Anda di halaman 1dari 9

IJCETS 5 (2) (2017): 57-65

Indonesian Journal of Curriculum


and Educational Technology Studies
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jktp

Prinsip-Prinsip Dasar Pengembangan Modul


Berpendekatan Hypercontent
Dewi Salma Prawiradilaga,1 Retno Widyaningrum,1 Diana Ariani2

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Indonesia


1

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam ’45, Bekasi, Indonesia
2

DOI: http://dx.doi.org/10.15294/ijcets.v3i1.8675

Article History Abstrak


Received : September 2017 Artikel ini menguraikan prinsip-prinsip dasar pengembangan modul dengan pen-
Accepted : October 2017 dekatan hypercontent. Berbeda dengan modul konvensional yang berlogika linier,
Published : November 2017 prosedural, dan relatif kaku, modul berpendekatan hypercontent didesain meng-
gunakan logika postmodern yang relatif non-linier, acak, dan fleksibel. Dengan
Keywords demikian desain modul berpendekatan hypercontent memberikan kesempatan
bagi penggunanya untuk mempelajari dari sisi mana saja sesuai kebutuhan be-
Hypercontent; module; lajar. Tidak diharuskan memulai dari materi yang berada pada urutan pertama.
non-linier; non-sequencial;
Pendekatan hypercontent mengarahkan desain modul diperkaya oleh sumber-
technological, pedagogical,
content-knowledge sumber belajar di dunia maya. Caranya dengan membuat tautan ke laman website,
saluran YouTube, dan lainnya melalui URL, QR code dan sejenisnya. Pendekatan
hypercontent dipadukan dengan pendekatan technological, pedagogical, content-
knowledge menjadikan substansi modul yang dikembangkan lengkap dilihat dari
sisi kesesuaian dan kekayaan materi serta kesesuaian pendekatan pedagogiknya.

Abstract
This article describes the basic foundations of the module development using hyper-
content approach. Different from the conventional one wich is more linier, procedu-
ral, and rigid, hypercontent approach module are developed under postmodern logic
of thinking which is more non-linear, non-sequential, and flexible. Thus, hypercon-
tent modul open an opportunity for the student to use it in non-sequential and
non-procedural ways according to their own learning need wich are different from
one another. In this case there is no obligation to start the learning process from
the first chapter. Hypercontent module approach also enriched its content by lots
of learning resources from the internet by creating linkages to several appropriates
webpages, YouTube channels, and others via URL, QR code and etc. Hypercontent
approach combined with technological, pedagogical, content-knowledge approach
make the substance of the modul more complete in terms of its pedagogical ap-
propriateness and rich in content material.


Corresponding author : © 2017 Universitas Negeri Semarang
Adress: : Jl. Rawamangun Muka Kampus A UNJ, Gd. Daksinapati, p-ISSN 2252-6447
Lt. 2, Program Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pen- e-ISSN 2527-4597
didikan, Universitas Negeri Jakarta
E-mail: dewiprawiradilaga@gmail.com
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

PENDAHULUAN familiar dengan TIK inilah yang disebut sebagai


generasi digital (digital native).
Pada tahun 2015 Organisasi Angkutan
Darat (Organda) Daerah Khusus Ibukota (SKI) Generasi yang lahir tahun 1990-an ini
Jakarta melansir data terjadi penurunan minat tumbuh besar seiring perkembangan TIK, hing-
dari pengguna transportasi darat. Penumpang ga hampir tak dapat dipisahkan aktivitas sehari-
bajaj turun sebanyak 40 persen, taksi turun 30 harinya dari gawai dan internet. Dengan kata
persen, dan penumpang bus juga turun 30 per- lain, generasi digital terbiasai hidup ditopang
sen. Rata-rata penumpang angkutan darat turun oleh gawai, notebook, jaringan internet, dan
hingga 33 sampai 34 persen. Hal tersebut terjadi colokan listrik. Sebelumnya, generasi yang lahir
disinyalir akibat kehadiran dari aplikasi online kisaran tahun 1945 hingga 1965 familiar disebut
semacam Gojek dan Grab (Gojek dan Revolu- sebagai baby boomers atau digital immigrants
si, 2016). Kondisi tersebut memicu perseteruan (Prensky, 2001a & 2001b). Prensky (dalam Tho-
antara dua jenis layanan transportasi tersebut, mas [ed.], 2011, pp. 25-27) menyatakan bahwa
yakni layanan transportasi konvensional ver- perbedaan karakter antara generasi digital dan
sus transportasi yang berbasis teknologi digital. imigran digital perlu dikaji agar dapat menum-
Sebagai riilnya adalah perseteruan ojek dalam buhkan pemikiran, sikap, nilai-nilai, dan perila-
jaringan (daring/online) dengan ojek konven- ku menjadi warga dunia digital yang baik. Hal
sional yang pernah memanas di beberapa kota ini penting mengingat dunia maya yang meru-
besar di Indonesia kisaran tahun 206-2017. pakan bentuk lanjut dari perkembangan tekno-
logi digital dapat menjadi media yang memuat
Di balik fenomena tersebut sebenarnya
hal-hal positif maupun negatif. Saluran YouTube
telah telah terjadi perubahan sosial yang dipicu
misalnya dapat menjadi media edukasi, provo-
oleh kehadiran dari teknologi digital yang mam-
kasi, bahkan penyebar teror.
pu mempermudah aktivitas manusia. Menga-
pa pengendara ojek konvensional menganggap Salah satu perilaku yang berubah dari ge-
pengendara dan perusahaan ojek daring ‘mere- nerasi digital dibandingkan generasi-generasi
but’ rezeki mereka. Betulkah begitu? Sebenar- sebelumnya adalah cara belajar dan kebiasaan
nya yang terjadi adalah pergeseran perilaku ber- membaca. Prensky (2004, pp. 9-10) menjelaskan
konomi dan berbisnis dari sebagian masyarakat bahwa para digital natives akan belajar jika me-
yang sudah sadar teknologi dan memanfaatkan- mang mereka menginginkannya. Mereka tahu
nya dengan baik. Bagi masyarakat ini, kebera- fasilitas (internet) apa saja yang tersedia dan
daan teknologi daring merupakan berkah yang dapat mereka gunakan untuk meraih keinginan
mempermudah bisnis mereka. Hanya dengan mereka. Melalui internet, mereka akan berse-
modal telepon pintar kita dapat memesan laya- lancar mencari informasi sebanyak-banyaknya.
nan transportasi lebih cepat. Selain itu harganya Jika mereka membuat tugas sekolah, bisa saja
lebih murah, pasti, dan jelas informasi identitas informasi yang mereka peroleh melebihi tun-
pihak yang melayani. Mulai dari nama pengen- tutan tugas tersebut, karena luasnya informasi
dara, nomor kendaraan, waktu yang dibutuhkan yang tersedia di jagat maya. Mereka dimanjakan
untuk mencapai pelanggan dan lainnya. oleh berbagai macam perangkat dan aplikasi
yang tersedia. Sayangnya, mereka cenderung
Salah satu tuntutan dari pengemudi ojek
mengabaikan jika mereka tidak tertarik, walau
konvensional adalah tuntutan terhadap ojek da-
itu berkenaan tugas dan tanggung jawab akade-
ring untuk memiliki pangkalan. Tuntutan terse-
mik mereka sendiri.
but terasa aneh jika dilihat dari perkembangan
teknologi yang digunakan oleh ojek daring. Ka- Pada hal yang lebih spesifik, soal memba-
rena sejatinya ojek daring juga punya pangka- ca, digital immigrants—sebutan untuk generasi
lan. Hanya saja pangkalannya adalah pangkalan lama yang mau tak mau harus terbiasa dengan
virtual yang dapat diakses melalui jaringan in- teknologi digital—mempunyai kebiasaan mem-
ternet. Aplikasi Gojek, Grab dan sejenisnya itu- baca yang berbeda. Mereka mulai membaca dari
lah yang dapat disebut sebagai pangkalan maya kiri ke kanan, kata demi kata, bertahap dalam
(virtual pool). Konflik tersebut terjadi ketika media cetak seperti buku, koran, dan seba-
kenyamanan para pengojek konvensional me- gainya. Kosa-kata dibentuk dengan menggu-
rasa terancam, dan juga ketidakmampuan untuk nakan daftar kata, referensi. Tanda-tanda baca
memahami dan memanfaatkan perkembangan dan nomor halaman menjadi acuan ritme mem-
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) un- baca mereka. Hal ini juga dilakukan oleh gene-
tuk meningkatkan kinerja. Mereka yang sudah rasi sebelumnya. Mereka cenderung menelisik

58
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

dan lebih telaten untuk menelaah segala sesua- lam merumuskan prinsip-prinsip pengemban-
tu melalui media cetak. Generasi digital native gan modul. Dalam hal ini penulis mengacu 2
membaca secara berbeda, mereka menyapukan (dua) pendekatan, yaitu (1) hypercontent dan (2)
jari-jari di layar monitor. Sebagai pengganti technological, pedagogical, content knowledge.
tanda baca muncul sebagai hyperlinks, pop-up Keduanya merupakan respons teoretik dalam
menu windows, pull-down menus dan seterusnya bidang pendidikan terhadap perkembangan ma-
(Campbell, 2004, pp. 122-124). sif TIK dalam memfasilitasi pendidikan. Kedua
pendekatan tersebut memuat konsepsi teoretik
Generasi digital juga membaca secara acak
yang berbeda dibandingkan dengan konsepsi
(non-linear). Tidak ada pola khusus, kadang-
teoretik yang digunakan dalam pengembangan
kadang teratur dan teliti, namun juga bisa saja
modul sebelunya. Keduanya penulis uraikan se-
melewati begitu saja bagian yang dianggap me-
cara lebih lengkap sebagai berikut.
reka tidak penting. Generasi digital lebih terta-
rik tampilan visual ketimbang teks panjang yang
butuh waktu lama untuk membaca. Oleh karena HYPERCONTENT
itu mereka terbiasa membaca dengan teknik me-
Simonson, Smaldino, Albright, dan Zva-
mindai secara cepat (scanning) (Prensky, 2001a
cek (2005, pp. 137-138) mengemukakan bahwa
& 2001b). Mencari informasi di dunia maya oleh
pembelajaran berbasis TIK terutama yang basis-
karenanya sering disebut dengan berselancar
nya adalah internet pada dasarnya merupakan
(surfing) yang berada di permukaan laut infor-
pembelajaran berbasis jaringan. Salah satu sebu-
masi, belum di kedalaman informasi dan penge-
tan yang familiar dan dikemukakan oleh mereka
tahuan. Bagi generasi digital, membaca dengan
adalah hypercontent-designed instruction, yakni
cara lama cukup merepotkan. Terutama ketika
pembelajaran yang didesain secara terstruktur
dibandingkan dengan ketersediaan semua ra-
dengan menggunakan pendekatan hypercon-
gam informasi dan pengetahuan di dunia maya
tent. Secara sederhana hypercontent dapat di-
dalam bentuk teks, audio, maupun visual, bah-
pahami sebagai konsep yang menjalinkan satu
kan karakteristiknya lebih interaktif dan meng-
materi dan materi lain secara simultan dalam
hibur.
satu program teknologi digital tertentu. Logi-
Dengan demikian, pengembangan ba- kanya tidak jauh dari hypertext, yakni satu teks
han ajar oleh para guru dan dosen juga sebaik- memuat banyak teks lain yang saling terhubung
nya memperhatikan beberapa perubahan pada satu sama lain. Wujud riilnya adalah menu-me-
generasi digital tersebut. Salah satunya adalah nu tampilan di laman website, jika di-klik maka
ketika mengembangkan modul pembelajaran. akan membawa pengguna (user) pada materi
Selama ini modul dikembangkan dalam bentuk satu dan lainnya. Dengan kata lain: sebuah teks
cetak untuk menunjang praktik belajar mandiri sebenarnya menampung dan menghubungkan
yang konvensional. Modul jenis ini di Indonesia dengan teks-teks lain (hyper).
dikembangkan secara masif di lingkungan Uni-
Sebenarnya hypercontent-designed instru-
versitas Terbuka (UT) yang diakui oleh pemerin-
ction ini berkarakter menengah jika dibanding-
tah sebagai lembaga resmi penyelenggara pendi-
kan dengan pendekatan lain dalam pengem-
dikan jarak jauh. Beberapa perguruan tinggi juga
bangan perangkat pembelajaran—terutama
mendorong para dosen untuk mengembangkan
modul—berbasis internet. Sebut saja salah sa-
bahan ajar dan modul penunjang perkuliahan.
tunya adalah pendekatan learner-directed design
Mengacu pada perkembangan TIK dan perbe-
yang betul-betul menempatkan pengguna tidak
daan cara belajar generasi digital yang sekarang
hanya menggunakan desain pembelajaran saja.
sudah memasuki usia sekolah dan kuliah, tentu
Melainkan juga menjadi desainer pembelajaran,
akan lebih tepat jika pengembangan modul juga
termasuk menentukan tahapan belajar dan cara
mempertimbangkan beberapa hal tersebut.
belajarnya seperti apa. Pendekatan ini juga di-
Dengan kata lain perlu kiranya untuk sebut model desain pembelajaran konstruktivis
mengumpulkan dan merumuskan beberapa yang betul-betul memposisikan pengguna/sis-
prinsip dalam pengembangan modul menga- wa sebagai subjek belajar (Simonson et al. 2005,
cu pada perubahan dan pergeseran cara belajar p. 138). Di sini, hypercontent-designed instructi-
generasi digital tersebut. Dalam penelusuran on peran dan posisi siswa belum sampai sebagai
penulis, terdapat banyak perkembangan dalam bagian dari desainer pembelajaran. Namun cu-
bidang teknologi pendidikan seiring perkem- kup sebagai pengguna aktif dari desain dan pe-
bangan TIK yang dapat dijadikan pegangan da- rangkat pembelajaran.

59
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

Walau begitu nuansa konstruktivis dan satu sama lain. Pada 2007-2008 Thompson dan
karakteristik dunia maya yang berjejaring acak Mishra menyempurnakan gagasannya menjadi
tetap muncul. Dalam hal ini jika dikaitkan lang- the Total PACKage atau paket menyeluruh dari
sung dengan modul sebagai bahan ajar, maka ketiga unsur tersebut.
modul tersebut didesain secara jelas bagian-
TechPAK atau yang juga sering disebut
bagiannya. Termasuk disajikan menggunakan
TPACK menggambarkan bagaimana 3 (tiga)
multimedia (teks, audi, grafis, gambar, video,
domain pengetahuan merupakan satu bagi-
audio). Namun cara belajarnya tidak memaksa
an integratif, yakni (1) pengetahuan teknologis
siswa/mahasiswa untuk belajar secara bertahap
(technological knowledge), (2) ilmu mendidik/
sesuai urutan yang sudah didesain sejak awal.
pendidikan (pedagogical knowledge), dan (3)
Siswa bebas untuk memilih mempelajari bagian
pengetahuan materi yang akan diajarkan (con-
materi tertentu yang ia anggap perlu dipelajari
tent knowledge) (Thompson dan Mishra, 2007).
secara acak dan tidak berurutan (non-sequen-
Mishra dan Koehler (2006) menyatakan bahwa
tial). Cara belajar dan penggunaan modul yang
pada dasarnya TPACK bukanlah kombinasi keti-
acak dan tidak berurutan inilah yang dapat dika-
ga domain tersebut, melainkan inteseksi ketiga
takan sebagai wujud dari hypercontent (Simon-
domain tersebut. Senada dengan mereka, Shin
son et al, 2005, pp. 136-137).
dan kawan-kawan (2009, pp. 1-2) menyatakan
bahwa TPACK mengaitkan teknologi pada sub-
TECHNOLOGICAL, PEDAGOGICAL, CON- stansi (content) kurikulum dan pendekatan
TENT-KNOWLEDGE pedagogik yang spesifik dan menggambarkan
bagaimana pemahaman guru mengenai keti-
Berikutnya penulis menggunakan pende-
ga basis pengetahuan tersebut dapat diarahkan
katan technological, pedagogical, content-kno-
untuk menghasilkan praktik pembelajaran yang
wledge yang familiar disingkat menjadi TPCK.
efektif dengan teknologi pendidikan.
Sebagaimana diulas oleh Mishra dan Koehler
(2006) sebenarnya konsep TPCK yang ada se- Kaitan antara beberapa domain dalam
karang adalah perkembangan dari konsep pe- TPACK menunjukkan setidaknya terdapat 7 (tu-
dagogical content-knowledge yang dirumuskan juh) komponen (Mishra dan Koehler, 2006, pp.
oleh Schulman (1986) bahwa terdapat irisan 1026-1029). Pertama, pengetahuan mengenai
kompetensi yang dikuasai guru, yakni pengeta- teknologi dan/atau pengetahuan teknologis
huan mengenai pedagogik yang khusus berkai- (technological knowledge, TK). Kedua, pengeta-
tan dengan materi pelajaran tertentu. Hughes huan cara mendidik atau ilmu pendidikan (pe-
(2005) kemudian menambah unsur teknlogi dagogical knowledge, PK). Ketiga, pengetahuan
hingga menjadi technological, pedagogical, con- substansi yang akan diajarkan (content know-
tent-knowledge (TPCK). Artinya kehadiran tek- ledge, CK). Keempat, pengetahuan mengenai
nologi perlu dipertimbangakan sebagai hal po- teknologi yang khusus dan tepat digunakan da-
kok yang harus dikuasai oleh guru. Berikutnya lam mengajarkan materi tertentu (technological
Mishra dan Koehler (2006) menyatakan bahwa content-knowledge, TCK). Kelima, pengetahuan
teknologi dan PCK sangat saling bergantung pedagogik spesifik mengenai teknologi (techno-

Gambar 1 Ilustrasi technological, pedagogical content-knowledge (direproduksi dari Mishra


& Koehler, 2006, p. 1025)

60
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

dik. Intinya, teknologi kekinian apa saja dapat


diadaptasikan untuk kepentingan proses belajar.

PRINSIP-PRINSIP PENGMEBANGAN MOD-


UL HYPERCONTENT
Sebagaimana telah diuraikan sebelum-
nya, bahwa pengembangan modul ini menggu-
nakan 2 (dua) pendekatan, yaitu hypercontent
dan TPACK. Dengan menggunakan pendekatan
TPACK artinya modu yang dikembangkan harus
memenuhi unsur-unsur atau domain TPACK.
Gambar 2 Kemampuan peserta didik Abad 21 Jika mengacu pada (Mishra dan Koehler, 2006)
logical pedagogical-knowledge, TPK). Keenam, sebenarnya terdapat 7 (tujuh) domain. Namun
pengetahuan spesifik mengenai cara mengajar ketujuh domain tersebut pada dasarnya meru-
yang khusus berkaitan dengan materi tertentu pakan interseksi dari 3 (tiga) domain utama,
(pedagogical content-knowledge, PCK). Ketujuh, yaitu teknologi, pedagogi, dan materi pelajaran
pengetahuan mengenai teknologi dan pedago- (content). Dengan demikian modul yang di-
gik terentu yang tepat digunakan dalam menga- kembangkan menggunakan pendeatan TPACK
jarkan materi tertentu pula (technological, peda- harus memuat dan memasukkan unsur-unsur
gogical content-knowledge, TPACK). tersebut, minimal tiga unsur atau domain uta-
ma TPACK. Jika dipadu dengan konsep hyper-
Seiring dengan kemajuan teknologi digi- content dari hypercontent-designed instruction
tal, terutama yang berbasis internet, pengajar (Simonson et al, 2005), maka karakteristik hy-
dianjurkan meningkatkan peran teknologi ter- percontent yang acak dan tidak berurutan dalam
sebut untuk memperkaya isi atau content kno- menyajikan materi harus dimasukkan.
wledge menjadi lebih menarik, lebih sesuai den-
gan karakteristik peserta didik (digital natives) Berkaitan langsung dengan modul, ka-
dan tuntutan pendidikan di abad 21. Partnership rakteristik hypercontent yang harus diterapkan
for 21st Century Learning merumuskan bebe- antara lain sebagai berikut. Pertama, setiap unit
rapa kemampuan yang sebaiknya dimiliki oleh dalam modul hypercontent didesain berdiri sen-
seseorang melalui proses belajar untuk abad diri. Masing-masing mempunyai komponen sis-
21. Tiga aspek penting yang harus dimiliki oleh tem pembelajaran mandiri yang lengkap atau
seseorang adalah keterampilan (skills), pengeta- self-contained, sehingga pembaca dapat meng-
huan (knowledge) dan keahlian (expertise)(Kay kaji secara acak, memulai dan mengakhiri dari
dan Greenhill, 2011, p. 48). unit mana saja. Kedua, struktur isi dikemas den-
gan prinsip desain pesan, yakni ‘dipecah’ men-
Gambar 2 memberikan ilustrasi yang lebih jadi bagian, setiap bagian memiliki unit, setiap
lengkap berkaitan dengan pembelajaran di Abad unit dilengkapi dengan tujuan khusus, manfaat
21 yang menempatkan kecakapan dalam bidang sub-unit, ilustrasi, kajian dan subkajian. Ada-
informasi, media, dan teknologi tak dapat dipi- pun pembatas antara sub-kajian dapat menggu-
sahkan dari praktik belajar formal maupun in- nakan ringkasan sub-kajian, tes objektif sebagai
formal. Kecakapan dan keterampilan tersebut pengingat, atau diperkaya dengan materi dari
selama ini terbukti mampu mengantar generasi dunia maya dengan hyperlink ke situs tertentu.
digital berkembang menjadi kreatif dalam men-
gembangkan usaha di Abad 21. Ketersediaan in- Materi dari dunia maya tersebutlah yang
formasi tak terhingga atau berlimpah di dunia menjadi penciri hypercontent dalam bentuk me-
maya mendorong ahli teknologi pendidikan un- nonton video klip yang sesuai isi subkajian atau
tuk memanfaatkannya sebagai sumber belajar membaca langsung makalah digital dari cloud
maya (virtual resources for learning). Sebagai computing. Ilustrasinya sebagaimana terdapat
contoh, saluran video YouTube yang memuat dalam gambar 3. Pada dasarnya hypercontent
aneka video klip dari hasil unggahan siapa saja bersifat non-linear dan linked atau berjejaring.
dan dapat diunduh oleh siapa saja. Kewajiban Artinya peserta didik ditantang untuk mampu
pengajar adalah memilih isi video yang sesuai berpikir non-linear, bukan prosedural seperti
dengan keperluan belajar, lalu menentukan ba- umumnya modul konvensional, serta selalu siap
gaimana dan kapan digunakan oleh peserta di- untuk tertaut dengan dunia maya. Dalam hal ini,

61
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

Teknik membaca
modul konven-
sional ini biasanya
Modul hyper-
teratur, runtut
content tidak
yakni mengikuti
menentukan unit
alur, seperti unit 1
apa untuk memu-
berlanjut ke unit
lai atau unit apa
2, ke unit 3, dan
untuk mengakhiri.
seterusnya. Peng-
Pembaca dapat
galan isi dicerna
memulai dari
secara prosedural.
mana saja asalkan
Ketuntasan diper-
tuntas.
oleh jika urutan
penyajian diikuti.

Gambar 3 Perbedaan modul Konvensional dan Modul Hypercontent

ketersediaan fasilitas tools dan saluran informa- posisikan sebagai sub-kajian dari kajian dalam
si dimanfaatkan sesuai konteks isi. Ketersediaan modul hypercontent.
fasilitas dari open source ini selanjutnya diber-
Contoh hiperteks yaitu ketika kita men-
dayakan sebagai open resources for learning.
getik alamat email pada program pengolah kata,
Selanjutnya, fasilitas ini difungsikan sebagai na-
alamat email tersebut jika sudah lengkap kemu-
vigasi belajar. Open resources for learning diben-
dian kita ketik spasi akan berubah warna secara
tuk dengan memanfaatkan tools/icons untuk
otomatis. Artinya jika di-klik kita akan langsung
hal-hal berikut.
terhubung dengan alamat email tersebut secara
Pertama, memanfaatkan beragam laman daring. Contoh lain misalnya alamat laman web-
website, terutama jenis wiki yang memudahkan site asosiasi teknologi pendidikan Amerika Se-
pengguna untuk memahami beberapa istilah. rikat (Association for Educational Communica-
Pada jenis wiki, termasuk Wikipedia, wikitech, tions and Technology, AECT), jika kita ketikkan
dan lainnya pengguna tidak hanya berperan di paragraph ini dan menjadikannya sebagai hi-
sebagai pengguna yang dapat membaca secara perteks, maka wujudnya menjadi: www.aect.org
daring, luar jaringan (luring), maupun men- yang bergaris bawah dan warnanya berbeda dari
gunduh informasi. Lebih dari itu pengguna juga teks sekitarnya. Jika di-klik akan langsung mem-
dapat berperan sebagai produsen informasi den- bawa kita pada laman website AECT tersebut.
gan cara berkontribusi mengisi materi di wiki
tersebut. Oleh karena itu laman website jenis
wiki familiar disebut sebagai open resources, ka-
rena terbuka kesempatan bagi siapa saja untuk
berkontribusi menyempurnakan informasi yang
dimuat di dalamnya. Ikon dari laman website
biasanya adalah www, http, https, dan lainnya.

Kedua, menggunakan hiperteks (hyper-


texts). Wujudnya adalah menggunakan hubun-
Gambar 4 Contoh QR code
gan virtual (link) pada teks yang mengaitkan
teks tersebut dengan informasi lain dari laman Ketiga, menggunakan kode respons cepat
website tertentu. Hiperteks—sebagaimana di- (quick respons code, QR code). Pada dasarnya
kemukakan pada bahasan sebelumnya—meny- QR code adalah perkembangan lebih lanjut dari
embunyikan teks-teks lain yang jika di-klik akan barcode batang. QR code mampu menyimpan
membawa pengguna pada teks-teks lain terse- informasi lebih besar dibanding barcode batang.
but. Hiperteks ditandai dengan teks yang berga- QR code dapat diakses melalui gawai menggu-
ris bawah dan warnanya berbeda dibandingkan nakan program QR code reader. QR code di-
teks sekitarnya. Biasanya berwarna biru terang. gunakan untuk menautkan langsung ke situs
Jika pengguna sudah terhubung dengan jaringan atau saluran tertentu. Dengan demikian pem-
internet, maka hiperteks tersebut jika di-klik baca harus selalu siap dengan gawai, namun ia
akan membawa pengguna pada teks-teks yang tidak perlu lagi mengingat atau mengetik URL
dikandung oleh teks tersebut. Teks-teks yang yang panjang untuk dapat mengakses infor-
dikandung tersebut dengan demikian dapat di- masi. Pembaca hanya perlu memindai dengan

62
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

dang dalam tahap awal pengembangan modul


hypercontent untuk mahasiswa peserta mata
kuliah Teknologi Kinerja (performance techno-
logy), pada program studi Teknologi Pendidikan
(S1), Universitas Negeri Jakarta. Mata kuliah ini
diberikan kepada mahasiswa semester 3 (tiga)
yang telah mengikuti mata kuliah dasar Pengan-
Gambar 5 Pemanfaatan tools/icon dalam modul tar Teknologi Pendidikan dan Desain Pembela-
hypercontent jaran sebagai mata kuliah prasyarat untuk men-
gikuti mata kuliah Teknologi Kinerja.
QR code reader dan langsung akan membawa
pengguna pada informasi tertentu yang sudah Mengacu pada TPACK yang juga diacu se-
disediakan sebelumnya. bagai pendekatan dalam pengembangan modul
ini, maka minimal terdapat 3 (tiga) domain yang
Keempat, menggunakan saluran video
harus dipenuhi, yaitu materi (content knowled-
YouTube dan cloud computing. Tidak dapat di-
ge), ilmu mendidik (pedagogy), dan teknologi.
sangkal lagi bahwa YouTube sekarang merupa-
kan salah satu layanan di internet yang paling Pertama, content knowledge. Materi yang
banyak diakses oleh generasi muda. Banyak hal dipelajari dan dibuatkan modul untuk memper-
disajikan di YouTube. Di situ bahkan terdapat mudah mempelajarinya adalah mata kuliah tek-
banyak saluran yang memberikan muatan edu- nologi kinerja (3 SKS). Mata kuliah ini rumusan
kasi pada tema-tema tertentu. Mulai dari bela- tujuan umumnya adalah: di akhir semester ma-
jar bahasa, memasak, elektronik, programming, hasiswa dapat membuat satu program intervensi
berwirausaha, dan belajar filsafat. Saluran pada (pembelajaran atau nonpembelajaran) sebagai
YouTube juga dapat menyediakan serangkaian suatu upaya untuk meningkatkan kinerja kary-
video yang saling berkaitan tema dan bahasan- awan di suatu organisasi. Kriteria penilaian di
nya yang disebut playlist. Dengan meng-klik antaranya ketepatan intervensi, kreativitas, dan
playlist maka pengguna akan dihadapkan pada inovasi yang terkandung dalam intervensi.
beberapa pilihan video yang dapat diputar se-
Nilai (value) mata kuliah ini mengandung
bagai sarana belajar materi tertentu. Berikut-
program belajar Abad 21. Antara lain diambilkan
nya, ada juga yang disebut cloud computing di-
dari Partnership for 21st Century Learning. Mata
gunakan untuk menyimpan dokumen seperti
kuliah ini berkaitan dengan pentingnya pening-
kontrak perkuliahan, sebagian slide penyajian
katan kinerja perorangan untuk memenangkan
dosen, berbagi materi lain dalam bentuk soft
kompetisi dan persaingan global. Kompeten dan
file. Pembaca diberi akses melalui kesempatan
keinginan untuk meraih prestasi adalah sikap
log in dan password yang sama.
profesional seseorang yang terus menerus mem-
Lebih lanjut, modul ini mewadahi ke- perbaiki diri melalui proses belajar, baik formal
biasaan membaca non-linear dan keterbiasaan maunpun nonformal di organisasi. Kemampuan
membaca hypertext. Logika non-linier mem- untuk meningkatkan kemampuan apa saja ini-
berikan kesempatan bagi para pembaca untuk lah yang disebut dengan kompetensi global. Lin-
mempelajari modul ini dari mana saja (walau tas batas negara, lintas geografis, lintas kondisi
disarankan dimulai dari unit Pengetahuan Pra- fisik dengan memanfaatkan dunia maya sebaik-
syarat terlebih dahulu). Dengan kata lain, oto- baiknya.
nomi belajar sepenuhnya ditangan pembaca.
Berikutnya, mengacu pada deskripsi mata
Logika non-linier tersebut diwujudkan dengan
kuliah tersebut, garis besar isi modul ini yaitu
peniadaan nomor pada kajian isi, sehingga me-
(1) menguraikan makna ‘improving performan-
mang tidak harus urut. Walau begitu, modul ini
ce’ dari definisi teknologi pendidikan dari AECT
juga menggunakan pendekatan sistem yang me-
(Januszewski & Molenda [eds.], 2008), (2) bebe-
merinci materi menjadi uraian terkecil, sebagai
rapa definisi dan model teknologi kinerja dari
suatu unit. Setiap unit dilengkapi dengan ring-
beberapa ahli, (3) konteks teknologi kinerja, (4)
kasan, dan asesmen obyektif sebagai bantuan
makna intervensi pembelajaran berikut makna
untuk mengingat hal-hal tertentu.
intervensi nonpembelajaran atau nonpelatihan,
Setelah menjelaskan mengenai beberapa (5) teknik analisis kinerja (front-end analysis,
prinsip dalam pengembangan modul hypercon- training needs analysis), (6) program pelatihan
tent, berikutnya adalah bagaimana prosedur (tatap muka dan self-directed learning) sebagai
mengembangkannya. Dalam hal ini peneliti se- intervensi, (7) organisasi belajar dan knowledge

63
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

management sebagai intervensi nonpembelaja- bagi proses belajar mandiri dengan merujuk ke-
ran, (8) manajemen mutu terpadu (TQM) dan lengkapan suatu sistem pembelajaran, teruta-
rumusan klien dalam dunia pendidikan, (9) tek- ma panduan belajar. Panduan belajar ini sangat
ni benchmarking, fishbone, zero defect, dan (10) penting mengingat seseorang yang mengikuti
penyusunan satu model intervensi untuk pe- proses belajar mandiri harus mengelola masa-
ningkatan kinerja. lah belajar lebih mandiri dibandingkan dengan
proses belajar di kelas yang mengandalkan keha-
Materi-materi tersebut akan disusun
diran pengajar. Panduan belajar disiapkan tidak
menjadi beberapa bagian, dan setiap bagian
hanya untuk mengantisipasi kesulitan belajar,
mempunyai beberapa unit. Setiap unit mempu-
melainkan pula menciptakan ‘makna’ belajar itu
nyai subunit yakni tujuan khusus, fungsi unit,
sendiri bagi peserta didik.
ilustrasi, kajian, cobalah latihan ini, panduan
dan navigasi belajar, referensi serta uji kemam- Setidaknya terdapat 4 (empat) manfaat
puan. Isi akan dijabarkan pada subunit kajian. yang dapat diidentifikasi dari pengembangan
Setiap kajian terdiri atas dua subkajian dengan produk modul hypercontent untuk memfasilita-
kelengkapan sistem pembelajaran. si mata kuliah Teknologi Kinerja pada Program
Studi Teknologi Pendidikan (S1) UNJ. Pertama,
walaupun sasaran pembaca adalah mahasiswa S1
semester 3, tetapi isi modul ini dapat saja dibaca
oleh siapa saja yang tertarik untuk mendalami
kinerja manusia serta tertarik untuk mengem-
bangkan potensi diri. Kedua, desain modul hy-
percontent diasumsikan dapat diterapkan untuk
mata kuliah apa saja berbasis dunia maya seba-
gai open resources for learning. Ketiga, penggu-
naan QR codes sebagai alternatif tautan dilaku-
kan agar pembaca dapat melihat sumber belajar
Gambar 6 Skema isi modul hypercontent
langsung ke situs, terhindar dari salah ketik ke-
Kedua, ilmu mendidik (pedagogy). Dalam tika mengetik alamat situs atau URLs. Keempat,
hal ini sejalan dengan logika hypercontent maka penyajian isi yang dibuat sebagai penggalan atau
ilmu mendidik yang digunakan bukan ilmu chunks dimaksudkan untuk mempermudah
mendidik yang kaku dan prosedural, melainkan proses belajar mandiri yang dijalani oleh pem-
ilmu mendidik yang fleksibel, cair, dan berlogika baca modul hypercontent ini.
non-linier. Logika ini dipadu dengan memberi-
Selain itu modul hypercontent yang di-
kan uraian materi dari yang bersifat umum dan
kembangkan dalam penulisan ini juga memiliki
dasar hingga rinci dalam bentuk bagian-bagian
beberapa keterbatasan. Dalam hal ini substansi
yang lebih khusus. Modul ini juga dilengkapi
materi yang diberikan kepada mahasiswa men-
bagian khusus untuk menilai capaian pemaha-
genai teknologi kinerja sekadar didasarkan pada
man dalam bentuk latihan di akhir setiap unit.
buku terbitan Prenada Media Group. Belum di-
Latihan tersebut menggunakan jenis penilaian
dasarkan pada karakteristik mahasiswa sebagai
rubrik. Selain itu, disiapkan pula panduan bela-
calon pembaca atau pengguna modul ini secara
jar yang berisi penjelasan mengenai bagaimana
lebih spesifik. Berikutnya, pengembangan mo-
sebaiknya menggunakan modul hypercontent.
dul hypercontent ini lebih banyak mendasarkan
Pembaca dianjurkan terlebih dahulu membaca
pada konsepsi teoretik dan pendapat para ahli
panduan belajar sebelum ia mulai mempelajari
materi dan media untuk menilai kualitas modul.
modul ini.
Terutama dilihat dari sisi inovatif dan keber-
Ketiga, teknologi. Dalam hal ini unsur manfaatannya. Kualitas modul ini secara riil un-
teknologi dari TPACK dipahami sebagai peman- tuk menunjang pembelajaran belum dilakukan.
faatan informasi dan ilmu pengetahuan yang Dengan demikian belum dapat diketahui signi-
berlimpah di dunia maya dan dapat diberdaya- fikansi modul hypercontent dalam menunjang
kan sebagai open resource for learning. Mengin- mahasiswa belajar mengenai teknologi kinerja.
gat kemunculan istilah hypercontent untuk for- Walau begitu, penulisan ini sudah cukup jelas
mat modul ini, maka perlu kiranya diperhatikan memberikan gambaran dasar-dasar dan potensi
rumusan hypercontent itu sendiri. Modul adalah internet melalui hypercontent dalam memfasili-
istilah konvensional untuk penyajian materi ajar tasi pembelajaran.

64
D.S. Prawiradilaga et al./Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies
5 (2) (2017): 57-65

SIMPULAN Mishra, P. & Koehler, M.J. (2006). Technological Peda-


gogical Content Knowledge: A Framework for
Pendekatan gaya belajar dan pola mem- Teacher Knowledge. Teacher Colleges, 108(6):
baca digital natives dapat dimanfaatkan sebagai 1017-1054.
landasan penulisan isi atau materi pada modul Prensky, M. (2001a) Digital Natives, Digital Immi-
hypercontent ”Teknologi Kinerja (Performan- grants Part 1. On the Horizon, 9(5): 1-6, doi:
ce Technology)”. Oleh karena itu, pemaknaan 10.1108/10748120110424816
Prensky, M. (2001b). Digital Natives, Digital Im-
hypercontent menjadi pola membaca atau pola
migrants Part 2: Do They Really Think Dif-
mengkaji yang dikondisikan untuk peserta di- ferently? On the Horizon, 9(6): 1-6, doi:
dik, yakni mahasiswa semester 3, jenjang S1 Pro- 10.1108/10748120110424843
di Teknologi Pendidikan. Aspek teknologi digi- Prensky, M. (2004). The Emerging Online Life of the
tal sebagai satu ciri belajar di abad 21 diterapkan Digital Native: What they do differently because
untuk memberdayakan dunia maya, melalui of technology, and how they do it. Diunduh 4
saluran tertentu seperti YouTube, dan kamus Juni 2016 dari: http://www.marcprensky.com/
daring Wikipedia menjadi suatu open resources writing/Prensky-The_Emerging_Online_Life_
for learning, atau sumber belajar maya. Selain of_the_Digital_Native-03.pdf
Prensky, M. (2011). Digital Wisdom and Homo Sapiens
itu, beberapa tools, akses langsung (hyperlink
Digital. In M, Thomas (ed., 2011). Deconstruct-
berikut QR codes) dan massive storage (cloud ing Digital Natives: Young People, Technology
computing) digunakan agar peserta didik dapat and the New Literacies. New York & London:
berbagi dan memperoleh langsung materi non- Routledge.
cetak seperti video clips dan makalah digital. Shin, T., Koehler, M., Mishra, P., Schmidt, D., Baran,
E., & Thompson, A. (2009). Changing Tech-
nological Pedagogical Content Knowledge
DAFTAR PUSTAKA (TPACK) through Course Experiences. In I.
Gibson, R. Weber, K. McFerrin, R. Carlsen &
Campbell, K. (2004). E-ffective Writing for E-Learning D. Willis (Eds.), Proceeding of SITE 2009—So-
Environments. Harshey, PA: Information Sci- ciety for Information Technology & Teacher Ed-
ence Publishing. ucation International Conference. Charleston,
Gojek dan Revolusi Transportasi Umum. (2016). Di- SC, USA: Association for the Advancement
unduh 15 Juni 2017 dari: https://tirto.id/gojek- of Computing in Education (AACE): 4152-
dan-revolusi-transportasi-umum-b2 4159. Diunduh dari: https://www.learntechlib.
Hughes, J. (2005). The role of teacher knowledge and org/p/31309.
learning experiences in forming technology- Shulman, L.S. (1986). Those who understand: Knowl-
integrated pedagogy. Journal of Technology edge growth in teaching. Educational Re-
and Teacher Education, 13(2): 277–302. searcher, 15(2): 4-14.
Januszewsky, A. & Molenda, M. (eds.). (2008). Educa- Simonson, M., Smaldino, S., Albright, M., & Zvacek, S.
tional Technology: A Definition with Commen- (2005). Teaching at a Distance: Foundations of
tary. London & New York: Lawrence Erlbaum Distance Education. 3rd Edition. Upper Saddle
Associates. River, NJ: Pearson.
Kay, K. & Greenhill, V. (2011). Twenty-First Century Thomson, A.D. & Mishra, P. (2007-2008). Breaking
Students Need 21st Century Skills. In G, Wan & news: TPCK becomes TPACK! Journal of Com-
D.M, Gut, (Eds.), Bringing Schools into the 21st puting in Teacher Education, 24(2), 38, 64.
Century. London & New York: Springer: 41-65.

65

Anda mungkin juga menyukai