Anda di halaman 1dari 11

Tugas dr.

Gladys

1.definisi

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/ menginfeksi sel
darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Akibat menurunnya kekebalan
tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi oportunistik yang sering
berakibat fatal. Pengidap HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan
jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome.(12)

2.Etiologi

Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan virus
sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili retroviridae, subfammili lentiviridae, genus
lentivirus. Berdasarkan strukturnya, HIV termasuk damili retrovirus yang merupakan kelompok
virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai suptipe. Diantara kedua grup
tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup
HIV-1.(13)
HIV terdiri dari suatu bagian inti yang terbentuk silindris yang dikelilingi oleh lipid
bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua jenis glikoprotein yaitu gp120 dan
gp41. Fungsi utama protein ini adalah untuk memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor
kemokin serta memungkinkan virus untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian dalam
terdapat dua RNA, juga terdapat berbagai protein dan enzim yang penting untuk replikasi dan
maturasi HIV, antara lain adalah p24, p7, p9, p17, reverse transkriptase, integrase, dan protease.
Tidak seperti retrovirus yang lain, HIV menggunakan sembilan gen untuk mengkode protein dan
enzim. Ada tiga gen utama yaitu gag, pol, dan env. Gen gag mengkode protein ini, gen pol
mengkode enzim reverse transnkriptase, integrase, dan protease, dan gen env mengkode
komponen struktural HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu, vpr dan tat
penting untuk replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi HIV.(14)
3. Gejala klinis

Gejala klinis
Gejala klinis pada orang yang terinfeksi dapat timbul paling cepat 1 sampai 4 minggu
setelah pajanan. Gejala yang timbul dapat berupa malaise, demam, diare, limfadenopati, dan
ruam makulopapular. Beberapa orang mengalami gejala yang lebih akut, seperti meningitis dan
pneumonitis. Selama periode ini, kadar limfosit T CD4 yang tinggi dapat tedeteksi di darah
perifer.
Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang drastis dan kemudian terjadi kenaikan
limfosit T karena terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih di atas 500 sel/mm3
dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi HIV. Setelah terinfeksi
HIV akan muncul gejala klinis yaitu demam, banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan
berat badan kurang dari 10%, diare, lesi pada mukosa dan penyakit infeksi kulit berulang.
Gejala-gejala ini merupakan tanda awal munculnya infeksi oportunistik.
Selanjutnya adalah fase simtomatik. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion
secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Respons imun tidak mampu meredam jumlah
virion yang berlebihan, sehingga limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin
banyak. Dari perjalanan penyakit, jumlah limfosit T CD4 pasien biasanya telah turun di bawah
200 sel/mm3. Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin
rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Dan disertai pula dengan munculnya
gejala-gejala yang menunjukkan immunosupresi yang berlanjut sampai pasien memperlihatkan
penyakit-penyakit terkait AIDS.(15)

Erupsi papular Lesi papular pruritik, Diagnosis klinis


pruritik seringkali dengan pigmentasi
pasca inflamasi. Sering juga
ditemukan pada anak yang
tidak terinfeksi, kemungkinan
skabies atau gigitan serangga
harus disingkirkan
Dermatitis seboroik Kondisi kulit bersisik dan Diagnosis klinis
gatal, umumnya di daerah
berambut (kulit kepala, aksila,
punggung atas, selangkangan)
Infeksi jamur pada Paronikia (dasar kuku Kultur jamur dari kuku
kuku membengkak, merah dan
nyeri) atau onikolisis
(lepasnya kuku dari dasar
kuku) dari kuku (warna
keputihan, terutama di bagian
proksimal kuku, dengan
penebalan dan pelepasan kuku
dari dasar kuku).
Onikomikosis proksimal
berwarna putih jarang timbul
tanpa disertai imunodefisiensi
Stadium Klinis 3
Penurunan berat Anamnesis adanya penurunan Penurunan berat
badan derajat sedang berat badan dan terlihat badan dari
yang tidak dapat penipisan di wajah, pinggang pemeriksaan fisik
dijelaskan (<10% dan ekstremitas disertai sebesar <10%
BB) wasting atau Indeks Massa
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS
DEFINITIF
Lanjutan stadium klinis 3
Tubuh (IMT) <18,5. Dapat
tanda masking penurunan berat
badan pada kehamilan
Diare kronik selama Anamnesis adanya diare Tidak diharuskan,
>1 bulan yang tidak kronik (feses lembek atau cair namun perlu untuk
dapat dijelaskan ≥3 kali sehari) selama lebih konfirmasi apabila ≥3
dari 1 bulan feses tidak cair dan ≥2
analisis feses tidak
ditemukan patogen
Demam persisten Dilaporkan sebagai demam Pemeriksaan fisik
yang tidak dapat atau keringat malam yang menunjukkan suhu
dijelaskan (>37,5oC berlangsung >1 bulan, baik >37.6 0C, dengan kultur
intermiten atau intermiten atau konstan, darah negatif, Ziehl-
konstan, > 1 tanpa respons dengan Neelsen negatif, slide
bulan) pengobatan antibiotik atau malaria negatif,
antimalaria. Sebab lain Rontgen toraks normal
tidak ditemukan pada atau tidak berubah,
prosedur diagnostik. Malaria tidak ada fokus infeksi
harus disingkirkan pada daerah yang
endemis. Nyata
Kandidiasis oral Plak kekuningan atau putih Diagnosis klinis
yang persisten atau
berulang, dapat diangkat
(pseudomembran) atau bercak
kemerahan di lidah, palatum
atau garis mulut, umumnya
nyeri atau tegang (bentuk
eritematosa)
Oral hairy Lesi putih tipis kecil linear Diagnosis klinis
leukoplakia atau berkerut pada tepi lateral
lidah, tidak mudah diangkat
TB Paru Gejala kronik (bertahan Isolasi Mycobacterium
selama 2-3 minggu): batuk, tuberculosis pada kultur
hemoptisis, sesak napas, sputum atau
nyeri dada, penurunan berat histopatologi biopsi
badan, demam, keringat paru (sejalan dengan
malam, ditambah: Sputum gejala yang muncul)
BTA negatif atau Sputum BTA
positif dan gambaran
radiologis (termasuk infiltrat di
lobus atas, kavitasi, fibrosis
pulmoner, pengecilan, dan
lain-lain). Tidak ada bukti
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS
DEFINITIF
Lanjutan stadium klinis 3
gejala ekstrapulmoner
Infeksi bakterial Demam disertai gejala atau Isolasi bakteri dari
berat (seperti tanda spesifik yang spesimen klinis yang
pneumonia, melokalisasi infeksi dan sesuai (di lokasi yang
meningitis, merespons terhadap terapi seharusnya steril)
empiema, antibiotik yang sesuai
piomiositis, infeksi
tulang atau sendi,
bakteremia, radang
panggul berat.)
Stomatitis, Nyeri hebat, ulserasi papila Diagnosis klinis
ginggivitis, atau gusi, gigi lepas, perdarahan
periodontitis spontan, bau busuk, hilangnya
ulseratif nekrotikans jaringan lunak dan/atau tulang
akut dengan cepat
Stadium Klinis 4
HIV wasting Anamnesis adanya penurunan Pemeriksaan fisik
syndrome berat badan (>10% BB) dengan menunjukkan adanya
wasting yang jelas atau IMT penurunan berat badan
<18,5, ditambah: diare kronik (>10% BB) ditambah
yang tidak dapat dijelaskan patogen negatif pada
(feses lembek atau cair ≥3 kali dua atau lebih feses
sehari) selama >1 bulan ATAU ATAU
Demam atau keringat malam Pemeriksaan fisik
selama >1 bulan tanpa menunjukkan adanya
penyebab lain dan tidak peningkatan suhu
merespons terhadap antibiotik melebihi 37,6°C tanpa
atau antimalaria. Malaria penyebab lain. Kultur
harus disingkirkan pada darah negatif, slide
daerah endemis malaria negatif, dan
radiografi normal atau
tidak berubah
Pneumonia Sesak saat aktivitas atau batuk Sitologi atau gambaran
Pneumocystis (PCP) kering onset baru (dalam 3 mikroskopik
bulan terakhir), takipneu, imunofluoresens dari
demam sputum terinduksi atau
DAN bilasan bronkoalveolar
Rontgen toraks menunjukkan atau histopatologi
infiltrat interstisial bilateral jaringan paru
difus
DAN
Tidak ada gejala dan tanda
pneumonia bakterial. Pada
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS
DEFINITIF
Lanjutan stadium klinis 4
auskultasi terdengar krepitasi
Pneumonia bakterial Episode saat ini ditambah satu Kultur positif atau tes
berulang (episode episode atau lebih dalam 6 antigen dari organisme
saat ini ditambah bulan. Gejala (misal demam, yang sesuai
satu episode atau batuk, dispneu, nyeri dada)
lebih dalam 6 bulan memiliki onset akut (<2
terakhir) minggu)
DAN
Pemeriksaan fisik atau
radiografi menunjukkan
konsolidasi baru, berespons
dengan antibiotik
Infeksi herpes Ulserasi anogenital atau Kultur positif atau
simpleks kronik orolabial progresif disertai DNA (PCR) HSV atau
(orolabial, genital nyeri; lesi disebabkan oleh sitologi atau histologi
atau anorektal) infeksi HSV berulang dan yang sesuai
selama >1 bulan, sudah dikeluhkan >1 bulan.
atau viseral tanpa Ada riwayat episode
melihat lokasi sebelumnya. HSV viseral
ataupun durasi. memerlukan diagnosis
definitif
Kandidiasis Onset baru, nyeri Gambaran makroskopik
esophageal retrosternal atau sulit menelan pada endoskopi atau
(makanan dan cairan) bronkoskopi, atau
bersamaan dengan kandidiasis mikroskopik atau
histopatologi
oral
TB ekstraparu Gejala sistemik (misal demam, Isolasi M. tuberculosis
keringat malam, malaise, atau histopatologi yang
penurunan berat badan). sesuai dari lokasi
Gejala atau tanda TB infeksi terkait, disertai
ekstraparu atau diseminata dengan gejala atau
tergantung dari lokasi: tanda yang sesuai (bila
pleuritis, perikarditis, kultur atau hisopatologi
peritonitis, meningitis, dari spesimen
limfadenopati mediastinal atau pernapasan, harus ada
abdominal, osteitis. TB milier: bukti penyakit
foto toraks menunjukkan ekstraparu lainnya)
bayangan milier kecil atau
mikronodul yang terdistribusi
merata dan difus. Infeksi TB
di KGB servikal umumnya
dianggap sebagai TB
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS
DEFINITIF
Lanjutan stadium klinis 4
ekstraparu yang lebih ringan
Sarkoma kaposi Gambaran khas di kulit atau Gambaran makroskopik
orofaring berupa bercak datar, pada endoskopi atau
persisten, berwarna merah bronkoskopi atau
muda atau merah lebam, lesi mikroskopik melalui
kulit biasanya berkembang histopatologi
menjadi plak atau nodul
Ensefalopati HIV Adanya disfungsi kognitif Diagnosis eksklusi
dan/atau motorik yang dan, bila ada, CT
menyebabkan disabilitas pada atau MRI
aktivitas sehari-hari, progresif
dalam beberapa minggu atau
bulan, tanpa adanya penyakit
atau kondisi lainnya selain
HIV yang dapat menyebabkan
manifestasi klinis tersebut

Toksoplasmosis otak Onset baru gejala neurologis Antibodi toksoplasma


fokal atau penurunan positif di serum
kesadaran DAN
DAN lesi massa intrakranial
Merespons dalam 10 hari tunggal atau multipel
dengan terapi spesifik pada CT atau MRI

4. penatalaksanaan

Penatalaksanaan HIV / AIDS


Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila
tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan
apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah
rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa:
Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah
didasarkan pada penilaian klinis.
Tersedia pemeriksaan CD4
Rekomendasi :
Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang
stadium klinisnya.
Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B
tanpa memandang jumlah CD4.
Tabel 2. Saat memulai terapi ARV
Target Populasi Stadium Klinis Jumlah Sel CD4 Rekomendasi
ODHA dewasa Stadium klinis 1 > 350 sel/mm3 Belum mulai terapi.
dan 2 Monitor gejala klinis
dan jumlah sel CD4
setiap 6 - 12 bulan
<350 sel/mm3 Mulai terapi
Stadium klinis 3 Berapapun jumlah Mulai terapi
dan 4 sel CD4
Pasien dengan Apapun stadium Berapapun jumlah Mulai terapi
ko-infeksi TB klinis sel CD4
Pasien dengan Apapun stadium Berapapun jumlah Mulai terapi
ko-infeksi klinis sel CD4
Hepatitis B
kronik aktif
Ibu hamil Apapun stadium Berapapun jumlah Mulai terapi
klinis sel CD4
Tabel 3. Tatalaksana Infeksi Opportunistik sebelum memulai terapi ARV
Jenis Infeksi Opportunistik Rekomendasi
Progresif Multifocal ARV diberikan langsung setelah diagnosis
Leukoencephalopathy, infeksi ditegakkan
Sarkoma Kaposi,
Mikrosporidiosis, CMV,
Kriptosporidiosis
Tuberkulosis,PCP, ARV diberikan setidaknya 2 minggu setelah
Kriptokokosis, MAC pasien mendapatkan pengobatan infeksi
opportunistik

Prinsip dalam pemberian ARV adalah


Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan berada dalam dosis
terapeutik. Prinsip tersebut untuk menjamin efektivitas penggunaan obat.
Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses pelayanan ARV
.
Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan manajemen logistik yang
baik.
Anjuran pemilihan obat ARV lini pertama: 2 NRTI + 1 NNRTI. Mulailah terapi antiretroviral
dengan salah satu dari panduan di bawah ini:

Tabel 4. Anjuran memulai terapi antiretroviral


AZT + 3TC+ NVP (Zidovudine + Lamivudine + ATAU
Nevirapine)

AZT + 3TC+ EFV (Zidovudine + Lamivudine + ATAU


Efavirenz)

TDF + 3TC (atau FTC) + (Tenofovir + Lamivudine ATAU


NVP atau Emtricitabine +
Nevirapine)
TDF + 3TC (atau FTC) + (Tenofovir + Lamivudine
EFV atau Emtricitabine +
Efavirenz)

Tabel 5. Panduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum pernah
mendapat terapi ARV
Populasi Target Pilihan yang Catatan
direkomendasikan
Dewasa dan anak AZT atau TDF + 3TC Merupakan pilihan paduan yang
(atau FTC) + EFV sesuai untuk sebagian besar
atau NVP pasien. Gunakan FDC jika
tersedia
Perempuan hamil AZT + 3TC + EFV Tidak boleh menggunakan EFV
atau NVP pada trimester pertama. TDF bisa
merupakan pilihan
Ko-infeksi HIV/TB AZT atau TDF + 3TC Mulai terapi ARV segera setelah
(FTC) + EFV terapi TB dapat ditoleransi (antara
2 minggu hingga 8 minggu).
Gunakan NVP atau triple NRTI
bila EFV tidak dapat digunakan
Ko-infeksi HIV/ TDF + 3TC (FTC) + Pertimbangkan pemeriksaan
Hepatitis B kronik EFV atau NVP HbsAg terutama bila TDF
aktif merupakan paduan lini pertama.
Diperlukan penggunaan 2 ARV
yang memiliki aktivitas anti-HBV

Regimen triple NRTI digunakan hanya jika pasien tidak dapat menggunakan obat ARV
berbasis NNRTI, seperti dalam keadaan berikut:
Ko-infeksi TB/HIV, terkait dengan interaksi terhadap Rifampisin
Ibu Hamil, terkait dengan kehamilan dan ko-infeksi TB/HIV
Hepatitis, terkait dengan efek hepatotoksik karena NVP/EFV/PI
Anjuran paduan Triple NRTI yang dapat dipertimbangkan adalah AZT + 3TC + TDF.
Penggunaan Triple NRTI dibatasi hanya untuk 3 bulan lamanya, setelah itu pasien perlu
dikembalikan pada penggunaan lini pertama karena supresi virologisnya kurang kuat.(17)
5. VCT (Voluntary Counseling and Testing)

Suatu layanan pasti memiliki teknik yang digunakan untuk lebih mudah dan cepat mencapai
tujuan. Dalam voluntary counseling and testing agar tujuan dapat tercapai dengan mudah dan
cepat, teknik pendekatan yang digunakan adalah eklektik. Teknik pendekatan eklektik
merupakan gabungan teknik pendekatan antara direktif dan nondirektif. Teknik ini
dikembangkan oleh Frederick Thorne dengan tujuan untuk menggantikan tingkah laku yang
terlalu komplusif dan emosional dengan tingkah laku yang bercorak lebih rasional dan
konstruktif. Kelebihan dari teknik yang dikembangkan oleh Frederick Thorne yaitu karena
menerapkan dan memadukan berbagai pendekatan, menggunakan variasi dalam prosedur dan
teknik sehingga dapat melayani klien sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri khas
masalah yang dihadapi klien. Serta kekurangan dari teknik pendekatan ini adalah klien merasa
binggung jika konselor merubah strategi konseling sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan saat
konseling, maka konselor dituntut untuk menguasai semua pendekatan sehingga mengerti kapan
harus menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut. (Wibowo 2003) Prinsip-prinsip Voluntary
Counseling and Testing Prinsip-prinsip dalam konseling harus berkenaan dengan sasaran
pelayanan, masalah individu, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, dan
pelaksanaan pelayanan. Sedangan prinsip dasar dalam voluntary counseling and testing ada 4,
yaitu rahasia, sukarela, konseling dan persetujuan.

Tahapan Voluntary Counseling and Testing Voluntary counseling and testing pada dasarnya
merupakan gabungan dari konseling dan tes. Voluntary counseling and testing memiliki 3
tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu tahap konseling pra testing, tahap tes HIV, tahap konseling
pasca testing

Pendukung dan Penghambat Voluntary Counseling and Testing Pendukung layanan voluntary
counseling and testing dapat berjalan dengan baik yaitu karena adanya kebijakan yang tidak
hanya untuk orang berisiko HIV/AIDS namun juga TB, karena TB juga bisa terkena HIV/ AIDS;
ruangan yang nyaman, aman; tim VCT yang kompak; klien yang terbuka dan mempunyai
kesadaran ingin sembuh; lingkungan yang mau menerima klien sesuai dengan statusnya; dan
adanya kelompok dukungan sebaya (KDS).

penghambat layanan voluntary counseling and testing adalah kebijakan tentang alokasi
pencegahan yang lebih rendah daripada pengobatan; tim VCT yang bertugas merangkap; klien
yang tertutup, tidak jujur dan tidak memiliki keinginan untuk sembuh; dan lingkungan yang tidak
mau menerima klien sesuai dengan statusnya.
DAFTAR PUSTAKA

12. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2861-70.
13. United States Preventive Services Task Force. Screening for HIV. (monograph on the
internet) Available at: http://www.uspreventiveservicestaskforce.org/uspstf/uspshivi.htm.
Accessed April 25th, 2018.
14. Marteens G, Celum C, Lewin SR. HIV infections: epidemiology, pathogenesis, treatment &
prevention. Lancer 2014; 258-327.
15. Sterling TR, Chaisson SR. General Clinical Manifestation of HIV Infections (including
retroviral syndrome and oral, cutaneous, renal, ocular, metabolic and cardiac disease). Mandell
GL, Bennett JE, Dolin R. Principles and practice of infectious diseases 2010; 7: 1705-26.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 87 Tahun 2014. Pedoman pengobatan
anti retroviral. Available at http://virtualmentor.ama-assn.org/2010/03/cprl1-1003.html.
Accessed April 25th, 2018.
17. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional tatalaksana klinis HIV dan terapi antiretroviral
pada orang dewasa. Available at http://www.spiritia.or.id/Dok/pedomanart2011.pdf. Accessed
April 25th, 2018.

Anda mungkin juga menyukai