Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam ’45, Bekasi, Indonesia
2
DOI: http://dx.doi.org/10.15294/ijcets.v3i1.8675
Abstract
This article describes the basic foundations of the module development using hyper-
content approach. Different from the conventional one wich is more linier, procedu-
ral, and rigid, hypercontent approach module are developed under postmodern logic
of thinking which is more non-linear, non-sequential, and flexible. Thus, hypercon-
tent modul open an opportunity for the student to use it in non-sequential and
non-procedural ways according to their own learning need wich are different from
one another. In this case there is no obligation to start the learning process from
the first chapter. Hypercontent module approach also enriched its content by lots
of learning resources from the internet by creating linkages to several appropriates
webpages, YouTube channels, and others via URL, QR code and etc. Hypercontent
approach combined with technological, pedagogical, content-knowledge approach
make the substance of the modul more complete in terms of its pedagogical ap-
propriateness and rich in content material.
Corresponding author : © 2017 Universitas Negeri Semarang
Adress: : Jl. Rawamangun Muka Kampus A UNJ, Gd. Daksinapati, p-ISSN 2252-6447
Lt. 2, Program Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pen- e-ISSN 2527-4597
didikan, Universitas Negeri Jakarta
E-mail: dewiprawiradilaga@gmail.com
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
58
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
dan lebih telaten untuk menelaah segala sesua- lam merumuskan prinsip-prinsip pengemban-
tu melalui media cetak. Generasi digital native gan modul. Dalam hal ini penulis mengacu 2
membaca secara berbeda, mereka menyapukan (dua) pendekatan, yaitu (1) hypercontent dan (2)
jari-jari di layar monitor. Sebagai pengganti technological, pedagogical, content knowledge.
tanda baca muncul sebagai hyperlinks, pop-up Keduanya merupakan respons teoretik dalam
menu windows, pull-down menus dan seterusnya bidang pendidikan terhadap perkembangan ma-
(Campbell, 2004, pp. 122-124). sif TIK dalam memfasilitasi pendidikan. Kedua
pendekatan tersebut memuat konsepsi teoretik
Generasi digital juga membaca secara acak
yang berbeda dibandingkan dengan konsepsi
(non-linear). Tidak ada pola khusus, kadang-
teoretik yang digunakan dalam pengembangan
kadang teratur dan teliti, namun juga bisa saja
modul sebelunya. Keduanya penulis uraikan se-
melewati begitu saja bagian yang dianggap me-
cara lebih lengkap sebagai berikut.
reka tidak penting. Generasi digital lebih terta-
rik tampilan visual ketimbang teks panjang yang
butuh waktu lama untuk membaca. Oleh karena HYPERCONTENT
itu mereka terbiasa membaca dengan teknik me-
Simonson, Smaldino, Albright, dan Zva-
mindai secara cepat (scanning) (Prensky, 2001a
cek (2005, pp. 137-138) mengemukakan bahwa
& 2001b). Mencari informasi di dunia maya oleh
pembelajaran berbasis TIK terutama yang basis-
karenanya sering disebut dengan berselancar
nya adalah internet pada dasarnya merupakan
(surfing) yang berada di permukaan laut infor-
pembelajaran berbasis jaringan. Salah satu sebu-
masi, belum di kedalaman informasi dan penge-
tan yang familiar dan dikemukakan oleh mereka
tahuan. Bagi generasi digital, membaca dengan
adalah hypercontent-designed instruction, yakni
cara lama cukup merepotkan. Terutama ketika
pembelajaran yang didesain secara terstruktur
dibandingkan dengan ketersediaan semua ra-
dengan menggunakan pendekatan hypercon-
gam informasi dan pengetahuan di dunia maya
tent. Secara sederhana hypercontent dapat di-
dalam bentuk teks, audio, maupun visual, bah-
pahami sebagai konsep yang menjalinkan satu
kan karakteristiknya lebih interaktif dan meng-
materi dan materi lain secara simultan dalam
hibur.
satu program teknologi digital tertentu. Logi-
Dengan demikian, pengembangan ba- kanya tidak jauh dari hypertext, yakni satu teks
han ajar oleh para guru dan dosen juga sebaik- memuat banyak teks lain yang saling terhubung
nya memperhatikan beberapa perubahan pada satu sama lain. Wujud riilnya adalah menu-me-
generasi digital tersebut. Salah satunya adalah nu tampilan di laman website, jika di-klik maka
ketika mengembangkan modul pembelajaran. akan membawa pengguna (user) pada materi
Selama ini modul dikembangkan dalam bentuk satu dan lainnya. Dengan kata lain: sebuah teks
cetak untuk menunjang praktik belajar mandiri sebenarnya menampung dan menghubungkan
yang konvensional. Modul jenis ini di Indonesia dengan teks-teks lain (hyper).
dikembangkan secara masif di lingkungan Uni-
Sebenarnya hypercontent-designed instru-
versitas Terbuka (UT) yang diakui oleh pemerin-
ction ini berkarakter menengah jika dibanding-
tah sebagai lembaga resmi penyelenggara pendi-
kan dengan pendekatan lain dalam pengem-
dikan jarak jauh. Beberapa perguruan tinggi juga
bangan perangkat pembelajaran—terutama
mendorong para dosen untuk mengembangkan
modul—berbasis internet. Sebut saja salah sa-
bahan ajar dan modul penunjang perkuliahan.
tunya adalah pendekatan learner-directed design
Mengacu pada perkembangan TIK dan perbe-
yang betul-betul menempatkan pengguna tidak
daan cara belajar generasi digital yang sekarang
hanya menggunakan desain pembelajaran saja.
sudah memasuki usia sekolah dan kuliah, tentu
Melainkan juga menjadi desainer pembelajaran,
akan lebih tepat jika pengembangan modul juga
termasuk menentukan tahapan belajar dan cara
mempertimbangkan beberapa hal tersebut.
belajarnya seperti apa. Pendekatan ini juga di-
Dengan kata lain perlu kiranya untuk sebut model desain pembelajaran konstruktivis
mengumpulkan dan merumuskan beberapa yang betul-betul memposisikan pengguna/sis-
prinsip dalam pengembangan modul menga- wa sebagai subjek belajar (Simonson et al. 2005,
cu pada perubahan dan pergeseran cara belajar p. 138). Di sini, hypercontent-designed instructi-
generasi digital tersebut. Dalam penelusuran on peran dan posisi siswa belum sampai sebagai
penulis, terdapat banyak perkembangan dalam bagian dari desainer pembelajaran. Namun cu-
bidang teknologi pendidikan seiring perkem- kup sebagai pengguna aktif dari desain dan pe-
bangan TIK yang dapat dijadikan pegangan da- rangkat pembelajaran.
59
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
Walau begitu nuansa konstruktivis dan satu sama lain. Pada 2007-2008 Thompson dan
karakteristik dunia maya yang berjejaring acak Mishra menyempurnakan gagasannya menjadi
tetap muncul. Dalam hal ini jika dikaitkan lang- the Total PACKage atau paket menyeluruh dari
sung dengan modul sebagai bahan ajar, maka ketiga unsur tersebut.
modul tersebut didesain secara jelas bagian-
TechPAK atau yang juga sering disebut
bagiannya. Termasuk disajikan menggunakan
TPACK menggambarkan bagaimana 3 (tiga)
multimedia (teks, audi, grafis, gambar, video,
domain pengetahuan merupakan satu bagi-
audio). Namun cara belajarnya tidak memaksa
an integratif, yakni (1) pengetahuan teknologis
siswa/mahasiswa untuk belajar secara bertahap
(technological knowledge), (2) ilmu mendidik/
sesuai urutan yang sudah didesain sejak awal.
pendidikan (pedagogical knowledge), dan (3)
Siswa bebas untuk memilih mempelajari bagian
pengetahuan materi yang akan diajarkan (con-
materi tertentu yang ia anggap perlu dipelajari
tent knowledge) (Thompson dan Mishra, 2007).
secara acak dan tidak berurutan (non-sequen-
Mishra dan Koehler (2006) menyatakan bahwa
tial). Cara belajar dan penggunaan modul yang
pada dasarnya TPACK bukanlah kombinasi keti-
acak dan tidak berurutan inilah yang dapat dika-
ga domain tersebut, melainkan inteseksi ketiga
takan sebagai wujud dari hypercontent (Simon-
domain tersebut. Senada dengan mereka, Shin
son et al, 2005, pp. 136-137).
dan kawan-kawan (2009, pp. 1-2) menyatakan
bahwa TPACK mengaitkan teknologi pada sub-
TECHNOLOGICAL, PEDAGOGICAL, CON- stansi (content) kurikulum dan pendekatan
TENT-KNOWLEDGE pedagogik yang spesifik dan menggambarkan
bagaimana pemahaman guru mengenai keti-
Berikutnya penulis menggunakan pende-
ga basis pengetahuan tersebut dapat diarahkan
katan technological, pedagogical, content-kno-
untuk menghasilkan praktik pembelajaran yang
wledge yang familiar disingkat menjadi TPCK.
efektif dengan teknologi pendidikan.
Sebagaimana diulas oleh Mishra dan Koehler
(2006) sebenarnya konsep TPCK yang ada se- Kaitan antara beberapa domain dalam
karang adalah perkembangan dari konsep pe- TPACK menunjukkan setidaknya terdapat 7 (tu-
dagogical content-knowledge yang dirumuskan juh) komponen (Mishra dan Koehler, 2006, pp.
oleh Schulman (1986) bahwa terdapat irisan 1026-1029). Pertama, pengetahuan mengenai
kompetensi yang dikuasai guru, yakni pengeta- teknologi dan/atau pengetahuan teknologis
huan mengenai pedagogik yang khusus berkai- (technological knowledge, TK). Kedua, pengeta-
tan dengan materi pelajaran tertentu. Hughes huan cara mendidik atau ilmu pendidikan (pe-
(2005) kemudian menambah unsur teknlogi dagogical knowledge, PK). Ketiga, pengetahuan
hingga menjadi technological, pedagogical, con- substansi yang akan diajarkan (content know-
tent-knowledge (TPCK). Artinya kehadiran tek- ledge, CK). Keempat, pengetahuan mengenai
nologi perlu dipertimbangakan sebagai hal po- teknologi yang khusus dan tepat digunakan da-
kok yang harus dikuasai oleh guru. Berikutnya lam mengajarkan materi tertentu (technological
Mishra dan Koehler (2006) menyatakan bahwa content-knowledge, TCK). Kelima, pengetahuan
teknologi dan PCK sangat saling bergantung pedagogik spesifik mengenai teknologi (techno-
60
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
61
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
Teknik membaca
modul konven-
sional ini biasanya
Modul hyper-
teratur, runtut
content tidak
yakni mengikuti
menentukan unit
alur, seperti unit 1
apa untuk memu-
berlanjut ke unit
lai atau unit apa
2, ke unit 3, dan
untuk mengakhiri.
seterusnya. Peng-
Pembaca dapat
galan isi dicerna
memulai dari
secara prosedural.
mana saja asalkan
Ketuntasan diper-
tuntas.
oleh jika urutan
penyajian diikuti.
ketersediaan fasilitas tools dan saluran informa- posisikan sebagai sub-kajian dari kajian dalam
si dimanfaatkan sesuai konteks isi. Ketersediaan modul hypercontent.
fasilitas dari open source ini selanjutnya diber-
Contoh hiperteks yaitu ketika kita men-
dayakan sebagai open resources for learning.
getik alamat email pada program pengolah kata,
Selanjutnya, fasilitas ini difungsikan sebagai na-
alamat email tersebut jika sudah lengkap kemu-
vigasi belajar. Open resources for learning diben-
dian kita ketik spasi akan berubah warna secara
tuk dengan memanfaatkan tools/icons untuk
otomatis. Artinya jika di-klik kita akan langsung
hal-hal berikut.
terhubung dengan alamat email tersebut secara
Pertama, memanfaatkan beragam laman daring. Contoh lain misalnya alamat laman web-
website, terutama jenis wiki yang memudahkan site asosiasi teknologi pendidikan Amerika Se-
pengguna untuk memahami beberapa istilah. rikat (Association for Educational Communica-
Pada jenis wiki, termasuk Wikipedia, wikitech, tions and Technology, AECT), jika kita ketikkan
dan lainnya pengguna tidak hanya berperan di paragraph ini dan menjadikannya sebagai hi-
sebagai pengguna yang dapat membaca secara perteks, maka wujudnya menjadi: www.aect.org
daring, luar jaringan (luring), maupun men- yang bergaris bawah dan warnanya berbeda dari
gunduh informasi. Lebih dari itu pengguna juga teks sekitarnya. Jika di-klik akan langsung mem-
dapat berperan sebagai produsen informasi den- bawa kita pada laman website AECT tersebut.
gan cara berkontribusi mengisi materi di wiki
tersebut. Oleh karena itu laman website jenis
wiki familiar disebut sebagai open resources, ka-
rena terbuka kesempatan bagi siapa saja untuk
berkontribusi menyempurnakan informasi yang
dimuat di dalamnya. Ikon dari laman website
biasanya adalah www, http, https, dan lainnya.
62
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
63
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
management sebagai intervensi nonpembelaja- bagi proses belajar mandiri dengan merujuk ke-
ran, (8) manajemen mutu terpadu (TQM) dan lengkapan suatu sistem pembelajaran, teruta-
rumusan klien dalam dunia pendidikan, (9) tek- ma panduan belajar. Panduan belajar ini sangat
ni benchmarking, fishbone, zero defect, dan (10) penting mengingat seseorang yang mengikuti
penyusunan satu model intervensi untuk pe- proses belajar mandiri harus mengelola masa-
ningkatan kinerja. lah belajar lebih mandiri dibandingkan dengan
proses belajar di kelas yang mengandalkan keha-
Materi-materi tersebut akan disusun
diran pengajar. Panduan belajar disiapkan tidak
menjadi beberapa bagian, dan setiap bagian
hanya untuk mengantisipasi kesulitan belajar,
mempunyai beberapa unit. Setiap unit mempu-
melainkan pula menciptakan ‘makna’ belajar itu
nyai subunit yakni tujuan khusus, fungsi unit,
sendiri bagi peserta didik.
ilustrasi, kajian, cobalah latihan ini, panduan
dan navigasi belajar, referensi serta uji kemam- Setidaknya terdapat 4 (empat) manfaat
puan. Isi akan dijabarkan pada subunit kajian. yang dapat diidentifikasi dari pengembangan
Setiap kajian terdiri atas dua subkajian dengan produk modul hypercontent untuk memfasilita-
kelengkapan sistem pembelajaran. si mata kuliah Teknologi Kinerja pada Program
Studi Teknologi Pendidikan (S1) UNJ. Pertama,
walaupun sasaran pembaca adalah mahasiswa S1
semester 3, tetapi isi modul ini dapat saja dibaca
oleh siapa saja yang tertarik untuk mendalami
kinerja manusia serta tertarik untuk mengem-
bangkan potensi diri. Kedua, desain modul hy-
percontent diasumsikan dapat diterapkan untuk
mata kuliah apa saja berbasis dunia maya seba-
gai open resources for learning. Ketiga, penggu-
naan QR codes sebagai alternatif tautan dilaku-
kan agar pembaca dapat melihat sumber belajar
Gambar 6 Skema isi modul hypercontent
langsung ke situs, terhindar dari salah ketik ke-
Kedua, ilmu mendidik (pedagogy). Dalam tika mengetik alamat situs atau URLs. Keempat,
hal ini sejalan dengan logika hypercontent maka penyajian isi yang dibuat sebagai penggalan atau
ilmu mendidik yang digunakan bukan ilmu chunks dimaksudkan untuk mempermudah
mendidik yang kaku dan prosedural, melainkan proses belajar mandiri yang dijalani oleh pem-
ilmu mendidik yang fleksibel, cair, dan berlogika baca modul hypercontent ini.
non-linier. Logika ini dipadu dengan memberi-
Selain itu modul hypercontent yang di-
kan uraian materi dari yang bersifat umum dan
kembangkan dalam penulisan ini juga memiliki
dasar hingga rinci dalam bentuk bagian-bagian
beberapa keterbatasan. Dalam hal ini substansi
yang lebih khusus. Modul ini juga dilengkapi
materi yang diberikan kepada mahasiswa men-
bagian khusus untuk menilai capaian pemaha-
genai teknologi kinerja sekadar didasarkan pada
man dalam bentuk latihan di akhir setiap unit.
buku terbitan Prenada Media Group. Belum di-
Latihan tersebut menggunakan jenis penilaian
dasarkan pada karakteristik mahasiswa sebagai
rubrik. Selain itu, disiapkan pula panduan bela-
calon pembaca atau pengguna modul ini secara
jar yang berisi penjelasan mengenai bagaimana
lebih spesifik. Berikutnya, pengembangan mo-
sebaiknya menggunakan modul hypercontent.
dul hypercontent ini lebih banyak mendasarkan
Pembaca dianjurkan terlebih dahulu membaca
pada konsepsi teoretik dan pendapat para ahli
panduan belajar sebelum ia mulai mempelajari
materi dan media untuk menilai kualitas modul.
modul ini.
Terutama dilihat dari sisi inovatif dan keber-
Ketiga, teknologi. Dalam hal ini unsur manfaatannya. Kualitas modul ini secara riil un-
teknologi dari TPACK dipahami sebagai peman- tuk menunjang pembelajaran belum dilakukan.
faatan informasi dan ilmu pengetahuan yang Dengan demikian belum dapat diketahui signi-
berlimpah di dunia maya dan dapat diberdaya- fikansi modul hypercontent dalam menunjang
kan sebagai open resource for learning. Mengin- mahasiswa belajar mengenai teknologi kinerja.
gat kemunculan istilah hypercontent untuk for- Walau begitu, penulisan ini sudah cukup jelas
mat modul ini, maka perlu kiranya diperhatikan memberikan gambaran dasar-dasar dan potensi
rumusan hypercontent itu sendiri. Modul adalah internet melalui hypercontent dalam memfasili-
istilah konvensional untuk penyajian materi ajar tasi pembelajaran.
64
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65
65