Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam
tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan pembuahan dan kemudian
akan diakhiri dengan proses persalinan. Dalam kehamilan akan terjadi
perubahan fisik dan psikologis pada ibu hamil (Cunningham, 2006).
Kehamilan merupakan suatu keadaan dimana seorang wanita yang didalam
rahimnya terdapat embrio atau fetus. Kehamilan dimulai pada saat masa
konsepsi hingga lahirnya janin, dan lamanya kehamilan dimulai dari ovulasi
hingga partus yang diperkirakan sekitar 40 minggu dan tidak melebihi 43
minggu (Kuswanti, 2014).
Kecemasan yang sering muncul pada ibu hamil primigravida adalah
ketakutan menyakiti janin dan bisa menyebabkan keguguran,
ketidaknyamanan pada saat berhubungan dan akan mengganggu
kenyamanan tidur janin. Lebih sering terjadi pada trimester pertama. Pada
trimester ketiga, perubahan body image sangatlah mempengaruhi sikap ibu
terhadap kehamilan dan sex. Cemas apabila terjadi kelahiran prematur dan
menyakiti janinnya (Pantikawati, 2010 dan Eisenberg, 2006).
Kondisi kesehatan calon ibu pada masa awal kehamilan akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan kehamilan serta kondisi status
kesehatan calon bayi yang masih didalam rahim maupun yang sudah lahir,
sehingga disarankan agar calon ibu dapat menjaga perilaku hidup sehat dan
menghindari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi calon ibu pada
masa kehamilan (Johnson, 2016).
Penyakit parasiter saat ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi
manusia. Ada 6 jenis penyakit parasiter yang sangat serius melanda dunia,
yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan
tripanosomiasis. Penyakit parasiter tersebut hampir semuanya dijumpai di
2

negara-negara tropis yang memiliki berbagai ragam masalah seperti


penduduk yang padat, pertumbuhan penduduk relatif tinggi dan jaminan
kesehatan yang masih rendah (Artama, 2009).
Toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit protozoa Toxoplama gondii. Toxoplama gondii berasal dari bahasa
latin toxon yang artinya adalah busur dan plasma yang berarti bentuk, atau
dapat diartikan sebagai bentuk yang serupa dengan busur. Penemu dari
Toxoplama gondii adalah Nicolle dan Manceaux pada tahun 1908 yang
menemukan keberadaan protozoa tersebut pada limpa dan hati hewan
pengerat yang sedang diamati (Chahaya, 2010).
Toksoplasmosis adalah penyakit yang terdapat pada hewan
vertebrata dan mampu untuk menular ke manusia (zoonosis). Toxoplasma
gondii termasuk Genus Toxoplasma; Subfamili Toxoplasma; Famili
Sarcocystidae; Subkelas Coccidia; Kelas Sporozoa; Filum Apicomplexia.
Toxoplama gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam
tiga bentuk atau tingkatan yaitu takizoit (bentuk proliferatif yang disebut
juga tropozoit), bradizoit (terdapat pada kista jaringan) dan sporozoit
(dihasilkan oleh ookista) (Chahaya, 2010; Sasmita, 2006; Soulsby, 1982).
Toksoplasmosis dapat menginfeksi semua vertebrata termasuk
manusia dan berbagai hewan kesayangan seperti kucing, anjing, kelinci,
burung, serta hewan ternak seperti kambing, sapi, domba, babi, serta hewan
berdarah panas lainnya. Pada manusia, infeksi toksoplasmosis selalui
menghantui kaum wanita, terutama wanita yang sedang hamil (Nurhadi,
2012).
Kucing merupakan host definit dari Toxoplama gondii. Di dalam
usus kucing terjadi perkembangbiakan Toxoplasma gondii secara seksual
dengan menghasilkan ookista. stadium seksual diawali dengan
perkembangan merozoit menjadi makrogamet dan mikrogamet di dalam sel
epitel usus. Kedua gamet mengalami proses fertilisasi dan terbentuk zigot
yang akan tumbuh menjadi ookista. Ookista masuk ke dalam lumen usus
3

dan keluar dari tubuh kucing bersama dengan kotoran kucing (Iskandar,
2010; Soulsby, 1982).
Di Indonesia banyak masyarakat yang masih percaya bahwa bulu
kucing dapat menyebabkan keguguran pada ibu hamil. Akan tetapi,
sebagian dari masyarakat tidak mempercayai berita tersebut dan
menganggapnya hanya mitos saja. Berdasarkan dari uraian diatas dirasa
perlu adanya analisis atau pembahasan mengenai benar atau tidaknya bulu
kucing dapat menyebabkan keguguran pada ibu hamil.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang
menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah benarkah bulu kucing
dapat menyebabkan keguguran pada ibu hamil.

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebenaran bulu
kucing dapat menyebabkan keguguran pada ibu hamil.

1. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini untuk menambah pemahaman penulis mengenai
kebenaran berita bulu kucing yang dapat menyebabkan keguguran pada
ibu hamil.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan dan sumber informasi yang dapat
menjelaskan tentang kebenaran berita yang menyatakan bahwa bulu
kucing dapat menyebabkan keguguran pada ibu hamil kepada
masyarakat terutama wanita yang sedang hamil.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Toksoplasmosis

Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,


merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia
(Hiswani, 2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit
obligat intraseseluler. Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi
sangat penting karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan
abortus spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal atau disebut
sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis dan
retardasi mental.

B. Cara Penularan

Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Pada


toksoplasmosis kongenital, transmisi toksoplasma kepada janin terjadi melalui
plasenta bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil. Pada toksoplasmosis
akuista, infeksi dapat terjadi bila makan daging mentah atau kurang matang ketika
daging tersebut mengandung kista atau trofozoit T. gondii. Tercemarnya alat-alat
untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu pengolahan
makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran T. gondii.

Pada orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista
yang dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan. Kontak yang sering terjadi dengan
hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya
prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan,
pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti
juru masak (Chahaya, 2003). Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ
tubuh dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah
terinfeksi T. gondii. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada orang yang
5

bekerja dengan binatang percobaan yang diinfeksi dengan T. gondii yang hidup.
Infeksi dengan T. gondii juga dapat terjadi waktu mengerjakan autopsi.

C. Patogenesis

Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang
terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan
jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan
diri ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana
parasit mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap
kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk
kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan saraf, yang sifatnya menetap tanpa
menimbulkan peradangan lokal.

Infeksi primer pada janin diawali dengan masuknya darah ibu yang
mengandung parasit tersebut ke dalam plasenta, sehingga terjadi keadaan plasentitis
yang terbukti dengan adanya gambaran plasenta dengan reaksi inflamasi menahun
pada desidua kapsularis dan fokal reaksi pada vili. Inflamasi pada tali pusat jarang
dijumpai.Kemudian parasit ini akan menimbulkan keadaan patologik yang
manifestsinya sangat tergantung pada usia kehamilan.

D. Patofisiologis

Toksoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh


Toxoplasma gondii dengan hospes definitif kucing dan hospes perantara manusia.
Manusia dapat terinfeksi parasit ini bila memakan daging yang kurang matang atau
sayuran mentah yang mengandung ookista atau pada anakanak yang suka bermain
di tanah, serta ibu yang gemar berkebun dimana tangannya tertempel ookista yang
berasal dari tanah.

Perkembangan parasit dalam usus kucing menghasilkan ookista yang


dikeluarkan bersama tinja. Ookista menjadi matang dan infektif dalam waktu 3-5
hari di tanah. Ookista yang matang dapat hidup setahun di dalam tanah yang lembab
6

dan panas, yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Ookista yang matang
bila tertelan tikus, burung, babi, kambing, atau manusia yang merupakan hospes
perantara, dapat menyebabkan terjadinya infeksi.

Toksoplasmosis dikelompokkan menjadi toksoplasmosis akuisita (dapatan)


dan toksoplasmosis kongenital yang sebagian besar gejalanya asimtomatik.
Keduanya bersifat akut kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak
sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lainnnya. Pada ibu hamil
yang terinfeksi di awal kehamilan, transmisi ke fetus umumnya jarang, tetapi bila
terjadi infeksi, umumnya penyakit yang didapat akan lebih berat. Pada
toksoplasmosis yang terjadi di bulan-bulan terakhir kehamilan, parasit tersebut
umumnya akan ditularkan ke fetus tetapi infeksi sering subklinis pada saat lahir.

Pada ibu hamil yang mengalami infeksi primer, mula-mula akan terjadi
parasitemia, kemudian darah ibu yang masuk ke dalam plasenta akan menginfeksi
plasenta (plasentitis). Infeksi parasit dapat ditularkan ke janin secara vertikal.
Takizoit yang terlepas akan berproliferasi dan menghasilkan fokus-fokus nekrotik
yang menyebabkan nekrosis plasenta dan jaringan sekitarnya, sehingga
membahayakan janin dimana dapat terjadi ekspulsi kehamilan atau aborsi

E. Manifestasi Klinis

Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,
toksoplasmosis dapat dikelompokkan atas: toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan
toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital,
sebagian besar asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan
kemudian menjadi kronik atau laten. Gejalanya nampak sering tidak spesifik dan
sulit dibedakan dengan penyakit lain. Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak
diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang
hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan
anak dengan toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa
maupun anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai
7

pada toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam
dan sakit kepala (Gandahusada, 2003).

Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjar getah bening
daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia
dan malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam
makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam titus, sedangkan pada
jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial.

Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada


yang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah
beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops
fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran
intrakranial atau tetrad sabin yang disertai kelainan psikomotorik (Gandahusada,
2003). Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan
menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di berbagai
organ penting dan juga pada sistem saraf penderita.

Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya


retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sikatriks pada
retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa. Korioretinitis
karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital.
Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi
bermacam-macam jenisnya.

Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan
trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi
abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti
ensefalomielitis, hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak
yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan, dapat
disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan syaraf pusat
dan lesi mata.
8

F. Pencegahan Toksoplasmosis

Peranan kucing sebagai hospes definitif merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan berjuta juta
ookista dalam tinjanya, yang dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah yang
teduh dan lembab. Untuk mencegah hal ini, maka dapat di jaga terjadinya infeksi
pada kucing, yaitu dengan memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak
berburu tikus atau burung.

Lalat dan lipas dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan
ookista dari tanah atau lantai ke makanan (Gandahusada, 2003). Untuk mencegah
terjadinya infeksi dengan ookista yang berada di dalam tanah, dapat diusahakan
mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin, amonia dan iodin dalam
bentuk larutan serta air panas 70 derajat Celcius yang disiramkan pada tinja kucing
(Gandahusada, 2003). Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu yang gemar
berkebun, juga petani sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum
makan. Di Indonesia, tanah yang mengandung ookista T. gondii belum diselidiki
(Chahaya, 2003). Sayur-mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih,
karena ada kemungkinan ookista melekat pada sayuran, makanan yang matang
harus di tutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat
memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan tersebut.

Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam)
sebagai sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66 derajat
Celcius. Daging dapat menjadi hangat pada semua bagian dengan suhu 65 derajat
Celcius selama empat sampai lima menit atau lebih, maka secara keseluruhan
daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi
yang diolah dengan garam dan nitrat (Chahaya, 2003). Setelah memegang daging
mentah (tukang potong, penjual daging, tukang masak) sebaiknya cuci tangan
dengan sabun sampai bersih.

Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toksoplasmosis kongenital,


yaitu anak yang lahir cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik,
9

merupakan beban masyarakat. Pencegahan dengan tindakan abortus artefisial yang


dilakukan selambatnya sampai kehamilan 21-24 minggu, mengurangi kejadian
toksoplasmosis kongenital kurang dari 50 %, karena lebih dari 50 % toksoplasmosis
kongenital diakibatkan infeksi primer pada trimester terakhir kehamilan (Chahaya,
2003).
10

BAB III
PEMBAHASAN

A. Issue Toksoplasma di Masyarakat


Beredar sebuah rumor di Sosial Media terutama Grup atau Komunitas
Pencinta Kucing mengenai perempuan yang suka dengan kucing susah untuk punya
keturunan. Hal tersebut karena adanya parasite toksoplasma dan ungkapan dokter
yang membenarkannya, namun di sini yang menjadi Issue perdebatan adalah bulu
kucing yang menyebabkan perempuan susah untuk memiliki anak, bahkan ada
perempuan yang enggan menikah dengan laki-laki pencinta kucing.
B. Mengenal Toksoplasma gondii
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii, yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat bawaan (kelainan
kongenital) pada bayi dan keguguran (abortus) pada ibu hamil. Toxoplasmosis
disebabkan oleh parasit obligat intraseluler yaitu Toxoplasma gondii. Parasit ini
merupakan golongan protozoa yang hidup bebas di alam, dimana pertama kali
ditemukan pada limpa dan hati hewan pengerat (rodensia) Ctenodactyles gondii
(gundi) di Sahara Afrika Utara Toxoplasma termasuk dalam phylum Apicomplexa,
kelas Sporozoa dan Subkelas Coccidia.
Genus Toxoplasma hanya terdiri dari satu spesies yaitu Toxopasma gondii,
parasit ini mempunyai sifat yang tidak umum dibandingkan dengan genus lain,
diantaranya dapat menginfeksi inang antara dalam kisaran yang sangat luas ( tidak
bersifat host spesifik ) Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler,
terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit, kista dan ookista. Toxoplasma gondii
merupakan parasit yang menumpang pada hewan seperti anjing, kucing, kambing,
babi, dan kelinci. Manusia dapat terinfeksi parasit toxoplasma ini jika mengonsumsi
daging yang tidak matang dengan sempurna, sayur dan buah-buahan mentah yang
tidak dicuci bersih dan berjalan tanpa alas kaki di permukaan tanah yang telah
tercemar oleh parasit tersebut.
11

Bentuk toksoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk
proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista(berisi sporozoit)
1. Bentuk takizoit
menyerupai bulan sabit dengan ujung
yang runcing dan ujung lain agak
membulat. Ukuran panjang 4-8
mikron, lebar 2-4 mikron dan
mempunyai selaput sel, satu inti yang
terletak di tengah bulan sabit dan
beberapa organel lain seperti
mitokondria dan badan golgi. Tidak
mempunyai kinetoplas dan
sentrosom serta tidak berpigmen.
Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospesperantara seperti burung dan
mamalia termasuk manusia dan kucing sebagal hospes definitif. Takizoit
ditemuKan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh.Takizoit dapat
memasuki tiap sel yang berinti.
2. Bentuk Kista (Bradizoit )
dibentuk di dalam sel hospes bila
takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista
berbeda-beda, ada yang berukuran kecil
hanya berisi beberapa bradizoit dan ada
yang berukuran 200 mikron berisi kira-
kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh
hospes dapat ditemukan seumur hidup
terutama diotak, otot jantung, dan otot bergris.
12

3. Bentuk Ookista
berbentuk lonjong, berukuran 11-
14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai
dinding, berisi satu sporoblas yang
membelah menjadi dua sporoblas.Pada
perkembangan selanjutnya ke dua
sporoblas membentuk dinding dan
menjadi sporokista. Masing-masing
sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang
berukuran 8 x2 mikron dan sebuah benda residu.

C. Siklus Hidup toksoplasma gondii


Dalam siklus hidupnya diperantarai oleh sel inang ke intraselular inang dan
kemudian melakukan multiplikasi dan parasit ini mempunyai siklus hidup yang
bersifat obligat dengan fase seksual dan aseksual. Siklus seksual terjadi pada tubuh
kucing dan siklus aseksual terjadi pada berbagai inang antara yang sangat
bervariasi. Misalnya pada Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes definitif
dari T. gondii .Di dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan
tumbuh menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga
terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit
(skizogoni). Daur aseksual ini dipadatkan dengan daur seksual.
Merozoit masuk ke dalam sel epitel dan membentuk makrogametosit dan
mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Setelah
terjadi pembuahan terbentuk ookista, yang akan dikeluarkan bersama tinja kucing.
Di luar tubuh kucing, ookista tersebut akan berkembang membentuk dua sporokista
yang masing-masing berisi empat sporozoit(sporogoni) Bila ookista tertelan oleh
mamaliaseperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di dalam
tubuh hospes perantara akan terjadi daur aseksual yang menghasilkan takizoit.
Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara
berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam
kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).
13

Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing. Cara


penularannya pada manusia melalui: Makanan dan sayuran/buah-buahan yang
tercemar kotoran hewan berbulu (kucing). Makan daging setengah matang dari
binatang yang terinfeksi. Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor
yang terinfeksi toksoplasm. Secara kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila
ibu hamil terinfeksi pada bulan-bulan pertama kehamilannya.

D. Gejala Klinis
Gejala klinis toksoplasmosis di bedakan menjadi 2:
1. Gejala klinis Akuisita (dapatan )
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang
menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat
infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan
toksoplasmosis congenital .Gejala yang dijumpai pada orang dewasa
maupun anak-anak umumnya ringan.Gejala klinis yang paling sering
dijumpai pada toksoplasmosis dapatan adalahlimfadenopati dan rasa lelah,
disertai demam dan sakit kepala
2. Gejala kongenital
Gejala klinis toksoplasmosis kongenital pada bayi yang dilahirkan secara
abortus dan lahir dini ditemukan gejala infeksi mata, pembesaran hati dan
limpa, kuning pada mata dan kulit dan pneumonia, ensepalopati dan diikuti
kematian. Sedangkan pada bayi yang lahir normal, gejala akan tampak
setelah beberapa minggu, bulan atau tahun setelah lahir. Gejala ini banyak
dijumpai setelah usia pubertas misalnya adanya gangguan pada mata sampai
terjadi kebutaan, kegagalan pada sistem syaraf, gangguan pendengaran
(bisu-tuli), deman, kuning akibat gangguan hati,erupsi kulit, gangguan
pernafasan.

Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita
sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena
infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista
14

pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering
dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai
limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher adalah yang
paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku
leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria),
hepatosplenomegali atau hepatitis.
Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi
retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada
anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka
penglihatan sen-tralnya akan terganggu.
Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun,
penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan
imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti
ensefalopati, meningoensefalitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental,
nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita
AIDS seringkali mengakibatkan kematian.
Wujud klinis toksoplasmosis bawaan adalah kelainan neurologis:
hidrosefalus, mikrosefalus, kejang, keterlambatan psikomotor, perkapuran
(kalsifikasi) abnormal pada foto rontgenkepala. Selain itu tampak pula gangguan
penglihatan: mikroftalmi, katarak, retinokoroiditis; juga gangguan pendengaran,
dan kelainan sistemik: hepatosplenomegali, limfadenopati, dan demam yang tidak
diketahui sebabnya.
15

E. Diagnosa
1. Pemeriksaan langsung
Pemeriksaan langsung bisa dilakukan dengan cara melihat adanya dark spot
pada retina, melakukan pemeriksaan darah untuk melihat apakah parasit sudah
menyebar melalui darah dengan melihat perubahan yang terjadi pada gambaran
darahnya, serta bisa menggunakan CT scan, MRI untuk menemukan lesi akibat
parasit tersebut. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan biopsi dan dari sampel
biopsi tersebut bisa dilakukan pengujian dengan menggunakan PCR, isolasi pada
hewan percobaan ataupun pembuatan preparat histopatologi.
2. Tes Serologi
Melakukan pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG
dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi akut (5
hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai 1000 atau lebih)
dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau bulan).
Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan
meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan
dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun.
Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah
lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengakifan
kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis
bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk menyatakan seseorang
sudah terinfeksi toksoplasma sangatlah beragam, bergantung pada cara peneraan
yang dipakai dan kendali mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium.
3. Pemeriksaan Hispatologi
Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan biopsi dan dari sampel biopsi
tersebut bisa dilakukan pengujian dengan menggunakan PCR, ataupun pembuatan
preparat histopatologi. Metode diagnosa lain yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan Indirect aemaglutination (IHA), Immunoflourescence (IFAT)
ataupun dengan Enzym mmunoassay.

F. Pengobatan dan Pencegahan


16

1. Pengobatan
Selain obat-obatan, tokso juga bisa diatasi dengan menjaga sistem
kekebalan tubuh. Bisa lewat obat-obatan atau cara alamiah seperti mengonsumsi
makanan bergizi, berolahraga dan istirahat yang cukup. “Beberapa suplemen juga
bisa membantu pertahanan tubuh melawan penyakit dalam waktu yang lama. Untuk
menjaga agar tubuh tetap sehat.” Penting diingat, karena berbentuk parasit, virus
tokso di dalam tubuh tidak bisa dihilangkan, tetapi hanya bisa dikontrol agar tidak
membahayakan. Caranya dengan melakukan pengobatan antibiotik yang tepat.
Lamanya pengobatan bisa memakan waktu berbulan-bulan.
2. Pengobatan pada ibu hamil
Tokso plasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari
toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil
adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur
kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk
kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu.
Sebagai strategi baru untuk menanggulangi masalah infeksi toksoplasma
yang bersifat persisten ini, digunakan kombinasi imunoterapi dan pengobatan zat
antimikroba yaitu isoprinosine dan levamisol .
3. Pengobatan pada bayi
a. Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama
2-6 bulan, dikikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali seminggu, ditambah
b. Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam dua dosis,
ditambah lagi
c. Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi:
d. Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling setiap
bulan dengan pirimetamin,
e. Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikan
korioreti-nitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untuk
menentukan apakah pengobatan masih perlu diteruska
17

4. Pencegahan
a. Segera periksakan diri anda, apakah positif toxoplasma atau tidak.
Terutama para wanita atau wanita yang mempunyai rencana untuk
hamil. Tes darah bisa dilakukan di beberapa laboratorium diagnostik
seperti Prodia. Konsultasikan hal ini dengan dokter anda.
b. Masak daging dengan sempurna, minimal dengan suhu 70 derajat
celcius.
c. Cuci buah-buahan dan sayuran dengan bersih.
d. Biasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum anda makan sesuatu.
e. Gunakan sarung tangan pada saat berkebun atau kontak dengan tanah.
Tanah yang terkontaminasi toxoplasma adalah sumber infeksi yang
potensial.
f. Cuci tangan, meja/talenan dan peralatan dapur dengan air hangat dan
sabun setelah mengolah daging mentah.
g. Kotak pasir tempat anak2 bermain di halaman harus ditutup bila tidak
digunakan
h. Jangan minum air mentah kecuali sudah direbus mendidih.
i. Jangan memberikan daging mentah atau tidak matang kepada kucing
anda. Jangan memberikan susu yang tidak dipasteurisasi.
j. Jangan membiarkan kucing berkeliaran di luar rumah atau berburu
binatang berdarah panas.
k. Pakailah sarung tangan karet dan masker dan scoop pada waktu
membersihkan litterbox. Cuci tangan setelahnya.
l. Bersihkan dan buang feces kucing dari litterbox setiap hari, flush feces
di toilet, siram air panas atau dibakar. Siram dan bersihkan litterbox dan
scoopnya dg air mendidih.Kontrol populasi tikus, kecoa, lalat dan inang
perantara toxoplasma gondii laiannya.
m. Wanita hamil dan orang2 dg system imunitas yg rendah seperti
terinfeksi HIV atau sedang mendapat pengobatan kemoterapi tidak
boleh membersihkan litterbox.
18

G. Kasus
Adapun Resiko pada ibu hamil dan bayi
pada wanita hamil ternyata
dapat berdampak signifikan, seperti
mengakibatkan abortus (keguguran),
atau cacat pada janin.
Ibu hamil yang mengalami infeksi
primer toksoplasma sesaat menjelang
hamil, selama hamil atau reaktivasi,
dapat menularkan penyakit
toksoplasma kepada bayinya. Semakin
tua usia kehamilan, semakin mudah
untuk terkena toksoplasma. Namun,
semakin muda janin terkena infeksi,
semakin berat manifestasi.
Bayi terinfeksi toksoplasma yang lahir tanpa kelainan organ 85 persen
akhirnya terkena retardasi mental, 75 persen sarafnya mengalami gangguan, 50
persen gangguan penglihatan, dan 15 persen gangguan pendengaran. Indikasi
infeksi pada bayi dapat diketahui melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang
memperlihatkan adanya cairan berlebihan pada perut (asites), pengapuran pada
otak, serta pelebaran saluran cairan otak (ventrikel).
Toksoplasma pada bayi dapat menyebabkan kelainan pada saraf, mata, serta
kelainan sistemik seperti pucat, kuning, demam, pembesaran hati dan limpa atau
pendarahan. Gangguan fungsi saraf dapat mengakibatkan keterlambatan
perkembangan psikomotor dalam bentuk retardasi mental (gangguan kecerdasan
maupun keterlambatan perkembangan bicara), serta kejang dan kekakuan yang
akhirnya menimbulkan keterlambatan perkembangan motorik.
19

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Toksoplasmiosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii, yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat
bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran (abortus) pada
ibu hamil.
2. Toksoplasmosis dapat menginfeksi semua vertebrata termasuk manusia
dan berbagai hewan kesayangan seperti kucing dan binatang berbulu
lainnya.
3. Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing.
Cara penularannya pada manusia melalui: Makanan dan sayuran/buah-
buahan yang tercemar kotoran hewan berbulu (kucing). Makan daging
setengah matang dari binatang yang terinfeksi. Melalui transfusi darah
atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi toksoplasm. Secara
kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila ibu hamil terinfeksi
pada bulan-bulan pertama kehamilannya.
4. Toksoplasmiosis tidak dapat menular hanya dengan memegang bulu
kucing, akan tetapi dari kotoran kucing yang sudah terinfeksi parasit
toksoplasma gondii. Cara penularannyapun melalui mulut diantaranya
jika sudah membersihkan kotoran yang terinfeksi parasit toksoplama
gandii kemudian memakan makanan dan tidak cuci tangan pakai sabun
terlebih dahulu sehingga parasit masih menempel pada tangan. Jadi
berita tentang bulu kucing dapat menyebabkan keguguran pada ibu
hamil adalah tidak benar.

B. Saran.
1. Masyarakat diharapkan tidak mudah percaya terhadap berita yang
beredar sebelum memeriksa kebenarannya terlebih dahulu.
20

2. Masyarakat yang mempunyai hewan peliharaan kucing khususnya


wanita yang sedang hamil jika sudah membersihkan kotoran kucing
diharapkan segera mencuci tangan dengan air bersih dan pakai sabun.
3. Ibu hamil yang mempunyai hewan peliharaan kucing dapat melakukan
pemeriksaan ke dokter sebagai upaya pencegahan.
4. Disarankan rutin membuang kotoran kucing setiap hari.
5. Perhatikan jenis makanan yang diberikan kepada hewan peliharan
kucing.
21

DAFTAR PUSTAKA
Basri, Syaiful. (2017). Toksoplasmosis Okular Kongenital. Fakultas Kedokteran.
Universitas Syiah Kuala. Aceh.
Ernawati, 2017. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya.
Firnanda, Ningtias S Nurul dan Sulastri. 2019. Identifikasi Penyakit Penyerta Pada
Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura. [Online]. Available
: http://eprints.ums.ac.id/71219/1/BAB%20I.pdf
Hamdan, Abdullah. (2015). Toxoplasmosis dalam Kehamilan. Fakultas
Kedokteran. Universitas Udayana. Bali.
Noryauzieha, Yaudza. (2010). Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang
Toksoplasmosis Di Poliklinik Ginekologi Departemen Obstetri Dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun
2010. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nurcahyo, Wisno dan Priyowidodo. 2019. Toksoplasmosis Pada Hewan. DI
Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI)
Rakan, Abdul, 2012. Toxoplasma Gondii. [Online]. Available:
https://www.scribd.com/doc/79068780
Suparman, Erna. (2012). Toksoplasmosis dalam Kehamilan. Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Anda mungkin juga menyukai