Anda di halaman 1dari 43

ANISOMETROPIA

KELOMPOK 1
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
PERIODE 13 - 24 JULI 2020
ADILA SALSABILA
030.14.003
JUAN STUART XAVERIUS J
030.16.080
NANDA LISISINA
030.15.130
VANESSA CHRISTABEL M
030.16.151
JESSICA RIAMA TOBING
030.15.093
MADE INDIRA PRABASARI
030.15.105
M. ABDUL HARIST
030.16.098
PENDAHULUAN
• Anisometropia yang merupakan salah satu gangguan penglihatan, adalah suatu
keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.
• Apabila perbedaan besarnya bayangan sudah 5% atau lebih maka akan
menimbulkan aniseikonia yang akan mengakibatkan penderita merasa tidak
nyaman menggunakan kacamata.
• Pada anak merupakan penyebab utama terjadinya ambliopia dan strabismus.
6% kejadian anisometropia terjadi antara umur 6 sampai 18 tahun
• Kelainan mata lainnya yaitu hipermetropia, miopia dan astigmatisma yang
tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan munculnya anisometropia
ANATOMI DAN HISTOLOGI
MEDIA
REFRAKSI MATA
Beberapa bagian mata yang termasuk dalam
media refraksi adalah kornea, aqueous
humour, lensa, dan vitreous humour
1. KORNEA
Kornea adalah jaringan
transparan dan avaskular, yang
merupakan media refraksi mata
pertama

Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal


Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di
tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm
tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm
1. KORNEA
Bag tepi dibatasi limbus (lapisan sel
punca/stem sel untuk regenerasi epitel kornea
 Limbus terdapat a.sirkulus limbus : nutrisi
kornea perifer
Bila terjadi inflamasi kornea maka pemb
darah ini akan dilatasi (injeksi perikornea)
Nutrisi berasal : p.d limbus, akuos humor, air
mata
Inervasi : N. V
Ujung sensoris dari n. Siliaris longus
Sensitivitas kornea 300-600 kali kulit
1. KORNEA
Epitel

Membran
Bowman’s

Stroma
Membran
Descement’s

Endotel
2. CAMERA OCULI ANTERIOR

Rongga anterior antara kornea dan lensa


Rongga anterior antara kornea dan lensa
mengandung cairan jernih encer yang disebut
mengandung cairan jernih encer yang disebut
aquous humor. Aquous humor membawa
aquous humor. Aquous humor membawa
nutrien untuk kornea dan lensa, yaitu dua
nutrien untuk kornea dan lensa, yaitu dua
struktur yang tidak memiliki aliran darah karena
struktur yang tidak memiliki aliran darah karena
adanya pembuluh darah akan mengganggu
adanya pembuluh darah akan mengganggu
lewatnya cahaya ke fotoreseptor
lewatnya cahaya ke fotoreseptor
3. LENSA
3. LENSA
Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris
Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris
dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan)
dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan)
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi

KARAKTERISTIK LENSA:

1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam


akomodasi untuk menjadi cembung
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
3. Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous humor dan berada di sumbu mata
3. LENSA
Lensa adalah struktur bikonveks,
avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna
Tebalnya sekitar 4 mm dan
diameternya 9 mm
Lensa digantung di belakang iris
oleh zonula yang
menghubungkannya dengan badan
siliare
Di anterior lensa terdapat humor
aqueous, di sebelah posteriornya
terdapat vitreus
3. LENSA
Lensa difiksasi ditempatnya oleh
ligamentum yang dikenal sebagai
zonula (zonula Zinnii), yang tersusun
dari banyak fibril dari permukaan
badan siliaris dan menyisip kedalam
65% lensa terdiri dari air, sekitar
ekuator lensa
35% protein dan sedikit sekali
mineral. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada di
Tidak ada serat nyeri, kebanyakan jaringan lain. Asam
pembuluh darah atau askorbat dan glutation terdapat
saraf di lensa, kekuatan dalam bentuk teroksidasi maupun
refraksi 15-10D tereduksi
HISTOLOGI
4. VITREOUS HUMOUR (BADAN KACA)
Badan vitreous menempati
daerah mata di balakang
lensa. Rongga ini terletak
antara lensa dan retina
4. VITREOUS HUMOUR (BADAN KACA)

 Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih


dan avaskular yang membentuk 2/3 dari volume
dan berat mata
 Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa,
retina dan diskus optikus
 Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi
dua komponen, kolagen dan asam hialuronat,
yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip
gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat
banyak air
FISIOLOGI REFRAKSI
DAN AKOMODASI MATA

PROSES REFRAKSI DAN AKOMODASI

Anisometropia merupakan gangguan penglihatan akibat adanya


perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau silinder antara mata kanan
dan mata kiri
Refraksi merupakan sebuah proses pembelokan berkas cahaya yang
bertujuan untuk memfokuskan titik bayangan tepat di retina. Beberapa
bagian mata yang termasuk dalam media refraksi adalah kornea,
aqueous humour, lensa, dan vitreous humour
PROSES REFRAKSI DAN AKOMODASI

Cahaya akan mengalami proses refraksi di beberapa perbatasan,


yaitu di antara udara dan permukaan anterior kornea, antara
permukaan posterior kornea dan aqueous humour, antara aqueous
humour dan permukaan anterior lensa, serta antara permukaan
posterior lensa dan vitreous humour. Proses ini akan memfokuskan
berkas cahaya tepat di retina, sehingga memberikan gambaran yang
fokus. Apabila berkas cahaya tidak jatuh tepat di retina, maka
gambaran penglihatan akan tampak kabur atau tidak fokus
PROSES REFRAKSI DAN AKOMODASI

Pada mata normal atau emetropia, sumber cahaya yang berasal


dari jarak jauh (>6 m) akan difokuskan di retina tanpa
mekanisme akomodasi. Sedangkan apabila berasal dari jarak
dekat (<6 m), berkas cahaya akan difokuskan di retina dengan
mekanisme akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan lensa
untuk mendapatkan suatu keadaan fokus pada suatu objek
DEFINISI
• Anisometropia merupakan gangguan penglihatan akibat
adanya perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau
silinder antara mata kanan dan mata kiri.

• Perbedaan kekuatan refraksi yang dianggap signifikan


yaitu sebesar 1.00 D.
EPIDEMIOLOGI

• Secara global menunjukkan peningkatan prevalensi secara sistematik


yaitu 1% setiap 7 tahun.
• Penelitian di Indonesia (Sumatra) tahun 2002, sekitar 15,1%
• Penelitian berdasarkan umur, 6% kejadian anisometropia terjadi
antara umur 6 sampai 18 tahun
• Prevalensi sangat beragam, mulai dari 1.6% di Australia hingga 35.5%
di Myanmar.
• Prevalensi anisometropia Asia > Amerika Serikat
ETIOLOGI
Kongenital, akibat pertumbuhan sumbu bola mata terlalu
panjang atau pendek, serta adanya faktor genetik.

Didapat, biasanya karena trauma atau pasca-ekstraksi


lensa saat menjalani operasi katarak.
KLASIFIKASI
Anisometropia berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu :

• Anisometropia aksial, akibat pertumbuhan sumbu bola mata


antero-posterior yang lebih panjang atau pendek.

• Anisometropia refraktif, akibat perbedaan kekuatan refraksi pada


mata kanan dan mata kiri.
Berdasarkan kekuatan refraksinya, anisometropia
dibedakan menjadi:
PATOFISIOLOGI
• Anisometropia terjadi akibat adanya perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau
silinder mata kanan dan mata kiri.
• Perbedaan efek prismatik mata kanan dan mata kiri akan mengganggu
penglihatan binokuler.
• Perbedaan efek prismatik → bayangan masing-masing mata tidak dapat
menjadi gambaran tunggal, sehingga menimbulkan efek penglihatan ganda
atau diplopia.
• Perbedaan ukuran bayangan yang terbentuk di retina atau aniseikonia.
• Aniseikonia adalah gangguan penglihatan binokuler yang ditandai dengan
adanya perbedaan ukuran dan bentuk bayangan yang diterima oleh kedua
mata.
• Dapat menimbulkan terjadinya efek penglihatan ganda atau diplopia,
menyebabkan supresi mata dengan kekuatan refraksi lebih besar sehingga
menimbulkan efek ambliopia.
GEJALA KLINIS
• Penglihatan kabur
• Ambliopia
• Diplopia
• Anisekonia
• Sakit kepala
• Dizziness
• Kesulitan memperkirakan jarak benda
• Melihat lantai bergelombang
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis:
• Pandangan kedua mata kabur saat melihat jauh
• Terdapat perbedaan bayangan yang diterima baik bentuk maupun
ukurannya (anisekonia)
• Kesulitan memperkirakan jarak benda
• Penglihatan ganda
• Gejala astenopia: mata terasa pegal, sakit kepala, kepala berputar, rasa
kelelahan
• Pasien mengeluh sering memicingka mata atau menggerakan kepala untuk
mendapatkan penglihatan yang lebih baik
Pemeriksaa Oftalmologik:
• Pemeriksaan refraksi dengan Snellen Chart dan Uji Pinhole
Kedua mata dikoreksi dengan lensa spheris yang berbeda, seperti:

• Satu mata dikoreksi dengan lensa sferis positif dan satu mata dikoreksi
dengan lensa sferis negative -> ANTIMETROPIA/MIXED ANISOMETROPIA

• Satu mata hypermetropia/myopia/astigmatisme dan mata yang lain emetrop


-> SIMPLE (HYPERMETROPIA/MYOPIA/ASTAGMATIC) ANISOMETROPIA

• Kedua mata memiliki kelainan refraksi hypermetropia/myopia/astigmatisme


dengan derajat kelaianan yang berbeda -> COMPOUND ANISOMETROPIA
• Bila pemeriksaan dengan Snellen Chart tidak didapatkan nilai visus
maka bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan hitung jari, lambaian
tangan sampai persepsi cahaya.
Pemeriksaan Penunjang
• Uji Aniseikonia
• Pasien berdiri 2-3 m didepan pemeriksa
• Pemeriksa membentangkan kedua tangan ke arah lateral tubuh
pemeriksa
• Pasien diminta membandingkan panjang kedua tangan pemeriksa
• Pemeriksa membentangkan kedua tanga ke depan tubuh pemeriksa
dengan jari terbuka
• Pasien diminta membandingkan panjang tangan kedua tangan pemeriksa
• Hasil:
• Normal: pasien melihat panjang kedua tangan pemeriksa pada
pemeriksaan pertama dan kedua adalah sama
• Aniseikonia horizontal: pasien melihat tangan pemeriksa pada posisi
pertama lebih pendek dan posisi kedua menjadi lebih Panjang.
• Worth four dots test
• Pemeriksaan keseimbangan otot mata -> amblyopia -> mikrotropia
• Pasien diminta memakai kacamata dengan filter warna merah pada mata
kanan, dan filter warna hijau pada mata kiri
• Pasien diminta melihat ke sebuah kotak hitam yang terdiri dari 4 titik; 2 titik
warna hijau, 1 titik warna merah dan 1 titik warna putih, dari jarak 6 m)
pemeriksaan jarak jauh) dan 30 cm (pemeriksaan jarak dekat)
• Mata yang memakai filter merah akan melihat cahaya merah, mata yang
memakai filter hijau akan melihat cahaya warna hijau
Hasil:
• Pemeriksaan jarak dekat (30-33
cm) ke-4 titik akan terlihat secara
jelas, karena titik difusikan pada 6
derajat -> berada di luar skomota

• Pemeriksaan jarak jauh (6 m) ke-4


titik akan terlihat 2 titik, karena
titik tidak difusikan pada 1,25
derajar -> berasa di area skomota
• Pemeriksaan Hirschberg
• Dilakukan untuk menentukan apakah sudah terjadi kompliaksi berupa
amblyopia atau strabismus
• Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien
• Minta pasien untuk selalu memperhatikan titik/lampu fiksasi
• Perhatian pemeriksa ditujukan mata pasien yang mengalami penyimpangan
bola mata
• Nilai posisi reflek cahaya pada kornea mata yang berdeviasi/menyimpang
• Hasil:
• Normal/ orthophoria: pantulan sinar tampak di tengaj
pupil pada kedua mata
• Deviasi 15⁰: pantulan sinar tampak di tengah pupil pada
mata yang fiksasi dan di pinggir pupil pada mata yang
deviasi
• Deviasi 30 :pantulan sinar tampak di tengah pada mata
yang fiksasi dan di pertengahan antara pupil dan limbus
pada mata yang deviasi
• Deviasi 45 : pantulan sinar tampak di tengah pupil pada
mata yang fiksasi dan di pinggir limbus pad amata yang
deviasi
• Bila deviasi ke arah lateral disebut eksoforia
• Bila deviasi ke arah medial disebut esoforia
• Cover Uncover Test
• Pasien berdiri di depan pemeriksa
• Pemeriksa meminta pasien untuk memperhaatikan titik fiksasi, jika
objek kurang jelas, pasien boleh memakai kacamata koreksi
• Perhatian pemeriksa selalu kepada mata yang ditutup
• Pemeriksa menutup 1 mata pasien dan melihat apakah terdaapat
Gerakan dari mata yang baru saja ditutup
• Hasil:
• Saat tutup di buka -> terlihat adanya gerakan dari temporal ke nasal pada
mata yang baru saja di tutup = EXOPHORIA
• Saat tutup di buka -> terlihat adanya gerakan dari nasal ke temporal pada
mata yang baru saja di tutup = ESOPHORIA
• Saat tutup di buka, terlihat adanya gerakan dari superior ke inferior pada
mata yang baru saja ditutup = HYPERPHORIA
• Saat tutup di buka, terlihat adanya Gerakan dari inferior ke superior pada
mata yang baru saja di tutup = HYPOPHORIA
DIAGNOSIS BANDING

Aniseikonia

Ambliopia
TATA LAKSANA
A. Terapi Oklusi
• Teknik terapi dengan menggunakan
penutup mata atau patch pada
mata sehat.
• Mekanisme kerja terapi oklusi
adalah merangsang mata yang
lebih lemah untuk meningkatkan
kemampuan fungsi penglihatannya
melalui stimulasi yang diberikan ke
otak.
TATA
LENSA KACAMATA
LAKSANA - Penggunaan lensa kacamata merupakan metode yang paling aman
- Perbedaan kekuatan refraksi yang masih dapat ditolerir oleh penggunanya
adalah berkisar 3.00 D - 4.00 D.

LENSA KONTAK
- Untuk anisometropia yang lebih berat
- Kontraindikasi penggunaan lensa kontak adalah pasien dengan riwayat
infeksi mata berulang dan alergi, mata kering dan bekerja di lingkungan
berdebu atau kotor

PEMBEDAHAN
Photorefractive keratectomy (PRK) dan laser in situ keratomileusis (LASIK)
merupakan metode koreksi pembedahan yang umum dilakukan. Kedua teknik
pembedahan ini bertujuan untuk memperbaiki gangguan refraktif
KOMPLIKASI
1. Ambliopia / mata malas
• Keadaan tajam penglihatan tidak dapat mencapai optimal sesuai usia
• Terjadi karena adanya perbedaan refraksi > 2.50 D antara mata kanan
dan kiri  menyebabkan perbedaan ukuran dan bentuk bayangan
(aniseikonia) serta perbedaan titik fokus  merangsang mata yang
sakit  ambliopia
2. Strabismus
• Merupakan keadaan dengan ketidakseimbangan kedudukan bola mata
• Terjadi karena perbedaan kekuatan refraksi  mata sehat bekerja lebih
keras dibandingkan mata yang sakit  terjadi perlemahan  mata
yang sakit rentan mengalami strabismus
PROGNOSIS

Ad vitam: bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam: dubia ad bonam

Prognosis sangat tergantung pada penanganan dan kepatuhan pasien


terhadap penanganan yang diberikan
Kelainan ini tidak mengancam jiwa, dan terapi yang diberikan
diharapkan memberikan perbaikan fungsi visual
KESIMPULAN
• Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu
keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.
• Penelitian berdasarkan umur, 6% kejadian anisometropia terjadi antara
umur 6 sampai 18 tahun. Etiologinya adalah kongenital dan anisometropia
didapat. Dan diklasifikasikan menjadi anisometropia aksial dan refraktif.
• Gejala yang sering muncul umumnya , mata terasa pegal, sakit kepala,
kepala berputar, pengelihatan kabur, terdapat perbedaan bayangan,
peglihatan ganda, dan melihat lantai bergelombang.
• Adapun beberapa penatalaksanan baik menggunakan alat maupun
tindakan, yaitu menggunakan kaca mata, lensa kontak, dan patch pada
mata sehat, sedangkan tindakan yang dapat dilakukan yaitu
Photorefractive keratectomy (PRK) dan laser in situ keratomileusis (LASIK)
REFERENSI
• Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014:64-90.
• Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
• Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC; 2011:773-6.
• McCarthy P. Anisometropia: What difference does it make? Optometry in Practice. 2013;14(1):1-
10.
• Haegerstrom-Portnoy G, Schneck ME, Lott LA, Hewlett SE, Brabyn JA. Longitudinal increase in
anisometropia in older adults. Optometry and Vision Science. 2014;91(1):60-7.
• Budiono S, Saleh TT, Moestidjab, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Airlangga University Press
(AUP). 2015.
• Fakultas M, Universitas K. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Hematemesis Melena Causa
Gastritis Erosif Dengam Riwayat Pengguna Obat Nsaid Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia.
2013;1(September):72–8.
• Reiza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Entropion. J Medula Unila. 2016;4(3):40–5.
• Novitasari A, Martiningsih WR, Swasty. BUKU AJAR Sistim Indera Mata. 2015. 1–61 p.
REFERENSI
• Savitri IDAP, Supit WP, Tumewu SIE. Analisis Kejadian Abrasi Kornea pada Pasien
dengan Trikiasis Akibat Entropion. e-CliniC. 2019;7(2):164–8.
• Indonesia ID. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Menteri Kesehat Republik Indones. 2017;162, 364.
• Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. 17th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedoketran EGC; 2015.
• Tang E WH, Li B CY, Yeung Ian YL, Li Kenneth KW. Occlusion therapy in amblyopia:
An experience from Hong Kong. Hong Kong Med Journal. 2014;20(1):32-6-7.
• Saputera MD. Anisometropia. CDK-245. 2016;43(10):747-50.
• Biswell R, Vaughan DG, Asbury T. 2010, Ophtalmology Umum Ed. 17 Jakarta. EGC.
Hlm 395-98.
• Rares L. Ambliopia anisometropia. Jurnal Biomedik (JBM). 2016;8(2):64-9

Anda mungkin juga menyukai