Anda di halaman 1dari 25

ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE (JALAN PANDANGAN HIDUP)

A. MENGAPA KITA MEMILIH ISLAM?

10 alasan mengapa kita menganut agama Islam (You must Know)

1. Karena kita ingin hidup di dalam naungan ridha Allah ‫ سبحانه و تعالى‬.

Sedangkan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬telah menegaskan di dalam Kitab-Nya bahwa satu-satunya


agama atu jalan hidup yang diridhai-Nya hanyalah agama Islam. Tidak ada seorangpun Muslim
yang pernah membaca ayat di bawah ini kecuali pasti akan menjadikan Islam sebagai satu-
satunya pilihan agama yang ia anut. Karena Allah ‫ سبحانه و تعالى‬hanya meridhai atau melegalisir
agama Islam, bukan agama selain Islam.

‫اإلسْالم‬ َّ
ِ‫َّللا‬ َ ‫ِع ْند‬ َ‫ال ِدِّين‬ ‫إِ َّن‬
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam."
(QS. Ali Imran [3] : 19)

Seorang Muslim sangat peduli memperoleh ridha Allah ‫ سبحانه و تعالى‬dalam hidupnya. Ia tidak
risau jika pak RT atau pak RW atau presiden atau bahkan penguasa negara superpower sekalipun
tidak ridha kepadanya. Tapi ia sangat risau jika Allah ‫ سبحانه و تعالى‬Penguasa langit dan bumi
tidak meridhai hidupnya.
Ayat di atas bukan saja menegaskan bahwa penganut agama Islam bakal memperoleh ridha dan
restu Allah ‫ سبحانه و تعالى‬, tetapi secara implisit juga menegaskan bahwa barangsiapa mencari
agama selain Islam berarti ia hidup di dunia tanpa keridhaan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬. Jika Allah ‫سبحانه‬
‫ و تعالى‬tidak ridha kepadanya berarti ia bakal menderita kerugian di akhirat nanti. Sebab murka
Allah ‫ سبحانه و تعالى‬menanti dirinya. Bagaimana tidak? Allah ‫ سبحانه و تعالى‬telah memberikan
begitu banyak nikmat —lahir maupun batin— kepadanya, namun ia malah tidak bersyukur
terhadap nikmat yang paling utama, yaitu hidayah agama Islam. Bukti tidak bersyukurnya ialah
dia memilih agama selain Islam yang sesungguhnya menjauhkan dirinya dari Ridha Allah ‫سبحانه‬
‫ و تعالى‬.
َ‫ْالخَا ِس ِرين‬ َ‫ِمن‬ ِ‫اآلخ َرة‬
ِ ‫فِي‬ ‫َوه َو‬
ِ‫َي ْبت َغ‬ ‫َو َم ْن‬ ‫ِم ْنه‬ ‫ي ْق َب َل‬ ‫فَلَ ْن‬ ‫دِينًا‬ ‫ْالم‬
ِ ‫اإلس‬ ‫َغي َْر‬
"Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran [3]
: 85)

Keridhaan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬akan tercurah kepada kita karena kita memilih untuk beridentitas
Islam, bukan yang lainnya. Sebab Allah ‫ سبحانه و تعالى‬menyuruh kita saat berinteraksi dengan
penganut agama lainnya agar menawarkan prinsip hidup tauhid kepada mereka sebagai
kesepakatan bersama. Tetapi kemudian jika mereka berpaling, kita tidak disuruh untuk
berkompromi dengan mereka, misalnya dengan mencari identitas “pertengahan” seperti
nasionalisme dan sejenisnya. Allah ‫ سبحانه و تعالى‬menyuruh kita untuk memproklamirkan diri
sebagai orang-orang yang beridentitas Islam.

َّ ‫س َواءٍ بَ ْينَنَا َوبَ ْينَك ْم أَال نَ ْعبدَ ِإال‬


‫َّللاَ َوال ن ْش ِركَ ِب ِه‬ ِ ‫ق ْل يَا أ َ ْه َل ْال ِكت َا‬
َ ‫ب ت َ َعالَ ْوا ِإلَى َك ِل َم ٍة‬

َ‫م ْس ِلمون‬ ‫بِأَنَّا‬ ‫ا ْش َهدوا‬ ‫فَقولوا‬ ‫ت ََولَّ ْوا‬ ‫فَإ ِ ْن‬ َّ


ِ‫َّللا‬ ‫ون‬
ِ ‫د‬ ‫ِم ْن‬ ‫أ َ ْربَابًا‬ ‫بَ ْعضًا‬ ‫َب ْعضنَا‬ َ‫يَت َّ ِخذ‬ ‫َوال‬ ‫ش ْيئًا‬
َ
"Katakanlah, 'Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai tuhan selain Allah'. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka,
'Saksikanlah, bahwa kami adalah kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri kepada
Allah)'." (QS. Ali Imran [3] : 64)

2. Karena ingin hidup seirama dengan gerak alam semesta.

Seluruh makhluk di langit maupun di bumi bersikap “Islam” atau berserah-diri, bersujud,
tunduk dan patuh kepada Allah ‫ سبحانه و تعالى‬. Maka kita tidak ingin memilih irama yang berbeda
dengan gerak alam. Kita kaum Muslimin sangat merasa perlu untuk hidup dalam harmoni
keserasian dengan alam seluruhnya.

‫ش ْمس َو ْالقَ َمر َوالنُّجوم‬


َّ ‫ض َوال‬ ْ ‫ت َو َم ْن فِي‬
ِ ‫األر‬ ِ ‫س َم َاوا‬ َّ ‫أَلَ ْم ت ََر أ َ َّن‬
َّ ‫َّللاَ يَسْجد لَه َم ْن فِي ال‬
ِ َّ‫الن‬
‫اس‬ َ‫ِمن‬ ٌ ِ‫َو َكث‬
‫ير‬ َّ ‫َوال‬
ُّ‫ش َجر َوالد ََّواب‬ ‫َو ْال ِج َبال‬
"Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi,
matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian
besar daripada manusia?"
(QS. Al-Hajj [22] : 18)

Kita menganut Islam karena kita ingin dengan sukarela berserah diri kepada Allah ‫ سبحانه و تعالى‬.
Kita sangat sadar bahwa kita semua berasal dari Allah ‫ سبحانه و تعالى‬dan akan dikembalikan
kepada Allah ‫ سبحانه و تعالى‬sebagai akhir perjalanan hidup.

َ‫ي ْر َجعون‬ ‫َوإِلَ ْي ِه‬ ‫َوك َْرهًا‬ َ


‫ط ْوعًا‬ ‫ض‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫َو‬ ‫ت‬
ِ ‫س َم َاوا‬
َّ ‫ال‬ ‫فِي‬ ‫َم ْن‬ ‫أ َ ْسلَ َم‬ ‫َولَه‬ َ‫يَبْغون‬ َّ
ِ‫َّللا‬ ‫ِين‬
ِ ‫د‬ ‫أَفَغَي َْر‬
"Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah
berserah diri (aslama) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa
dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran [3] : 83)

3. Karena ingin dikumpulkan bersama orang-orang terbaik sepanjang zaman.

Dari zaman ke zaman, dari negeri ke negeri Allah ‫ سبحانه و تعالى‬mengutus para Nabi dan Rasul-
Nya untuk menyampaikan pesan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬bahwa hidup di dunia ini adalah untuk
menjalankan misi beribadah kepada Allah ‫ سبحانه و تعالى‬semata dan menjauhkan diri dari musuh-
musuh-Nya yaitu para thaghut. Berfihak kepada al-haq(kebenaran) dan tidak berkompromi
dengan al-bathil(kebatilan).
Para Nabi dan Rasul Allah merupakan manusia-manusia terbaik sepanjang zaman. Kita ingin
dikumpulkan bersama mereka kelak di Akhirat nanti. Oleh karena itu kita menganut Islam.
Sebab Islam merupakan agama yang telah dianut bahkan diperjuangkan oleh setiap Nabi dan
Rasul Allah sepanjang sejarah.

‫وب‬ َ ‫اَّللِ َو َما أ ْن ِز َل َعلَ ْينَا َو َما أ ْن ِز َل َعلَى ِإب َْراه‬


َ ‫ِيم َو ِإ ْس َما ِعي َل َو ِإ ْس َحاقَ َو َي ْعق‬ َّ ‫ق ْل آ َمنَّا ِب‬

َ‫م ْس ِلمون‬ ‫لَه‬ ‫َونَحْ ن‬ ‫ِم ْنه ْم‬ ‫أَ َح ٍد‬ َ‫َبيْن‬
‫ي‬ ‫نفَ ِ ِّرق‬
َ ِ‫اط َو َما أوت‬
ِ َ‫َواأل ْسب‬ ‫ال‬ ‫َر ِِّب ِه ْم‬ ‫ِم ْن‬ َ‫َوالنَّبِيُّون‬ ‫سى‬
َ ‫ىو ِعي‬
َ ‫س‬َ ‫مو‬
"Katakanlah, 'Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan
yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak-anaknya, dan apa yang
diberikan kepada Musa, 'Isa dan para nabi dari Rabb mereka'. Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menjadi kaum muslimun
(menyerahkan diri)."
(QS. Ali Imran [3] : 84)

Bahkan kita sangat berambisi agar bisa dikumpulkan bersama orang-orang terbaik sesudah level
para Nabi dan Rasul Allah, yaitu para shiddiqiin (orang-orang yang selalu dalam kebenaran),
syuhada (orang-orang yang mati syahid terbunuh oleh musuh-musuh Allah ‫) سبحانه و تعالى‬
sertasholihiin (orang-orang yang menyibukkan diri mengerjakan amal ibadah dan amal sholeh).
Sebab mereka inilah orang-orang yang paling pantas kita jadikan sebagai sebaik-baiknya teman
setia di dunia maupun di Akhirat kelak.

َ‫الص ِدِّيقِين‬ َّ ‫الرسو َل فَأولَئِكَ َم َع الَّذِينَ أ َ ْن َع َم‬


ِّ ِ ‫َّللا َعلَ ْي ِه ْم ِمنَ النَّ ِب ِيِّينَ َو‬ َّ ِ‫َو َم ْن ي ِطع‬
َّ ‫َّللاَ َو‬

‫َرفِيقًا‬ َ‫أولَئِك‬ َ‫َو َحسن‬ َ‫صا ِل ِحين‬


َّ ‫َوال‬ ‫اء‬ ُّ ‫َوال‬
ِ َ‫ش َهد‬
"Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS.
An-Nisa [4] : 69)

4. Karena ingin mati sebagai muslim yaitu sebagai orang yang berserah diri kepada
Allah ‫ سبحانه و تعالى‬.

Kita tidak mau mati sebagai seorang yang kafir kepada Allah ‫ سبحانه و تعالى‬. Demikian pula, kita
tidak ingin mati sebagai orang yang berpura-pura atau bermain-main menjadi seorang yang
beriman alias menjadi seperti kaum munafik. Begitu pula, kita tidak mau mati dalam keadaan
sebagai seorang yang murtad. Mengapa? Karena Allah ‫ سبحانه و تعالى‬menyuruh kita untuk tidak
mati kecuali dalam keadaan sebagai seorang muslim.
َ‫م ْس ِلمون‬ ‫َوأَ ْنت ْم‬ ‫ِإال‬ ‫ت َموت َّن‬ ‫َوال‬ ‫تقَاتِ ِه‬ ‫َح َّق‬ َّ
َ‫َّللا‬ ‫اتَّقوا‬ ‫آ َمنوا‬ َ‫الَّذِين‬ ‫أَيُّ َها‬ ‫َيا‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya;
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran
102)
Orang yang mati dalam keadaan beragama Islam akan mendapat keselamatan dan kebahagiaan
hakiki dan abadi di akhirat kelak dengan dimasukkan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬ke dalam jannah-Nya
(surga-Nya). Sedangkan orang yang mati dalam keadaan selain beragama Islam pasti celaka di
akhirat, karena Allah ‫ سبحانه و تعالى‬bakal memasukkan dirinya ke dalam api neraka yang menyala-
nyala. Semua orang yang mati dalam keadaan kafir, munafik atau murtad berarti mati tidak
dalam keadaan beragama Islam. Ia bakal hidup dalam kesengsaraan hakiki dan abadi di dalam
azab Allah tersebut. Wa na’udzubillaahi min dzaalika...
Maka seorang yang mati dalam keadaan beragama Islam berarti telah mempersiapkan dirinya
untuk mampu menjawab beberapa pertanyaan fundamental malaikat ketika dirinya sudah
menjadi mayat berada di dalam kuburnya. Sebagaimana disebutkan Rasulullah ‫صلى هللا عليه و سلم‬
di dalam hadits berikut:

ِْ ‫ي‬
‫اإلس َْالم‬ َ ‫وال ِن َله َما دِينكَ فَ َيقول دِي ِن‬َ ‫َّللا َف َيق‬ َ ‫وال ِن َله َم ْن َربُّكَ فَ َيقول َر ِب‬
َّ ‫ِّي‬ َ ‫سا ِن ِه فَ َيق‬ ِ ‫فَ َيأ ْ ِتي ِه َملَك‬
َ ‫َان فَيجْ ِل‬ َ ‫َقا َل فَت َعاد روحه ِفي َج‬
‫س ِد ِه‬
‫وال ِن لَه َو َما ِع ْلمكَ فَيَقول قَ َرأْت‬ َ ‫سلَّ َم فَيَق‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ث فِيك ْم فَيَقول ه َو َرسول‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫الَّذِي ب ِع‬ ‫الرجل‬ َّ ‫وال ِن لَه َما َهذَا‬
َ ‫فَيَق‬
‫َع ْبدِي‬ َ‫صدَق‬
َ ‫أ َ ْن‬ ‫اء‬
ِ ‫س َم‬
َّ ‫ال‬ ‫فِي‬ ‫منَا ٍد‬ ‫فَينَادِي‬ ‫صدَّ ْقت‬ َ ‫َو‬ ‫بِ ِه‬ ‫فَآ َم ْنت‬ َّ
ِ‫َّللا‬ ‫َاب‬
َ ‫ِكت‬
Kata Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬: “... lantas rohnya di kembalikan ke jasadnya, kemudian
dua malaikat mendatanginya dan mendudukkannya dan bertanya “Siapa Rabbmu?”. Ia
menjawab “Rabb-ku Allah”. Tanya keduanya "Apa agamamu?" Ia menjawab: “Agamaku Islam."
Keduanya bertanya "Bagaimana komentarmu tentang laki-laki yang diutus kepada kamu ini?” Si
mayit menjawab "Oh, dia Rasulullah ‫ صلى هللا عليه و سلم‬.” Keduanya bertanya "Darimana kamu
tahu itu semua?” Ia menjawab "Aku membaca Kitabullah sehingga aku mengimaninya dan
membenarkannya.” Lantas ada Penyeru di langit memanggil-manggil:"HambaKu benar...” (HR
Ahmad – Shahih)

5. Karena ingin meneladani Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬yang disebut Allah
‫ سبحانه و تعالى‬merupakan rahmat bagi semesta alam.
َ‫ِل ْل َعالَ ِمين‬ ً‫َرحْ َمة‬ ‫ِإال‬ َ‫س ْلنَاك‬
َ ‫أ َ ْر‬ ‫َو َما‬
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS Al-Anbiya)
Seorang manusia yang menjalani kehidupan mengikuti agama Islam, berarti ia telah mengambil
peranan sebagai rahmat bagi sekelilingnya. Sebab hakikat menjadi rahmat bagi sekelilingnya
ialah ketika seseorang loyal dan istiqomah di dalam menganut agama Islam. Jangan dibalik. Bila
orang kebanyakan (yang aqidahnya rusak serta terlanjur tenggelam dalam dosa) merasa
terganggu oleh kehadiran orang yang sesungguhnya sholeh, maka orang sholeh itu dituduh tidak
menjadi rahmat bagi orang-orang sekelilingnya (yang terlanjur gemar kemusyrikan dan
bermaksiat alias durhaka kepada Allah ‫) سبحانه و تعالى‬. Akhirnya supaya dianggap menjadi
“rahmat” bagi orang-orang tersebut si sholeh tadi berkompromi dan menunjukkan sikap
mencampuradukkan yang haq dengan yang batil. Ini pengertian yang keliru dari makna “rahmat
bagi semesta alam.”
Maka, kita menganut agama Islam dan berusaha untuk istiqomah dengannya, karena tahu bahwa
satu-satunya tolok-ukur kalau dirinya menjadi rahmat bagi sekelilingnya adalah ketika ia sibuk
berusaha meneladani Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬dalam sebanyak mungkin aspek
kehidupannya.

‫ِل َم ْن‬ ٌ‫سنَة‬


َ ‫َح‬ ٌ‫أس َْوة‬ َّ
ِ‫َّللا‬ ‫َرسو ِل‬ ‫فِي‬ ‫لَك ْم‬ َ‫َكان‬ ْ‫لَقَد‬
ً ِ‫َكث‬
‫يرا‬ َّ
َ‫َّللا‬ ‫َوذَك ََر‬ ‫اآلخ َر‬
ِ ‫َو ْاليَ ْو َم‬ َّ
َ‫َّللا‬ ‫يَ ْرجو‬ َ‫َكان‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat
Allah.” (QS Al-Ahzab 21)

6. Karena ingin kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang jauh lebih baik
lagi di akhirat kelak nanti.

Sebab seorang muslim yakin bahwa hidupnya belum berakhir ketika ia meninggal dunia. Ia
sangat yakin bahwa kehidupan dunia ini fana dan masih ada kehidupan akhirat yang menantinya.
Di dunia ini ia hanya menjalani kehidupan sementara dan sangat singkat. Sedangkan di akhirat
nanti ia bakal menjalani kehidupan yang abadi dan hakiki. Kesenangan serta penderitaan di dunia
merupakan kesenangan dan penderitaan yang artifisial. Sedangkan kesenangan dan derita di
akhirat merupakan kesenangan dan derita yang sejati.
Maka seorang muslim tentunya ingin hidup baik dan senang di dunia, tetapi ia lebih fokus
mengejar hidup yang baik dan senang di akhirat. Seorang muslim tentunya tidak ingin hidup
yang buruk dan menderita di dunia, tapi ia lebih tidak ingin lagi hidup buruk dan menderita di
akhirat nanti. Sedangkan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬menjanjikan bahwa jika ia menjadi penganut Islam
yang baik dan benar, niscaya ia bakal memperoleh hidup yang baik di dunia dan hidup yang jauh
lebih baik lagi di akhirat kelak nanti.

‫فَلَنحْ ِي َينَّه‬ ‫مؤْ ِم ٌن‬ ‫َوه َو‬ ‫أ ْنثَى‬ ‫أ َ ْو‬ ‫ذَك ٍَر‬ ‫ِم ْن‬ ‫صا ِل ًحا‬
َ ‫َع ِم َل‬ ‫َم ْن‬
َ‫يَ ْع َملون‬ ‫كَانوا‬ ‫َما‬ َ ْ‫بِأَح‬
‫س ِن‬ ‫أَجْ َره ْم‬ ‫َولَنَجْ ِزيَنَّه ْم‬ ً‫طيِِّبَة‬
َ ً ‫َحيَاة‬
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl 97)
Yang sering mengecohkan manusia ialah kesalahfahaman mengenai makna “hidup yang baik di
dunia.” Kebanyakan manusia modern mengartikannya sebagai hidup dengan berkecukupan dan
kaya serta sukses meraih gelar akademis bahkan punya jabatan dan menjadi orang yang populer.
Padahal tolok-ukur kesuksesan hidup di dunia, bagi seorang muslim, bukanlah itu. Kesuksesan
diukur berdasarkan “taqwa”. Sedangkan taqwa ialah seberapa jauh seseorang menjalankan
perintah-perintah Allah ‫تعالى‬ ‫و‬ ‫سبحانه‬ dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Seringkali karena seseorang patuh menjalankan perintah Allah ‫( سبحانه و تعالى‬misalnya perintah
berda’wah, amar ma’ruf dan nahi mungkar serta berjihad di jalan Allah) malah justeru dituduh
sebagai pengacau, ekstrimis atau bahkan teroris, lalu dipenjara oleh penguasa zalim. Atau tatkala
ia menjauhi larangan Allah ‫( سبحانه و تعالى‬misalnya larangan mencuri/korupsi, berzina, memakan
riba/bunga bank serta mentaati/berkompromi/berkoalisi dengan thaghut) malah ia dicap sebagai
seorang yang kaku, radikal, kolot serta tidak progresif oleh kaum liberalis yang ingin hidup
memperturutkan hawa-nafsu mereka. Apakah orang-orang seperti ini hidupnya tidak baik? Oh
tidak, justeru inilah orang-orang yang sesungguhnya memperoleh “hidup yang baik di dunia”
jika mereka tetap sabar dan istiqomah mematuhi Allah ‫ سبحانه و تعالى‬apapun resiko yang mesti
mereka alami. Subhaanallah....!

7. Karena tidak mau menjadi orang yang berdusta sesudah mengaku beriman.

Kita sadar bahwa sekedar berikrar syahadatain tidak serta-merta memastikan diri menjadi
seorang yang benar imannya. Bahkan berpeluang masuk ke dalam golongan kaum munafik. Wa
na’udzubillaahi min dzaalika...!
‫َفتَ َّنا‬ ْ‫َولَقَد‬ َ‫ي ْفت َنون‬ ‫ال‬ ‫َوه ْم‬ ‫آ َمنَّا‬ ‫يَقولوا‬ ‫أ َ ْن‬ ‫يتْ َركوا‬ ‫أ َ ْن‬ ‫النَّاس‬ َ ‫أ َ َحس‬
‫ِب‬
َ‫ْالكَا ِذ ِبين‬ ‫َولَيَ ْعلَ َم َّن‬ ‫صدَقوا‬
َ َ‫الَّذِين‬ َّ
‫َّللا‬ ‫فَلَيَ ْعلَ َم َّن‬ ‫قَ ْب ِل ِه ْم‬ ‫ِم ْن‬ َ‫ا َّلذِين‬
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang
yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS Al-Ankabut 2-3)

Hidup seorang yang mengaku beriman pasti dipenuhi dengan ujian demi ujian dari Allah ‫سبحانه و‬
‫ تعالى‬untuk menyingkap apakah dirinya seorang mukmin yang benar ucapannya ataukah seorang
munafik yang terbiasa berdusta. Allah ‫ سبحانه و تعالى‬secara tegas menggolongkan kaum munafik
yang suka berdusta sebagai orang-orang yang pada hakikatnya tidak beriman walau lisannya
mengaku dirinya beriman.
َ‫ِبمؤْ ِمنِين‬ ‫ه ْم‬ ‫َو َما‬ ‫اآلخ ِر‬
ِ ‫َو ِب ْال َي ْو ِم‬ َّ ‫ِب‬
ِ‫اَّلل‬ ‫آ َمنَّا‬ ‫َيقول‬ ‫َم ْن‬ ِ َّ‫الن‬
‫اس‬ َ‫َو ِمن‬
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian",
padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah 8)

8. Karena menyadari bahwa iman tidak bisa diwarisi dari orangtua atau nenek
moyang kita.

Iman dan Islam bukanlah perkara yang secara otomatis diwariskan dari orang-tua kepada anak-
keturunannya. Menjadi orang beriman harus melalui sebuah perjuangan memelihara iman dan
tauhid serta kesungguhan doa kepada Allah ‫ سبحانه و تعالى‬agar senantiasa menunjuki kita jalan
hidayah dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Seorang ustadz yang alim dan sholeh tidak
serta-merta mempunyai anak-keturunan yang juga alim dan sholeh. Jangankan seorang ustadz,
bahkan seorang Nabiyullah-pun tidak selalu anaknya pasti menjadi orang beriman. Hal ini kita
dapati di dalam kisah Nabiyullah Nuh ‘alaihis-salam.
‫أَحْ كَم‬ َ‫َوأَ ْنت‬ ‫ْال َح ُّق‬ َ‫َو ْعدَك‬ ‫َوإِ َّن‬ ‫أ َ ْه ِلي‬ ‫ِم ْن‬ ‫ا ْبنِي‬ ‫ِإ َّن‬ ‫ب‬
ِ ِّ ‫َر‬ ‫فَقَا َل‬ ‫َربَّه‬ ‫نو ٌح‬ ‫َونَادَى‬
‫تَ ْسأ َ ْلنِي‬ ‫فَال‬ ٍ‫صا ِلح‬
َ ‫َغيْر‬ ‫َع َم ٌل‬ ‫ِإنَّه‬ َ‫أَ ْهلِك‬ ‫ِم ْن‬ َ ‫لَي‬
‫ْس‬ ‫ِإنَّه‬ ‫نوح‬ ‫َيا‬ ‫قَا َل‬ َ‫ْال َحا ِك ِمين‬
َ‫ْال َجا ِهلِين‬ َ‫ِمن‬ َ‫تَكون‬ ‫أ َ ْن‬ َ‫أ َ ِعظك‬ ‫ِإنِِّي‬ ‫ِع ْل ٌم‬ ‫ِب ِه‬ َ‫لَك‬ َ ‫لَي‬
‫ْس‬ ‫َما‬
“Dan Nuh berseru kepada Rabbnya sambil berkata: "Ya Rabbku, sesungguhnya anakku,
termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah
Hakim yang seadil-adilnya." Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk
keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang
tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
(hakikat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk
orang-orang yang tidak berpengetahuan." (QS Huud 45-46)
Allah ‫ سبحانه و تعالى‬menegur Nabi Nuh agar jangan menganggap puteranya yang condong
memilih kafir daripada iman sebagai bagian dari keluarganya. Bahkan Allah melarang Nabi Nuh
mengajukan permohonan doa yang mencerminkan seolah dirinya selaku Nabi tidak
berpengetahuan dalam persoalan mendasar ini. Yaitu persoalan aqidah sebagai pengikat sejati
antar manusia, bahkan antara anak dan ayah. Pengikat sejati antar manusia adalah iman dan
tauhid, bukan darah dan garis keturunan.
Demikian pula dengan Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬. Beliau dengan tegas memperingatkan
kepada anak-keturunannya agar jangan mengandalkan garis keturunan sebagai hal yang otomatis
mendatangkan keistimewaan dibandingkan orang lainnya yang tidak bergaris keturunan hingga
ke Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬. Tidak mentang-mentang seseorang merupakan bagian dari
ahli bait Rasulullah ‫ صلى هللا عليه و سلم‬kemudian ia menjadi yakin dan pasti bahwa dirinya bakal
masuk surga dan memperoleh syafaat dari Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬. Tidak...!
‫ إسناده صحيح‬- ‫إن أهل بيتي هؤالء يرون أنهم أولى الناس بي وليس كذلك إن أوليائي منكم المتقون من كانوا و حيث كانوا‬
‫ثقات‬ ‫كلهم‬ ‫رجاله‬
“Ahli Baitku berpandangan bahwa mereka adalah orang-orang yang paling berhak mendapat
syafaatku, padahal tidaklah demikian. Sesungguhnya para waliku di antara kamu sekalian adalah
yang bertaqwa, siapapun dia dan dimanapun adanya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ashim dalam
“As-Sunnah” dan dipandang shahih oleh Al Al-Bani dalam takhrij beliau)

9. Karena faham bahwa zaman yang sedang berlangsung dewasa ini merupakan era
penuh fitnah dimana ancaman utama ialah munculnya gejala “murtad tanpa
sadar”.

Sehingga Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬menggambarkannya seperti sepenggal malam yang
gelap-gulita.
ْ ‫ْالم‬
‫ظ ِل ِم‬ ‫اللَّ ْي ِل‬ َ ‫َك ِق‬
‫ط ِع‬ ‫فِتَنًا‬ ‫ِب ْاأل َ ْع َما ِل‬ ‫بَادِروا‬
‫مؤْ ِمنًا‬ ‫ي ْمسِي‬ ‫أ َ ْو‬ ‫كَافِ ًرا‬ ‫َوي ْمسِي‬ ‫مؤْ ِمنًا‬ ‫الرجل‬
َّ ‫ص ِبح‬
ْ ‫ي‬
‫الدُّ ْن َيا‬ ‫ِم ْن‬ ‫ض‬
ٍ ‫ِب َع َر‬ ‫دِينَه‬ ‫َي ِبيع‬ ‫كَا ِف ًرا‬ ‫ص ِبح‬
ْ ‫َوي‬
Nabi ‫ صلى هللا عليه و سلم‬bersabda: "Segeralah kalian beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah
seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seorang laki-laki masih dalam keadaan mukmin,
lalu menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki masih dalam keadaan mukmin,
lalu menjadi kafir di pagi harinya. Dia menjual agamanya dengan barang kenikmatan dunia."
(HR Muslim -Shahih)
Hadits di atas menggambarkan dengan tepat sekali kondisi dunia dewasa ini. Bila jujur dalam
menilai, semua kita pasti merasakan betapa fitnah telah merebak ke segenap lini kehidupan.
Entah itu fitnah ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, hukum, pendidikan, media, militer
dan lain-lainnya. Sehingga Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬tidak mengatakan bahwa gejala
yang muncul ialah “di pagi hari seorang lelaki berbuat kebaikan, lalu berbuat kejahatan di sore
harinya.” Tidak, Nabi tidak berkata demikian..! Sebab sejahat-jahatnya seseorang, namun bila
iman dan tauhid masih bersemayam di dalam dadanya, ia masih berpeluang diampuni Allah
‫ سبحانه و تعالى‬. Jelas-tegas Nabi muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬mengatakan “pagi beriman, sorenya
kafir..!” Gejala “murtad tanpa sadar” inilah yang harus kita waspadai..!
Dalam hadits lainnya, kita temukan prediksi Nabi muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬yang dengan tepat
menggambarkan keadaan kaum muslimin dewasa ini.
‫اع‬
ٍ ‫ِبذ َِر‬ ‫َوذ َِراعًا‬ ‫ِب ِشب ٍْر‬ ‫ِشب ًْرا‬ ‫قَ ْب ِلك ْم‬ ‫ِم ْن‬ َ‫الَّذِين‬ َ‫سنَن‬
َ ‫لَتَت َّ ِبع َّن‬
‫َالتَّبَ ْعتموه ْم‬ ‫ب‬ٍِّ ‫ض‬
َ ‫جحْ ِر‬ ‫فِي‬ ‫دَخَلوا‬ ‫لَ ْو‬ ‫َحتَّى‬
‫فَ َم ْن‬ ‫قَا َل‬ ‫ارى‬
َ ‫ص‬َ َّ‫َوالن‬ َ‫ْآل َيهود‬ َّ
ِ‫َّللا‬ ‫َرسو َل‬ ‫َيا‬ ‫ق ْلنَا‬
Rasulullah ‫ صلى هللا عليه و سلم‬bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan
orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga
sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti
mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?"
Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka?" (HR Muslim - Shahih)
Tidakkah seperti itu kondisi sebagian besar kaum muslimin dewasa ini? Mereka mengekor
secara membabi-buta kepada “the western civilization” (peradaban barat) yang tidak lain ialah
“the judeo-christian civilization” (peradaban yahudi-nasrani) yang sedang mendominasi dunia
saat ini. Dalam berideologi meyakini faham sekularisme, humanisme, pluralisme dan
liberalisme. Dalam berhukum menolak hukum Allah ‫ سبحانه و تعالى‬dan membanggakan hukum
produk manusia. Dalam berbudaya menjadikan syahwat sebagai tujuan bukan dzikrullah
(mengingat Allah). Menjadikan riba sebagai praktek utama berekonomi yang diterima tanpa
peduli larangan dan ancaman Allah ‫سبحانه و تعال‬. Ikatan sosial dirajut berlandaskan faham
nasionalisme bukan aqidah tauhid sebagaimana yang Allah perintahkan. Dalam berpolitik
menjadikan faham Machiavelli (tujuan menghalalkan segala cara) serta demokrasi sebagai acuan
utama, bukannya memperjuangkan tegaknya kedaulatan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬dengan menerapkan
syariah Islam sebagai aturan bersama. Media menjadi sarana penyebar-luasan kebohongan,
kerusakan, humbar aurat, kelalaian bahkan kemusyrikan, bukan menjadi penerang yang
menyadarkan manusia akan hakikat dan tujuan hidupnya. Sekolah formal sebagai sarana utama
pendidikan malah menjadi penyebab utama disintegrasi keluarga serta tempat dimana anak
belajar menjadi nakal dan mempersekutukan Allah, bukan menjadi santun dan ber-tauhid.
Pantas bilamana Allah ‫ سبحانه و تعالى‬memperingatkan kita akan bahaya kaum yahudi dan nasrani
yang selalu menginginkan kaum muslimin mengekor kepada millah (baca: jalan hidup) mereka.
Bahkan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬memperingatkan kita bahwa jika loyalitas diserahkan kepada kaum
yahudi dan nasrani, maka Allah tidak lagi memandang kita masih beragama Islam, alias
murtad..!
‫َّللاِ ه َو ْالهدَى َولَئِ ِن ات َّ َبعْتَ أَ ْه َوا َءه ْم بَ ْعدَ الَّذِي َجا َءكَ ِمنَ ْال ِع ْل ِم‬
َّ ‫ارى َحتَّى تَتَّبِ َع ِملَّتَه ْم ق ْل إِ َّن هدَى‬
َ ‫ص‬َ َّ‫ضى َع ْنكَ ْاليَهود َوال الن‬
َ ‫َولَ ْن ت َْر‬
‫ير‬ٍ ‫َص‬ ِ ‫ن‬ ‫َوال‬ ‫ي‬ ٍِّ ‫َو ِل‬ ‫ِم ْن‬ َّ
ِ‫َّللا‬ َ‫ِمن‬ َ‫َلك‬ ‫َما‬
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti
millah mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu,
maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah 120)
Allah jelas-tegas menyatakan bahwa "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)". Islam itulah petunjuk Allah. Islam itulah petunjuk yang benar. Mengapa sebagian kita
mengikuti petunjuk kaum yahudi dan nasrani? Pantas dewasa ini sebagian besar kaum muslimin
tidak merasakan pertolongan dan perlindungan Allah, sebab mereka sibuk mencari pertolongan
dan perlindungan dari kaum yahudi dan nasrani..!
‫أَ ْو ِل َياء‬ ‫َب ْعضه ْم‬ ‫أَ ْو ِل َيا َء‬ ‫ارى‬
َ ‫ص‬َ َّ‫َوالن‬ َ‫ْال َيهود‬ ‫تَت َّ ِخذوا‬ ‫ال‬ ‫آ َمنوا‬ َ‫الَّذِين‬ ‫أ َ ُّي َها‬ ‫َيا‬
َّ ‫ال‬
َ‫ظا ِل ِمين‬ ‫ْالقَ ْو َم‬ ‫يَ ْهدِي‬ ‫ال‬ َّ
َ‫َّللا‬ ‫إِ َّن‬ ‫ِم ْنه ْم‬ ‫فَإِنَّه‬ ‫ِم ْنك ْم‬ ‫يَت ََو َّله ْم‬ ‫َو َم ْن‬ ‫ض‬
ٍ ‫بَ ْع‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maidah 51)

10. Karena sadar bahwa saat ini kaum muslimin sedang hidup di babak keempat
perjalanan sejarah ummat Islam.

Dan babak ini merupakan “the darkest ages of the Islamic era” (babak paling kelam
dalam sejarah Islam). Di babak ini kaum muslimin hidup di bawah dominasi kepemimpinan
mulkan jabbriyyan (para penguasa yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak
Allah dan Rasul-Nya). Belum pernah di dalam sejarah ummat Islam kita mengalami babak yang
lebih kelam daripada babak ini. Simak hadits Nabi‫ صلى هللا عليه و سلم‬berikut ini:
‫َّللا أ َ ْن تَكونَ ث َّم‬
َّ ‫شا َء‬َ ‫َّللا أ َ ْن ت َكونَ ث َّم يَ ْرفَع َها إِذَا شَا َء أ َ ْن يَ ْرفَعَ َها ث َّم ت َكون ِخ َالفَةٌ َعلَى ِم ْن َهاجِ النُّب َّوةِ َفت َكون َما‬
َّ ‫ت َكون النُّب َّوة ِفيك ْم َما شَا َء‬
‫َّللا أ َ ْن يَكونَ ث َّم يَ ْرفَع َها ِإذَا شَا َء أَ ْن يَ ْرفَ َع َها ث َّم ت َكون م ْل ًكا‬
َّ ‫َّللا أ َ ْن يَ ْرفَ َع َها ث َّم تَكون م ْل ًكا َعاضًّا فَيَكون َما شَا َء‬ َّ ‫يَ ْرفَع َها ِإذَا شَا َء‬

ِ ‫َّللا أ َ ْن ت َكونَ ث َّم َي ْرفَع َها ِإذَا شَا َء أَ ْن َي ْرفَ َع َها ث َّم تَكون ِخ َال َفةً َعلَى ِم ْن َه‬
َ‫اج النُّب َّو ِة ث َّم َس َكت‬ َّ ‫َجب ِْريَّا فَتَكون َما شَا َء‬
“Masa (1)kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah
mengangkatnya, setelah itu datang masa (2)Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian,
selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya, kemudian datang masa (3)Raja-raja yang
Menggigit selama beberapa masa, selanjutnya datang masa (4)Raja-raja/para penguasa yang
Memaksakan kehendak (diktator) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah,
setelah itu akan terulang kembali (5)Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian.
Kemudian Rasul SAW terdiam.” (HR Ahmad - Shahih)
Pada babak ketiga kaum muslimin sempat mengalami kepemimpinan yang juga bermasalah
karena yang memimpin adalah para khalifah yang dijuluki Nabi ‫ صلى هللا عليه و سلم‬sebagai mulkan
aadhdhon (para raja yang menggigit). Mengapa? Sebab pada masa itu pergantian khalifah bak
sistem kerajaan yaitu diwariskan dalam lingkup keluarga raja secara turun-temurun. Sehingga
mereka dijuluki para raja. Lalu mengapa disebutmenggigit? Karena tidak sedikit di antara
mereka yang memang berlaku zalim secara pribadinya, namun betapapun para kahliafah tersebut
masih memenuhi kriteria sebagai ulil amri dalam hal kepemimpinannya dimana bila ada
perselisihan, mereka masih menjadikan Allah (Al-Qur’an) serta Ar-Rasul (As-Sunnah) sebagai
rujukan utama. Tidak demikian halnya di babak keempat dewasa ini. Para pemimpin dan
pembesar yang ada mengambil rujukan selain Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menyelesaikan
persoalan masyarakat di dalam negara yang dipimpinnya. Inilah hal yang paling membedakan
antara babak ketiga dengan babak keempat perjalanan sejarah ummat Islam. Di babak ketiga
ummat masih merasakan kepemimpinan “ulil amri” sedangkan di babak keempat ummat tidak
memiliki “ulil amri” sebab yang ada hanyalah para “pemimpin dan pembesar” yang mengajak
masyarakat bukan menuju keridhoan Allah ‫ سبحانه و تعالى‬, malah menuju kemurkaan-Nya. Wa
na’udzubillaahi min dzaalika..!
‫الرسو ِل ِإ ْن ك ْنت ْم‬ َّ ‫ش ْيءٍ فَردُّوه ِإلَى‬
َّ ‫َّللاِ َو‬ َّ ‫َّللاَ َوأ َ ِطيعوا‬
َ ‫الرسو َل َوأو ِلي األ ْم ِر ِم ْنك ْم َفإِ ْن تَنَازَ عْت ْم فِي‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنوا أ َ ِطيعوا‬
‫ت َأ ْ ِويال‬ ‫سن‬َ ْ‫َوأَح‬ ‫َخي ٌْر‬ َ‫ذَلِك‬ ‫اآلخ ِر‬
ِ ‫َو ْال َي ْو ِم‬ ِ َّ ‫ِب‬
‫اَّلل‬ َ‫تؤْ ِمنون‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS An-Nisa 59)
َّ
َ‫َّللا‬ َ َ‫أ‬
‫ط ْعنَا‬ ‫لَ ْيتَنَا‬ ‫َيا‬ َ‫َيقولون‬ ِ َّ‫الن‬
‫ار‬ ‫ِفي‬ ‫وجوهه ْم‬ ‫تقَلَّب‬ ‫َي ْو َم‬
‫سبِيال‬
َّ ‫ال‬ ‫ضلُّونَا‬
َ َ ‫فَأ‬ ‫َوكبَ َرا َءنَا‬ ‫سادَتَنَا‬
َ َ َ‫أ‬
‫ط ْعنَا‬ ‫إِنَّا‬ ‫َربَّنَا‬ ‫َوقَالوا‬ ‫الرسوال‬
َّ َ َ ‫َوأ‬
‫ط ْعنَا‬
ً ‫َك ِب‬
‫يرا‬ ‫لَ ْعنًا‬ ‫َو ْالعَ ْنه ْم‬ ِ ‫ْالعَذَا‬
‫ب‬ َ‫ِمن‬ ‫ض ْعفَي ِْن‬
ِ ‫آ ِت ِه ْم‬ ‫َربَّنَا‬
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah
baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata:
"Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-
pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami,
timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang
besar".
(QS Al-Ahzab 66-68)
Ya Allah, ajarkanlah kami bagaimana caranya beristiqomah menjadikan Kitab-Mu dan Sunnah
Nabi-Mu Muhammad ‫ صلى هللا عليه و سلم‬sebagai pemimpin kami di era fitnah ketiadaan ulil amri
dewasa ini

B. FITRAH MANUSIA ADALAH BER-ISLAM


Apa yang dimaksudkan dengan fitrah itu?. Fitrah yang dimaksudkan dalam ilmu Tauhid
adalah Agama Allah iaitu agama yang diciptakan oleh Allah s..w.t untuk sekalian hambanya
supaya berada di landasan yang benar dan lurus. Agama yang diperintahkan oleh Allah ini
merupakan agama yang sempurna, lengkap dan syumul. Ia wajib diterima oleh seluruh umat
Islam tanpa menokok tambah dan mengurangkanny sedikit pun, bahkan tidak dibenarkan
mengubah dan meminda hukum Allah s.w.t sebagaimana firman Allah s.w.t :

ِ‫َّللا‬
‫ق ه‬ ِ ‫ع َل ْيهَا ۚ ََل تَ ْبدِي َل ِل َخ ْل‬ َ ‫َّللاِ الهتِي فَ َط َر النه‬
َ ‫اس‬ ِ ‫ۚ فَأَقِ ْم َوجْ َهكَ ِلل ِد‬
‫ِّين َحنِيفًا ۚ فِ ْط َرتَ ه‬

(Setelah jelas kesesatan syirik itu) maka hadapkanlah dirimu (engkau dan pengikut-pengikutmu,
wahai Muhammad) ke arah ugama yang jauh dari kesesatan; (turutlah terus) ugama Allah, iaitu
ugama yang Allah menciptakan manusia (dengan keadaan bersedia dari semulajadinya) untuk
menerimanya; tidaklah patut ada sebarang perubahan pada ciptaan Allah itu; itulah ugama
yang betul lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(Ar-Ruum:30)

Fitrah kita sebagai manusia pula seharusnya memerlukan agama sebagai panduan hidup. Agama
Islam merupakan agama fitrah untuk sekalian manusia kerana ia menyelamatkan manusia dari
kesesatan dalam hidup dan menyembahan kepada sesama makhluk atau berhala yang tidak
mempunyai sebarang daya,kuasa dan upaya untuk memberi manfaat melainkan memberi
mudarat. Penyembahan yang diwajibkan dalam Islam adalah hanya kepada Allah s.w.t, Tuhan
Sekalian Alam. Firman Allah s.w.t :

َ ‫ان ۚ إِنَّه لَك ْم‬


ٌ ِ‫عد ٌّو ُّمب‬
‫ين‬ ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬ ِ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنوا ادْخلوا فِي ال ِس ِّْل ِم كَافَّةً َو َال تَت َّ ِبعوا خط َوا‬
َّ ‫ت ال‬
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Ugama Islam (dengan mematuhi)
segala hukum-hukumnya; dan janganlah kamu menurut jejak langkah Syaitan; sesungguhnya
Syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata. (al-Baqarah:208)

Agama Islam adalah satu-satunya agama yang diredha oleh Allah s.w.t, tidak ada yang serupa
dengan agama Islam. Malah tidak ada juga agama yang mampu menyaingi apatah lagi melebihi
kesempurnaan dalam agama yang lurus ini. Firman Allah s.w.t :

‫اْلس ََْل ِم دِينًا فَلَن يُ ْق َب َل ِم ْنهُ َوه َُو فِي ْاْل ِخ َر ِة ِمنَ ْالخَا ِس ِري‬
ِ ْ ‫َو َمن َي ْبت َغِ َغي َْر‬

Dan sesiapa yang mencari Agama selain Agama Islam, maka tidak akan diterima daripadanya,
dan ia pada hari akhirat kelak dari orang-orang yang rugi. (al-Imran :85)

C. ISLAM MENCAKUP SELURUH ASPEK KEHIDUPAN

Islam, tentunya tidak hanya menyangkut masalah hubungan kita dengan Allah (habluminallah),
namun juga menyangkut hubungan kita dengan sesama manusia (habluminannas) dan
lingkungan. Dalam hubungan kita dengan Allah, kita mengenal yang namanya ibadah Mahdah
contohnya
seperti salat, zakat, puasa, dls. Dewasa ini, masyarakat kebanyakan sering mengartikan bahwa
Islam itu hanya mengurus masalah ibadah kepada Allah saja yaitu ibadah Mahdah tadi dan Islam
tidak berhak mencampuri aspek kehidupan yang lain selain ibadah Mahdah tadi. Jadilah
kerangka berpikir bahwa Islam terbatas pada sekedar berbicara masalah ibadah-ibadah Mahdah
saja. Bahkan ada anggapan bahwa Allah hanya mengawasi makhluk-Nya saat berada di dalam
rumah ibadah saja, selebihnya ketika berada di luar rumah ibadah tersebut maka Allah seolah-
olah tidak ada saat itu.

Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dari yang paling kecil hingga paling besar,
dari paling sederhana hingga paling rumit bahkan dari manusia bangun tidur sampai tidur lagi.
Banyak sekali bukti dari dalil yang ada di Al-Qur’an dan Hadits bahwa Islam mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia. Misalnya, Allah berfirman dalam Al-Qur’an :

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi.”(TQS. Al-Muthaffifin [83] : 1-3)

Ayat di atas tadi menjelaskan mengenai hal yang tidak boleh dilakukan dalam berjual beli yaitu
mengurangi takaran atau timbangan. Permasalahan ini masuk dalam perkara yang dalam Islam
disebut “Muamalah” dan tentunya hal ini tidak masuk dalam perkara ibadah kita dengan Allah
semata namun justru menyangkut hubungan kita dengan manusia. Atau seperti ayat di bawah ini
:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(TQS. Al-Maidah [5] : 38)

Dalam ayat di atas, Allah mensyariatkan dan memerintahkan bahwa laki-laki atau perempuan
yang mencuri maka hukuman potong tangan akan diberikan kepadanya. Ayat ini membahas
masalah hukum atau tindak pidana yang diperintahkan Allah untuk pelanggaran terhadap hukum
syara dan bukan membahas masalah ibadah kita dengan Allah saja.

Firman Allah di atas tadi tentunya sudah cukup membuktikan bahwa Islam tidak hanya
membahas masalah hubungan kita dengan Allah saja tapi juga membahas dan mengatur aspek
kehidupan manusia yang lain seperti muamalah, tindak pidana, interaksi, dls. Ayat Allah di atas
sudah sangat jelas membuktikan bahwa Islam tidak hanya berkutat pada masalah Ibadah Mahdah
saja.
Islam Mengatur Seluruh Aspek Kehidupan Manusia tanpa Terkecuali

Islam itu luas, sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada di dalam
kehidupan manusia, hal apapun itu yang lepas dari perhatian Islam ini. Semuanya selalu
diperhatikan oleh Islam, semuanya selalu berhubungan dengan Islam. Islam pun adalah sebuah
din yang merupakan rahmat, anugerah bagi seluruh alam bukan hanya untuk orang-orang muslim
tapi juga untuk orang-orang non-muslim. Dalam Islam, non-muslim diperbolehkan dan diberi
hak untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya namun dalam berinteraksi dengan masyarakat
khususnya masyarakat muslim maka diharuskan untuk mentaati aturan tertentu dalam Islam.
Bahkan dalam Islam pun, orang-orang non-muslim dilindungi oleh Islam itu sendiri. Ini lah
sedikit bukti bahwa Islam tidak hanya milik orang muslim tapi juga milik seluruh orang (
rahmatan lil alamin ).

Dalam Al-Qur’an, Hadits serta Ijma sahabat ditambah lagi dengan apa-apa yang dicontohkan
oleh Rasulullah melalui lisan dan perbuatan beliau sudah sangat jelas bahwa Islam itu mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia misalnya seperti masalah muamalah, pergaulan, ekonomi,
politik, sosial, perang (jihad), interaksi dengan non-muslim, dls. Islam punya aturan dan batasan
tertentu akan hal-hal tersebut yang tidak boleh dilanggar baik oleh muslim dan non-muslim.
Fakta sejarah dan realita telah membuktikan dan menyampaikan kepada kita bahwa orang-orang
muslim dan non-muslim bisa hidup berdampingan dengan tenang dan damai bahkan sejahtera di
bawah aturan Islam ini.

Memang aturan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Misalnya dalam hal
pergaulan, Islam melarang kita untuk mendekati zina sesuai dengan firman Allah :

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
Dan suatu jalan yang buruk.”(TQS. Al-Isra [17] : 32)

Firman Allah ini melarang dengan keras agar kita tidak mendekati zina apalagi melakukannya.
Zina yang dimaksudkan bukan hanya zina kemaluan tapi juga zina mata, telinga, hati, tangan,
kaki, mulut dan anggota badan lainnya (TQS. An-Nuur [24] : 30-31). Allah melarang hal ini
tentu bukan tanpa alasan dan sebab karena setiap perintah Allah pasti ada hikmahnya jika kita
melakukannya dan ada pula akibat buruknya karena kita tidak mentaatinya. Lihat saja zaman
sekarang, dimana pergaulan sangat tidak ada batasnya, laki-laki dan perempuan bukan muhrim
bisa seenaknya bercanda, berbicara, dls yang tidak sesuai hukum syara, ikhtilath dan berkhalwat,
pacaran, aurat yang berhamburan, dls. Semua perbuatan tadi adalah perbuatan yang menjurus ke
arah zina bahkan sangat berpotensi membawa pelakunya kepada zina yang lebih besar lagi.
Akibat tidak adanya batasan tadi dan ayat Allah ditinggalkan maka sex bebas dimana-mana, bayi
yang tidak jelas orang tuanya dan terlebih lagi munculnya penyakit mematikan dari perbuatan
tadi yaitu HIV AIDS yang tidak ada obatnya dan tidak bisa disembuhkan.

Lain lagi jika kita berbicara tentang bagaimana seharusnya kita berekonomi. Firman Allah sudah
memberikan kita petunjuk bagaimana cara kita berekonomi. Allah berfirman :

“…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”(TQS. Al-Baqarah [2]
: 275)

Allah mengharamkan riba atas kita semua dan memperbolehkan kepada kita untuk melakukan
jual-beli. Namun, zaman sekarang riba justru menjadi hal biasa dan dianggap halal padahal Allah
sudah jelas-jelas mengharamkannya. Sistem ekonomi sekarang justru menjadikan riba dan judi
sebagai urat nadi penggeraknya. Transaksi jual-beli, menabung, kerja sama ekonomi, dls tidak
lepas dari yang namanya riba dan judi. Hal ini jelas-jelas mengingkari firman Allah yang
mengharamkan riba dan memperbolehkan jual beli, sebagai akibatnya maka dapat kita lihat
secara nyata bagaimana ekonomi sekarang sudah sangat rusak. Rusak dalam artian disini adalah
bahwa yang ada sekarang bukanlah ekonomi yang mensejahterakan masyarakat tapi justru
ekonomi yang menyengsarakan rakyat. Inilah dampak nyata dari pengingkaran terhadap firman
Allah.

Dalam hal cara berpolitik pun, Allah mengatur lewat firmanNya :

“…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang fasik.”(TQS. Al-Maidah [5] : 47)

Kita sebagai umat muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tentu meyakini bahwa apa
yang disampaikan oleh Allah lewat firman-firmanNya dan apa yang disampaikan serta yang
dicontohkan Rasulullah adalah suatu kebenaran yang tidak terbantahkan lagi. Rasulullah dengan
dibimbing Allah melalui perantara wahyu dan malaikat-malaikatNya telah mencontohkan sebuah
pola hidup yang sangat sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia. Bukan hanya mengenai
masalah ibadah tapi juga mengenai masalah aspek kehidupan manusia lainnya termasuk aspek
politik. Rasulullah bersama umat-umat Islam terdahulu telah melukiskan sebuah lukisan sejarah
dengan tinta emas yang tidak akan pernah bisa ditandingi oleh umat manapun. Fakta
menunjukkan bahwa Islam dengan sistem pemerintahannya, sistem ekonominya, sistem
muamalahnya mampu membawa manusia kepada sebuah zaman keemasan dimana
kesejahteraan, kedamaian dan kenikmatan serta kenyamanan hidup bisa dirasakan secara merata
oleh seluruh manusia yang bernaung di bawah panji Islam. Rasulullah mencontohkan bahwa
Khilafah adalah satu-satunya lembaga kenegaraan yang ada dalam Islam dan Khalifah adalah
satu-satunya pemimpin umat Islam yang mana keduanya melaksanakan hukum Islam secara
kaffah tanpa terkontaminasi oleh hukum selain Islam apapun itu. Tentunya Rasulullah
mencontohkan seperti itu bukan tanpa bimbingan dari Allah Yang Maha Mengetahui Segalanya.
Karena Allah tahu bahwa sistem pemerintahan seperti itulah yang mampu membawa kebaikan
bagi manusia. Itulah yang diturunkan Allah dan tentunya sesuai firman Allah di atas bahwa
apabila kita tidak menghukumi suatu perkara dengan hukum Allah maka kita termasuk orang
yang bisa dibilang kafir, zalim, ataupun fasik.

D. ISLAM ADALAH RAHMATANLILALAMIN

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat
dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi
sesama manusia. Dalam islam kekerasan sangat dihindari bahkan adalah cara paling terakhir
yang dapat dilakukan jika semua jalan damai menemui kebuntuan. Dalam penyebarannya pun
islam menggunakan jalan damai tanpa adanya kekerasan, setidaknya itu yang dilakukan para
waliyullah yang menyebarkan Islam di Indonesia. Mereka menggunakan pendekatan secara
kebudayaan sehingga akhirnya dapat diterima, dipeluk dan menjadi agama mayoritas walaupun
datangnya paling terakhir di Indonesia. Bukan hanya itu, Islam juga merupakan rahmat bagi
alam artinya tidak hanya manusia semata yang merasakan kelembutan dan keakraban Islam, tapi
juga bangsa binatang, tumbuhan dan semua makhluk yang ada dialam ini merasakan kelembutan
dari para pemeluknya.

Islam mengajarkan tentang bagaimana bersikap dengan alam, binatang, tumbuhan dan sesama
manusia. Bahkan dalam islam kita dilarang kencing ke lubang yang ada dalam tanah, ini adalah
suatu penghormatan islam akan kehidupan yang mungkin ada dilubang itu. Islam mengajarkan
kita untuk bersikap bijak terhadap alam karena dari alamlah rizki manusia berasal. Maka dari
itulah islam menyebut dirinya Rohmatan Lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam) karena memang
mengajar kepada para pemeluknya tentang sikap santun terhadap alam.

E. ISLAM ADALAH AGAMA YANG LOGIS DAN MANUSIAWI

 ISLAM ADALAH AGAMA YANG LOGIS

Tidak sedikit orang yang mencibir keberadaan Islam, bahkan tidak jarang cibiran itu
keluar dari Muslim sendiri. Selain itu, ada beberapa orang yang mengatakan bahwa Islam itu tak
ubahnya seperti doktrinisasi dan dogma semata. Padahal apabila didalami lebih jauh, semua
ajaran yang Islam ajarkan itu logis. Sangat logis.

Banyak topik yang menjadi sasaran atas tuduhan seperti yang telah disinggung di atas. Tentang
wanita salah satunya. Semua perintah terkait wanita terkesan seolah-olah membatasi hak dan
kebebasan wanita. Bagian mana yang membatasi hak dan kebebasan wanita? Jilbab? Syariat
jilbab dibuat justru untuk memuliakan wanita setinggi-tingginya. Tidak ada yang tidak setuju
bahwa wanita memiliki unsur keindahan yang menawan. Islam hanya ingin menjaga keindahan
itu agar tetap pada tempatnya. Bukankah kebanyakan wanita yang dilecehkan itu adalah wanita
yang tidak berjilbab? Allah sendiri yang menjamin bahwa wanita berjilbab akan dilindungiNya :
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)

Islam juga memiliki konsep syurga dan neraka. Jika tidak ada konsep ini, enak sekali para
penguasa zalim di luar sana dapat dengan bebasnya melakukan kezaliman. Konsep syurga-
neraka ini justru merupakan bentuk keadilan Allah atas hambaNya yang berlelah-lelah dalam
meniti jalan kebaikan. Di akhirat sana, semua akan menemukan keadilan seadil-adilnya. Semua
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Tidak ada satu pun yang luput dari rekaman
yang Allah buat dengan sangat akurat. Justru sangat tidak logis apabila tidak ada konsep syurga
dan neraka, karena jika tidak ada akhirat, awal dan tengah kehidupan akan kehilangan makna.

Tentunya, kembali, bahwa konsepsi Tuhan dalam Islam yang paling logis. Tuhannya Allah dan
Allah itu satu. Ia sang khalik yang memiliki sifat jauh lebih mulia dibandingkan dengan
makhluk. Makhluk bukan khalik dan sifat khalik jauh berbeda dengan sifat makhluk. Hal logis
yang paling simple untuk dijadikan bahan berpikir adalah konsepsi Tuhan satu ini. Dapat
dibayangkan jika Tuhan banyak, maka akan terjadi perselisihan antar Tuhan terkait makhluk-
makhluk yang diciptakannya. Jika perbedaan kepentingan setiap Tuhan tersebut ada, sungguh
sangat mungkin alam semesta ini akan hancur.

Tidak ada alasan lagi untuk meyakini bahwa Islamlah satu-satunya agama yang patut dijadikan
rujukan hidup. Konsepsinya sangat sederhana dan logis. Tidak menuntut hal yang rumit jua tidak
mengandung doktrinisasi dan dogma semata. Semua hal yang Islam ajarkan masuk akal dan
sederhana dalam implementasi. Karena Islam memang sederhana dan logis.

 ISLAM ADALAH AGAMA YANG MANUSIAWI

Yang dimaksud dengan manusiawi ialah bahwa tidak satupun dari ajaran-ajaran Islam
yang apabila dikerjakan dengan baik, akan mendatangkan kesengsaraan atau kecelakaan pada
orang yang mengerjakannya. Misalnya saja masalah puasa yang nampaknya memberatkan,
ternyata agama Islam memberikan keringanan boleh dihutang dan boleh dibayar pada waktu
yang lain, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
 Karena bepergian jauh dengan jarak tempuh minimal 98 km; bepergian tersebut bukan
untuk maksiat; berangkat dari rumah sebelum masuk waktu subuh, atau sesudah masuk
waktu subuh akan tetapi di tengah-tengah perjalanan ternyata benar-benar tidak kuat
meneruskan puasa.
 Karena sakit parah yang menurut keterangan dokter ahli yang beragama Islam atau
berdasarkan pengalaman seseorang tidak mampu menjalankan ibadah puasa.
 Karena terlalu tua dan sudah pikun (pelupa), boleh tidak berpuasa dengan mengganti
membayar fidyah (sedekah) berupa makanan pokok sebanyak 1 (satu) kati untuk setiap
hari.
 Karena pekerjaannya sebagai penyelam atau pengambil pasir yang pantatnya terendam
dalam air, maka boleh berhutang puasa kalau sekiranya ada waktu lain untuk
membayarnya. Dan jika tidak ada waktu lain, maka boleh menggantinya dengan
membayar fidyah untuk setiap hari dengan satu kati makanan pokok yang berlaku di
daerahnya.
 Karena hamil atau menyusukan anak; maka jika mengkhawatirkan kesehatan anaknya,
boleh berhutang puasa dengan membayar puasa di hari lain dan membayar fidyah satu
kati bahan makanan pokok. Dan jika karena memang dirinya sendiri yang tidak kuat,
maka hanya berkewajiban membayar puasa di hari lain saja.

Disamping itu agama Islam melarang seseorang berpuasa dua hari atau lebih berturut-turut tanpa
berbuka puasa, karena hal itu termasuk menyengsarakan diri yang dilarang oleh Islam.

Dalam Al Qur'an surat Thaha (S.20) ayat 1 - 6 Allah swt. berfirman:

‫ت‬
ِ ‫َّموا‬
َ ‫ض َوالس‬ َ ‫ ت َ ْن ِز ْيالً ِم َّم ْن َخ َلقَ األ َ ْر‬. ‫ اِالَّ تَذْ ِك َرة ً ِل َم ْن َي ْخشَى‬.‫ َما أ َ ْنزَ ْلنَا ِا َليْكَ ْالق ْرآنَ ِلت َ ْشقَى‬.‫ طه‬.‫بـســــم هللا الرحمن الرحيم‬
َ ‫ت َو َما فِى األ َ ْر‬
‫ض َو َما بَ ْينَه َما َو َما تَحْ تَ الثَّ َرى‬ َ ‫ لَه َما فِى الس‬.‫ش ا ْست ََوى‬
ِ ‫َّموا‬ َ ‫لرحْ من َعلَى ْالعَ ْر‬ َّ َ‫ا‬.‫ ْالعلَى‬.

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Thaahaa (salah satu nama dari
nama-nama Nabi Besar Muhammad saw.). Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar
kamu menjadi susah (celaka), tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),
yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. Yaitu Tuhan Yang
Maha Pemurah, Yang bersemayam di 'Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit,
semua yang di bumi, semua yang ada di antara keduanya dan semua yang dibawah tanah ".

F. ISLAM MENJANJIKAN KEBAHAGIAAN YANG ABADI (AKHIRAT)

Kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat bukanlah kondisi yang saling bertentangan
bagi seorang muslim. Kebahagiaan di akhirat yang abadi, adalah kelanjutan kebahagiaan hidup
di dunia. Karena itulah, betapa malangnya orang-orang yang meluputkan kebahagiaan di dunia,
dimana hidupnya terasa menyengsarakan dan dalam kesempitan, sementara kebahagiaan
akhiratpun luput darinya.

Hanya saja, ukuran kebahagiaan orang beriman, tidaklah diukur dengan apa yang dirasakan oleh
raganya semata. Ukuran duniawi yang materialistis tidak membatasi ukuran kebahagiaan iman
yang tidak terhingga. Jika ukuran kebahagiaan pada harta adalah mengumpulkannya dan lalu
memuaskan kebutuhan raganya semata, maka sangatlah terbatas kebahagiaan itu. Sebab, raga
manusia ada batasnya, batas kemampuan menikmatinya, dan batas waktunya yang sesaat dan
sekedap. Nikmatilah makanan lezat, raga hanya merasakannya sesaat dan perutpun menampung
dengan ukuran terbatas. Itulah ukuran kebahagiaan dunia. Seperti itu pulalah kebahagiaan
duniawi lainnya. Sesaat dan terbatas.

Namun, ukuran kebahagiaan seorang beriman jauh melampaui apa yang dirasakan raga dan
ukuran duniawi lainnya. Kebahagiaan orang beriman tatkala berusaha dan memperoleh harta
kekayaan, adalah ketika ia mendistribusikannya. Harta yang dimiliki, menjadi sarana kebaikan
yang dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Kekuasaan yang dicapainya, menjadi sarana
untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Begitulah seseterusnya,
sebagaimana yang dinyatakan oleh asy-syahid Sayid Quthub : "Ketika kita memberi, kita
menerima lebih banyak."

Itulah ukuran hati yang dipenuhi iman. Kian banyak memberi, semakin lapang yang ia rasakan.
Berbeda dengan ukuran hati yang ditakar oleh duniawi. Kian banyak meraih dan menerima,
semakin kurang yang ia rasakan. Karena itu, betapa sengsaranya hidup ini, bila kebahagiaan dan
kesengsaraan ditakar oleh ukuran-ukuran duniawi. Kehinaanlah yang kita peroleh bila
kehormatan kita sandarkan pada harta dan kekuasaan. Namun, kehormatan akan kita peroleh bila
kita sandarkan pada keikhlasan. Kian banyak amal shalih yang kita lakukan, kian banyak
manfaat yang kita tebar, maka panenpun akan peroleh dari Allah SWT berupa kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Benarlah apa yang dinyatakan Rasulullah SAW : "Sebaik-baik manusia
adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi sesama."

Kebahagiaan di dunia adalah terasakannya ketentraman hidup, ketenangan dalam mengarungi


jalan hidup, serta semakin bertambahnya keyakinan atas kehidupan yang hendak dicapainya.
Kebahagiaan itu, bukan hal yang abstrak atau angan-angan, tetapi terwujud dalam kehidupan
pribadinya, dalam rumah tangganya, dalam kehidupan bermasyarakat. Ketenangan ini, bukan
kondisi yang statis, tanpa usaha, tanpa perjuangan dan proses, atau dicapai dengan sikap pasrah
yang salah. Bukanlah tawakal bila tanpa ikhtiar. Tidaklah disebut sabar bila tanpa jihad (usaha
keras dan sungguh-sungguh). Semua usaha dan proses itu, justru sesuatu yang malah dinikmati
pula oleh orang-orang beriman.

"Allah itulah yang memberikan ketentraman dalam hatinya orang-orang yang beriman, supaya
keimanan mereka itu bertambah dari keimanan yang telah ada." (QS. Al-Fath : 4). Dan
firmanNya : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih itu akan diberi
petunjuk oleh Rabb mereka dengan sebab keimanan mereka." (QS. Yunus : 9).

Lalu, adakah kebahagiaan yang Allah tanamkan ke dalam hati orang beriman itu hanya bersifat
ruhaniah semata? Tidak, bahkan Allah memberikan segala kebahagiaan hidup di dunia ini bagi
orang-orang beriman dan beramal shalih, sebagaimana yang telah dinikmati dan dirasakan oleh
generasi Islam sebelumnya. Kemakmuran hidup dalam cara hidup yang bersahaja. Ketentraman
hidup ditengah perjuangan (jihad) yang tidak pernah henti. Saat itu, peradaban Islam menjadi
pemimpin Ummat manusia, bahkan kekhilafahan Islam mampu tegak selama lebih dari 14 abad.

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih bahwa Dia akan
mengangkat mereka sebagai khalifah (sebagai pemegang kekuasaan) di bumi ini, sebagaimana
Dia telah menjadikan khalifah orang-orang sebelum mereka itu. Allah juga akan meneguhkan
kedudukan agama yang diridhai olehNya untuk mereka serta mengganti keadaan mereka sesudah
adanya perasaan takut dengan aman tentram." (QS. An-Nur 55).

Janji Allah itu telah wujud pada masa lalu, dirasakan oleh orang-orang beriman yang telah
berlalu. Dan janji itu, tetap berlaku bagi orang-orang beriman, beramal shalih dan senantiasa
berjihad di jalanNya hingga akhir zaman

Anda mungkin juga menyukai