MAKALAH
Disusun Oleh:
KELAS A-2016
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
TASIKMALAYA
2019
KATA PENGANTAR
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa kerjasama yang baik antar anggota
kelompok, dan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini tidak terlepas
dari berbagai kendala dan kesulitan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih atas do’a serta bantuan baik moril maupun
materil kepada ibu Nur Lina, S.KM., M.Kes. selaku dosen pengampu mata kuliah
Current Issue Epidemiologi dan rekan-rekan yang telah memberikan dukungan
dan semangat selama proses penyusunan laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga kehadiran makalah ini dapat menjadi
wawasan baru bagi pembaca khususnya tentang pentingnya memperlajari tentang
isu-isu kesehatan yang beredar di masyarakat dan dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Monosodium glutamat (MSG) adalah bentuk garam dari asam
glutamat. MSG telah lama digunakan sebagai penyedap makanan yang
dapat menghadirkan rasa gurih (umami) dan berperan dalam menguatkan
rasa. MSG terdiri dari glutamat, natrium dan air. Asam glutamat
(glutamat) sendiri adalah salah satu jenis di antara 20 asam amino yang
menyusun protein dalam tubuh. Asam glutamat merupakan asam amino
non-esensial, maksudnya asam amino yang diproduksi sendiri oleh tubuh.
Sedangkan, asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat
diproduksi tubuh sehingga untuk mendapatkannya memerlukan asupan
dari luar sepenuhnya seperti lewat makanan. (Fadillah, 2017).
MSG tidak berbeda dengan asam glutamat yang merupakan asam
amino, komponen penyusun protein. Hanya saja, salah satu gugus
hidrogennya (H) diganti dengan Natrium (sodium). Tujuan penggantian
gugus ini adalah untuk meningkatkan kelarutan glutamat dalam air.
Glutamat dalam bentuk garam lebih larut di air dibandingkan glutamat
dalam bentuk asam. Secara bahasa, monosodium glutamat berarti glutamat
yang memiliki satu gugus natrium (sodium). Glutamat bukan komponen
berbahaya. Bahkan, asam glutamat sendiri terdapat pada berbagai pangan
yang biasa kita konsumsi, seperti tomat, jagung, keju, dan lain-lain.
(Fadillah, 2017).
Tubuh kita sebenarnya telah mengenali glutamat sebagai
komponen yang telah lama dikonsumsi manusia, sehingga tidak akan
dikenal sebagi zat asing. Bahkan, tubuh sendiri memproduksi glutamat
sebagai salah satu asam amino. Sekitar 50 gram glutamat bebas diproduksi
tubuh untuk kebutuhan metabolisme setiap harinya. Glutamat memiliki
banyak peran dalam metabolisme. Pada otak, glutamat berperan sebagai
neurotransmitter (senyawa yang berperan membawa sinyal antara sel
saraf). Glutamat yang kita konsumsi pun berperan sebagai sumber energi
1
2
utama untuk usus halus dalam penyerapan zat gizi. Dapat dikatakan
glutamat bukanlah zat asing yang berbahaya bagi tubuh. (Fadillah, 2017).
Kemajuan teknologi informasi membawa dampak terhadap
perubahan gaya hidup masyarakat, termasuk perubahan pola konsumsi
makanan yang lebih banyak mengkonsumsi jenis makan cepat saji,
makanan kemasan dan makanan awetan, termasuk disini adalah
penggunaan bahan penyedap seperti MSG.
Berdasarkan survei yang dilakukan Persatuan Pabrik Monosodium
Glutamat & Asam Glutamat Indonesia (P2MI), konsumsi MSG di
Indonesia pada tahun 1998 sebesar 100.568 ton yang meningkat menjadi
122.966 ton pada 2004 atau diperkirakan meningkat sebesar 1,52
gram/orang/hari. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, bumbu
penyedap dikonsumsi 77,8% populasi Indonesia. Sedangkan berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar 2013, empat dari lima penduduk Indonesia
mengonsumsi penyedap ≥1 kali sehari atau sekitar 77,3%.
Berbagai isu dan kontroversi mengenai penggunaan MSG
bermunculan, seperti MSG dapat mengakibatkan lemah otak (lemot) dan
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit (obesitas, hipertensi,
jantung, dan lain-lain).
Penelitian medis yang diterbitkan pada tahun 2011
dalam American Journal of Clinical Nutrition menemukan kaitan antara
konsumsi MSG yang berlebihan terhadap peningkatan risiko obesitas di
Cina. Cina memang menjadi salah satu negara dengan tingkat konsumsi
MSG terbesar. Peneliti menemukan bahwa individu yang mengonsumsi
MSG dalam jumlah tinggi (4.2 gram per hari) lebih rentan terhadap
obesitas daripada orang-orang yang mengonsumsi MSG masih dalam
batas wajar atau malah sedikit sekali (0,4 gram per hari) (Quamila, 2017).
Kontroversi mengenai keamanan MSG mulai terangkat di tahun
1960-an, ketika badan keamanan pangan Amerika Serikat (FDA)
menerima banyak laporan mengenai efek samping yang dialami banyak
pengunjung restoran masakan Cina, sehingga dikenal istilah Chinese
3
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah, bagaimana
isu mengenai bahaya MSG (Monosodium Glutamat) di masyarakat dan
seperti apa teori yang sebenarnya?
C. Tujuan
Mengetahui bagaimana isu mengenai bahaya MSG di masyarakat
dan bagaimana teori yang sebenarnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
B. Otak
1. Anatomi otak
Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan
internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera
(seperti mata,telinga, kulit, dan lain-lain). Data tersebut dikirimkan
oleh urat saraf yang dikenal dengan sistem saraf keseluruhan. Sistem
saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan
dalam bentuk implus listrik. Kemudian implus listrik dikirim ke pusat
sistem saraf, yang berada di otak dan urat saraf tulang belakang.
Disinilah data diproses dan direspon dengan rangsangan yang
‘’cocok’’. Biasanya dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang
berfungsi untuk mengirim implus saraf ke otot sehingga otot
berkontraksi atau rileks (Price dan Wilson, 2006).
Sistem saraf pusat adalah bagian yang terpenting dari seluruh sistem
saraf dalam tubuh, didalam sistem saraf pusat mengandung pusat
pengelola rangsang saraf, rangsang ini setelah ditafsirkan dapat
disimpan atau diteruskan ke sistem saraf tepi untuk menimbulkan
tanggapan. Banyak rangsangan sederhana berhubungan dengan
tindakan refleks/aksi spontan (misalnya, dengan cepat kita
mengibaskan tangan saat menyentuh piring panas). Otak tidak terlibat
langsung dalam proses ‘’identifikasi’’ mengenai tindakan refleks.
Tapi, tindakan refleks tersebut diproses di saraf tulang belakang.
8
dan jari-jari kaki. Zona lateral hemisfer bekerja pada tempat yang lebih
jauh, karena tampaknya area ini ikut berperan dalam seluruh
rangkaian gerakan motorik. Tanpa adanya zona lateral ini, maka
sebagian besar aktivitas gerakan tubuh yang khas akan tidak tepat lagi
sehingga menjadi sangat tidak teratur (Guyton dan hall, 2006).
3. Fungsi bagian-bagian otak (Adrian, 2018) :
a. Otak besar
Disebut otak besar karena bagian ini merupakan bagian terbesar
dari otak. Otak besar terbagi menjadi dua, yaitu otak kiri dan otak
kanan. Otak besar alias cerebrum terdiri dari beberapa bagian atau
lobus, yaitu frontal, temporal, parietal, dan oksipital. Bagian-
bagian ini memiliki fungsi yang spesifik.
Lobus frontal bertanggung jawab terhadap fungsi otak sebagai
pemecah masalah, berpikir, mengatur rencana, konsentrasi, hingga
mengatur pergerakan tubuh (fungsi motorik). Lobus temporal
memiliki tanggung jawab dalam hal mengelola memori dan
pendengaran, serta menangkap emosi orang lain.
Untuk lobus parietal, fungsinya adalah sebagai penanggung jawab
dalam hal sensasi dari alat indera, posisi tubuh, dan menulis.
Sementara, tanggung jawab lobus oksipital adalah mengatur sistem
penglihatan manusia.
b. Otak kecil
Otak kecil atau biasa disebut cerebellum, terletak di bagian
belakang dan berada di bawah otak besar. Bagian ini hanya
berukuran seperdelapan dari otak besar. Meski berukuran kecil,
namun fungsinya tidak kalah penting. Fungsi otak kecil adalah
mengontrol keseimbangan, pergerakan, dan koordinasi tubuh.
Berkat bagian otak ini, seseorang bisa berdiri tegak, berjalan
dengan seimbang, dan bergerak dengan lincah.
c. Batang otak
10
Batang otak berada di depan otak kecil dan di bawah otak besar.
Bagian ini menghubungkan otak dengan sumsum tulang belakang.
Tanggung jawab bagian ini sangat erat kaitannya dengan fungsi
mempertahankan kehidupan. Pengaturan pernapasan, pencernaan
makanan, peredaran dan tekanan darah adalah tugas yang dikelola
oleh bagian otak ini. Batang otak juga bertanggung jawab dalam
hal refleks tubuh. Bagian ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
otak tengah, pons, dan medula oblongata.
d. Diensefalon
Bagian ini berada di dalam otak besar tepat di atas batang otak.
Fungsi dari bagian ini adalah sebagai penanggung jawab fungsi
sensorik, kontrol nafsu makan, pengaturan suhu tubuh, dan siklus
tidur. Talamus, hipotalamus, dan epitalamus adalah tiga bagian
diensefalon.
e. Gangsila basal
Segala fungsi koordinasi pada otak membutuhkan ganglia basal.
Keberadaan bagian ini berfungsi mengelola pesan untuk
disampaikan atau dikirimkan antara beberapa bagian otak. Ganglia
basal sendiri merupakan sekelompok struktur yang mengelilingi
sebagian dari talamus di otak.
dari CNN Indonesia pada Rabu (5/9/2018), Badan Kesehatan Dunia (WHO)
pada tahun 1992 sempat menyebut batas konsumsi MSG maksimal
sebanyak 5 gram per hari, akan tetapi, Hardinsyah melanjutkan, pada
penelitian-penelitian berikutnya, tidak ada temuan perihal batas atas
konsumsi MSG. "Konsumsi micin dikatakan secukupnya, hingga rasa
optimum yang ingin dicapai," ujarnya.
Dalam artikelnya di laman hellosehat, dr. Ivena menuliskan bahwa
kandungan asam glutamat itu dapat membuat sel-sel saraf otak lebih aktif
dan membuat makanan menjadi lebih lezat. "Selama ini kebanyakan efek
samping yang dilaporkan setelah mengonsumsi makanan yang mengandung
MSG memang terjadi pada sistem saraf di otak. Karena itu, MSG secara
tidak langsung bisa membuat seseorang jadi ‘lemot’," tulisnya. "Lemot"
atau lemah otak adalah istilah yang dipilih dr. Ivena untuk menggambarkan
penurunan fungsi kognitif otak. Fungsi kognitif otak antara lain berpikir
logis, mengambil keputusan, merekam informasi ke dalam ingatan,
menyelesaikan masalah, dan menjaga konsentrasi. dr. Ivena menambahkan
bahwa otak memiliki banyak saraf yang bertugas menerima berbagai macam
rangsangan. Saraf yang bertugas menerima rangsangan disebut reseptor
yang jumlahnya ada di bagian hipotalamus otak. "Nah, glutamat dalam
penyedap rasa punya banyak reseptor yang ada di hipotalamus. Karena itu,
efek kebanyakan glutamat di otak bisa membahayakan. Reseptor-reseptor
dalam otak jadi terangsang secara berlebihan akibat kadar glutamat yang
tinggi. Bila terus-terusan terjadi, alhasil aktivitas reseptor yang berlebihan
malah bisa sebabkan kematian neuron," ujarnya lebih lanjut. Padahal,
neuron yang merupakan sel-sel saraf berperan penting untuk menjalankan
fungsi kognitif otak. Kematian neuron berarti fungsi kognitif otak turun dan
menyebabkan seseorang menjadi lemot. Melalui Kompas.com, Persatuan
Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI)
memberikan tanggapannya. Menurut kesimpulan mereka, MSG aman untuk
dikonsumsi asal dalam takaran penggunaan secukupnya.
12
13
14
c. Prekursor Glutamin
Glutamin dibentuk dari glutamat oleh glutamin sintetase. Ini juga
merupakan reaksi yang sangat penting di dalam metabolisme asam
amino. Amonia akan dikonversikan menjadi glutamin sebelum
masuk ke dalam sirkulasi. Glutamat dan glutamin merupakan mata
rantai karbon dan nitrogen di dalam proses metabolisme
karbohidrat dan protein. Prekursor dari Nacetylglutamate. N-
acetylglutamate merupakan allosterik yang penting untuk
mengaktifkan carbamyl, phosphate synthetase I, suatu enzim yang
berperan penting di dalam siklus urea.
d. Neurotransmitter
Glutamat adalah transmitter mayor di otak yang berfungsi sebagi
mediator untuk menyampaikan transmisi post-sinaptik. Selain itu,
glutamat berfungsi sebagai prekursor dari neurotransmiter Gamma
amino butiric acid (GABA).
Meskipun diperkenankan sebagai penyedap masakan, penggunaan
MSG berlebihan dapat mengakibatkan rasa pusing dan mual. Gejala itu
disebut Chinese Restaurant Syndrome. Monosodium glutamate pada
makanan yang dikonsumsi sering mengganggu kesehatan karena MSG
akan terurai menjadi sodium dan glutamat. Garam pada MSG mampu
memenuhi kebutuhan garam sebanyak 20-30%, sehingga konsumsi
MSG yang berlebihan menyebabkan kenaikan kadar garam dalam
darah.Laporan masyarakat ke Food Drug Administration (FDA), 2%
dari seluruh pengguna MSG mengalami masalah kesehatan, sehingga
WHO menetapkan ADI (Acceptable Daily intake) untuk manusia
sebesar 120 mg/kgBB atau jika MSG dikonsumsi oleh seseorang yang
tidak toleransi dengan jumlah lebih dari 3gr/hari akan dapat
menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan.
Berdasarkan laporan FASEB (Federation ofAmerican Societies
for Experimental Biology) menyebutkan secara umum MSG aman
dikonsumsi, tetapi ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat
15
B. Pembahasan
Dari semua uraian yang telah dijelaskan di atas, banyak pihak yang
pro kontra terhadap konsumsi MSG di masyarakat. Isu-isu yang beredar di
masyarakat banyak yang menyebutkan bahwa efek samping MSG sangat
berbahaya untuk otak, tapi banyak penelitian yang menyebutkan bahwa
MSG aman digunakan jika dalam batas normal dan wajar.
Menurut suatu penelitian menyebutkan bahwa konsumsi MSG yang
berlebihan dapat berpengaruh terhadap kerja neuron di otak, hal tersebut
yang memicu sebagian pihak mengambil kesimpulan bahwa MSG
berbahaya untuk kesehatan otak, padahal jika dikonsumsi dalam batas
normal tidak akan menimbulkan efek samping apapun, terkecuali kepada
orang-orang yang memiliki hipersensitivitas yang tinggi terhadap
penggunaan MSG, maka akan menimbulkan efek samping.
Banyak artikel yang berisi tentang pelurusan isu yang beredar di
masyarakat terkait bahaya konsumsi MSG yang sebenarnya tidak
berdampak apapun pada kesehatan otak atau kesehatan yang lainnya dan
aman digunakan. Selain itu, banyak MSG alami yang terkandung dalam
beberapa makanan seperti wortel, daging, dan makanan-makanan lain.
Seorang ahli kesehatan masyarakat sebaiknya dapat memberikan
kepastian kepada masyarakat dengan menunjukkan fakta yang sebenarnya
bahwa MSG aman dikonsumsi dalam jumlah yang wajar, mengingat
banyaknya masyarakat yang sudah beranggapan bahwa MSG dapat
menurunkan tingkat intelegensi seseorang. Isu-isu tersebut didukung dengan
kemajuan teknologi yang dapat menyebarluaskan informasi dengan cepat
tanpa dilihat keabsahan beritanya.
Berdasarkan penelitian seseorang, batas konsumsi MSG adalah 3
gram perhari, sedangkan konsumsi MSG untuk orang Indonesia hanya
sebagian kecil dari itu sehingga tidak akan ada efek samping setelah
mengonsumsinya. MSG digunakan untuk menguatkan rasa masakan dan
menambah cita rasa.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
MSG atau Monosodium glutamate adalah garam natrium dari asam
glutamat yang termasuk asam amino non esensial. Kandungan yang
tersusun pada MSG terdiri dari 78% Glutamat, 12% Natrium dan 10 % air
Yang membuat berbagai jenis masakan menjadi terasa gurih yaitu
dihasilkan dari kandungan glutamat yang tinggi. Manfaat dari MSG adalah
sebagai penambah cita rasa pada masakan.
Cita rasa yang khas pada MSG dan sempat terjadi kejadian Chinese
Restaurant Syndrome yang menyebabkan beberapa pengunjung rumah
makan di China setelah mengonsumsi makanan yang ditambahkan MSG
mengalami gejala pusing dan muntah-muntah, dan semenjak kejadian
tersebut muncul isu yang menyebutkan bahwa MSG berbahaya hingga dapat
menurunkan tingkat intelegensi seseorang. Usut punya usut, setelah
ditelusuri ternyata rumah makan China tersebut menambahkan MSG di atas
takaran normal sehingga menyebabkan efek samping. Isu bahaya
mengonsumsi MSG di masyarakat sudah sangat meluas dan sebagai ahli
kesehatan masyarakat baiknya meluruskan isu tersebut agar tidak menjadi
isu yang berkepanjangan dan mengonsumsi MSG tidak akan menimbulkan
kejadian apapun setelahnya.
Sampai saat ini banyak penelitian-penelitian mengenai efek samping
konsumsi MSG pada manusia yang dimuat dalam jurnal ataupun artikel dan
sebagian besar menyebutkan bahwa MSG berbahaya untuk kesehatan otak
adalah sebuah mitos ataupun isu yang beredar di masyarakat. MSG tidak
akan menimbulkan efek samping jika dikonsumsi dalam jumlah yang
sewajarnya dan tidak melebihi batas.
Konsumsi MSG yang berlebihan dapat berdampak pada kesehatan
organ tubuh seperti jantung, saluran pencernaan, penglihatan, jantung, dan
organ lainnya dan penderitanya mengalami Chenese Restaurant Syndrome.
Di Indonesia sendiri belum ada bukti yang menerangkan bahwa pernah
20
21
terjadi kejadian ini, karena konsumsi MSG di Indonesia masih ada dalam
batas wajar dan tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
B. Saran
Bagi masyarakat, diharapkan dapat mencari kebenaran mengenai
segala hal yang menyangkut kesehatan dan meluruskan semua isu yang
berkembang di masyarakat. Terkait isu bahaya MSG, masyarakat harus
bijak dalam penggunaan MSG karena sebenarnya MSG tidak akan
menimbulkan efek samping apapun kecuali dikonsumsi dalam jumlah yang
tidak normal.
DAFTAR PUSTAKA
"Lemot" atau lemah otak adalah istilah yang dipilih dr. Ivena untuk
menggambarkan penurunan fungsi kognitif otak. Fungsi kognitif otak antara lain
berpikir logis, mengambil keputusan, merekam informasi ke dalam ingatan,
menyelesaikan masalah, dan menjaga konsentrasi.
dr. Ivena menambahkan bahwa otak memiliki banyak saraf yang bertugas
menerima berbagai macam rangsangan. Saraf yang bertugas menerima
rangsangan disebut reseptor yang jumlahnya ada di bagian hipotalamus otak.
"Nah, glutamat dalam penyedap rasa punya banyak reseptor yang ada di
hipotalamus. Karena itu, efek kebanyakan glutamat di otak bisa membahayakan.
Reseptor-reseptor dalam otak jadi terangsang secara berlebihan akibat kadar
glutamat yang tinggi. Bila terus-terusan terjadi, alhasil aktivitas reseptor yang
berlebihan malah bisa sebabkan kematian neuron," ujarnya lebih lanjut.
Salah satunya adalah Chinese Restaurant Syndrome yang populer seiring dengan
booming-nya restoran masakan Cina. Dikabarkan, menambahkan MSG dalam
masakan bisa membuat orang merasakan pusing.
Uniknya, menurut Prof Dr Ir Christofora Hanny Wijaya, MAgr, di Indonesia
sendiri belum banyak yang terpapar masalah tersebut.
"Orang Indo jarang yang kena 'Chinese Restaurant Syndrome' karena MSG
kenapa? Sebagian besar ibu-ibu Indonesia, menyadari atau tidak sudah melakukan
program pemaparan glutamat sejak bayi, yaitu dari ASI," jelasnya.
Selain 'Chinese Restaurant Syndrome', MSG juga sering dikaitkan dengan kerja
otak yang semakin lamban ketika terpapar dengan MSG. Akan tetapi, Leona
Victoria Djajadi MND, ahli gizi dan diet dari University of Sydney, membantah
hal tersebut.
"Micin atau MSG tidak terbukti membuat otak jadi lemot atau membuat orang
jadi bodoh. Yang ada MSG itu kandungan natrium (garam)-nya tinggi jadi mesti
dipertimbangkan terutama bagi penderita hipertensi dan penyakit ginjal," jelas
Victoria melalui pesan singkat.
Kabar lain menyebutkan bahwa MSG atau micin bisa memicu timbulnya kanker.
Dalam kesempatan yang lalu, detikHealth mencoba mencari tahu kebenaran kabar
tersebut.
Menurut dr Fiastuti Witjaksono SpGK dari RSPAD Gatot Subroto, penggunaan
MSG yang sesuai pada makanan tidak menyebabkan berkembangnya sel kanker
pada tubuh. Sebab berkembangnya sel kanker hanya bisa terjadi saat MSG
digunakan secara berlebihan.
"Secara ilmiah sih bisa menyebabkan kanker tapi itu dengan jumlah yang banyak
dan itu tidak akan sampai dikonsumsi manusia kok," ucap dr Fias.
Di samping itu, asam amino glutamat yang terkandung di MSG juga sama di
semua makanan. Paling tinggi biasanya ada di tomat, jamur, atau rumput laut.
"Karena kalau glutamat itu kan komponennya yang pasti, namun dia terikat
dengan siapa. Kalau di MSG terikat dengan sodium atau natrium," tutupnya.
MSG Merusak Otak Anak? Ini Fakta Wajib Yang Harus Parents Ketahui.
Fadhila Afifah - Theasianparent.com
Komentar di atas rasanya sudah cukup familiar, ya? Bunda mungkin sudah sangat
hafal dengan larangan serupa, yang mengatakan bahwa mecin alias Monosodium
Glutamat (MSG) dapat membuat otak anak bodoh.
Apakah benar bahaya MSG seperti itu? Sebelum terjebak dengan pandangan yang
keliru ada baiknya, Bunda mengetahui beberapa fakta terkait MSG, dan sejauh
mana bahaya MSG.
Sebelum mengulas lebih dalam apa saja bahaya MSG, dr. Meta Hanindita, SpA
dalam akun instagram pribadinya (@metahanindita) memaparkan fakta penting
mengenai MSG.
Dokter anak yang sering membagikan informasi terkait kesehatan dan tumbuh
kembang anak ini mengacu pada Food and Drug Administration (FDA), yang
mengatakan bahwa monosodium glutamate adalah garam sodium dari asam
glutamat.
Asam glutamat sendiri secara alami sudah ada di tubuh kita, ada pula di berbagai
makanan dan tambahan makanan. Selain itu MSG juga banyak terkandung di
dalam berbagai makanan seperti tomat dan keju.
“MSG banyak terkandung dalam berbagai makanan seperti tomat dan keju.
Sejarahnya, tahun 1980 ada seorang Prof. Jepang bernama Ikeda yang berhasil
mengekstrak glutamat dari kaldu. Ternyata rasanya gurih (dalam bahasa Jepang
Umami),” tulis dr. Meta.
Lebih lanjut, dr. Meta juga menerangkan kalau dahulu MSG diekstrak dari kaldu
rumput laut, dan saat ini MSG dibuat dari fermentasi tepung, gula. Proses
ekstraksi tersebut sama seperti pembuatan yoghurt dan wine.
Mengapa MSG perlu ditambahkan ke dalam makanan? Dan seberapa
banyak yang boleh dikonsumsi?
“MSG sendiri ngga punya rasa, tapi membantu menguatkan rasa gurih (umami)
alami makanan, istilahnya penguat rasa. Saat MSG ditambahkan, rasa gurih
makanan akan menguat,” ungkap dr. Meta.
Selain alasan tersebut, ternyata MSG punya tujuan untuk mengurangi kadar
sodium atau garam, namun tetap membuat masakan tetap enak. Dan nyatanya,
MSG ini hanya mengandung 1/3 sodium dibanding garam dapur biasa.
Jadi bila sedang mengurangi asupan garam namun ingin makanan tetap enak,
MSG inilah pilihannya. Begitulah tujuan awal mengapa MSG diciptakan.
Bahaya MSG untuk bayi dan anak, benarkah bisa merusak otak?
Ingat dengan anggapan di atas yang sering kali Parents dengar? Faktanya, hal
tersebut tidaklah benar. Bahkan, di dalam ASI ibu juga mengandung MSG, hal ini
yang menjadi salah satu sebab mengapa bayi suka sekali dengan ASI.
Lagi-lagi, dr. Meta menunjukkan bahwa konsumsi MSG tidak menimbulkan efek
samping terhadap otak manusia. Apa yang dokter Meta katakan bahkan telah
dibuktikan lewat berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika dan Eropa.
Lantas, bila bahaya MSG ternyata tidak terbukti merusak otak anak, berapa
banyak boleh dikonsumsi?
“Pernah nyobain MSG nggak? Kalau terlalu banyak, makanan bukannya jadi
enak malah jadi pahit. Itulah mengapa hingga detik ini tidak pernah ada
rekomendasi jumlah yang diperbolehkan untuk MSG, karena sifatnya memang
self-limiting. Mau berapa aja boleh, wong kalau kebanyakan rasanya pasti jadi
ngga enak kok,” jelas dr. Meta.
Nah, Parents, jadi tidak ada lagi anggapan mengenai bahaya MSG dapat merusak
otak dan membuat otak anak lemot, ya. Justru MSG dapat digunakan sebagai
penguat rasa agar bayi atau anak doyan makan.
Seberapa banyak dosis MSG yang digunakan untuk MPASI atau makanan biasa,
tergantung pada rasa makanan setelah ditambahkan MSG. Toh, jika terlalu
banyak, justru bisa merusak rasa makanan itu sendiri.
Jika Bunda ingin perkembangan otak si kecil maksimal, hal yang perlu dilakukan
tentu saja memerhatikan apakah nutrisinya sudah tercukupi dengan baik? Jangan
sampai, si kecil mengalami stunting yang justru terbuki bisa mengurangi tingkat
kecerdasan anak.