) adalah kehilangan
tajam pendengaran sementara setelah paparan yang relatif singkat terhadap
bising yang berlebihan. Pendengaran pulih cukup cepat setelah bising
dihentikan. Pergeseran ambang permanen yang di induksikan bising (NIPTS =

5
Noise- Induced Permanent Treshold Shift) adalah kehilangan pendengaran
irreversible disebabkan paparan jangka panjang terhadap bising.
Berikut waktu kerja maksimum dan nilai ambang batas kebisingan di tempat
kerja berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
koperasi No. SE-01/MEN/1978 :

a. 82 dB : 16 jam per hari

b. 85 dB : 8 jam per hari

c. 88 dB : 4 jam per hari

d. 91 dB : 2 jam per hari

e. 97 dB : 1 jam per hari

1
f. 100 dB : jam per hari
4

Sedangkan jenis pekerjaan yang melinbatkan paparan terhadap kebisingan


antara pertambangan, pembuatan terowongan, penggalian (peledakan,
pengeboman), mesin berat, mesin tekstil, dan uji coba mesin jet.

b. Getaran (Vibrasi)

Ciri utama getaran adalah frekuensi (Hz) dan intensitas (diukur sebagai
amplitudo, kecepatan, dan percepatan). Getaran dapat dihantarkan keseluruh
tubuh atau hanya ke lengan yang memegang perkakas atau alat yang sedang
bergetar. Besar energi yang diabsorbsi adalah fungsi dari frekuensi, intensitas
dan lamanya getaran. Penghantaran dan penghilang getaran pada manusia
tergantung pada intensitas, postur tubuh, arah kerja geteran, tegangan otot,
sifat fisik tubuh, dan ciri-ciri antropomrtri.

Efek- efek getaran pada tangan berupa berbagai gejala non-spesifik


yang secara kolektif disebut sebagai sindrom getaran. Gangguan utama adalah
pada system vascular, saraf perifer, dan saraf skletomuskular. Beberapa
pekerjaan yang berpotensi menderita penyakit akibat getaran adalah pekerjaan
di industry logam, perakitan kapal dan otomotif, pertambangan, kehutanan,
dan lain-lain.

c. Radiasi Ionisasi
6
Radiasi ionisasi meruapkan bentuk-bentuk radiasi pada interaksi
dengan materi, membangkitkan partikel-partikel bermuatan listrik (ion) yang
berlawanan. Radiasi ionisasi buatan dipakai dalam industri, pertanian,
kedokteran, dan riset ilmiah. Sumbernya dari alat-alat listrik berenergi tinggi
(mesin sinar X atau akselerator partikel) atau radionuklid. Para penambang
uranium dan pekerja pabrik dan pengolahannya, pekerja reactor nuklir dan
proyek energi atom, operator radiografi industry, petugas kesehatan radiologis,
pekerja produksi radionuklid, para ilmuwan yang menggunakan bahan
radioaktif untuk riset adalah yang beresiko terbesar terpapar radiasi ionisasi.

Paparan radiasi ionisasi terjadi dengan 2 cara yaitu:

1. Paparan ekstrnal berasal dari sumber-sumber di luar tubuh. Dan


efeknya tergantung pada daya tembus radiasi dimana kulit luar
mengabsorpsi sebagian besar radiasi dengan daya tembus rendah, daya
tembus yang tinggi mencapai jaringan organ dalam.

2. Paparan internal oleh zat-zat radioaktif yang masuk ke tubuh melalui


inhalasi (debu radioaktif, uap, atau gas), walaupun jalan masuk dengan
penelanan dan penetrasi kulit dapat bermakna. Mekanisme absorpsi,
distribusi, biotransformasi serta eksresi radionuklid adalah sama seperti
zat radioaktif lain.

Beberapa jenis radiasi ionisasi :

1. Radiasi laser

2. Radiasi inframerah

3. Radiasi Ultraviolet

4. Radiasi sinar Ro dan Sinar Gamma

Pekerjaan yang berhubugan dengan radiasi ionisasi seperti pekerjaan di


pertambangan uranium, pengelolahan uranium, proyek energy atom
lain-lain.

d. Suhu Ekstream

7
Suhu ekstrem dibagi: bagian yaitu suhu rendah dan suhu tinggi dengan
suhu tubuh manusia sebagai patokan. Pekerjaan yang berhubungan dengan
suhu ekstrem adalah seperti pekerjaan penyelaman, penambangan,
kehutanan, dan lain-lain.

e. Tekanan udara mampat


Udara mampat adalah udara pada tekanan yang lebih tinggi
daripada tekanan permukaan laut (tekanan atmosfernormal). Pekerjaan
yang melibatkan paparan terhadap udara mampat adalah perkerjaaan
terowongan, operasi caisson, penyelaman, dan lain-lain.

2.2.2 Golonggan kimiawi

Beberapa jenis zat-zat kimia yang sering dijumpai ditempat kerja dan yang dapat
menimbulkan penyakit akibat kerja adalah:

a. Air raksa dan senyawa toksinya

Air raksa adalah satu logam cair keperakan dengan titik leleh 39 o c. logam ini
menguap pada suhu ruangan. Air raksa membentuk berbagai persenyawaan baik organic
(oksida,perida dan nitrat) maupun organic ( alkyl dan aril). Toksisitas senyawa air raksa
dengan kelarutan yang rendah dalam air biasanya rendah.

b. Karbon disulfida

Karbon disulfida murni adalah suatu cairan berwarna dan sangat refraktif dengan bau
aromatic manis. CS2 kualitas komersial dan kualitas reagen merupakan cairan kekuningan
dengan bau busuk. Cairan ini mudah menguap dan terbakarar, dan uapnya mudah meledak.

Pekerjaan dengan resiko paparan terhadap karbon disulfida seperti pekerjaan pada
industi bubur selulosa (vicose), yang melepaskan uap karbon disulfida dengan Hydrogen
sulfide ( H 2 S).

c. Alkohol dan Glikol

Alkohol adalah hidrokarbon dengan satu atom Hidrogen diganti oleh satu gugus
hidroksil [OH], dan glikol adalah hidro karbol dengan dua gugus hidroksil. Alkohol rantai
pendek dan sedang berupa cairan, dan beberapa diantaranya, ( metal alkohol dan etil alkohol )

8
sangat mudah menguap. Glikol berupa cairan kental tidak mudah menguap dan berbau manis.
Pekerjaan yang terpapar terhadap alkohol dan glikol adalah pekerja pada proses produksi
yang mempergunakan bahan-bahan ini seperti pekerja pada proses pembuatan zat pewarna,
pencelup, tukang cetak, dan lain-lain.

2.2.3 Golongan Biologis

Agen penyebab pada golongan biologis adalah virus, klamidia dan riketsia, bakteria,
jamur, protozoa dan cacing. Penyakit infeksi dan parasite terkait kerja kebanyakan ditemukan
pada pertanian, rumah sakit, laboratorium, klinik, ruang otopsi, kehutanan, dan lain-lain.

Penyakit pada infeksi dan parasit terkait kerja banyak ditemukan pada :

a. Pekerjaan pertanian

b. Tempat kerja tertentu dinegara beriklim panas dan belum maju.

c. Rumah sakit, klinik, laboratorium, ruang otopsi, dan lain-lain.

d. Pekerjaan terkait penanganan hewan dan produk-produknya.

e. Pekerjaan lapangan yang kontak dengan kotoran hewan.

Ada agen yang menembus kulit utuh (antraks, tulameria), ada juga menembus kulit
rusak (rabies, tetanus). Beberapa pathogen protozoa masuk ke tubuh melalui gigitan
serangga, inhalasi percikan, spora atau debu tercemar, makanan dan air terkontaminasi.

Pekerjaan Penyakit
Pertanian, pertenakan, kehutanan, Di daerah tropis dan sedang: antraks,
penjeratan hewan dan perburuan virus oleh arthropoda (mis:pes), infeksi
jamur, demam Q, rabies, histoplasmosis
Hanya di daerah tropis: virus oleh
arthropoda (mis: demam kuning,
demam berdarah), cacing tambang
malaria.
Pekerjaan bangunan, pembukaan lahan, Kokidiomikosis, cacing tambang,
menggali selokan, membersihkan parit histoplasmosis, leptospirosis, tetanus,
dan penambangan seposis luka.
Penanganan dan pengepakan sapi dan Tuberkolosis povin, demam Q,
ikan tularemia

9
Penamganan ayam dan burung Infeksi jamur, ornitosis, virus Newcastle
Pekerjaan dengan rambut, kulit, dan wol Antraks, demam Q
Dokter hewan Tuberculosis, demam Q, rabies, om
tiosis, infeksi jamur, tularemia.
Dokter, Perawat, petugas laboratorium Hepatitis virus, tuberculosis dan infeksi
menular lainya.
Pekerjaan dengan kondisi hangat dan Infeksi jamur kulit
lembab (dapur, ruang senam, kolam
renang)
Tabel 1. Ringkasan Pekerjaan dan Penyakit Infeksi dan Parasit

2.2.4 Golongan fisiologis

Tempat kerja yang kurang ergonomis tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi
manusia (postur kerja salah). Tempat kerja yang kurang ergonomis dan postur kerja yang
salah memiliki dampak yang sama yaitu berakibat cacat pada tubuh.

2.2.5 Golongang Fisikososial

Penyakit akibat kerja pada golongan fisikososial diakibatkan beban kerja yang terlalu
berat dan melebihi kapasitas kerja manusia.

2.3 Macam-macam Penyakit Akibat Kerja

Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain: Pencemaran udara oleh partikel
dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah manusia,yaitu lewat kegiatan
industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya,
tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel
udara sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang tercemar oleh
partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau
pneumoconiosis.

Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya


partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis
banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap kedalam
paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosisyang banyak dijumpai di daerah yang

10
memiliki banyak kegiatan industridan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi,
antrakosis, dan beriliosis

a. Penyakit Silikosis

Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang
terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap.Debu silikabebas ini banyak
terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton,bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir,menggerinda) dll. Selain dari itu, debu silika juga banyakterdapatdi tempat
penampang besi, timah putih dan tambang batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan
bakar juga banyak menghasilkam debu silikabebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silikaakan
keluar dan terdispersi ke udara bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu
alumunia, oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk
tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasankeselamatan dan kesehatan kerja
dan lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.

b. Penyakit Asbestosis

Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau
serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat,
namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada
pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik
beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke dalam paru-
paru akan mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak.
Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan
pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut.
Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan
kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan
asbestosis ini.

c. Penyakit Bisnosis

Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu


kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru.
Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil,
perusahaan,atau pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup
lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak

11
nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja
pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit
tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga
disertai dengan emphysema.

d. Penyakit Antrakosis

Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh


debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang
batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara,
seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal
laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan
bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni,
penyakit silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilkoantrakosis.

e. Penyakit Beriliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam
murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit
saliran pernafasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan
nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit
demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-
pekerja industriyang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada
pabrik fluoresen, pabrik pembuatantabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan
bahan penunjang industri nuklir.

f. Penyakit Saluran Pernafasan

PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut
misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut
atau karena virus kronis, misal: asbestosis. Seperti gejalaChronic Obstructive
Pulmonary Disease(COPD)atauedema paru akut. Penyakit inidisebabkan oleh bahan
kimia seperti nitrogen oksida.

g. Penyakit Kulit

Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam


kehidupan, dan kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90%

12
merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat
pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat
peka,atau karena faktor lain.

h. Kerusakan Pendengaran

Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan


kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat
pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan
pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang
pendengaran.

i. Gejala pada Punggung dan Sendi

Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat
pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang
tidak wajar.

j. Kanker

Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang


disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja
(karsinogen) sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi
epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai>20 tahun
sebelum diagnosis.

k. Coronary Artery

Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan
kimia lain di tempat kerja.

l. Penyakit Liver

Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau
sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang
ada.

m. Masalah Neuropsikiatrik

13
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan. Neuropati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol,atau
tidak diketahui penyebabnya.Depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau
masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari
stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven)
dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah,
merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu,
Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

n. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya

Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia


atau lingkungan sick building syndrome.Multiple Chemical Sensitivities(MCS),
misal: parfum, derivate petroleum, rokok.

2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja

2.4.1 Faktor Fisik

1. Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian

2. Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi,


Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke

3. Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan Katarak

4. Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis

5. Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh


manusia

6. Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease

7. Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme,


Polineurutis

2.4.2 Faktor Kimia

Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil


samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas,
uap maupun partikel Cara masuk tubuh dapat melalui saluran

14
pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara
akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi,korosif,
asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin. Terjadi pada
petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-
obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.

2.4.3 Faktor Biologi

a) Viral Desiases: rabies, hepatitis

b) Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus

c) Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistos omiasis

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang


biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli
dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi,dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan
sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus.Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan
cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar,
sebagai contoh dokter di Rumah Sakitmempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3
kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas
Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan
yang tercemar kuman patogen maupundebu beracun mempunyai peluang terkena
infeksi.

15
2.4.3 Faktor Ergonomi/Fisiologi

Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja,
lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh:
kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi,
dan kecelakaan. Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses,dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan
kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-
tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara
populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man
and to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di perkantoran atau
Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang
ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan
peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya
tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang
kerja (low back pain).

2.4.4 Faktor Psikologi

Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan,


hubungan kerja komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang,
kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa
stress. Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara
lain:

1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup


mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan
dan keramahan-tamahan

2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

16
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan
atau sesama teman kerja.

4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor


formal ataupun informal.

2.5 Diagnosa Akibat Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu


dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.Pendekatan tersebut dapat
disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

a. Menentukan diagnosis klinis

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan


memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan
untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau
tidak.

b. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk
ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan
teliti, yang mencakup:

1. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita


secara kronologis

2. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

3. Bahan yang diproduksi

4. Materi (bahan baku) yang digunakan

17
5. Jumlah pajanannya

6. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

7. Pola waktu terjadinya gejala

8. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)

9. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,


label, dan sebagainya)

c. Menentukan apakah pajanan tenaga kerja selama ini

Memang dapat menyebabkan penyakit tersebut Apakah terdapat bukti-bukti


ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami
menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan
adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang
mendukung,

d. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih
lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja.

e. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaanyang


dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat adanya
pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai
riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih
sensitif terhadap pajanan yang dialami.

f. Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab

18
penyakit? Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

g. Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan


berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu
penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak
akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit


telah ada pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian
di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat
baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila
memungkinkan),dan data epidemiologis.

2.6 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:

1. Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur

2. Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut

3. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang


berkelanjutan Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang
dapat ditempuh seperti berikut ini:

a. Pencegahan Pimer - Healt Promotio

1. Perilaku kesehatan

2. Faktor bahaya di tempat kerja

3. Perilaku kerja yang baik

19
4. Olahraga

5. Gizi

b. Pencegahan Skunder – Specifict Protectio

1. Pengendalian melalui perundang-undangan

2. Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja

3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)

4. Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

c. Pencegahan Tersier

1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja

2. Pemeriksaan kesehatan berkala

3. Pemeriksaan lingkungan secara berkala

4. Surveilans

5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja

6. Pengendalian segera ditempat kerja

Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang


wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan
secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan
kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut.
Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan
cacat.

Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.

a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur,dan


dikontrol.

b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat


diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan.

20
Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan
penanganan yang tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja
sangat penting. Sekurang kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam deteksi dini yaitu:

a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis


laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan
terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB),
sitologi sputum yang abnormal,dan sebagainya.

b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilaimelalui


pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji
kapasitas kerja fisik, uji saraf,dan sebagainya.

c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat


medis. Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap
pelarut-pelarut organik. Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan
lain yang dapat ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan.Pemeriksaan
kesehatan ini meliputi:

1. Pemeriksaan sebelum penempatan

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau


ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman
terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang
ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta
organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang
sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah
sekian lama bekerja.

2. Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan


dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum
penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan
pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang

21
jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem
tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di
tempat kerja, sebagai contoh,audiometri adalah uji yang sangat penting
bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising.
Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk
mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis,
karena lingkungan kerja tercemar debu.

22
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sebagai suatu system program yang dibuat bagi pekerja maupun


pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat
menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja,dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian. Tujuan dari dibuatnya system ini adalah untuk dari dibuatnya
system ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah
menjadi melalui pencegahan sekunder dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang kesehatan dan keselamataan kerja.

3.2 Saran

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan


karena skait dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau Negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan
kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. Universitas
Sumatra Utara. Sumatra.
Harington. 2005. Buku saku Kesehatan Kerja. Jakarta:ECG
Ridley,Jhon. 2008. Kesehatan Keselamatan Kerja Edisi ke 3. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Suwardi, dkk. 2018. Pedoman Praktis K3LH. Yogyakarta: PENERBIT GAVA
MEDIA

24

Anda mungkin juga menyukai