Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertahanan hidup semua organisme mengharuskan terjadinya liminasi benda
asing, misalnya agen yang mengakibatkan infeksi, dan jaringan yang rusak. Fungsi –
fungsi ini dibantu oleh respons tubuh yang komplek, yang disebut radang. Radang
merupakan suatu respons perlindungan yang melibatkan sel tubuh, pembuluh darah,
serta protein dan mediator lain dengan tujuan mengeliminasi penyebab penyebab utama
jejas sell, demikian pula sel nekrotik dan jaringan sebagai akibat pengaruh awal dan
memulai proses pemulihan jaringan. Upaya radang untuk untuk melakukan proteksi
adalah dengan mengencerkan, merusak, atau menetralkan agen berbahaya (misalnya,
mikroba, toksin). Kemudian akan terjadi mekanisme untuk penyembuhan dan
pemulihan daerah yang terkena jejas. Infeksi dapat berlanjut tanpa terkendali dan luka
tidak akan sembuh.
Walaupun radang membantu menghilangkan infeksi dan stimulus membahayakan
lainnya dan memulai proses penyembuhan jaringan, reaksi radang dan proses
penyembuhan jaringan dapat pula mengakibatkan kerugian. Sel dan molekul untuk
pertahanan diri, termasuk leukosit dan protein plasma , biasanya beredar di dalam
darah, dan tujuan reaksi radang adalah agar sel dan molekul tersebut dialirkan ke tempat
infeksi atau jaringan yang mengalami cedera.
Radang bisa akut dan atau kronik. Radang akut terjadi cepat dan memakan waktu
singkat, berlangsung selama beberpa menit sampai beberapa hari, dan memberikan
gambaran khas tentang timbulnya cairan dan eksudasi protein plasma dan akumulasi
leukosit neutrofil yang banyak. Radang kronik terjadi secara bertahap, dalam peiod
yang lebih lama (hitungan hari hingga tahun), dan ditandai dengan penimbunan limfosit
dan makrofag disertai ploriferasi vaskular dan fibrosis (jaringan parut).
Radang diinduksi oleh mediator kimia yang dihasilkan oleh sel tubuh untuk
merespons stimulus yang merugikan.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana definisi radang ?
b. Bagaimana proses terjadinya radang akut ?
c. Bagaimana proses terjadinya radang kronik ?
d. Bagaimana efek sistemik radang ?
e. Bagaimana tinjauan pemulihan jaringan ?
f. Bagaimana regenerasi sel dan jaringan ?
g. Bagaimana proses pembentukan jaringan parut ?
h. Apa Faktor Yang Mempengaruhi Pemulihan Jaringan ?
i. Bagaimana Contoh Klinis Terpilih dari Pemulihan Jaringan dan Fibrosis ?
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami tentang respon radang dan pemulihan


jaringan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami definisi radang.
b. Mahasiswa mampu memahami proses terjadinya radang akut.
c. Mahasiswa mampu memahami proses terjadinya radang kronik.
d. Mahasiswa mampu memahami efek sistemik radang.
e. Mahasiswa mampu memahami tinjauan pemulihan jaringan.
f. Mahasiswa mampu memahami regenerasi sel dan jarigan.
g. Mahasiswa mampu memahami proses pembentukan jaringan perut.
h. Mahasiswa mampu mengetahui faktor yang mempengaruhi pemulihan
jaringan
i. Mahasiswa mampu memahami contoh klinis dari pemulihan jaringan .
1.4 Manfaat Penulisan
a. Merupakan media memperoleh pengetahuan pembelajaran respon radang
dan pemulihan jaringan.
b. Memperoleh dan menambah pengetahuan mengenai respon radang dan
pemulihan jaringan.
c. Merupakan bahan masukan bagi calon perawat dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dengan masalah keperawatan respon radang dan
pemulihan jaringan.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Radang
Radang merupakan suatu respons perlindungan yang melibatkan sel tubuh,
pembuluh darah, serta protein dan mediator lain dengan tujuan mengeliminasi
penyebab penyebab utama jejas sell, demikian pula sel nekrotik dan jaringan sebagai
akibat pengaruh awal dan memulai proses pemulihan jaringan. Upaya radang untuk
untuk melakukan proteksi adalah dengan mengencerkan, merusak, atau menetralkan
agen berbahaya (misalnya, mikroba, toksin). Kemudian akan terjadi mekanisme untuk
penyembuhan dan pemulihan daerah yang terkena jejas. Infeksi dapat berlanjut tanpa
terkendali dan luka tidak akan sembuh.

Gambar 1. Komponen respon radang akut dan radang kronik serta fungsi utamanya.
Peran sel tersebut dan molekul radang (Sumber: Buku Ajar Patologi Robbins(2015)

Walaupun radang membantu menghilangkan infeksi dan stimulus membahayakan


lainnya dan memulai proses penyembuhan jaringan, reaksi radang dan proses
penyembuhan jaringan dapat pula mengakibatkan kerugian. Sel dan molekul untuk
pertahanan diri, termasuk leukosit dan protein plasma , biasanya beredar di dalam
darah, dan tujuan reaksi radang adalah agar sel dan molekul tersebut dialirkan ke tempat
infeksi atau jaringan yang mengalami cedera.

3
Radang bisa akut dan atau kronik. Radang akut terjadi cepat dan memakan waktu
singkat, berlangsung selama beberpa menit sampai beberapa hari, dan memberikan
gambaran khas tentang timbulnya cairan dan eksudasi protein plasma dan akumulasi
leukosit neutrofil yang banyak. Radang kronik terjadi secara bertahap, dalam peiod
yang lebih lama (hitungan hari hingga tahun), dan ditandai dengan penimbunan limfosit
dan makrofag disertai ploriferasi vaskular dan fibrosis (jaringan parut).
Radang diinduksi oleh mediator kimia yang dihasilkan oleh sel tubuh untuk
merespons stimulus yang merugikan. Ketika mikroba masuk ke dalam jaringan atau
jaringan menjadi cedera, infeksi atau kerusakan diketahui oleh sel tubuh, terutama
makrofag, tapi juga sel dendrit, sel mast, dan sel lainnya. Sel – sel tersebut mensekresi
molekul (sitokin dan mediator lain) yang menginduksi dan mengatur respons radang
selanjutnya. Mediator radang juga diproduksi dari protein plasma yang bereaksi dengan
mikroba atau terhadap jaringan yang cedera. Beberapa mediator akan menyebabkan
aliran plasma dan pengumpulan leukosit yang beredar menuju tempat dimana agen
yang mengganggu berada. Leukosit akan diaktifkan dan akan menghilangkan agen
yang mengganggu melalui fagositosis. Efek samping yang merugikan akibat
pengaktifan leukosit adalah kerusakan pada jaringan normal. Manifestasi eksternal dari
radang , seringkali disebut tanda kardinal, adalah panas (kalor), warna kemerahan
(rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi (functio laesa).
Manifestasi itu terjadi sebagai akibat perubahan vaskular dan pengumpulan dan
pengaktifan leukosit.
Radang secara normal terkendali dan membatasi diri, Mediator dan sel akan
teraktifkan hanya terhadap respons yang merugikan dan berumur singkat, dan akan
terjadi degradasi atau menjadi inaktif apabila agen penyebab jejas tereliminasi. Sebagai
tambahan berbagai mekanisme anti – radang menjadi aktif. Apabila agen yang
merugikan tidak dapat segera dihilangkan akan terjadi radang kronik, yang dapat
menimbulkan berbagai akibat patologis gawat.
2.2 Radang Akut
Respons radang akut ialah terkumpulnya leukosit dan protein plasma ditempat jejas.
Sampai ditempat tersebut, leukosit akan memusnahkan agen penyebab dan memulai
proses pencernaan dan pembersihan jaringan nekrotik. Radang akut mempunyai dua
komponen utama (Gambar 2):

4
a. Perubahan vaskular adalah perubahan pada rongga kaliber pembuluh yang
mengakibatkan pertambahan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan pada
dinding pembuluh yang memungkinkan protein plasma keluar dari pembuluh
darah (peningkatan permebialitas vaskular). Juga terjadi pengaktifan sel
endotel, yang menyebabkan perlkatan leukosit meningkat dan migrasi leukosit
melalui dinding pembuluh.
b. Akibat pada sel : terjadi emigrasi leukosit keluar dari sirkulasi dan akumulasi
ditempat cedera (pengumpulan sel), diikuti oleh pengaktifan leukosit, untuk
mengeliminasi agen yang merugikan. Leukosit utama pada radang akut ialah
neutrofil (leukosit polimorfonukleus).

Gambar 2. Reaksi vaskular dan selular radang akut.

(Sumber: Buku Ajar Patologi Robbins(2015)

1. Stimulus Radang Akut


a. Reaksi radang akut dapat dipicu oleh berbagai stimulus, diantaranya :
b. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) merupakan penyebab radang tersering dan
terpenting dalam klinis.
c. Trauma (tumpul atau tajam) dan berbagai agen fisis dan kimia (misalnya jejas
termal, seperti luka bakar atau luka pembekuan, radiasi, toksisitas akibat

5
pengaruh lingkungan kimia lingkungan) akan menciderai sel tubuh dan memicu
reaksi radang.
d. Nekrosis jaringan (akibat semua sebab), termasuk iskemia (seperti infark
miokardium) dan jejas fisis dan kimia.
e. Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan, deposit, kristal).
f. Reaksi imun (juga disebut reaksi hipersensitif) terhadap substansi lingkungan
atau terhadap jaringan “sendiri”. Karena stimulus untuk respons radang ini tidak
dapat dieliminasi atau dicegah, maka reaksi itu cenderung menetap, dengan
gambaran reaksi radang kronik. Istilah “penyakit radang akibat reaksi imun”
dipergunakan untuk kelainan ini.
2. Perubahan Vaskular
Reaksi vaskular utama pada radang akut ialah peningkatan aliran darah
yang terjadi sekunder akibat dilatasi pembuluh dan peningkatan permeabilitas
vaskular, kedua hal tersebut dirancang untuk membawa sel darah dan protein
menuju tempat infeksi atau tempat jejas. Pada tahap awal, stimulus yang
merugikan seperti mikroba dihadapi oleh makrofag dan sel lain di jarigan ikat ,
kemudian akan diikuti reaksi vaskular yang dipicu oleh interaksi ini da akan
mendominasi respons fase awal.
a. Perubahan Rongga Vaskular dan Aliran Darah
Perubahan pada pembuluh terjadi segera setelah infeksi atau jejas namun
kecepatan terjadinya berbeda tergantung pada jenis dan beratnya stimulus awal
peradangan.
1) Setelah vasokonstriksi sebentar (berlangsung hanya beberapa detik) terjadi
vasolidatasi arteroil, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah
setempat sehingga pada bagian ujung daerah kapiler penuh berisi darah.
Ekspansi vaskular ini akan memberi warna merah (eritema) dan rasa panas
merupakan tanda khas radang akut, dan disebutkan sebagai dua tanda
kardinal (utama) pada radang akut.
2) Pembuluh darah kecil menjadi lebih permeabel dan cairan kaya protein
akan mengalir keluar ke jaringan ekstravaskular. Hal ini mengakibatkan
peningkatan konsentrasi sel darah merah di darah yang mengalir, sehingga
menigkatkan viskositas dan dan memperlambat aliran darah. Kelainan ini
tampak secara mikroskopik tampak banyak pembuluh darah kecil yang
melebar dn berisi penuh dengan sel darah merah, dan disebut stasis

6
3) Setelah timbulnya stasis, leukosit (terutama neotrofil) mulai berkelompok
pada permukaan vaskular endotel pembuluh darah – suatu proses yang
disebut marginasi. Hal ini merupakan langkah awal leukosit keluar ke
jaringan itestisium melalui dinding pembuluh darah.
b. Peningkatan Permeabilitas Vaskular
Beberapa mekanisme berperan pada peingkatan permeabilitas vaskular pada
reaksi radang akut. :
1) Kotraksi sel endotel yang meyebabkan terbentukya celah antar sel pada
venula postkapiler merupakan sebab tersering peningkatan permeabilitas
vaskular
2) Jejas Endotel mengakibatkan kebocoran vaskular dengan nekrosis dan
lepasya sel endotel. Sel endotel akan rusak setelah cedera berat, misalnya
luka bakar dan beberapa infeksi. Umumnya, kebocoran terjadi segera setelah
cedera dan berlangsung beberapa jam (atau hari) hingga terjadi trombosis
pada pembuluh yag rusak tersebut atau terjadi pemulihan.
3) Peningkatan transit protein melalui jalur vesikular intrasel akan menambah
permeabilitas vena, terutama setelah berhadapan dengan beberapa mediator
misalnya faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Transit terjadi
melalui jalur yang terbentuk karena fusi vesikel intrasel.
4) Kebocoran pembuluh darah baru. Pemulihan jaringan melibatkan
pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis). Pembuluh darah baru
yang terjadi tetap mengalami kebocoran, sebelum proliferasi sel endotel
cukup matang sehingga terbentuk batas antar sel.
3. Kejadian Seluler : Pengumpulan dan Pengaktifan Leukosit
1) Pengumpulan Leukosit

Leukosit biasanya akan mengalir lancar di darah dan pada radang,


leukosit perlu dihentikan dan dibawa ke agen perusak atau tempat
kerusakan jaringan, yang biasanya terletak di luar pembuluh. Marginasi dan
Berguling. Saat darah mengalir dan kapiler menuju vena, sel yang mengalir
akan terdorong ke arah dinding pembuluh. Karena sel darah merah lebih
kecil maka akan bergerak lebih cepat daripada sel darah putih yang lebih
besar, maka leukosit akan terdorong keluar aliran sentral sehingga
kesempatan untuk interaksi dengan sel endotel yang melapisi dinding

7
meningkat, khususnya ketika mulai terjadi statis. Proses leukosit yag
berkumpul ditepi pembuluh darah disebut marginasasi. Sel endotel yang
diaktifkan oleh sitokin dan mediator lain yang terbentuk setempat, akan
mengekspresikan molekul adhesi sehingga leukosit akan melekat dengan
daya lemah. Sel ini akan dengan mudah melekat da melepas sehigga mulai
bergulir pada permukaan endotel, suatu proses yag disebut berguling.
Interaksi yang lemah dan singkat pada proses berguling di mediasi oleh
molekul adhesi kelompok selektin (Tabel 2-2). Selektin merupakan reseptor
yang diekspresikan. Pada leukosit dan endotel yang mengandungi unsur
ekstrasel yag mengikat gula (asal nama lektin).
Selektin akan mengikat oligosakarida yang mengalami sialylasi
(misalnya sialy-Lewis X pada leukosit) yang menempel pada glycoprotein
mirip mucin di berbagai sel. Ekspresi selektin dari endotel biasanya terjadi
pada tingkat rendah atau kadang – kadang tidak dijumpai sama sekali pada
endotel yang tidak teraktifkan, dan akan meningkat setelah rangsangan
sitokin dan mediator lain, sehingga ikatan leukosit terbatas hanya pada
endotel ditempat cedera (tempat mediator dihasilkan ). Misalnya pada sel
endotel yang tidak teraktfikan, P-selektin dijumpai pada benda Weibel-
Palade intrasel, namun beberapa menit setelah perkenalan denggan
mediator seperti histamin atau trombin, P-selektin didistribusikan pada
permukaa sel , dan akan mempermudah pengikatan leukosit juga, E-selektin
dan ligan untuk L-selektin, yag biasanya tidak terekspresi pada endotel
normal juga terbentuk setelah stimulasi oleh sitokin IL-1 dan TNF.
Apabila leukosit yang menempel berhadapan dengan kemokin maka
sel teraktifkan dan integrin mengalami perubahan serupa dan berkelompok,
sehingga berubah ke bentuk afinitas tinggi. Pada saat sama sitokin lain yaitu
TNF dan IL-1 (juga dihasilkan pada tempat infeksi dan cidera) akan
mengaktifkan sel endotel untuk meningkatkan ekspresi ligan terhadap
integrin. Ligan termasuk molekul adhesi-1 intersel (ICAM-1) yang akan
mengikat pada antigen-1 yang berhubungan dengan fungsi leukosit integrin
(LFA-1), juga disebut (CD11a/CD18) dan antigen makrofag-1 (Mac-1)
yaitu CD11b/CD18, dan molekul adhesi sel vaskkular (VCAM-1), yang
akan terikat pada integrin ‘very late antigan-4’ (vla-4) (tabel 2-2). Ikatan
integrin melalui ligan akan memberikan sinyal pada leukosit sehingga

8
mengakibatkan perubahan sitoskeletal yang akan memulai perlekatan kuat
pada substrat. Hasil akhir dari peningkatan afinitas integrin akibat stimulasi
sitokin dan peniingkatan ekspresi ligan integrin adalah perlekatan erat
leukosit dengan sel endotel pada daerah radang.

Tabel 1. Molekul Endetol dan Molekul Adhesi Leukosit. (Sumber: Buku


Ajar Patologi Robbins(2015)

Jenis leukosit yang bermigrasi tergantung pada lamanya respons


radang dan jenis stimulus. Pada kebanyakan radang akut, terutama dijumpai
neutrofil pada ilfitrat radang pada 6 sampai 24 jam pertama dan akan diganti
oleh monosit dalam waktu 24 sampai 48 jam.
2) Pengaktifan Leukosit
Pengangktifan leukosit menghasilkan peningkatan fungsi :
a) Fagositosis partikel
b) Destruksi intrasel mikroba dan jaringan mati yang telah di fagosit oleh
substansi yang dihasilkan oleh fagosom termasuk oksigen reaktif dan
spesies nitrogen serta enzim lisosom.
c) Pelepasan substansi yang memusnahkan mikroba dan jaringan mati
ekstrasel, umumnya sama dengan sunstansi yang diproduksi didalam
vesikel fagosit. Menurut mekanisme yang baru diketahui, neutrofil
memusnahkan mikroba ekstrasel dengan pembentukan “jebakan”
ekstrasel.

9
d) Produksi mediator, termasuk metabolit asam arakidonat dan sitokin,
yang akan memperbesar reaksi radang melalui peningkatan
pengumpulan dan pengaktifan leukosit baru.

Gambar 3. Fagositosis (Sumber: Buku Ajar Patologi Robbins(2015)

Leukosit mengikat dan mencerna mikroorganisme dan sel mati melalui


reseptor spesifik permukaan sebagian dari reseptor ini memngenali komponen
mikroba dan sel mati dan reseptor lain mengenali protein tubuh, disebut opsonim,
yang elapisi mikroba untuk menjadi sasaran fagositosis (proses yang disebut
opsonisasi). Ikatan partikel yang sudah diopsonisasi dengan reseptor akan
memicu penyelubungan (engulfment) dan menginduksi aktivitas sel yang
mempercepat degradasi mikroba yang telah dicerna. Pada penyelubungan ,
pseudopodi akan memanjang melingkari objek , membentuk vakuol fagosit.
Membran vakuol akan bersatu dngan membran granula lisosom, sehingga isi
granula masuk ke dalam fagolisosom.
Mematikan dan degradasi mikroba yang telah difagositosis. Kulminasi
kegiatan fgositosis mikroba ialah mematikan dan mendegradasi partikel yang
telah dicerna. Substansi mikrobisida terepenting ialah spesies oksigen reaktif
(ROS) dan enzim lisosom. Oksidasi fagosit hanya aktif setelah subunit sitosolik
bertranslokasi ke membran fagolisosom, sehingga hasil akhir produk reaktif
hanya dikeluarkan terbatas dalam vesikel, dan fagosit sendiri tidak menjadi rusak.
H₂O₂ dipecah menjadi air dan O₂ oleh katalase, dan ROS lain mengalami
degradasi. Spesies reaktif nitrogen, khususnya oksida nitrat (NO), bertindak sama
seperti ROS.

10
Mikroorganisme yang mati akan mengalami degradasi melalui kerja
hidrolase asam lisosom. Kemungkinan enzim lisosom terpenting yang
mengakibatkan kematian bakteri ialah elastase. Sekeresi substansi mikrobisidal
pada fagosit terutama penghancuran difagolisosom agar leukosit tidak merusak
diri sndiri. Leukosit juga secara aktif mensekresi komponen granula termasuk
enzim seperti elastase, yang akan merusak dan mencerna mikroba ekstrasel dan
jaringan mati demikian juga peptida antimikroba. Perangkap Neutrofil Ekstrasel
(NET). Adalah jaringan fibril ekstrasel yang dihasilkan oleh neutrofil sebagai
respons terhadap pantogen infektif (terutama bakteri dan jamur) dan mediator
radang (seperti kemokin, sitokin, komplemen protein dan ROS). Perangkap ini
menyediakan substansi antimikroba dala konsentrasi tinggi di tempat infeksi, dan
mencegah perjalanan mikroba dengan menangkap mikroba tersebut dalam fibril.
Pada proses ini inti neutrofil jadi musnah, mengakibatkan kematian sel. NET juga
dideteksi pada neutrofil darah selama sepsis. Kromatin inti pada net, yang
termasuk histon dari DNA terkait, diperkirakan menjadi sumber antigen inti pada
penykit autoimun sistemik, terutama lupus, dimana penderita bereaksi melawan
DNA dan nukleoprotein.
4. Cedera Jaringan Akibat Leukosit
Karena leukosit mampu menssekresi substansi yang berpotensi merugikan seperti
enzim dan ROS, leukosit menjadi penyebab penting terjadinya cedera pada sel dan
jaringan normal dalam beberapa situasi :
a Sebagai reaksi pertahanan normal melawan mikroba yang infektif, dimana
jaringan sekitar mengalami cedera. Pada infeksi ini sukar dihilangkan, misalnya
tuberkulosa dan beberapa penyakit virus, rspon tubuh lebih banyak menambah
proses patologis daripada mikrobanya sendiri.
b Upaya normal untuk menghilangkan jaringan rusak dan jaringan mati (Misalnya
setelah infark miokardium). Pada infark, radang akan memperpanjang dan
memperburuk akibat merugikan dari iskemia, khususnya pada reperfusi
c Apabila pada respons radang secara tidak tepat ditujukkan pada jaringan tubuh,
seperti pada beberapa penyakit autoimun, atau tubuh bereaksi berlebihan terhadap
substansi lingkunga yang nontosik, seperti penyakit alergi termasuk asma.
5. Defek pada Fungsi Leukosit
Leukosit memainkan peran utama pada pertahanan tubuh,defek fungsi
leukositbaik di dapat atau di turunkan, baik mengakibatkan kerentanan lebih tinggi

11
baik timbulnya infeksi yang bisa di ulang dan membahayakan nyawa, (tabel 2-4)
penyakit yang sering radang akibat defek adalah supresi sumsunm tulang sebagai
dari tumor dan pengobatan dengan kemoterapiatau radiasi(terjadi penurunan jumlah
leukosit) dan penyakit metabolit seperti diabetes (menyebabkan fungsi abnormal
leukosit).
6. Akibat Radang Akut
Radang akut umumnya akan menghasilkan satu dari tiga akibat di bawah ini
(gambar 2-10) :

Gambar 4. Hasil Radang akut (Sumber: Buku Ajar Patologi Robbins(2015)


a Resolusi, regenerasi dan pemulihan jaringan apabila jejas terbatas dan umur
pendek, kerusakan jaringan minimal atau tida ada yang rusak,dan jaringan yang
cedera mampu menggadakan regenerasi maka hasil akhir biasanya struktur dan
fungsi kembali normal.leukosit mengsekresi sitokin yang akan memulai proses
jaringan, dengan pembentukan pembuluh darah baru di antara jaringan cedera
untukmemberikan nutrisi, faktor pembentukan menstimulasi proliferasi
fibroblas dan pengisian defek dengan kolagen dan sisa sel jaringan yang akan
berproliferasi untuk memulihkan integritas struktur.
b Radang kronik, dapat terjadi setelah radang akut apabila agen penyebab tida
dapadi hilangkan, atau bisa di jumpai pada awal timbulnya jejas ringan yang
misalnya (infeksi virus atau respons imun terhadap antigen diri sendiri).
c Jaringan parut merupakan jenis pemulihan akibat kerusakan jaringan yang
cukup besar(seperti pada pembentukan abses,di bicarakan kemudian) atau
apabila radang terjadi pada jaringan yang tida dapat beregenerasi yang dimana
jaringan cedera diisi oleh jaringan ikat.

12
7. Pola Morfologik Radang Akut
a. Radang serosum, di tandai dengan pembentukan cairan seperti air yang miskin-
protein yang bergantung pada tempat asal jejas,terbentuk dari plasma atau
sekresi sel ,mesocel yang melapisi rongga peritoneum,pleura dan perikardium.
a Radang fibrinosa, terjadi karena jejas yang lebih berat, mengakibatkan
peninggkatkan permeabilitas vaskular yang lebih parah sehingga molekul
besar(seperti fibrinogen) dapat melalui pembtas endotel.
b Radang supuratif (purulen) dan pembentukan abses, tampak sebagai
pembentukan cairan eksudat purulen dalam jumlah banyak (pus) yang terdiri atas
neutrofil, sel nekrotik dan cairan adema. Abses adalah pengumpulan nanah yang
setempat terjadi akibat penempatan kuman piogenik di jaringan atau akibat
infeksi sekunder pada fokus nekrotik.
c Ukus , merupakan defek lokal, atau eksvakasi di permukaan organ atau jaringan
yang di sebabkan oleh nekrosis sel dan pelepasan jaringan nekrotik dan radang,
ukussering di jumpai di: (1) mukosa mulut, lambung, usus atau saluran urogenital
dan (2) jaringan subkutan ekstremitas bawah pada penderita berumur lanjut
dengan gangguan sirkulasi nekrosis yang luas.
b. Mediator Asal Sel
Amin Vaksoaktif yaitu histamin dan serotonin, disimpan sebagai molekul siap pakai
di sel mast dan sellain dan merupakan mediator pertama yang akan di lepaskan pada
reaksi radang akut.
a Histamin di produksi oleh berbagai jenis sel, terutama sel mast dekat pembuluh,
juga basofil dan trombosit, histamin siap dipakai dilepaskan dari granula sel mast
untuk merespons kepada berbagai stmulus: (1) jejas fisis seperti trauma atau
panas, (2) reaksi imun pada peningkatan antibodi IgE pada reseptor Fc di sel mast
(3)fragmen komplemen C3a dan C5a, di sebut anafilatoksin (lihat
kemudian);(4)protein asal leukosit yang mengeluarkan histamin;(5) neuropeptida
(misal substansi p);(6) beberapa sitokin (misal IL-1,IL-8).
b Serotonin (5-hidroksitriptamin)merupakan mediator vasaktif siap pakaiyang
dijumpai padgranula, akan menginduksi vasokonstriksi selama terjadinya
pembekuan.terutama di beberapa neuron dan sel enterokromafin, dan merupakan
neurotransmitter dan mengatur motilitas usus.

13
c. Metabolit Asam Arikidonik
a Prostaglandin dan tromboksan.
Produk jalur siklooksigenase termasuk prostaglandin E_2 (PGE_2) ,
PGD_2,PGF_2α PGI_2 (prostacyclin), dan thromboxane A_2 (TXA_2), masing
– masing dihasilkan dari enzim spesifik pada suatu hasil antara. Sebagai enzim
mempunyai distribusi terbatas pada jaringan.
b Leukotrin
Leukotrin diproduksi melalui kerja 5 – lipoksigenasi, enzim utama untuk
metabolisme AA- di neutrofi. Sintesa leukotrin terjadi dalam beberapa langkah
(Gambar 2 -16).
c Lipoksin
Segera setelah leukosit memasuki jaringan, maka secara bertahap akan mengubah
produk AA asal lipoksigenase dari leukotrin menjadi mediator radang yaitu
lipoksin yang mengahlangi kemoktasis neutrofil dan adhesi ke endotel dan
berperan sebagai antogonis endogen leukotrin. Trombosit yang telah teraktifkan
dan melekat pada leukosit juga termasuk sumber penting lipoksin.
d Sitokin
Sitokin merupakan produk polipetida berbagai yang berfungsi sebagai mediator
radang dan respos imun. Banyak sitokin yang terlibat dalam reaksi imun dan
radang terhadap stimulus yang merugikan dan kemudian dalam reaksi adaptif
(spesifik)respon imun terhadap mikroba. Beberapa sitokin menstimulasi
precursor sumsum tulang untuk menmabah produksi leukosit, untuk mengganti
leukosit yang telah dipergunakan selama respon radang dan imun. Sitokin adalah
melokul yang disebut interleukin (disingkat IL dan bernomor), untuk
menunjukkan kemampuannya sebagai mediator penghubung antar leukosit.
Namun nonmenklatur tidak sempurna – banyak interleukin dapat bekerja pada sel
selain leukosit, dan banyak sitokin yang memang bekerja pada leukosit tidak
disebut interleukin demi alasan sejarah. Sitokin utama pada radang akut ialah
TNF, IL -1, IL-6, dan suatu kelompok sitokin kemotraktan yang disebut kemokin,
e ROS
ROS disentesa melalui jalur NADPH oksidase (fagosit oxidase) dan dilepaskan
dari neutrofil dan makrofag yang diaktifkan oleh mikroba,kompleks imun,
sitokin, dan berbagai stimulus radang laen.sintesa dan regulasi radikal bebas asal
oksigen telah dibahas pada bab 1 dalam kaitan jejas sel, apabila ROS diproduksi

14
dalam lisosom, maka fungsinya ialah menghancurkan mikroba yang telah
difagosit dan sel nekrotik.
f Nitrogen Oksida
NO merupakan radikal bebas gas, yang berumuran singkat, larut air, diproduksi
berbagai jenis sel dan mampu melakukan berbagai fungsi. Disistem saraf pusat
mengatur pengeluaran neurotransmitter dan juga aliran darah.
g Enzim Lisosom Leukosit
Granula lisosom dari neutrofit dan monosit mengandungi banyak enzim yang
merusak substansi yang telah difagosit dan mampu merusak jaringan. Isi granula
lisosom juga bisa dihasilkan oleh leukosit yang teraktifkan, seperti pembahasan
terdahulu. Protease asam umumnya hanya aktif dalam lingkungan pH rendah
dari fagolisosom, sedangkan protease netral, termasuk elastase,kolagenase,
dankatepsin, aktif pada daerah ekstrasel dan menyebabkan cedera jaringan
dengan merusak elastin, kolagen, membrane basalis dan protein matriks lain.
d. Mediator dari Protein Plasma
Protein yang beredar dari tiga system yang berkaitan – komplemen, kini, dan
system koagulasi – terlibat dalam beberapa aspek reaksi radang.
a Komplemen
1) Komponen komplemen, dinomori C1 hingga ditemukan dalam plasma
bentuk intake banyak diantaranya yang diaktifkan oleh protein agar
terbentuk aktivitas proteolitiknya sendiri hingga tersusun kaskade enzim.
2) Langkah kritis untuk menghasilkan komplemen aktif secara bilogis ialah
mengaktifkan komponen ketiga, C3.

15
Gambar 5. Pengaktifan dan Fungsi sistem komplemen. (Sumber: Buku Ajar Patologi
Robbins(2015)
Pemecahan C3 terjadi melalui tiga jalur :

a) Jalur klasik
b) Jalur alternative
c) Jalur lektin
3) Ketiga jalur menghasilkan terbentuknya konvertase C3 yang memecah
C3 menjadi C3a dan C3b. kemudian akan membentuk kompleks
kontravnase C3 untuk membentuk C5 kompleks ini untuk memecah C5
ini untuk menghasilaknC5a dan C5b. memulai tahap akhir pembentukan
C6 sehingga C9. Faktor asal komplemen yang diperoduksi dan
memberikan pada berbagai fenomena radang akut:
a) Efek Vaskuler
b) Pengaktifan adhesi , dan kemotaksis leukosit.
c) Fagositosis
d) MAC,

Pengaktifan dilakukan ketat oleh protein yang berasosiasi dengan


sel dan protein yang beredar dengan teratur.

a) Suatu protein yang disebut inhibitor C1 akan memblok pengaktifan


C1,
b) Protein lain disebut decay – accelerating factor (DAF)
c) Faktor H
b Sistem Koagulasi dan kinin
Beberapa molekul yang diaktifkan selama proses pembekuan darah
mampu memicu aspek respons radang yang multiple. Faktor hagemen
merupakan protein yang disentesa oleh ahti dan beredar dialiran darah dalam
bentuk inaktif hingga berhadapan dengan kolagen, membrane basalis, atau
trombosit yang teraktifkan. Hegmen akan memicu empat system yang
berperan pada respons inflamasi :

16
1) Aktivitas system akan menyebabkan terbentuknya bradykinin dari
precursor yang beredar, dan molekul berat kinogen (HMWK)

Gambar 6. seperti histamine, bradykinin mengakibatkan permeabilitas


vaskuler menigkat, dilatasi arterior, dan kontraksi otot polos bronkus.
(Sumber: Buku Ajar Patologi Robbins(201
2) Pada system pembekuan
3) Sebagai aturan umum
2.3 Radang Kronik
Radang kronik ialah radang yang berlangsung lama (minggu hingga tahun) di
mana radang berkelanjutan, kerusakan jaringan, dan proses pemulihan, sering melalui
fibrosis, terjadi bersamaan. Berbeda dengan radang akut, yang di tandai dengan
perubahan vaskular, edema, dan infiltrat neutrofil yang predominan, radang kronik di
tandai dengan kelompok reaksi yang berbeda.

Gambar 7. Radang menahun di paru. (Sumber: Buku Ajar Patologi Robbins(2015)


1. Infiltrase sel mononukleus, termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma
2. Perusakan jaringan terutama di indukasi oleh produk sel radang
3. Pemulihan, melibatkan proliferasi pembuluh darah baru (angiognesis) dan fibrosis

17
Radang Kronik dapat timbul dari keadaan berikut :
a Infeksi persisten mikroba yang sulit di basmi. Termasuk mycobacterium
tuberculosis, treponema pallidum(organisme penyebab sifilis) dan beberapa
virus dan jamur, semuanya cenderung mengakibatkan infeksi persisten dan
mengundang respons imun yang dimediasi oleh limfosis T dan disebut delayed
type hypersensitivity
b Immune –mediated inflammatory disiases (penyakit hypersensitife).penyakit
yang di sebabkan pengaktifan berlebihan dan tidak tepat dari sistem imun dan
menjadi masalah kesehatan penting yang sekarang meningkat. Pada beberapa
kondisi, reaksi imun akan timbul menyerang jaringan tubuh sendiri,
menimbulkan penyakit autoimun. Pada penyakit tersebut, autoantigen akan
menimbulkan reaksi imun akibat tubuh sendiri dan menimbulkan kerusakan
jaringan dan radang persisten. Autoimun mempunyai peran penting pada
beberapa penyakit kronik yang sering dijumpai dan mengakibatkan debilitas,
misalnya atritis reumatoid, penyakit radang usus, dan psoriasis. Respons imun
terhadap substansi lingkungan merupakan penyebab penyakit alergi, misalnya
asma brokial. Penyakit yang dipicu oleh reaksi imun akan menunjukkan pola
morfologi berupa campuran radang akut dan kronik karena ditandai dengan
timbulnya radang berulang. Karena pada umumnya antigen penyebab tidak
dapat dihilangkan, kelainan bersifat cenderung bersifat kronik dan sulit
dihilangkan.
c Paparan berkepanjangan terhadap agen toksis. Contoh adalah eksogen yang
tidak dapat didegradasi misalnya partikel silika yang diinhalasi, akan
mengakibatkan respons radang kronik di paru, dan agen endogen seperti kristal
kolesterol, yang dapat menyebabkan aterosklerosis
d bentuk ringan radang kronik penting pada patogenesis berbagai penyakit yang
tadinya tidak dikira termasuk kelainan radang. Penyakit itu termasuk kelainan
neudegeneratif seperti penyakit Alzheimer, aterosklerosis, sindrom metabolit
dan diabetes type 2 dan beberapa jenis kanker dimana reaksi radang akan
memicu pertumbahan tumor. Sebagai telah disebut sebelumnya, sejumlah
kondisi radang dipicu pengenalan stimulus oleh inflammasome.
1. Sel dan Mediator Radang Kronik
a Makrofag, sel yang dominan pada radang kronik merupakan sel jaringan
yng berasal dari monosit darah yang beredar dan kemudian keluar dari aliran

18
darah. Makrofag berada tersebar di jaringan ikat dan juga di jumpai pada organ
seperti hati (disebut sel kupffer) limpa dan kelanjar limfe (disebut histiosit sinus)
sistem saraf pusat (sel mikrogila) dan paru (makrofag alveoli). Secara bersama
sel ini membentuk sistem fagosit mononukleus, juga dikenal dengan nama
terdahulu sistem retikuloendotel. Pada seluruh jaringan, makrofag berfungsi
sebagai alat penyaring untuk benda tertentu, mikroba, dan sel yang menua, juga
sel efektor yang mengeliminasi mikroba melalui respons seluler atau humoral.
b Limfosit akan dimobilisasi pada stimulus imun spesifik (misal infeksi) dan
juga pada stimulus bukan imun (misal nekrosis iskemi atau trauma) dan
merupakan pemicu utama pada penyakit autoimun dan penyakit radang kronik
lain. Aktivitasi limfosit T dan B merupakan bagian dari respons imun adaptif
pada infeksi dan penyakit imunologi. Kedua jenis limfosit akan bermigrasi
menuju tempat radang dengan menggunakan pasangan molekul adhesi yang
sama dan kemokin yang diperoleh dari leukosit lain. Dalam jaringan limfosit B
dapat berubah menjadi sel plesma yang mengsekresi antibodi, dan CD4+
limfosit T diaktifkan untuk mensikresi sitokin.
c Sel lain, Eosinofil merupakan sel khas yang dijumpai disekitar radang
akibat infeksi parasit dan merupakan bagian reaksi imun dimediasi oleh IgE,
khusus dikaitkan dengan alergi. Pengumpulan sel dipicu oleh molekul adhesi
yang sama dengan yang dipergunakan oleh neutrofil dan kemokin spesifik
(misal eotkasin) yang berasal dari leokosit dan sel epitel. Granula eosinofil
mengandungi protein dasar utama yaitu protein bersifat kateonik dan bersifat
toksis terhadap parasit tetapi juga menyebabkan nekrosis sel epitel. Sel mast
merupakan sel sentinel yang didistribusi secara luas dijaringan ikat seluruh
tubuh, dan dapat berpartisipasi pada kedua respons radang akut dan kronik. Pada
penderita atopik ( sensitive terhadap reaksi alergi) sel mast adalah tentara
mengandungi IgE sebagai antibodi spesifik untuk antigen lingkungan. Apabila
berhadapan dengan antigen ini sel mast yang di liputi IgE akan dipicu
mengeluarkan histamin dan matabolit AA yang akan memulai perubahan
vaskular suatu radang akut. Sel mast senagai radang tentara yang dilengkapi IgE
merupakan pemeran utama pada reaksi alergi termasuk syok anafilatik. Sel mast
akan menghasilkan sitokin seperti TNF dan kemokin dan berperan penting
untuk melawan infeksi.
a. Radang Granulomatosa
19
Granuloma dapat terbentuk dari tiga keadaan :

Gambar 7. Jalur pengaktifan makrofag. (Sumber: Buku Ajar Patologi


Robbins(2015)
a Adanya respons tetap sel T terhadap beberapa mikroba ( misalnya Mycobabacteri
tuberculosis, T. pallidum, atau jamur ), dimana sitokin yang berasal dari sel T
berperan mengaktifkan makrogaf terus menerus.
b Granuloma juga dapat terjadi pada radang akibat gangguan kekebalan, misalnya
penyakit Crohn, yang merupakan suatu jenis penyakit radang usus dan merupakan
penyebab penting radang granulomatosa di Amerika Serikat.
c Juga dijumpai pada penyakit dengan etiologi yang tidak diketahui, yang disebut
sebagai sarkoidosis, yang terjadi karena respons terhadap benda asing inert ( misal
sutura atau serpihan kayu ), dan akan membentuk granuloma benda asing.
Pembentukan granuloma akan “membentuk benteng” mengelilingi agen perusak
sehingga menjadi mekanisme pertahanan yang berguna. Namun, pembentukan
granuloma tidak selalu berhasil memusnakan agen penyebab, yang biasanya resisten
terhadap kehancuran atau kematian, dan radang granulomatosa yang disertai fibrosis,
dapat menjadi penyebab utama disfungsi organ, seperti yang terjadi pada
tuberkulosa.
2.4 Efek Sistemik Radang
Respons fase akut terdiri dari berbagai kelainan klinis dan patologis.
1. Demam, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, merupakan manifestasi paling
menonjol pada respons fase akut. Demam timbul sebagai respons terhadap
substansi pirogen yang terjadi melalui stimulasi sintesa prostaglandin di sel
vaskular dan perivaskular di hipotalamus.

20
2. Peningkatan kadar protein fase akut plasma, protein plasma terutama disintesa di
hati, dan pada radang akut, konsentrasi akan meningkat sampai beberapa ratus kali
lipat. Tiga jenis protein terpenting kelompok ialah protein C-reaktif (CRP),
fibrinogen, dan protein amiloida serum (SAA). Sintesa molekul ini oleh sel hati
akan menstimulasi sitokin, terutama IL-6.
3. Leukositosis, merupakan reaksi radang yang umum dijumpai khususnya apabila
disebabkan oleh infeksi bakteri. Jumlah leukosit biasanya meningkat menjadi
15.000 hingga 20.000 sel/mL, tetapi pada keadaan tertentu dapat mencapai 40.000
hingga 100.000 sel/mL. Peningkatan ekstreem ini disebut reaksi leukemoid.
Karena mirip seperti yang terlihat pada leukimia. Leukositisis biasanya terjadi
karena pengeluaran sel yang dipercepat (di bawah pengaruh sitokin, termasuk TNF
dan IL-1) dari tempat cadangan pasca mitosis sumsum tulang.
4. Manifestasi lain dari respons fase akut termasuk meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah, keringat menurun, terutama karena akibat aliran darah semula dari
daerah permukaan berubah mengalir ke daerah vascular yang letaknya lebih dalam.
5. Pada infeksi bakteri yang berat (sepsis), terdapatnya jumlah besar produk bakteri
di darah dan jaringan ekstravaskular menstimulasi produksi beberapa sitokin yaitu
TNF, juga IL-12 dan IL-1. TNF menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata
(KID), gangguan metabolit termasuk asidosis, dan syok hipotensif. Trias klinis ini
disebut syok septik.
2.5 Tinjauan Pemulihan Jaringan
Ketahanan hidup suatu organisme ialah kemampuannya untuk dapat memperbaiki
kerusakan akibat pengaruh toksik dan radang. respons radang terhadap mikroba dan
jaringan yang rusak tidak hanya untuk mengeliminasi bahaya ini, tetapi juga memulai
proses pemulihan. Terjadi melalui dua jenis reaksi :\
1. Regenerasi, beberapa jaringan mampu mengganti sel yang rusak dan kembali
menjadi normal; proses ini disebut regenerasi.
2. Pembentukan jaringan parut, apabila jaringan cedera tidak mampu melakukan
regenerasi, atau jaringan penunjang mengalami kerusakan berat, pemulihan
jaringan terjadi dengan pengendapan jaringan ikat (fibrotik), suatu proses yang
menghasilkan jaringan perut.

Setelah berbagai jenis cedera, regenerasi dan pembentukan jaringan perut berperan
pada pemulihan jaringan. Kedua proses melibatkan proliferasi beberapa jenis sel dan

21
interaksi erat antar sel dan ECM. Bagian berikutnya membahas prinsip proliferasi sel,
peran faktor pertumbuhan dalam berbagai sel pada pemulihan jaringan, peran sel punca
pada homeostasis jaringan. Akan diikuti dengan kesimpulan berbagai kemampuan
ECM dan bagaimana kaitannya dengan pemulihan.

Gambar 8. Mekanisme pemulihan jaringan. (Sumber: Buku Ajar Patologi


Robbins(2015)
2.6 Regenerasi Sel dan Jaringan
Regenerasi sel dan jaringan cedera melibatkan prolefirasi sel, yang diatur oleh faktor
pertumbuhan dan sangat bergantung pada integritas matriks ekstrasel.
1. Pengaturan Proliferasi Sel

Beberpa sel berproliferasi selama pemulihan jaringan. Termasuk sisa-sisa


jaringan cedera ( yang berupanya restorsi menjadi struktur normal), sel endotel
vaskular (untuk membentuk pembuluh darah baru untuk memberikan nutrisi yang
dibutuhkan pada proses pemulihan) dan fibroblas (sumber untuk jaringan ikat yang
akan membentuk jaringan parut untuk mengisi defek yang tidak dapat diperbaiki
oleh proses regenerasi). Proloferasi sel tersebut dipicu oleh protein yang disebut
faktor pertumbuhan. produksi faktor pertumbuhan polipeptida dan kemampuan sel
untuk membelah karena respons faktor tersebut merupakan determinan penting
untuk keberhasilan proes pemulihan. Ukuran populasi sel normal di tentukan oleh

22
keseimbangan proliferasi sel, kematian sel, kematian sel akibat apoptosis, dan
timbulnya sel baru yang telah berdiferensiasi yang berasal dari sel punca. Proses
penting pada proliferasi sel ialah replikasi DNA dan mitosis. Pada saat ini cukup
diketahui bahwa sel yang tidak membelah berada pada siklus sel istirahat pada fase
G1 atau telah keluar .

2. Kapasitas Proliferasi Jaringan


Berdasarkan kriteria ini, jaringan tubuh dibagi atas tiga kelompok :
a Jaringan labil (selalu membelah). sel dari kelompok jaringan ini akan terus
hilang dan diganti oleh sel punca yang mengalami pematangan dan melalui
proliferasi sel matur. Termasuk sel labil adalah sel hemapoitek dari sumsum
tulang dan semua epitel permukaan. Misalnya epitel berlapis gepeng kulit,
rongga mulut ,vagina, dan serviks, epitel kubik duktus organ eksokrin (misal
kelenjar liur, pankreas traktus biliaris) jaringan ini dapat segera beregenerisasi
selama dijumpai cukup sel punca ditempat cadangan.
b Jaringan stabil. Sel kelompok ini bersifat diam dan hanya mempunai aktivitas
replikasi terbatas pada keadaan normal. Tetapi, sel ini mampu berproliferasi
merespons jejas atau jaringan yang rusak. Sel stabil membentuk jaringan
parenkim organ padat, misalnya hati, ginjal, dan pangkreas. Termasuk pula sel
endotel, fibroblas, dan otot polos, proliferasi sel ini penting pada penyembuhan
luka. Jaringan stabil ini mempunyai kapasitas terbatas untuk regenerasi setelah
jejas, kecuali hati

Gambar 9. Mekanisme pengaturan populasi sel (Sumber: Buku Ajar Patologi


Robbins(2015)
Mekanisme mengatur populasi sel dapat diubahmelalui peningkatan atau
penurunan input sel punca. Kematian sel oleh apoptosis, atau perubahan
kecepatan proliferasi atau diferensiasi.

23
c Jaringan permanen. Sel jaringan ini diangap telah selesai berdiferensiasi
lengkap dan bersifat non-proliferatif setelah kelahiran. Termasuk kelompok
neuron dan otot jantung. Sehingga jejas bersifat jejas pada otak dan jantung
bersifat irevelsibel dan akan menghasilkan jaringan parut, karena tidak
dapat beregenerasi. Otot lurik biasanya elompokkan pada jaringan ini. Pada
jaringan permanen pemulihan didominasi dengan pembentuksn jsringsn
parut. Dengan kekecualian untuk jaringan yang terutama dibentuk oleh sel
permanen yang tidak dapat membelah, dan sel yang telah kehilangan
kemampuan replikasi.
3. Sel Punca (Sel Stem)

Sel karakterisktik punca ialah mempunyai dua kemampuan; kapasitas


mengganti diri sendiri dan replikasi asimetrik.replikaso asimetrik berarti apabila
sebuah sel punca membelah, satu sel anak akan mengikuti jalur perbedaan dan
menjadi sel matur, sedang yang lainya tetap .karena adanya pengganti diri sendiri
maka sel punca mempertahankan kemampuan kapasitas ganti diri sendiri. Dan
dapat dapat mengatur populasi prekursor yang fungsional untuk waktu yang lama
pada dasarnya dijumpai dua jenis:

a Sel punca embrionik (sel ES) merupakan sel punca yang paling tidak
berdiferensiasi. Dijumpai pada bagian dalam sel blastosis dan mempunyai
kemampuan pengganti sel yang sangat ekstensif. Sehingga dapat bertahan
selama satu tahun tanpa mengalami diferensiasi. Sel ES dapat diinduksi untuk
membentuk tiga lapisan sel germinal termasuk, neutron, otot, jantung, sel hati
,dan sel pulau pankreas.
b Sel punca dewasa,disebut juga sel punca jaringan, kurang berdiferensiasi
dibanding sel ES dan dijumpai di antara sel yang telah berdiferensiasi dalam
organ atau jaringan. Walaupun agak terbatas, sebaliknya , potensi linesi
(kemampuan untuk berobah menjadi sel khusus ) terbatas pada sel yang telah
mengalami diferensiasi di jaringan organ dimana sel tersebut dijumpai.

Fungsi normal sel ES ialah untuk membentuk sel seluruh tubuh, namun
sel punca dewasa hanya terlibat dalam homeostasis jaringan dengan
penggantian yang tinggi, misalnya kulit, epitel usus, dan juga sel dengan

24
pergantian rendah. Sel jaringan punca jarang dan sulit disolasi dalam bentuk
murni. Tambahan pula sel punca membutuhkan lingkungan mikro dalam orga
disebut ruang khusus .di otak , sel sel punca saraf berbeda di zona subventrikel
dan girus dentata: dikulit, sel punca jaringan dijumpai benjolan folikel rambut
dan dikornea, ada di limbus. Mungkin sel punca yang banyak dipelajari ialah sel
punca hemapoietik pada sumsum tulang. Sel punca hematoptpoietik dapat
diisolasi dari sumsum tulang maupun dari darah tepi setelah mobilisasi dengan
pemberian sitokin tertentu. kemampuan mengidentifikasi dan mengisolasi sel
punca yang telah menciptakan bidang baru. Kedokteran regeeratif , yang
mempunyai tujuan utama repopulasi organ yang telah rusak dengan
menggunakan progeni yang telah berdiferensiasi dari sel ES atau sel punca
dewasa.sel ES mempunyai berbagai kapasitas berbagai jenis sel se hingga
dianggap paling ideal untuk membentuk sel tertentu. Untuk mencapai tujuan ini,
gen yang terekspresi di sel ES dan sel yang berdiferensiasi di bandingkan dan
sejumlah gen yang penting.

Gambar 10. Produksi sel punca yang telah di induksi (Sumber: Buku Ajar Patologi
Robbins(2015)
Produksi sel punca pluripoten yang telah di induksi. Gen yang merubah
kemampuan sel punca dikenalkan pada sel yang telah mengalami diferensiasi
dari pasien, kemudian akan menghasilkan sel punca , yang dapat di induksi
untuk berdiferensiasi menjadi beberapa linease.

25
4. Faktor Pertumbuhan
Faktor pertumbuhan adalah protein yang meminapulasi ketahanan hidup dan
proliferasi sel tertentu.dan juga bisa megakibatkan migrasi, doferensiasi, dan
respons seluler lain. Faktor ini meginduksi ploriferasi sel melalui ikatan dengan
reseptor spesifik dan mempengaruhi ekspresi gen yang menghasilkan produk untuk
berbagai fungsi: mendorong masuknya sel dalam siklus sel , menghilangkan blok
enghambat progresi sel , mencegah apoptosis, meningkatkan sintesa protein sel
sebagai persiapan mitosis. Sebagain besar faktor pertumbuhan yang terlibat dalam
pemulihan jaringan diproduksi oleh makrofag dan limsofit yang di kumpulkan di
tempat jejas.
a Mekanisme sinyal reseptor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan umumnya berfungsi degan berkaita pada reseptor spesifik
dipermukaan sel dan memicu sinyal biokimia dalam sel. Jalur sinyalnya
intrasel utama yang diinduksi oleh faktor pertumbuhan mirip dengan reseptor
sel lain yang mengenali ligan ekstrasel , secara umum, sinyal ini merangsang
atau menekan ekspresi gen.reseptor membran plasma dibagi menjadi tiga jenis
seperti:
1) Reseptor dengan aktivitas kinase instrinsik. Ikatan lingan dengan bagian
eksternal reseptor akan menyebabkan dimerisasi dan kemudian
fonsfolirasi dari subunit reseptor. Setelah terjadi fosfolirasi reseptor akan
mengikat dan mengaktifkan protein intrasel.
2) Rsepetor pasangan-protein G .Reseptor inimengandungi tujuh segmen, a-
helix-transmembran dan dikenal sebagai reseptor tujuh
transmembran.ikatan dengan protein G akan menyebabkan pertukaran
CDP dan GTP. Yang mengaktifkan protein, diantara berbagai jalur sinyal
yang diaktifkan oleh reseptor pasangan-protein. Reseptor kelompok ini
merupakan kelompok terbesar dari reseptor membran plasma (lebih dari
1500 jenis telah didefinisikasi)
3) Reseptor tanpa aktivitas enzim intrinstik biasanya merupakan molekul
transmembran untuk menomor dengan domain ikatan ligan ekstrasel,
interaksi ligan akan menginduksi perubahan intrasel yang terjadi asosiasi
dengan protein kinases intrasel yang disebut janus kinases (JAK). STAT
akan bergerak ke inti dan akan menginduksi transkripsi pada gen target.

26
5. Peran Matriks Ekstrasel pada Pemulihan Jaringan
Kompleks ECM merupakan kompleks ebberapa protein yang menyusun suatu
jaringan yang mengelilingi sel dan merupakan bagian penting dari setiap jaringan
tubuh.ECM selalu mengadakan penyesuaian dalam sintesa dan degradasi
mengikuti morfogenesis, penyembuhan luka, fibrosis kronik, dan invasi tumor dan
metastasis. ECM terjadi dua bentuk dasar:
a Matriks interstium: ECM jenis ini dijumpai rongga antar sel dijaringan ikat.
Dan di antara epitel dan jaringan penunjang vaskular dan struktur otot
polosdisintesa oleh sel mesenkim, jan juga membentuk gel amorfus tiga
dimensi. Konstitusi utama ialah kolagen fibril dan non fibril ,juga
fibronektin dan eleman lain .
b Membran basalis: matriks interstitium yang tersusun acak pada jaringan
ikat menjadi terorganisasi disekitar epitel , sel endotel, sel otot polos
,membentuk membran basalis.membran basalis terletak dibawah epitel dan
disintesis epitel oleh epitel diatasnya cenderung dengan susunan mirip
(kawat ayam.)
1) Komponen Matriks Ekstrasel

Ada tiga komponen dasar ECM: (1) protein struktural fibrosa


seperti kolagen dan elastin, yang kuat dan dapat membentuk kumparan;
(2) gel dengan hidrasi air seperti proteoglikan dan hialuronat, yang
memungkinkan lentur dan berminyak; (3) glikoprotein adhesive yang
menghubungkan elemen matriks satu dengan lainnya dan dengan sel.

2) Fungsi Matriks Ekstrasel


a) Penompang mekanis untuk menjadi jangkar sel dan migrasi sel dan
mempertahankan polaritas sel.
b) Mengatur Proliferasi sel melalui ikatan dan penampilan faktor
pertumbuhan dan sinyal melalui reseptor kelompok integrin.
c) Penompang kerangka dasar pembaharuan sel. Untuk
mempertahankan struktur jaringan normal dibutuhkan membran
basalais atau penopang kerangka stroma, maka integritas membran
sangat penting untuk regenerasi jaringan yang telah terorganisasi.
Sehingga walaupun sel labil dan sel stabil mampu beregerasi,

27
namun kerusakan ECM akan mengakibatkan kegagalan jaringan
membentuk jaringan parut untuk regenerasi dan pemulihan.
d) Pengadaan lingkungan mikro jaringan. Membrane basalis berperan
sebagai penghubung antara epitel dan jaringan ikat di bawahnya dan
juga membentuk bagian dari aparat filtras di ginjal.
6. Peran Regenerasi pada Pemulihan Jaringan
Pentingnya regenerasi pada penggantian jaringan cedera bervariasi pada berbagai
jenis jaringan dan beratnya jejas.
a Pada jaringan labil, seperti epitel saluran cerna dan kulit, sel cedera segera
gigantic oleh proliferasi sel residu dan diferensiasi sel punca apabila membrane
basalis di bawahnya utuh.
b Regenerasi jaringan stabil terjadi di organ parenkim dengan populasi sel stabil,
dengan pengecualian hati dan hal ini biasanya merupakan proses yang terbatas.
Pancreas, adrenal, tiroid, dan paru mempunyai sedikit kapasitas regenerasi.
c Respons regenerative hati yang terjadi setelah operasi pengangkatan jaringan
hati amat mengherankan dan hal unik di anatara orangan lain. Sejumlah 40%
hingga 60% dari hati dapat diangkat pada prosedur yang disebut transplatasi
donor hidup, dimana sebagian dari hati ornag normal direseksi dan
ditransplantasi pada resipien dengan penyakit hati stadium akhir, atau setelah
hepatektomi parsial pada pengangkatan tumor. Pada kedua keadaan,
pengangkatan jaringan memicu respons proliferative sel hati yang tersisa (yang
biasanya fase tenang) dan replikasi sel hati non parankim. Pada sistem
eksperimental, replikasi sel hepar setelah hepatektomi parsial diawali oleh
sitokin (missal TNF,IL-6) yang menyiapkan sel untuk replikasi melalui
stimulasi transisi G8 menjadi G1 pada siklus sel. Progresi selanjutnya melalui
siklus sel tergantung pada aktivitas fator pertumbuhan seperti HGF (dihasilkan
fibroblast, sel endotel, dan sel nonparenkim hati) dan foktor kelompok EGF,
termasu transformasi factor pertumbuhan (TFG) (diproduksi oleh berbagai jenis
sel).
2.7 Pembentukan Jaringan Parut
Seperti dibahas sebelumnya, apabila jejas sangat Parah atau kronik dan
mengakibatkan kerusakan sel parenkim, sel epitel dan juga jaringan penuniang, atau
apabila mengalami cedera, pemulihan tidak dapat terjadi hanya dengan proses regenrasi
saja. Pada keadaan demikian, pemulihan terjadi dengan penggantian sel yang tidak

28
dapat beregenerasi dengan jaringan ikat,sehingga terbentuk jaringan parut, atau
kombinasi regenerasi sel sebagian dan sisanya berupa pembentukan jaringan parut.
1. Tahapan Pembentukan Jaringan Parut
Pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat terdiri atas proses sekuensial
setelah respons radang :
a. Pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis)
b Migrasi dan proliferasi fibroblas dan deposisi jaringan ikat yang bersama
dengan pembuluh darah yang banyak dan leukosit yang tersebar, berwarna
merah muda dan memberikan gambaran granuler sehingga disebut jaringan
granulasi.
c Maturasi dan reorganisasi jaringan ikat (remodel) menghasilkan jaringan parut
yang stabil.
Pemulihan dimulai 24 jam setelah jejas ditandai dengan emigrasi fibroblas dan
induksi proliferasi fibroblas dan sel endotel. Setelah 3 hingga 5 hari, dijumpai
jaringan granulasi yang merupakan tanda khas proses penyembuhan. Istilah jaringan
granulasi timbul dari gambaran makroskopik, seperti yang tampak pada luka di kulit.
Gambaran histologis menunjukkan protiferasi fibroblas dan lerbenbknva kapiJer
halus yang baru berdinding tipis (angiogenesis) dalam jaringan ECM longgar, sering
bercampur dengn sel radang, terutama makrofag. Jaringan granulasi akan
mengakumulasi fibroblas lebih banyak dengan progresif, mengendapkan kolagen,
sehingga terjadi pembentukan jaringan parut.
2. Angiogenesis
Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh dra
yang telah ada, Terutama vena merupakan proses yang sangat penting pada
pemulihan luka di tempat jejas, untuk pembentukan klateral didaerah iskernia, dan
menyebabkan tumor dapat bertambah besar walaupun suplai darah terbatas. Banyak
upaya yang dilakukan untuk memahamimekanisme yang mendasari angiogenesis,
dan dan terapi untuk meningkatkan proses (misal meningkatkan aliran darah ke
jantung yang terkena aterosklerosis koroner) maupun upaya untuk mencegah proses
(misal mengacaukan pertumbuhan tumor atau menghentikan pembuluh darah
patologis seperti pada retinopati diabetik) sedang dikembangkan. Angiogenesis
yaitu timbulnya pembuluh darah baru terjadi melalui pertumbuhan percabangan
pembuluh darah yang ada dan terdiri dari langkah berikut

29
a Vasodilator perisit dari permukaan
b Migrasi sel endotel menuju tempat jejas
c Proliferasi sel endotel dibelakang sel yang berimigrasi didepannya
d Proses penyesuaian bentuk menjadi pipa kapiler
e Pengumpulan sel periendotel (perisit untuk kapiler kecil dan sel otot polos untuk
pembuluh darah yang lebih besar) untuk membentuk pembuluh matur
f Supresi proliferasi endotel dan migrasi serta deposisi membran basalis

Proses angiogenesis melibatkan berbagai faktor pertumbuhan, interaksi antar


sel, interaksi dengan protein ECM, dan enzim jaringan.

1) Faktor pertumbuhan yang terlibat pada Angiogenesis

Beberapa faktor pertumbuhan berperan pada proses angiogenesis, yang


terpenting ialah VEGF dan faktor pertumbuhan dasar fibroblas (FGF-2) :

a) Faktor pertumbuhan kelompok VEGF termasuk VEGF-A, -B. –C, -D, dan
–E dan faktor pertumbuhan plasenta (PIGF).
b) Kelompok faktor pertumbuhan fibroblas (FGF) terdiri atas lebih dari 20
macam, paling dikenal ialah FGF-1 (FGF asam) dan FGF-2 (FGF basah).
c) Angioplotein Ang1 dan Ang2 merupakan faktor pertyumbuhan yang
berperan pada angiogenesis dan maturasi struktur pembuluh darah baru.
Pembuluh darah yang baru terbentuk harus distabilkan dengan pengerahan
perisit dan sel otot polos dan pengendapan jaringanikat. Ang1 berinteraksi
dengan reseptor tirosin kinase pada sel endotel yang disebut Tie2. Faktor
pertumbuhan PDGF dan TGF-β juga berpartisipasi pada proses stabilitasi
PDGF mengumpulkan sel otot polos dan TGF-β menekan proliferasi
endotel dan migrasi endotel, dan meningkatkan produksi protein ECM.
3. Pengaktifan Fibroblas dan Penimbuhan Jaringan Ikat
Pengendapan jaringan ikat pada jaringan parut terjadi melalui dua tahapan:
(1) migrasi dan proliferasi fibroblas di tempat cedera dan (2) penimbujan protein
ECM yang di produksi oleh sel tersebbut. Pengumpulan danpengaktifan fibroblas
mensintesa protein jaringan ikat dipicu oleh berbagai faktor pertumbuhan, termasuk
PDGF, FGF-2 (dibicarakan terdahlu), dan TGF-β. Sumber utama faktor ini ialah sel
radang, terutama makrofag, yang berada di tempat jejas dan di jaringan granulasi. Di
tempat terjadinya radang juga dijumpai banyak sel mast, dan dalam lingkungan

30
kemotaksis yang sesuai, limfosit juga dijumpai masing-masing jenis sel dapat
mensekresi sitokin dan faktor pertumbuhan yang berperan pada proliferasi dan
pengaktifan fibroblas.
Dengan terjadinya proses penyembuhan, jumlah fibroblas yang berproliferasi
dari jumlah pembuluh darah baru akan menurun, namun, fibroblas secara progresif
disebutmembentuk fenotipe sintetik, sehingga terjadi peningkatan deposit ECM.
Sintesa olagen, khususnya, merupakan hal penting untuk menentukan kekuatan pada
daerah luka. Seperti akan dibicarakan kemudian, sintesa kolagen dimulai segera
setelah penyembuhan luka (hari ke 3 hingga ke 5)
Dan berlangsung selama beberapa minggu, tergantung pada ukuran luka.
Jumlah akumulasi kolagen akhir akan bergantung tidak hanya oleh peningkatan
sintesa tetapi juga oleh degradasi kolagen (dibicarakan kemudian). Selanjutnya,
jaringan granulasi membentuk jaringan parut yang terutama terdiri atas fibroblas
yang sebagian besar tidak aktif berbentuk spindel, kolagen padat, fragmen jaringan
elastin , dan jaringan ECM lain. Setelah jaringan parut menjadi matur, terjadi regresi
vaskular progesif, sehingga mengubah jaringan granulasi yang kaya pembuluh darah
menjadi jaringan parut tanpa pembuluh darah.
a Faktor Pertumbuhan yang Berperan pada Simpanan ECM dan
Pembentukan Jaringan Akut.
1) Faktor pertumbuhan transformasi-β (TGF-β) termasuk kelompok
polipeptida homolog (TGF-β), -β2, dan –β3) dan termasuk juga sitokin lain
seperti protein morfogenetik tulang, isoform TGF-β1 terdistribusi luas dan
biaanya dikenal sebagai TGF-β . TGF-β mempunyai dua fungsi :
a) TGF-β merangsang produksi kolagen, fibronektin dan proteogklikan,
dan mencegah degradasi kolagen melalui penekanan aktivitas
proteinasi dan peningkatan aktivitas inhibitor proteinase dikenal
sebagai TIMPs (akan dibahas lebih lanjut) TGF-β terlihat tidak saja
dalam pembentukan jaringan parut setelah cedera, tetapi juga pada
pembentukan fibrosis di paru, hati, dan ginjal setelah terjadi radang
kronik.
b) TGF-β merupakn sitkin anti inflamasi yang berfungsi menekan dan
mengakhiri respon radang. Hal ini terjadi melalui penghambatan
proliferasei limfosit dan aktivitas leukosit lain. Mencit yang tidak

31
mempunyai TGF-β akan mengalami radang luas dan proliferasi
limfosit berlebihan.
2) Faktor pertumbuhan asal trombosit (PDGF) termasuk kelompok protein
dengan sifat yang hampir sama masing-masing mwngandung dua rantai,
disebut A dan B. Ada lima jenis isoform PDGF utama, yang isoform BB
merupakan prototipe, dan disebut PDGF. PDGF mengikat reseptr PDGFRα
dan PDGFRβ. PDGF disimpan dalam trombosit dan juga dilepaskan saat
pengaktifan trombosit dan juga diproduksi oleh sel endotel, makrofag yang
teraktifan, sel otot polos dan berbagai sel tumor. PDGF mengakibatkan
migrasi dan proliferasi fibroblas dan sel otot polos dan juga berperan dalam
migrasi makrofag.
3) Sitokin sebagai meditor radang dan dalam kaitannya dengan respons imun
. juga bisa berfungsi sebagai faktor pertumbuhan dan berpartisipasai pada
penimbunan ECM dan pembentukan jaringan parut. IL-1 dan IL-3, sebagai
contoh, berperan pada fibroblas untuk merangsang sintesa kolagen, dan
juga akan meningkatkan proliferasi dan migrasi fibroblas.
4. Penyesuaian Bentuk Jaringan Ikat
Setelah sintesa dan deposisi, jaringan ikat pada jaringan parut akan dilajutkan
dengan proses pengubahan dan penyesuaian bentuk. Sehingga hasil akhir
penyembuhan adlah keseimbangan antara sintesa dan degradasi protein ECM. Telah
dibahas sel dan faktor yang mengatur sintesa ECM. Degradasi kolagen dan
komponen ECM lain terjadi karena kelompok metalloproteinase matriks (MMPs),
yang bergantung pada ion zinc untuk aktivitasnya. MMPs harus dibedakan dengan
etalase neutrofil, kathepsin G, plasmin, dan proteinasi serin lain yang juga dapat
endegradasi ECM tetapi bukan metalloenzymes. Termasuk MMPs ialah kolagen
interstisium, yang menghasilakn kolagen fibril (MMP-1, -2, dan -3): gelatinase
(MMP-2 dan -9), yang akan mendegradasi kolagen amorfik dan fibronektin: dan
stromelysin (MMP-3, -10, dan -11), yang akan mendegradasi sejumlah unsur ECM,
termasuk proteoglikan, laminin, fibronektin, dan kolagen amorfik.
MMPs diproduksi oleh berbagai sel (fibroblas, makrofag, neurofil, sel senovial,
dan beberapa sel epitel), dan sintesa serta sekresinya diatur oleh faktor pertumbuhan,
sitokin, dan agen lain. Aktivitas MMPs diatur ketat. Diproduksi sebagai prekursor
inaktif (zymogen) yang harus diaktifkan terlebih dahulu dilakukan oleh proteases
(misal plasmin) yang dijumpai ditempat jejas. Sebagai tambahan, MMPs yang telah

32
diaktifkan dapat segera dicegah oleh inhibitor jaringan khusus yaitu
metalloproteinase (TIMPs), yang diproduksi oleh sel mesenkm. Sehingga selama
proses pembentukan jaringan parut, MMPs diaktifkan untuk penyesuaian bentuk
ECM yang dideposit, dan kemudian aktivitasnya akan dihentikan oleh TIMPs.
2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Pemulihan Jaringan
Pemulihan jaringan dapat terhambatakibat bermacam-macam pengaruh, sehingga
menurunkan kualitas proses pemulihan. Variabel yang mempengaruhi pemulihan
bisaekstrinsik (misal infeksi) atau instrinsik terhadap jaringan yang mengalami jejas.
Penyebab terpenting ialah infeksi dan diabetes.
a Infeksi merupakan penyebab terpenting yang menghambat proses pemuloihan.
Infeksi akan memperpanjang proses radang dan berpotensi menambah luas tempat
cedera.
b Nutrisi berperan penting pada proses pemulihan, defisiensi protein, misalnya pada
khususnya defesiensi vitamin C akan menghambat sintesa kolagen dan
menghambat proses penyembuhan.
c Glukokortiroid (steroids) dikenal mempunyai efek anti-radang, pemberian obat ini
mengakibatkan lemahnya jaringan parut karena inhibisi produksi TGF-b dan
pengurangan fibrosis. Pada beberapa keadaan pengaruh glukokortiroid
menguntungkan. Misalnya pada infeksi kornea. Glukokortiroid dipergunakan
(bersama antibodi) untuk mengurangi kemungkinan mata keruh akibat deposisi
kolagen.
d Variabel mekanik sseperti tekanan lokal yang meningkat atau torsi dapat
mengakibatkan luka tertarik menjadi pecah (dehisce).
e Perfusi buruk akibat arteriosklerosis dan diabetes atau karena obstruksi drainase
vena (misal varices) juga akan menghambat penyembuhan.
f Benda asing misal fragmen besi, kaca, atau tulang juga akan mengganggu
penyembuhan.
g Tipe dan luasnya jejas jaringan mempengaruhi proses pemulihan. Restorasi
lengkap hanya dapat terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel steril dan sel labil,
kerusakan jaringan yang terdiri atas sel permanen tidak dpat dihindarkan akan
mengakibatkan jaringan parut seperti pada infark miokardium.
h Lokasi jejas dana sifat jaringan tempat jejas berada juga menentukan. Contoh,
inflamasi yang berasal dari jarinagn berongga (misal pleura, peritoneum, atau
rongga sinova) akan menyebabkan terbentuknya adekuat yang ekstensif.

33
Pemulihan terjadi denagn pencernaan eksudat, diinisiasi oleh enzim proteolitik
leukosit dan resorpsi adekuat yang menjadi encer. Hal ini disebut resolusi, dan
biasanya, apaila tidak adda neokrosisi sel, arsitektur normal jaringan akan pulih
kembali. Apabila dijumpai akumulasi eksudat. Jaringan granulasi tumbuh di dalam
eksudat dan akan terbentuk jaringan parut.
i Aberasi pertumbuhan sel dan produksi ECM dapat terjadi pada awal penyembuhan
luka. Contohnya, akumulasi kolagen yang berlebihan akan mengakibatkan jaringan
parut yang tumbuh menonjol keatas, disebut koloid. Agaknya ada pengaruh
turunan pada timbulnya koloid , keadaan ini lebih sering dijumpai pada orang
amerika asal afrika. Penyembuhan luka juga dapat menghasilkan jaringan granulasi
yang berlebihan dan menonjol sampai di atas permukaan jaringan kulit sekitarnya
dan akan mengganggu proses reepitelasi, jaringan tersebut disebut daging yang
membanggakan (“proud flesh”) jaman dahulu, dan untuk restorasi kontinuitas
epitel dibutuhkan kauterisasi atau reseksi bedah jaringan granulasi tersebut.
2.9 Contoh Klinis Terpilih dari Pemulihan Jaringan dan Fibrosis
Hingga kini telah dibahas prinsip umum dan mekanisme pemulihan jaringan
melalui regenerasi dan pembentukan jaringan parut. Pada bagian ini akan dibahas dua
tipe klinis penting pemulihan jaringan penyembuhan luka kulit (penyembuhan luka
daerah kutan) dan fibrosis pada jenis organ parenkim.
1. Penyembuhan Luka Kulit
Penyembuhan luka kulit menyebabkan regenerasi epitel dan pembentukan
jaringan ikat parut dan merupakan contoh prinsip umum yang berlaku untuk semua
jaringan. Bergantung pada sifat dan besarnya luka, dapat terjadi penyembuhan
perprimam atau penyembuhan persekundam.
a Penyembuhan Perprimam
Salah satu contoh sederhana pemulihan luka, ialah penyembuhan dari luka insisi
bedah yang bersih tanpainfeksi dan dijahit dengan benang (gambar 2-33).

34
Gambar 11. langkah penyembuhan luka perriman (kiri), dan penyembuhan
persekundam (kanan) (Sumber: Buku Ajar Patologi Robbins(2015)

Hal ini disebut penyatuan primer, atau penyembuhan perprimam. Insisi hanya
akan mengakibatkan ganggu lokal komonuitas epitel membran basalis dan
kematian terbatas sel epitel dan jaringan ikat. Akibatnya, regenerasi epitel
merupakan mekanisme utama pemulihan jaringan, suatu jaringan parut yang
kecil terbentuk, tapi hanya ada pengerutan luka terbatas. Ruang insisi yang kecil
mula-mula diisi dengan fibrin beku darah, kemudian segera diganti oleh
jaringan granulasi dan dilapisi oleh epitel baru. Langkah pada proses ini ialah:
1) Dalam 24 jam, neutrofil dijumpai pada tepi insisi, migrasi menuju bekuan
fibrin. Sel basal di tepi insisi epidermis akan memperlihatkan aktivitas
mitosis yang bertambah. Dalam 24 hingga 48 jam, sel epitel kedua tepi
mulai bermigrasi dan berproliferasi sepanjang dermis, mengendapkan
komponen membran basalis selama proses. Sel akan bertemu digaris tengah
di permukaan dibawah sisa sel yang cedera, membentuk lapisan epitel tipis
yang lontinu.
2) Pada hari ke 3, neutrofil telah digantikan oleh makrofag, dan jaringa n
granulasi secara progresif mengisi ruang insisi. Serat kolagen sekarang

35
tampak di tepi insisi, tapi letak memanjang dan tidak menghubungkan
insisi. Proliferasi sel epitel berlanjut, membantu lapisan penutup epidermis.
3) Pada hari ke 5, neovaskularisasi terbentuk lengkap dan jaringan granulasi
mengisi ruang insisi. Serat kolagen dijumpai makin banyak dan mulai
menghubungkan kedua tepi insisi. Tebal epidermis menjadi normal kembali
dan diferensiasi sel permukaan membentuk arsitektur epidermis matur
dengan keratinisasi di permukaan.
4) Selama mingggu kedua, terjadi akumulasi kolagen terus menerus dan
proliferasi fibroblas. Infiltasi leukosit, edema, dan pembuluh darah yang
meningkat perlahan-lahan berkurang. Proses pemulihan yang panjang
dimulai dengan deposit kolagen dalam luka parut insisi dan regrasi
pembuluh darah.
5) Pada akhir bulan pertama, jaringan parut mengandungi jaringan ikat seluler,
tanpa sel radang dilapisi epitel epidermis normal. Namun, apendiks kulit
yang rusak pada garis insisi, hilang selamanya, tidak diganti. Kekuatan
daerah luka akan meningkat dengan berlalunya waktu, seperti akan
dibicarakan kemudian
b Penyembuhan Persekundam
Apabila kerusakan sel dan jaringan lebih ekstensif, misalnya pada luka
yang luas, pada tempat pembentukan abses, ulserasi, dan nekrosis iskemik
(infark) di organ parenkim, proses penyembuhan lebih kompleks dan
melibatkan kombinasi regenerasi dan pembentukan jaringan parut. Pada
penyembuhan persekundam pada luka kulit, juga disebut penyembuhan melalui
pernyataan sekunder (Gambar 2-34 juga gambar 2-33), reaksi radang lebih
inteks, dan terjadi jaringan granulasi yang luas, dengan akumulasi ECM dan
pembentukanjaringan parut yang luas, diikuti dengan kontraksi luka dimediasi
oleh miofibroblas.

36
Gambar 12. penyembuhan ulkuss kulit A, ulkus tekanan pada kulit, biasanya
dijumpai pada penderita diabetes. B, ulkus kulit dengan celah besar antar tepi lesi. C,
lapisan tipis reapitelisasi epidermis, dan jaringan granulasi yang ekstensif. D,
Reepitelisasi epidermis berlanjut dan kontraksi luka. (Sumber: Buku Ajar Patologi
Robbins(2015)

Penyemuhan persekundam berbeda dengan penyembuhan erpriman dalam beberapa


aspek:
1) Beku darah yang besar atau bekas sisa jaringan kaya fibrin dan fibronektin terbentuk
dipermukaan luka.
2) Inflamasi lebih insten karena defek luas dengan sisa jaringan nekrotik yang banyak,
eksudat, dan fibrin yang harus dibuang bertambah, sebaliknya, defek yang luas
mempunyai potensi yang lebih besar untuk proses pertumbuhan epitel kembali,
volume jaringan granulasi yang besar akan mengakibatkan jaringan parut yang luas.
3) Penyembuhan persekundam berkaitan dengan kontraksi luka. Dalam 6 minggu,
sebagai contoh, defek kulit yang luas berkurang menjadi 5% hingga 10% lebih kecil
dari ukuran semula, terutama karena terjadinya kontraksi. Proses ini dijelskan dengan
adanya miofibrblas, yang telah dimodifikasi, yang mempunyai kemampuan berbagai
fungsi ultrastruktual dan fungsional sel otot polos.
a) Kekuatan luka

37
Luka yang dijahit dengan hati-hati mempunyai 70% kekuatan kulit
normal, terutama karena letak benang jahitan, apabila benang jahitan diangkat,
biasanya setelah 1 minggu, kekuatan luka hanya 10% dari kulit yang tidak terluka,
tetapi kekuatannya akan meningkat dengan cepat dalam 4 minggu berikut.
Pemulihan kekuatan terjadi karena sintesi kolagen yang melebihi degradasi pada
2 bulan pertama, dan dari modifikasi struktur kolagen (misal cross-linking,
ukuran serat yang membesar) apabila proses sintesis menurun kemudian,
kekuatan luka akan mencapai kira-kira 70% hingga 80% dari normal dalam waktu
3 bulan dan kemudian tidak berubah setelah mencapai titik tersebut.

2. Fibrosis pada Organ Parenkim


Deposit kollagen merupakan bagian normal dari penyembuhan luka. Istilah fibrosis
dipakai untuk menyatakan adanya deposit berlebihan kolagen dan komponen ECM
lain dijaringan, seperti telah dibahas sebelumnya, istilah jaringan parut dan fibrosis
dipergunakan bergantian, tetapi fibrosis sering dipakai pada deposit kolagen peda
penyakit kronik.
Mekanisme dasar fibrosis dan pembentukan jaringan parut sama pada proses
pemulihan jaringan. Tetapi, pemulihan jaringan akan terjadi setelah stimulus
merugikan singkat dan akan diikuti dengan sekuensi teratur selanjutnya, sedangkan
fibrosis terjadi setelah induksi stimulus merugikan yang persisten seperi infeksi,
reaksi imunologi, dan jelas jaringan lain. Fibrosis pada penyakit kronik seperti
fibrosis paru akan mengakibatkan disfungsi organ dan bahkan kegagalan organ

38
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu
organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa
rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera,
seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu
dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi
distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan
prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator
radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari
penyebaran infeksi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai
berikut :
1. tumor atau membengkak
2. calor atau menghangat
3. dolor atau nyeri
4. rubor atau memerah
5. functio laesa atau daya pergerakan menurun.

3.2 SARAN
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun untuk hasil yang lebih baik dari makalah
ini.

39
DAFTAR PUSTAKA
Abbas , A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi.9.Singapura; Elsevier Saunders

40

Anda mungkin juga menyukai