Anda di halaman 1dari 16

I.

KASUS (MASALAH UTAMA)


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-
betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Direja, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera
seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin
organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia, 2011).

B. Jenis – Jenis halusinasi


Ada beberapa jenis halusinasi, Yosep (2007), membagi halusinasi menjadi 8
jenis yaitu :
1. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising yang
tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan kepada penderita
sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau berdebat dengan suara-suara
tersebut.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut
akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

1
3. Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan
tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan
sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai kombinasi moral
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.
Penderita merasa mengecap sesuatu.
5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah
kulit.
6. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
7. Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom” atau tungkai yang
diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya
seperti impian.

C. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan
dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas
dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.

2
1. Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : Halusinasi menyenangkan.
a. Karakteristik :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasah
bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat
ditangani.
b. Perilaku klien :
 Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
 Menggerakkan bibir tanpa suara.
 Pergerakan mata yang cepat.
 Respon verbal yang lambat jika sedang asyik.
 Diam dan asyik sendiri.
2. Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi menjijikkan.
a. Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman
sensori dan menarik diri dari orang lain.
b. Perilaku Klien :
 Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom
akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan
tekanan darah.
 Rentang perhatian menyempit.
 Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
3. Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi
berkuasa
a. Karakteristik :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin
mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.

3
b. Perilaku Klien :
 Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
 Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
 Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
 Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi.
a. Karakteristik :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada
intervensi terapeutik.
b. Perilaku Klien :
 Perilaku teror akibat panik.
 Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh orang lain)
 Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, atau katatonia.
 Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
 Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

D. Penyebab
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

4
c. Faktor Biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan Pola Asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien

5
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
e. Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan memburuk.

E. Tanda dan Gejala


Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011 sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran
 Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
 Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
 Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas.
 Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kortoon,
melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penghidungan
 Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
 Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi Pengecapan
 Data Objektif : Sering meludah, muntah.
 Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.

6
e. Halusinasi Perabaan
 Data Objektif :Menggaruk- garuk permukaan kulit.
 Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
tersengat listrik.

F. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik klien dengan gangguan halusinasi menurut Nanda-I
(2012), adalah :
1. Perubahan dalam pola perilaku
2. Perubahan dalam kemampuan menyelasaikan masalah
3. Perubahan dalam ketajaman sensori
4. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
5. Disorientasi
6. Halusinasi
7. Hambatan komunikasi
8. Iritabilitas
9. Konsentrasi buruk
10. Gelisah
11. Distorsi sensori

G. Mekanisme Koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :
1. Regresi : Menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : Mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu
benda.
3. Menarik Diri : Sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

H. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk
melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya

7
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya
diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
 Golongan Butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut
biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi
biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral
3x1,5 mg atau 3x5 mg.
 Golongan Fenotiazine : Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg.
Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada
malam hari saja (Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat
diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan
permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu
( Keliat, 2010):

8
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi.
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan
pada tiap sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap
berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa
stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : baca
artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan stimulus
yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan
proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan,
kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan
halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa
ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh).
Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan
testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas
yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari.
Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus,
misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.

II. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


A. Pengkajian
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu dikaji disesuaikan
dengan jenis halusinasinya yaitu, sebagai berikut:
1. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Pendengaran
 Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
 Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara
yang mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.

9
b. Halusinasi Penglihatan
 Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas.
 Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk
kortoon, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penghidungan
 Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
 Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi Pengecapan
 Data Objektif : Sering meludah, muntah.
 Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
 Data Objektif :Menggaruk- garuk permukaan kulit.
 Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
tersengat listrik.
2. Isi Halusinasi.
Data dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila
halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar, atau apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan,
bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk
halusinasi pengecapan, atau merasakan apa di permukaan tubuh bila halusinasi
perabaan.
3. Waktu dan Frekuensi Halusinasi.
Data dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu atau bulan, pengalaman halusinasi itu
muncul, bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi
halusinasi tersebut. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus
halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami
halusinasi.

10
4. Situasi Pencetus Halusinasi
Perlu diidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalami halusinasi.
Data dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang
dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu, juga bisa mengobservasi apa
yang dialami klien menjelangkan muncul halusinasi untuk memvalidasi
pernyataan klien.
5. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah
tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu dikaji :


1. Risiko Perilaku Kekerasan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Data Subjektif
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
 Klien merasa makan sesuatu

11
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
 Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
 Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif
 Klien berbicara dan tertawa sendiri
 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
 Disorientasi
3. Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri
Data Subyektif
 Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat ”tidak” atau ”ya”.
Data Obyektif
 Apatis,
 Ekspresi sedih,
 Afek tumpul,
 Menyendiri/menghindari orang lain,
 Berdiam diri di kamar,
 Komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam),
 Kontak mata kurang,
 Menolak berhubungan dengan orang lain,
 Perawatan diri kurang,
 Posisi tidur seperti janin (menekur)
4. Harga Diri Rendah
Data Subyektif
 Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain.
Data Obyektif
 Tidak bisa mengambil keputusan, menarik diri dari realitas, merusak diri,
rasa bersalah dan khawatir

12
5. Sindrom defisit perawatan diri
Data subyektif
 Pasien mengatakan malas melakukan perawatan diri
Data Obyektif
 Penampilan kurang bersih

POHON MASALAH
Risiko Perilaku Kekerasan Sindrom Defisit Perawatan Diri
Effect

Gangguan Sensori Perseptual : Halusinasi


Core Problem

Kerusakan interaksi sosial menarik diri

Cause

Harga Diri Rendah

C. Diagnosa Keperawatan Beserta Prioritas


1. Gangguan sensori perceptual : Halusinasi
2. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri
3. Harga diri rendah
4. Risiko perilaku kekerasan
5. Sindrom deficit perawatan diri : mandi/kebersihan, berpakaian/berhias.

D. Rencana Keperawatan
KLIEN KELUARGA
SP1P SPIK
 Mengidentifikasi jenis halusinasi klien.  Mendiskusikan masalah yang
 Mengidentifikasi isi halusinasi klien. dirasakan keluarga dalam merawat
 Mengidentifikasi waktu halusinasi klien. pasien
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi  Memberikan pendidikan kesehatan

13
klien. tentang pengertian halusinasi, jenis
 Mengidentifikasi situasi yang dapat halusinasi yang dialami klien, tanda
menimbulkan halusinasi klien. dan gejala halusinasi, serta proses
 Mengidentifikasi respon klien terhadap terjadinya halusinasi.
halusinasi klien.  Menjelaskan cara-cara merawat
 Mengajarkan klien menghardik halusinasi. pasien halusinasi.
 Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian.
SP2P SP2K
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian  Melatih keluarga mempraktikkan cara
klien. merawat pasien dengan halusinasi.
 Melatih klien mengendalikan halusinasi  Melatih keluarga melakukan cara
dengan cara bercakap-cakap dengan orang merawat langsung kepada klien
lain. halusinasi.
 Menganjurkan klien memasukkan ke
dalam kegiatan harian klien.
SP3P SP3K
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian  Membantu keluarga membuat jadwal
klien. aktivitas di rumah termasuk minum
 Melatih klien mengontrol halusinasi obat ( discharge planing ).
dengan cara melakukan kegiatan.  Menjelaskan follow- uf klien setelah
 Menganjurkan pasien memasukan dalam pulang.
jadwal kegiatan harian
SP4P
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien.
 Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
 Menganjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian

14
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau pormatif
yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta
umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Menurut Damaiyanti (2012), evaluasi dilakukan sesuai TUK pada perubahan
persepsi sensori : halusinasi yaitu :
1. Klien dapat menbina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenali halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

15
DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika
Aditama
Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha
Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba
Medika.
Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Selemba Medika
Maramis F. Willy., 2005, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya : Airlangga
University Press. .
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC.
Tim Pengembangan MPKP RSJ Provinsi Bali. 2009. Pedoman Manajemen Asuhan
Keperawatan (7 Masalah Utama Keperawatan Jiwa). Bangli.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info
Medika.
Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

16

Anda mungkin juga menyukai