Anda di halaman 1dari 33

ISU TENTANG BAHAYA MENGONSUMSI MONOSODIUM

GLUTAMATE (MSG) TERHADAP KESEHATAN OTAK

MAKALAH

Untuk memenuhi salah satu tugas Current Issue Epidemiologi

Dosen Pengampu: Nur Lina, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh:

Lilik Haryani 164101064

Sofa Abdul Malik 164101093


Wiatama Ika Putri 164101055

KELAS A-2016
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SILIWANGI

TASIKMALAYA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabbil’alamin, Segala puji syukur penulis panjatkan


kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW berikut seluruh keluarganya,
sahabatnya, dan segenap kaum mukmin yang teguh mentaati sunnah dan
meneladani perilaku beliau selama hidupnya.

Makalah ini tidak akan terwujud tanpa kerjasama yang baik antar anggota
kelompok, dan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini tidak terlepas
dari berbagai kendala dan kesulitan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih atas do’a serta bantuan baik moril maupun
materil kepada ibu Nur Lina, S.KM., M.Kes. selaku dosen pengampu mata kuliah
Current Issue Epidemiologi dan rekan-rekan yang telah memberikan dukungan
dan semangat selama proses penyusunan laporan ini.

Akhir kata kami berharap semoga kehadiran makalah ini dapat menjadi
wawasan baru bagi pembaca khususnya tentang pentingnya memperlajari tentang
isu-isu kesehatan yang beredar di masyarakat dan dipertanggungjawabkan
kebenarannya.

Tasikmalaya, Agustus 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... .1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Monosodium Glutamat .............................................................................. 4
B. Otak ............................................................................................................ 7
C. Isu Bahaya MSG terhadap Kesehatan Otak ............................................. 10
BAB III PEMBAHASAN
A. Hasil ......................................................................................................... 13
B. Pembahasan.............................................................................................. 19
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 20
B. Saran ........................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Gejala Kerusakan Organ Akibat Mengonsumsi MSG .......................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Monosodium glutamat (MSG) adalah bentuk garam dari asam
glutamat. MSG telah lama digunakan sebagai penyedap makanan yang
dapat menghadirkan rasa gurih (umami) dan berperan dalam menguatkan
rasa. MSG terdiri dari glutamat, natrium dan air. Asam glutamat
(glutamat) sendiri adalah salah satu jenis di antara 20 asam amino yang
menyusun protein dalam tubuh. Asam glutamat merupakan asam amino
non-esensial, maksudnya asam amino yang diproduksi sendiri oleh tubuh.
Sedangkan, asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat
diproduksi tubuh sehingga untuk mendapatkannya memerlukan asupan
dari luar sepenuhnya seperti lewat makanan. (Fadillah, 2017).
MSG tidak berbeda dengan asam glutamat yang merupakan asam
amino, komponen penyusun protein. Hanya saja, salah satu gugus
hidrogennya (H) diganti dengan Natrium (sodium). Tujuan penggantian
gugus ini adalah untuk meningkatkan kelarutan glutamat dalam air.
Glutamat dalam bentuk garam lebih larut di air dibandingkan glutamat
dalam bentuk asam. Secara bahasa, monosodium glutamat berarti glutamat
yang memiliki satu gugus natrium (sodium). Glutamat bukan komponen
berbahaya. Bahkan, asam glutamat sendiri terdapat pada berbagai pangan
yang biasa kita konsumsi, seperti tomat, jagung, keju, dan lain-lain.
(Fadillah, 2017).
Tubuh kita sebenarnya telah mengenali glutamat sebagai
komponen yang telah lama dikonsumsi manusia, sehingga tidak akan
dikenal sebagi zat asing. Bahkan, tubuh sendiri memproduksi glutamat
sebagai salah satu asam amino. Sekitar 50 gram glutamat bebas diproduksi
tubuh untuk kebutuhan metabolisme setiap harinya. Glutamat memiliki
banyak peran dalam metabolisme. Pada otak, glutamat berperan sebagai
neurotransmitter (senyawa yang berperan membawa sinyal antara sel
saraf). Glutamat yang kita konsumsi pun berperan sebagai sumber energi

1
2

utama untuk usus halus dalam penyerapan zat gizi. Dapat dikatakan
glutamat bukanlah zat asing yang berbahaya bagi tubuh. (Fadillah, 2017).
Kemajuan teknologi informasi membawa dampak terhadap
perubahan gaya hidup masyarakat, termasuk perubahan pola konsumsi
makanan yang lebih banyak mengkonsumsi jenis makan cepat saji,
makanan kemasan dan makanan awetan, termasuk disini adalah
penggunaan bahan penyedap seperti MSG.
Berdasarkan survei yang dilakukan Persatuan Pabrik Monosodium
Glutamat & Asam Glutamat Indonesia (P2MI), konsumsi MSG di
Indonesia pada tahun 1998 sebesar 100.568 ton yang meningkat menjadi
122.966 ton pada 2004 atau diperkirakan meningkat sebesar 1,52
gram/orang/hari. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, bumbu
penyedap dikonsumsi 77,8% populasi Indonesia. Sedangkan berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar 2013, empat dari lima penduduk Indonesia
mengonsumsi penyedap ≥1 kali sehari atau sekitar 77,3%.
Berbagai isu dan kontroversi mengenai penggunaan MSG
bermunculan, seperti MSG dapat mengakibatkan lemah otak (lemot) dan
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit (obesitas, hipertensi,
jantung, dan lain-lain).
Penelitian medis yang diterbitkan pada tahun 2011
dalam American Journal of Clinical Nutrition menemukan kaitan antara
konsumsi MSG yang berlebihan terhadap peningkatan risiko obesitas di
Cina. Cina memang menjadi salah satu negara dengan tingkat konsumsi
MSG terbesar. Peneliti menemukan bahwa individu yang mengonsumsi
MSG dalam jumlah tinggi (4.2 gram per hari) lebih rentan terhadap
obesitas daripada orang-orang yang mengonsumsi MSG masih dalam
batas wajar atau malah sedikit sekali (0,4 gram per hari) (Quamila, 2017).
Kontroversi mengenai keamanan MSG mulai terangkat di tahun
1960-an, ketika badan keamanan pangan Amerika Serikat (FDA)
menerima banyak laporan mengenai efek samping yang dialami banyak
pengunjung restoran masakan Cina, sehingga dikenal istilah Chinese
3

Restaurant Syndrome. Orang-orang ini melaporkan bahwa mereka


mengalami sakit kepala, mual, mati rasa yang menjalar dari belakang leher
hingga ke seluruh lengan dan punggung, dada sesak, keringat deras,
jantung berdebar, dan tubuh lemas setelah makan makanan ber-MSG
(Quamila, 2017).
Banyak isu yang menerangkan bahwa MSG berbahaya untuk
kesehatan manusia karena komposisi yang terkandung di dalamnnya.
Mengonsumsi MSG secara normal tidak akan menimbulkan efek samping
apapun terhadap kesehatan manusia. Berbagai studi membuktikan bahwa
konsumsi MSG hingga 3 gram perhari tidak akan menimbulkan dampak
apa-apa bagi kesehatan, bahkan tidak terbukti menyebabkan penurunan
tingkat intelegensi. Meskipun seseorang tidak mengonsumsi MSG yang
beredar di pasaran, banyak makanan yang dikonsumsi sebenarnya
mengandung MSG alami seperti kaldu ayam, wortel, daging, kentang,
bawang putih, kecap, dan sebagainya. Saat dimasak, bahan tersebut juga
menghasilkan zat monosodium glutamate. Jadi sacara umum MSG aman
digunakan. Namun ada beberapa orang yang memiliki hipersensitivitas
terhadap MSG. mereka dapat mengalami gatal-gatal, kemerahan di kulit,
sesak, atau reaksi alergi lainnya saat mengonsumsi MSG. (Putri R, 2016).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah, bagaimana
isu mengenai bahaya MSG (Monosodium Glutamat) di masyarakat dan
seperti apa teori yang sebenarnya?

C. Tujuan
Mengetahui bagaimana isu mengenai bahaya MSG di masyarakat
dan bagaimana teori yang sebenarnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Monosodium glutamat (MSG)


1. Pengertian Monosodium glutamate (MSG)
MSG (Monosodium Glutamate) umumnya lebih dikenal oleh
masyarakat dengan sebutan micin, vetsin sebagai penguat rasa yang
ditambahkan pada masakan. MSG adalah garam natrium dari asam
glutamat yang termasuk asam amino non esensial. Kandungan yang
tersusun pada MSG terdiri dari 78% Glutamat, 12% Natrium dan 10 %
air Yang membuat berbagai jenis masakan menjadi terasa gurih yaitu
dihasilkan dari kandungan glutamat yang tinggi (Rangkuti, 2012).
Pembuatan MSG sebagai penguat cita rasa gurih diproses
dengan cara tetes tebu yang difermentasi oleh bakteri Brevi-bacterium
lactofermentum yang menghasilkan asam glutamat. Lalu dilakukan
penambahan garam sehingga mengkristal, karena itu MSG sering
ditemukan dalam bentuk kristal putih. Di Indonesia bedanya MSG
dibuat dari tetesan tebu dan di tambahkan singkong melalui proses
fermentasinya. Judarwanto dalam artikelnya yang ditulis di
kompasiana.com (2015).
MSG digunakan untuk bahan tambahan sebagai penguat cita
rasa pada masakan tetapi penggunaan MSG secara berlebih
mengakibatkan gejala yang timbul seperti pusing dan mual. Garam
yang ada pada MSG mampu memenuhi kebutuhan garam dengan
jumlah sebanyak 20-30% oleh karena itu konsumsi MSG secara
berlebih mengakibatkan kenaikan kadar garam dalam darah (Machin,
2012).
Sebenarnya terdapat dua jenis monosodium glutamat, yaitu
alami dan buatan. MSG buatan berpotensi membuat gangguan
kesehatan dan justru paling banyak beredar dipasaran pengunaan MSG
kadang tersembunyi dengan beberapa nama dibalik lebel makanan,

4
5

meski ada tulisan protein hidrolisat atau rempah-rempah, belum tentu


makanan tersebut tidak mengandung MSG dalam komposisinya. WHO
sendiri tidak merekomendasikan bayiworte dibawah 12 minggu untuk
mengonsumsi MsG. Anak-anak yang kebanyakan mengosumsi MsG
akan kekurangan hormon thyroxin dan paratyroid yang berdampak
negative kepertumbuhan tulang dan perkembangan tubuh. Hal tersebut
karena tubuh kehilangan kalsium dan fosfor. (Amaliafitri, 2010)
2. Sejarah Monosodium Glutamat
Pada 1908, Profesor Ikeda berhasil mengisolasi kristal yang
terbuat dari glutamat, salah satu asam amino paling umum yang
ditemukan dalam makanan dan juga tubuh manusia. setahun kemudian,
ia berhasil menemukan cara untuk memproduksi zat ini dengan
menggabungkan glutamat dan natrium, yang merupakan penyedap yang
lezat dan mudah dicerna. Ia berhasil menemukan monosodium
glutamat, atau dikenal dengan MSG. Sayangnya, rasa umami pada
MSG sulit dipahami oleh masyarakat. Baru pada 2000, peneliti berhasil
menemukan reseptor rasa umami, atau gurih di lidah, sehingga
menjadikannya rasa dasar kelima. Ketika meracik MSG, profesor Ikeda
mengacu pada sebuah bumbu masak bernama umami. Sejarah rasa
umami sebenarnya sudah muncul sejak awal peradaban. (Widiarini,
2017).
Umami merupakan rasa yang penting dalam Dunia Kuno.
Umami adalah salah satu kota terpenting di Semenanjung Italia. Kota
ini dihiasi banyak vila yang elegan dan rumah untuk berlibur. Namun,
kota ini tidak hanya menyajikan sarana pariwisata semata, melainkan
juga produksi garum, yang kaya akan kandungan rasa umami, atau
gurih. Garum sendiri adalah bumbu utama dalam Dunia Kuno, mulai
Yunani sampai Byzantium, hingga ke Arab. Bumbu ini dibuat dengan
memfermentasikan isi perut ikan dalam air garam di dalam bejana tanah
liat yang disebut urcei. (Widiarini, 2017).
6

Hampir dua ribu tahun kemudian, kemungkinan tidak menyadari


keberadaan garum, Profesor Ikeda mulai merintis analisis ilmiah
terhadap rasa umami. Tetapi, diperlukan waktu hampir seratus tahun
hingga sains Barat memberikan perhatian pada hal ini.
Rasa umami atau gurih dideteksi langsung melalui reseptor rasa,
tetapi kebanyakan orang akan lebih sulit mengidentifikasi atau
menjelaskan rasa ini dibandingkan empat rasa dasar lainnya, yaitu asin,
manis, pedas, dan pahit. Namun, dengan penjelasan dari penemuan Prof
Ikeda, rasa umami atau gurih dari MSG dapat dipahami secara perlahan.
Kehadiran MSG mulai eksis kalangan juru masak. Seiring dengan
hadirnya MSG, rasa umami semakin melejit bagai primadona di dunia
kuliner.
3. Bahaya Monosodium Glutamat (MSG ) bagi tubuh
Gangguan-gangguan yang ditimbulkan akibat pengonsumsian
MSG tersebut disebabkan karena monosodium glutamat mengandung
78% glutamat, 12% natrium dan 10% air. Selain itu, penyakit yang
dapat ditimbulkan akibat pengonsumsian MSG berlebih yang lain
adalah (Lestari, 2007) :
a. Chinese Restaurant Syndrome
Gejalanya adalah leher dan dada panas, sesak napas, disertai
pusing-pusing.
b. Kerusakan Sel Jaringan Otak
Pengonsumsian monosodium glutamat yang berlebihan pada
beberapa individu dapat merusak kesetimbangan antara
peningkatan dan penurunan transmisi signal dalam otak.
c. Kanker
Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan
suhu tinggi dan dalam waktu lama. Dan pirolisis ini sangat
karsinogenik.
d. Alergi
7

Besar kemungkinannya gejala alergi tersebut ditimbulkan oleh


senyawa hasil metabolisme seperti GABA (Gama Amino Butyric
Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin yang terkandung dalam
monosodium glutamat tersebut.
Dengan adanya pengetahuan tentang monosodium glutamat,
masyarakat dapat memilih makanan yang aman untuk dikonsumsi dan
dapat memilih makanan yang memiliki kandungan monosodium
glutamat yang boleh dikonsumsi.

B. Otak
1. Anatomi otak
Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan
internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera
(seperti mata,telinga, kulit, dan lain-lain). Data tersebut dikirimkan
oleh urat saraf yang dikenal dengan sistem saraf keseluruhan. Sistem
saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan
dalam bentuk implus listrik. Kemudian implus listrik dikirim ke pusat
sistem saraf, yang berada di otak dan urat saraf tulang belakang.
Disinilah data diproses dan direspon dengan rangsangan yang
‘’cocok’’. Biasanya dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang
berfungsi untuk mengirim implus saraf ke otot sehingga otot
berkontraksi atau rileks (Price dan Wilson, 2006).
Sistem saraf pusat adalah bagian yang terpenting dari seluruh sistem
saraf dalam tubuh, didalam sistem saraf pusat mengandung pusat
pengelola rangsang saraf, rangsang ini setelah ditafsirkan dapat
disimpan atau diteruskan ke sistem saraf tepi untuk menimbulkan
tanggapan. Banyak rangsangan sederhana berhubungan dengan
tindakan refleks/aksi spontan (misalnya, dengan cepat kita
mengibaskan tangan saat menyentuh piring panas). Otak tidak terlibat
langsung dalam proses ‘’identifikasi’’ mengenai tindakan refleks.
Tapi, tindakan refleks tersebut diproses di saraf tulang belakang.
8

Meskipun otak tidak terlibat langsung dalam proses yang berhubungan


dengan aksi spontan, tetap saja kita akan mencerna data/rangsangan
yang dipersepsi alat indera (Price dan Wilson, 2006).
2. Bagian-bagian otak
Otak nampak seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-
rata1,2 kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak dapat dibagi
menjadi serebrum (otak besar), trunkus ensefalikus (batang otak), dan
serebelum (otak kecil). Serebrum (otak depan atau prosensefalon)
terdiri dari telensefalon dan diensefalon. Telensefalon mencakup
korteks serebrum, substansia grisea, substansia subkortikal, dan
ganglia basalis yang merupakan massa kelabu yang terdapat jauh
dibagian dalam hemisfer serebrum. Sub bagian utama dari diensefalon
adalah talamus dan hipotalamus (DeGroot dan Joseph, 1997).
Serebrum dipisahkan oleh fisura media menjadi dua hemisfer,
hemisfer kanan dan kiri. Permukaan lateral masing-masing hemisfer
dibedakan menjadi lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Otak
mendapat darah dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis (Moore,
2002).
Serebelum terbagi menjadi tiga lobus oleh dua fisura yang dalam,
yakni: lobus anterior, lobus posterior, dan lobus flokulonodular.
Disebelah bawah dari pusat serebelum tampak suatu pita sempit yang
dipisahkan dari bagian serebelum yang tersisa oleh celah dangkal,yang
disebut vermis. Pada area ini, terletak sebagian besar fungsipengatur
serebelar untuk pergerakan-pergerakan otot menurut sumbu tubuh,
leher, bahu, serta pinggul. Pada tiap sisi vermis ada bagian yang besar,
menonjol ke lateral yang disebut hemisfer serebeli, dan setiap hemisfer
ini dibagi menjadi zona intermediat dan zona lateral (Guyton dan hall,
2006).
Zona intermediat hemisfer berhubungan dengan pengaturan
kontraksi otot yang terletak di bagian distal anggota badan atas dan
anggota badan bawah, khususnya tangan dan jari-jari tangan serta kaki
9

dan jari-jari kaki. Zona lateral hemisfer bekerja pada tempat yang lebih
jauh, karena tampaknya area ini ikut berperan dalam seluruh
rangkaian gerakan motorik. Tanpa adanya zona lateral ini, maka
sebagian besar aktivitas gerakan tubuh yang khas akan tidak tepat lagi
sehingga menjadi sangat tidak teratur (Guyton dan hall, 2006).
3. Fungsi bagian-bagian otak (Adrian, 2018) :
a. Otak besar
Disebut otak besar karena bagian ini merupakan bagian terbesar
dari otak. Otak besar terbagi menjadi dua, yaitu otak kiri dan otak
kanan. Otak besar alias cerebrum terdiri dari beberapa bagian atau
lobus, yaitu frontal, temporal, parietal, dan oksipital. Bagian-
bagian ini memiliki fungsi yang spesifik.
Lobus frontal bertanggung jawab terhadap fungsi otak sebagai
pemecah masalah, berpikir, mengatur rencana, konsentrasi, hingga
mengatur pergerakan tubuh (fungsi motorik). Lobus temporal
memiliki tanggung jawab dalam hal mengelola memori dan
pendengaran, serta menangkap emosi orang lain.
Untuk lobus parietal, fungsinya adalah sebagai penanggung jawab
dalam hal sensasi dari alat indera, posisi tubuh, dan menulis.
Sementara, tanggung jawab lobus oksipital adalah mengatur sistem
penglihatan manusia.
b. Otak kecil
Otak kecil atau biasa disebut cerebellum, terletak di bagian
belakang dan berada di bawah otak besar. Bagian ini hanya
berukuran seperdelapan dari otak besar. Meski berukuran kecil,
namun fungsinya tidak kalah penting. Fungsi otak kecil adalah
mengontrol keseimbangan, pergerakan, dan koordinasi tubuh.
Berkat bagian otak ini, seseorang bisa berdiri tegak, berjalan
dengan seimbang, dan bergerak dengan lincah.
c. Batang otak
10

Batang otak berada di depan otak kecil dan di bawah otak besar.
Bagian ini menghubungkan otak dengan sumsum tulang belakang.
Tanggung jawab bagian ini sangat erat kaitannya dengan fungsi
mempertahankan kehidupan. Pengaturan pernapasan, pencernaan
makanan, peredaran dan tekanan darah adalah tugas yang dikelola
oleh bagian otak ini. Batang otak juga bertanggung jawab dalam
hal refleks tubuh. Bagian ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
otak tengah, pons, dan medula oblongata.
d. Diensefalon
Bagian ini berada di dalam otak besar tepat di atas batang otak.
Fungsi dari bagian ini adalah sebagai penanggung jawab fungsi
sensorik, kontrol nafsu makan, pengaturan suhu tubuh, dan siklus
tidur. Talamus, hipotalamus, dan epitalamus adalah tiga bagian
diensefalon.
e. Gangsila basal
Segala fungsi koordinasi pada otak membutuhkan ganglia basal.
Keberadaan bagian ini berfungsi mengelola pesan untuk
disampaikan atau dikirimkan antara beberapa bagian otak. Ganglia
basal sendiri merupakan sekelompok struktur yang mengelilingi
sebagian dari talamus di otak.

C. Isu bahaya MSG terhadap kesehatan otak


Menurut Alicia, Nesa (2018) dalam artikel National Geographic
Indonesia menjelaskan bahwa Penelitian mengenai MSG terus dilakukan
untuk memastikan keamanannya. Sebagai pelengkap
makanan, MSG memiliki kandungan yang terdiri dari air, natrium, dan
glutamat. Glutamat yang juga terkandung dalam susu, keju, daging, ikan,
dan beberapa sayuran merupakan zat penting yang dapat mengubah rasa
makanan jadi lebih nikmat. Berbeda dengan anggapan masyarakat pada
umumnya, Profesor Hardinsyah, Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia,
mengatakan bahwa MSG justru memiliki manfaat untuk kesehatan. Dilansir
11

dari CNN Indonesia pada Rabu (5/9/2018), Badan Kesehatan Dunia (WHO)
pada tahun 1992 sempat menyebut batas konsumsi MSG maksimal
sebanyak 5 gram per hari, akan tetapi, Hardinsyah melanjutkan, pada
penelitian-penelitian berikutnya, tidak ada temuan perihal batas atas
konsumsi MSG. "Konsumsi micin dikatakan secukupnya, hingga rasa
optimum yang ingin dicapai," ujarnya.
Dalam artikelnya di laman hellosehat, dr. Ivena menuliskan bahwa
kandungan asam glutamat itu dapat membuat sel-sel saraf otak lebih aktif
dan membuat makanan menjadi lebih lezat. "Selama ini kebanyakan efek
samping yang dilaporkan setelah mengonsumsi makanan yang mengandung
MSG memang terjadi pada sistem saraf di otak. Karena itu, MSG secara
tidak langsung bisa membuat seseorang jadi ‘lemot’," tulisnya. "Lemot"
atau lemah otak adalah istilah yang dipilih dr. Ivena untuk menggambarkan
penurunan fungsi kognitif otak. Fungsi kognitif otak antara lain berpikir
logis, mengambil keputusan, merekam informasi ke dalam ingatan,
menyelesaikan masalah, dan menjaga konsentrasi. dr. Ivena menambahkan
bahwa otak memiliki banyak saraf yang bertugas menerima berbagai macam
rangsangan. Saraf yang bertugas menerima rangsangan disebut reseptor
yang jumlahnya ada di bagian hipotalamus otak. "Nah, glutamat dalam
penyedap rasa punya banyak reseptor yang ada di hipotalamus. Karena itu,
efek kebanyakan glutamat di otak bisa membahayakan. Reseptor-reseptor
dalam otak jadi terangsang secara berlebihan akibat kadar glutamat yang
tinggi. Bila terus-terusan terjadi, alhasil aktivitas reseptor yang berlebihan
malah bisa sebabkan kematian neuron," ujarnya lebih lanjut. Padahal,
neuron yang merupakan sel-sel saraf berperan penting untuk menjalankan
fungsi kognitif otak. Kematian neuron berarti fungsi kognitif otak turun dan
menyebabkan seseorang menjadi lemot. Melalui Kompas.com, Persatuan
Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI)
memberikan tanggapannya. Menurut kesimpulan mereka, MSG aman untuk
dikonsumsi asal dalam takaran penggunaan secukupnya.
12

Dari kutipan-kutipan artikel tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa


MSG aman dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek samping apapun jika
dikonsumsi dalam jumlah yang normal dan wajar. Jika MSG dikonsumsi
secara berlebihan pasti akan menimbulkan efek samping walaupun bukan
merusak bagian otak saja tapi kemungkinan bagian organ tubuh yang
lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Fakta dari jurnal
Monosodium glutamate (MSG) seperti bubuk kristal berwarna
putih sejak lama telah digunakan sebagai bahan tambahan pada
berbagai jenis makanan di berbagai negara. Kandungan garam natrium
asam glutamat pada MSG berfungsi sebagai penguat dan penyedap rasa
bila ditambahkan terutama pada makanan yang mengandung protein.
Glutamat menjalankan beberapa fungsi penting di dalam proses
metabolisme di dalam tubuh, antara lain:
a. Substansi untuk Sintesis Protein
Glutamat sebagai salah satu asam amino yang banyak terdapat di
dalam sumber alami. Diperkirakan 10-40% glutamat terkandung di
dalam protein. L-glutamic acid merupakan bahan yang penting
untuk sintesis protein. Asam glutamat memiliki karakter fisik dan
kimia yang dapat menjadi struktur sekunder dari protein yang
disebut rantai α.
b. Pasangan Transaminasi dengan α-ketoglutarate
L-glutamatedisintesis dari amonia dan αketoglutarate dalam suatu
reaksi yang dikatalisir oleh L-glutamate dehydrogenase (siklus
asam sitrat). Reaksi ini penting dalam biosintesis seluruh asam
amino. Glutamat yang diserap akan ditransaminasikan dengan
piruvat dalam bentuk alanin.Alanin dari hasil transaminasi dari
piruvat oleh asam amino dekarboksilatmenghasilkan aketoglutarat
atau oksaloasetat. Glutamat yang lolos dari metabolisme mukosa
dibawa melalui vena portal ke hati. Sebagian glutamat
dikonversikan oleh usus dan hati dalam bentuk glukosa dan laktat,
kemudian dialirkan ke darah perifer.

13
14

c. Prekursor Glutamin
Glutamin dibentuk dari glutamat oleh glutamin sintetase. Ini juga
merupakan reaksi yang sangat penting di dalam metabolisme asam
amino. Amonia akan dikonversikan menjadi glutamin sebelum
masuk ke dalam sirkulasi. Glutamat dan glutamin merupakan mata
rantai karbon dan nitrogen di dalam proses metabolisme
karbohidrat dan protein. Prekursor dari Nacetylglutamate. N-
acetylglutamate merupakan allosterik yang penting untuk
mengaktifkan carbamyl, phosphate synthetase I, suatu enzim yang
berperan penting di dalam siklus urea.
d. Neurotransmitter
Glutamat adalah transmitter mayor di otak yang berfungsi sebagi
mediator untuk menyampaikan transmisi post-sinaptik. Selain itu,
glutamat berfungsi sebagai prekursor dari neurotransmiter Gamma
amino butiric acid (GABA).
Meskipun diperkenankan sebagai penyedap masakan, penggunaan
MSG berlebihan dapat mengakibatkan rasa pusing dan mual. Gejala itu
disebut Chinese Restaurant Syndrome. Monosodium glutamate pada
makanan yang dikonsumsi sering mengganggu kesehatan karena MSG
akan terurai menjadi sodium dan glutamat. Garam pada MSG mampu
memenuhi kebutuhan garam sebanyak 20-30%, sehingga konsumsi
MSG yang berlebihan menyebabkan kenaikan kadar garam dalam
darah.Laporan masyarakat ke Food Drug Administration (FDA), 2%
dari seluruh pengguna MSG mengalami masalah kesehatan, sehingga
WHO menetapkan ADI (Acceptable Daily intake) untuk manusia
sebesar 120 mg/kgBB atau jika MSG dikonsumsi oleh seseorang yang
tidak toleransi dengan jumlah lebih dari 3gr/hari akan dapat
menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan.
Berdasarkan laporan FASEB (Federation ofAmerican Societies
for Experimental Biology) menyebutkan secara umum MSG aman
dikonsumsi, tetapi ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat
15

konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif


terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa rasa panas di
leher, lengan dan dada, diikuti kaku pada otot dari daerah tersebut
menyebar sampai ke punggung. Adapun Gejala lain berupa rasa panas
dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar
dankadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant
Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex
Syndrome. Sindrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah
konsumsi dan bertahan selama sekitar 3-5 jam. Berbagai survai
dilakukan dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25%
dari populasi. Sedangkan kelompok kedua adalah penderita asma, yang
banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG.
Munculnya keluhan di kedua kelompok tersebut terutama pada
konsumsi sekitar 0,5- 2,5 g MSG. Sementara untuk penyakit-penyakit
kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea tidak
didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG.
Tabel 3.1 Gejala Kerusakan Organ Akibat Mengonsumsi MSG
No. Organ Gejala
1. Jantung Aritmia, fibrilasi atrium,takikardi, angina,
bradikardi, tekanan darah menurun atau
meningkat tak terkendali
2. Neurologis Depresi, perasaan tak stabil, migrain, pusing,
sakit kepala ringan, hilang keseimbangan,
disorientasi, bingung, cemas, sering panik,
hiperaktivitas, gangguan perilaku anak,
gangguan perhatian, letargi, mudah mengantuk
atau susah tidur, skiatik, gagap, kesemutan atau
paralisis
3. Pernapasan Asma, napas pendek, nyeri dada, dada terasa
sempit, hidung berair dan bersin
16

4. Saluran Diare, mual, muntah, kram perut, irritable


pencernaan bowel, anus dan hemoroid, pendarahan rektum,
kembung
5. Otot Nyeri seperti flu, nyeri sendi, dan kaku
6. Saluran Nyeri ari-ari, prostat sembab, vagina sembab,
kemih dan bercak darah di vagina, poliuria, dan nokturia
genital
7. Kulit Kemerahan, urtikaria, lesi pada mulut, lidah
membengkak, edema kelopak bawah mata,
kesemutan atau mati rasa, rasa kering yang
hebat pada mulut
8. Penglihatan Penglihatan kabur, sulit memfokuskan
pandangan, tekanan sekitar mata

Adapun contoh penyedap rasa yang beredar tetapi dilarang untuk


digunakan antara lain: (620) L-Glutamic acid; (621) monosodium L-
Glutamate (USG); (622) Monopotassium bglutamate; (623) calcium di
L-Glutamate; (627) disodium guanylate;(631) disodium inosinate; dan
(635) disodium 5-ribonucleotides. Disodium 5-ribonucleotides
merupakan kombinasi dari penyedap nomor 627 dan 635. Sementara
itu, keempat zat berikut yang diperbolehkan yaitu: (636) maltol;(637)
ethyl maltol;(640) glycine; dan (641) L-Leucine.
Di otak terdapat asam amino glutamat yang berfungsi sebagai
neurotransmiter untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila
terakumulasi di sinaps (celah antar sel saraf) akan bersifat
eksitotoksikbagi otak. Hal itu terjadi karena ada kerja dari glutamat
transporter protein untuk menyerapnya dari cairan ekstraseluler,
termasuk salah satu peranannya untuk keperluan sintesis GABA oleh
kerja enzim GlutamicAcid Decarboxylase (GAD). Gamma amino
butiric acid ini juga termasuk neurotransmitter sekaligus memiliki
fungsi lain sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target
17

dari sifat toksik glutamat. Disamping kerja glutamat transporter protein,


ada enzim glutamine sintetase yang bertugas merubah amonia dan
glutamat menjadi glutamin yang tidak berbahaya dan bisa dikeluarkan
dari otak.
Dengan demikian, meski terakumulasi di otak, asam glutamat
diusahakan untuk dipertahankan dalam kadar rendah dan nontoksik.
Reseptor sejenis untuk glutamat juga ditemukan di beberapa bagian
tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta, dan usus. Pada
konsumsi MSG, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan
terikat di usus dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah.
Selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh termasuk akan menembus
sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Namun, seperti
disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik
sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah
melebihi kemampuan.
Jika monosodium glutamat dipanaskan dalam suhu tinggi, MSG
akan terpecah menjadi pyrolised-1 (Glu-P-1) dan glutamamic pyrolind2
(Glu-P-2), yaitu dua zat yang bersifat mutagenik dan karsinogenik.
Kedua zat ini telah terbukti menginduksi mutasiSalmonella
typhimurium dan menyebabkan kanker kerongkongan,lambung,usus,
hati, dan otak.Kemampuan menumbuhkan kanker hati dari kedua zat ini
jauh melebihi kekuatan aflatoksin. Keterangan dari atas belum
menjelaskan dampak kelebihan natrium (yang bersenyawa dengan
MSG) dalam jangka panjang terhadap misalnya, tekanan darah.

2. Fakta dari artikel


Banyak artikel-artikel yang menyatakan bahwa MSG berbahaya
untuk otak, tetapi banyak juga artikel yang menyatakan bahwa hal itu
hanya isu belaka dengan didukung pernyataan-pernyataan dari dokter
atau penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Menurut dr. Meta
Hanindita, SpA dalam Afifah (2019) dijelaskan dalam sebuah artikel
18

yang menyatakan bahwa “MSG banyak terkandung dalam berbagai


makanan seperti tomat dan keju. Sejarahnya, tahun 1980 ada seorang
Prof. Jepang bernama Ikeda yang berhasil mengekstrak glutamat dari
kaldu. Ternyata rasanya gurih (dalam bahasa Jepang Umami), MSG
yang ditambahkan ke makanan hanya mewakili sedikit sekali total
glutamat di banyak makanan. Contohnya, rerata harian jumlah glutamat
di makanan sehari-hari adalah 15 gram. Sementara MSG tambahan
reratanya hanya sekitar 0.5 – 3.0 gram/hari. Penelitian menunjukkan
bahwa konsumsi MSG bahkan dengan dosis paling tinggi sekalipun
(150 mg/kg berat badan) tidak menimbulkan efek apa-apa pada otak
manusia.
Monosodium Glutamat atau MSG sebenarnya adalah hasil
fermentasi dari molases (salah satunya dari gula tebu) yang
dicampurkan dengan bakteri baik sehingga menjadi kristal putih.
Karena bisa menciptakan rasa umami dalam masakan, MSG banyak
peminatnya dan tidak terlepas dari beragam kontroversi. Salah satunya
adalah Chinese Restaurant Syndrome yang populer seiring dengan
booming-nya restoran masakan Cina. Dikabarkan, menambahkan MSG
dalam masakan bisa membuat orang merasakan pusing. Uniknya,
menurut Prof Dr Ir Christofora Hanny Wijaya, MAgr, di Indonesia
sendiri belum banyak yang terpapar masalah tersebut.
Selain 'Chinese Restaurant Syndrome', MSG juga sering
dikaitkan dengan kerja otak yang semakin lamban ketika terpapar
dengan MSG. Akan tetapi, Leona Victoria Djajadi MND, ahli gizi dan
diet dari University of Sydney, membantah hal tersebut. "Micin atau
MSG tidak terbukti membuat otak jadi lemot atau membuat orang jadi
bodoh. Yang ada MSG itu kandungan natrium (garam)-nya tinggi jadi
mesti dipertimbangkan terutama bagi penderita hipertensi dan penyakit
ginjal," jelas Victoria melalui pesan singkat. (Detik Health, 2018).
19

B. Pembahasan
Dari semua uraian yang telah dijelaskan di atas, banyak pihak yang
pro kontra terhadap konsumsi MSG di masyarakat. Isu-isu yang beredar di
masyarakat banyak yang menyebutkan bahwa efek samping MSG sangat
berbahaya untuk otak, tapi banyak penelitian yang menyebutkan bahwa
MSG aman digunakan jika dalam batas normal dan wajar.
Menurut suatu penelitian menyebutkan bahwa konsumsi MSG yang
berlebihan dapat berpengaruh terhadap kerja neuron di otak, hal tersebut
yang memicu sebagian pihak mengambil kesimpulan bahwa MSG
berbahaya untuk kesehatan otak, padahal jika dikonsumsi dalam batas
normal tidak akan menimbulkan efek samping apapun, terkecuali kepada
orang-orang yang memiliki hipersensitivitas yang tinggi terhadap
penggunaan MSG, maka akan menimbulkan efek samping.
Banyak artikel yang berisi tentang pelurusan isu yang beredar di
masyarakat terkait bahaya konsumsi MSG yang sebenarnya tidak
berdampak apapun pada kesehatan otak atau kesehatan yang lainnya dan
aman digunakan. Selain itu, banyak MSG alami yang terkandung dalam
beberapa makanan seperti wortel, daging, dan makanan-makanan lain.
Seorang ahli kesehatan masyarakat sebaiknya dapat memberikan
kepastian kepada masyarakat dengan menunjukkan fakta yang sebenarnya
bahwa MSG aman dikonsumsi dalam jumlah yang wajar, mengingat
banyaknya masyarakat yang sudah beranggapan bahwa MSG dapat
menurunkan tingkat intelegensi seseorang. Isu-isu tersebut didukung dengan
kemajuan teknologi yang dapat menyebarluaskan informasi dengan cepat
tanpa dilihat keabsahan beritanya.
Berdasarkan penelitian seseorang, batas konsumsi MSG adalah 3
gram perhari, sedangkan konsumsi MSG untuk orang Indonesia hanya
sebagian kecil dari itu sehingga tidak akan ada efek samping setelah
mengonsumsinya. MSG digunakan untuk menguatkan rasa masakan dan
menambah cita rasa.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
MSG atau Monosodium glutamate adalah garam natrium dari asam
glutamat yang termasuk asam amino non esensial. Kandungan yang
tersusun pada MSG terdiri dari 78% Glutamat, 12% Natrium dan 10 % air
Yang membuat berbagai jenis masakan menjadi terasa gurih yaitu
dihasilkan dari kandungan glutamat yang tinggi. Manfaat dari MSG adalah
sebagai penambah cita rasa pada masakan.
Cita rasa yang khas pada MSG dan sempat terjadi kejadian Chinese
Restaurant Syndrome yang menyebabkan beberapa pengunjung rumah
makan di China setelah mengonsumsi makanan yang ditambahkan MSG
mengalami gejala pusing dan muntah-muntah, dan semenjak kejadian
tersebut muncul isu yang menyebutkan bahwa MSG berbahaya hingga dapat
menurunkan tingkat intelegensi seseorang. Usut punya usut, setelah
ditelusuri ternyata rumah makan China tersebut menambahkan MSG di atas
takaran normal sehingga menyebabkan efek samping. Isu bahaya
mengonsumsi MSG di masyarakat sudah sangat meluas dan sebagai ahli
kesehatan masyarakat baiknya meluruskan isu tersebut agar tidak menjadi
isu yang berkepanjangan dan mengonsumsi MSG tidak akan menimbulkan
kejadian apapun setelahnya.
Sampai saat ini banyak penelitian-penelitian mengenai efek samping
konsumsi MSG pada manusia yang dimuat dalam jurnal ataupun artikel dan
sebagian besar menyebutkan bahwa MSG berbahaya untuk kesehatan otak
adalah sebuah mitos ataupun isu yang beredar di masyarakat. MSG tidak
akan menimbulkan efek samping jika dikonsumsi dalam jumlah yang
sewajarnya dan tidak melebihi batas.
Konsumsi MSG yang berlebihan dapat berdampak pada kesehatan
organ tubuh seperti jantung, saluran pencernaan, penglihatan, jantung, dan
organ lainnya dan penderitanya mengalami Chenese Restaurant Syndrome.
Di Indonesia sendiri belum ada bukti yang menerangkan bahwa pernah

20
21

terjadi kejadian ini, karena konsumsi MSG di Indonesia masih ada dalam
batas wajar dan tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan.

B. Saran
Bagi masyarakat, diharapkan dapat mencari kebenaran mengenai
segala hal yang menyangkut kesehatan dan meluruskan semua isu yang
berkembang di masyarakat. Terkait isu bahaya MSG, masyarakat harus
bijak dalam penggunaan MSG karena sebenarnya MSG tidak akan
menimbulkan efek samping apapun kecuali dikonsumsi dalam jumlah yang
tidak normal.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, K. 2018. Fungsi Bagian-Bagian Otak. [Online]. Tersedia :


https://www.alodokter.com/betapa-canggihnya-fungsi-otak-manusia. [26
Agustus 2019].
Afifah, Fadhila. 2019. MSG merusak otak anak? Ini yang harus parents ketahui.
[Online]. Tersedia: https://id.theasianparent.com/bahaya-msg [26 Agustus
2019].
Alicia, Nesa. 2018. Mengonsumsi micin membuat otak menjadi lemah, apakah
benar?. [Online]. Tersedia:
https://nationalgeographic.grid.id/read/13932172/mengonsumsi-micin-
membuat-otak-menjadi-lemah-apakah-benar?page=all [26 Agustus 2018].
Amaliafitri. 2010. Kontroversi Penggunaan MSG. [Online]. Tersedia :
http://lifestyle.okezone.com/read/2010/01/13/27/293675/kontroversi-
penggunaan-msg. [25 Agustus 2019].
Fadillah, R dan Ardiansyah. 2016. Cerdas dalam mengkonsumsi MSG. [Online].
Tersedia : https://bakrie.ac.id/berita-itp/artikel-pangan/1810-cerdas-dalam-
mengonsumsi-msg. [24 Agustus 2019].
Kamaliah, Aisyah. 2018. Ragam Mitos MSG, dari Bikin Otak Lemot Sampai
Berbahaya Bagi Kesehatan. [Online]. Tersedia:
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3813278/ragam-mitos-msg-
dari-bikin-otak-lemot-sampai-berbahaya-bagi-kesehatan [Diakses pada
tanggal 26 Agustus 2019].
Lestari, Ery. 2007. Mengenal Bahaya MSG (Monosodium Glutamat) Terhadap
Kesehatan Masyarakat. [Online]. Tersedia :
http://duniaveteriner.com/2009/12/mengenal-bahaya-msg-monosodium-
glutamat-terhadap-kesehatan-masyarakat. [26 Agustus 2019].
Putri, R. 2016. MSG Bikin Bodoh, Mitos atau Fakta?. [Online]. Tersedia:
https://www.google.com/amp/s/m.klikdokter.com/amp/2698663/msg-bikin-
bodoh-mitos-atau-fakta [26 Agustus 2019].
Rangkuti R, Suwarso E, dan Hsb PAZ, 2012, The Effect of Monosodium
Glutamate (MSG) In Mice Red Blood Cell Micronucleus Formation. Journal
of Pharmacology, 1, pp. 29-36.
Riset Kesehatan Dasar. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.
Widiarini, A. 2017. Sejarah Penemuan MSG, Asal Muasal Rasa yang Jarang
Diketahui. [Online]. Tersedia: https://www.viva.co.id/gaya-
hidup/kuliner/968122-sejarah-penemuan-msg-asal-muasal-rasa-yang-
jarang-diketahui. [26 Agustus 2019].
Yonata, Ade, et al. Efek Toksik Konsumsi Monosodium Glutamate. Majority (5) 3.
100-104.
LAMPIRAN
Mengonsumsi Micin Membuat Otak Menjadi Lemah, Apakah Benar?
Nesa Alicia - Kamis, 6 September 2018 | 11:14 WIB

Nationalgeographic.co.id - Penyedap rasa


Monosodium Glutamat (MSG) atau yg
dikenal dengan sebutan "micin" masih
menjadi perdebatan seru mengenai
dampaknya terhadap kinerja otak.

Penelitian mengenai MSG terus dilakukan


untuk memastikan keamanannya. Sebagai
pelengkap makanan, MSG memiliki
kandungan yang terdiri dari air, natrium, dan glutamat. Glutamat yang juga
terkandung dalam susu, keju, daging, ikan, dan beberapa sayuran merupakan zat
penting yang dapat mengubah rasa makanan jadi lebih nikmat.

Berbeda dengan anggapan masyarakat pada umumnya, Profesor Hardinsyah,


Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, mengatakan bahwa MSG justru memiliki
manfaat untuk kesehatan. Dilansir dari CNN Indonesia pada Rabu (5/9/2018),
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1992 sempat menyebut batas
konsumsi MSG maksimal sebanyak 5 gram per hari.

Akan tetapi, Hardinsyah melanjutkan, pada penelitian-penelitian berikutnya, tidak


ada temuan perihal batas atas konsumsi MSG.
"Konsumsi micin dikatakan secukupnya, hingga rasa optimum yang ingin
dicapai," ujarnya.

Dalam artikelnya di laman hellosehat, dr. Ivena menuliskan bahwa kandungan


asam glutamat itu dapat membuat sel-sel saraf otak lebih aktif dan membuat
makanan menjadi lebih lezat.
"Selama ini kebanyakan efek samping yang dilaporkan setelah mengonsumsi
makanan yang mengandung MSG memang terjadi pada sistem saraf di otak.
Karena itu, MSG secara tidak langsung bisa membuat seseorang jadi ‘lemot’,"
tulisnya.

Penyedap rasa Monosodium Glutamat (MSG) atau yg dikenal dengan sebutan


"micin" masih menjadi perdebatan seru mengenai dampaknya terhadap kinerja
otak.

Penelitian mengenai MSG terus dilakukan untuk memastikan keamanannya.


Sebagai pelengkap makanan, MSG memiliki kandungan yang terdiri dari air,
natrium, dan glutamat. Glutamat yang juga terkandung dalam susu, keju, daging,
ikan, dan beberapa sayuran merupakan zat penting yang dapat mengubah rasa
makanan jadi lebih nikmat.
Berbeda dengan anggapan masyarakat pada umumnya, Profesor Hardinsyah,
Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, mengatakan bahwa MSG justru memiliki
manfaat untuk kesehatan. Dilansir dari CNN Indonesia pada Rabu (5/9/2018),
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1992 sempat menyebut batas
konsumsi MSG maksimal sebanyak 5 gram per hari.

Akan tetapi, Hardinsyah melanjutkan, pada penelitian-penelitian berikutnya, tidak


ada temuan perihal batas atas konsumsi MSG.
"Konsumsi micin dikatakan secukupnya, hingga rasa optimum yang ingin
dicapai," ujarnya.

Dalam artikelnya di laman hellosehat, dr. Ivena menuliskan bahwa kandungan


asam glutamat itu dapat membuat sel-sel saraf otak lebih aktif dan membuat
makanan menjadi lebih lezat.

"Selama ini kebanyakan efek samping yang dilaporkan setelah mengonsumsi


makanan yang mengandung MSG memang terjadi pada sistem saraf di otak.
Karena itu, MSG secara tidak langsung bisa membuat seseorang jadi ‘lemot’,"
tulisnya.

"Lemot" atau lemah otak adalah istilah yang dipilih dr. Ivena untuk
menggambarkan penurunan fungsi kognitif otak. Fungsi kognitif otak antara lain
berpikir logis, mengambil keputusan, merekam informasi ke dalam ingatan,
menyelesaikan masalah, dan menjaga konsentrasi.

dr. Ivena menambahkan bahwa otak memiliki banyak saraf yang bertugas
menerima berbagai macam rangsangan. Saraf yang bertugas menerima
rangsangan disebut reseptor yang jumlahnya ada di bagian hipotalamus otak.

"Nah, glutamat dalam penyedap rasa punya banyak reseptor yang ada di
hipotalamus. Karena itu, efek kebanyakan glutamat di otak bisa membahayakan.
Reseptor-reseptor dalam otak jadi terangsang secara berlebihan akibat kadar
glutamat yang tinggi. Bila terus-terusan terjadi, alhasil aktivitas reseptor yang
berlebihan malah bisa sebabkan kematian neuron," ujarnya lebih lanjut.

Padahal, neuron yang merupakan sel-sel saraf berperan penting untuk


menjalankan fungsi kognitif otak. Kematian neuron berarti fungsi kognitif otak
turun dan menyebabkan seseorang menjadi lemot.

Melalui Kompas.com, Persatuan Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic


Acid Indonesia (P2MI) memberikan tanggapannya. Menurut kesimpulan
mereka, MSG aman untuk dikonsumsi asal dalam takaran penggunaan
secukupnya.
Ragam Mitos MSG, Dari Bikin Otak Lemot Sampai Berbahaya Bagi
Kesehatan.
Aisyah Kamaliah - detikHealth (Sabtu, 13 Jan 2018 15:40 WIB)

Jakarta - Monosodium Glutamat atau


MSG sebenarnya adalah hasil fermentasi
dari molases (salah satunya dari gula tebu)
yang dicampurkan dengan bakteri baik
sehingga menjadi kristal putih. Karena
bisa menciptakan rasa umami dalam
masakan, MSG banyak peminatnya dan
tidak terlepas dari beragam kontroversi.

Salah satunya adalah Chinese Restaurant Syndrome yang populer seiring dengan
booming-nya restoran masakan Cina. Dikabarkan, menambahkan MSG dalam
masakan bisa membuat orang merasakan pusing.
Uniknya, menurut Prof Dr Ir Christofora Hanny Wijaya, MAgr, di Indonesia
sendiri belum banyak yang terpapar masalah tersebut.
"Orang Indo jarang yang kena 'Chinese Restaurant Syndrome' karena MSG
kenapa? Sebagian besar ibu-ibu Indonesia, menyadari atau tidak sudah melakukan
program pemaparan glutamat sejak bayi, yaitu dari ASI," jelasnya.

Selain 'Chinese Restaurant Syndrome', MSG juga sering dikaitkan dengan kerja
otak yang semakin lamban ketika terpapar dengan MSG. Akan tetapi, Leona
Victoria Djajadi MND, ahli gizi dan diet dari University of Sydney, membantah
hal tersebut.

"Micin atau MSG tidak terbukti membuat otak jadi lemot atau membuat orang
jadi bodoh. Yang ada MSG itu kandungan natrium (garam)-nya tinggi jadi mesti
dipertimbangkan terutama bagi penderita hipertensi dan penyakit ginjal," jelas
Victoria melalui pesan singkat.

Kabar lain menyebutkan bahwa MSG atau micin bisa memicu timbulnya kanker.
Dalam kesempatan yang lalu, detikHealth mencoba mencari tahu kebenaran kabar
tersebut.
Menurut dr Fiastuti Witjaksono SpGK dari RSPAD Gatot Subroto, penggunaan
MSG yang sesuai pada makanan tidak menyebabkan berkembangnya sel kanker
pada tubuh. Sebab berkembangnya sel kanker hanya bisa terjadi saat MSG
digunakan secara berlebihan.

"Secara ilmiah sih bisa menyebabkan kanker tapi itu dengan jumlah yang banyak
dan itu tidak akan sampai dikonsumsi manusia kok," ucap dr Fias.
Di samping itu, asam amino glutamat yang terkandung di MSG juga sama di
semua makanan. Paling tinggi biasanya ada di tomat, jamur, atau rumput laut.
"Karena kalau glutamat itu kan komponennya yang pasti, namun dia terikat
dengan siapa. Kalau di MSG terikat dengan sodium atau natrium," tutupnya.
MSG Merusak Otak Anak? Ini Fakta Wajib Yang Harus Parents Ketahui.
Fadhila Afifah - Theasianparent.com

Sudah berapa sering Bunda mendengar bahaya MSG?


Atau, sering mendengar kalimat seperti yang mengatakan, “Duh Bun… jangan
pakai mecin atau MSG untuk makanan anak, nanti jadi bodoh, lho.” bisa juga
kalimat seperti “Kenapa, sih, membolekan anak makan camilan yang banyak
MSG-nya seperti itu? Nggak takut saat besar anaknya jadi lemot?”

Komentar di atas rasanya sudah cukup familiar, ya? Bunda mungkin sudah sangat
hafal dengan larangan serupa, yang mengatakan bahwa mecin alias Monosodium
Glutamat (MSG) dapat membuat otak anak bodoh.

Apakah benar bahaya MSG seperti itu? Sebelum terjebak dengan pandangan yang
keliru ada baiknya, Bunda mengetahui beberapa fakta terkait MSG, dan sejauh
mana bahaya MSG.

Apa itu Monosodium Glutamat (MSG)?

Sebelum mengulas lebih dalam apa saja bahaya MSG, dr. Meta Hanindita, SpA
dalam akun instagram pribadinya (@metahanindita) memaparkan fakta penting
mengenai MSG.

Dokter anak yang sering membagikan informasi terkait kesehatan dan tumbuh
kembang anak ini mengacu pada Food and Drug Administration (FDA), yang
mengatakan bahwa monosodium glutamate adalah garam sodium dari asam
glutamat.

Asam glutamat sendiri secara alami sudah ada di tubuh kita, ada pula di berbagai
makanan dan tambahan makanan. Selain itu MSG juga banyak terkandung di
dalam berbagai makanan seperti tomat dan keju.

Dan tahukah Bunda bahwa ASI pun mengandung MSG?

“MSG banyak terkandung dalam berbagai makanan seperti tomat dan keju.
Sejarahnya, tahun 1980 ada seorang Prof. Jepang bernama Ikeda yang berhasil
mengekstrak glutamat dari kaldu. Ternyata rasanya gurih (dalam bahasa Jepang
Umami),” tulis dr. Meta.

Lebih lanjut, dr. Meta juga menerangkan kalau dahulu MSG diekstrak dari kaldu
rumput laut, dan saat ini MSG dibuat dari fermentasi tepung, gula. Proses
ekstraksi tersebut sama seperti pembuatan yoghurt dan wine.
Mengapa MSG perlu ditambahkan ke dalam makanan? Dan seberapa
banyak yang boleh dikonsumsi?

“MSG sendiri ngga punya rasa, tapi membantu menguatkan rasa gurih (umami)
alami makanan, istilahnya penguat rasa. Saat MSG ditambahkan, rasa gurih
makanan akan menguat,” ungkap dr. Meta.

Selain alasan tersebut, ternyata MSG punya tujuan untuk mengurangi kadar
sodium atau garam, namun tetap membuat masakan tetap enak. Dan nyatanya,
MSG ini hanya mengandung 1/3 sodium dibanding garam dapur biasa.

“MSG yang ditambahkan ke makanan hanya mewakili sedikit sekali total


glutamat di banyak makanan. Contohnya, rerata harian jumlah glutamat di
makanan sehari-hari adalah 15 gram. Sementara MSG tambahan reratanya
hanya sekitar 0.5 – 3.0 gram/hari.”

Jadi bila sedang mengurangi asupan garam namun ingin makanan tetap enak,
MSG inilah pilihannya. Begitulah tujuan awal mengapa MSG diciptakan.

Bahaya MSG untuk bayi dan anak, benarkah bisa merusak otak?

Ingat dengan anggapan di atas yang sering kali Parents dengar? Faktanya, hal
tersebut tidaklah benar. Bahkan, di dalam ASI ibu juga mengandung MSG, hal ini
yang menjadi salah satu sebab mengapa bayi suka sekali dengan ASI.

Lagi-lagi, dr. Meta menunjukkan bahwa konsumsi MSG tidak menimbulkan efek
samping terhadap otak manusia. Apa yang dokter Meta katakan bahkan telah
dibuktikan lewat berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika dan Eropa.

“Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi MSG bahkan dengan dosis paling


tinggi sekalipun (150 mg/kg berat badan) tidak menimbulkan efek apa-apa pada
otak manusia,” tulis dr. Meta.

Lantas, bila bahaya MSG ternyata tidak terbukti merusak otak anak, berapa
banyak boleh dikonsumsi?

World Health Organization (1970) sendiri mengatakan bahwa MSG memang


aman jika dikonsumsi sebanyak 0-120 mg/kg berat badan. Sedangkan, FDA juga
sudah menyatakan jika MSG aman untuk dikonsumsi meskipun kontroversi efek
buruk MSG masih belum bisa dihilangkan dari stigma masyarakat luas.

Ditambahkan dr. Meta, batasan seberapa banyak MSG bisa dikonsumsi


sebenarnya juga individual.

“Pernah nyobain MSG nggak? Kalau terlalu banyak, makanan bukannya jadi
enak malah jadi pahit. Itulah mengapa hingga detik ini tidak pernah ada
rekomendasi jumlah yang diperbolehkan untuk MSG, karena sifatnya memang
self-limiting. Mau berapa aja boleh, wong kalau kebanyakan rasanya pasti jadi
ngga enak kok,” jelas dr. Meta.

Karena penelitian tidak membuktikan MSG dapat membahayakan, menyebabkan


kanker atau merusak otak, oleh karena itu tidak perlu khawatir berlebian dengan
makanan yang mengandung MSG . Apalagi, seperti yang dijelaskan dr.
Meta, MSG aman dikonsumsi dan tidak membahayakan untuk bayi.

Terkait dengan MSG, ada beberapa kesimpulan yang perlu diingat :


a. MSG tidak berbahaya dan boleh dikonsumsi bayi atau anak.
b. ASI sebagai makanan terbaik mengandung MSG untuk merangsang bayi
minum ASI
c. Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan kerusakan otak karena MSG
d. MSG bersifat yang self-limiting. Kalau terlalu banyak justru bisa merusak
rasa alami makanan.
e. Sama seperti protein lainnya, bisa juga alergi terhadap MSG dan
menimbulkan gejala seperti pusing, berdebar-debar, tapi belum tentu semua
orang alergi terhadap MSG.

Nah, Parents, jadi tidak ada lagi anggapan mengenai bahaya MSG dapat merusak
otak dan membuat otak anak lemot, ya. Justru MSG dapat digunakan sebagai
penguat rasa agar bayi atau anak doyan makan.

Seberapa banyak dosis MSG yang digunakan untuk MPASI atau makanan biasa,
tergantung pada rasa makanan setelah ditambahkan MSG. Toh, jika terlalu
banyak, justru bisa merusak rasa makanan itu sendiri.

Jika Bunda ingin perkembangan otak si kecil maksimal, hal yang perlu dilakukan
tentu saja memerhatikan apakah nutrisinya sudah tercukupi dengan baik? Jangan
sampai, si kecil mengalami stunting yang justru terbuki bisa mengurangi tingkat
kecerdasan anak.

Anda mungkin juga menyukai