Lemak babi mengandung complicated fats antara lain triglycerides, dan dagingnya
mengandung kolestrol yang sangat tinggi, mencapai lima belas kali lipat lebih banyak
dari daging sapi. Dalam Encydopedia Americana dijelaskan perbandingan antara
kadar lemak yang terdapat pada babi, domba, dan kerbau. Dalam kadar berat yang
sama, babi mengandung 50% lemak, domba 17%, dan kerbau tidak lebih dari 5%.
Demikian keterangan Ahmad Syauqi Al-Fanjari dalam bukunya Ath-Thib Al-Wiqaiy fi Al-
Islam.
Berkembang dewasa ini disebagian kota di Negara ini, rumah makan dengan label “Sate
Jamu” atau “Rica-rica jamu” yang memberikan pengertian rumah makan makanan dari
daging anjing. Semaraknya ini masih didukung sebagian kelompok kaum muslimin yang
menghalalkannya. Lalu bagaimana sebenarnya?
Mayoritas ulama muslimin mengharamkan makan daging anjing, walaupun disembelih secara
syar’i apalagi bila dibunuh dengan cara-cara yang melanggar syari’at.
Ayat ini adalah Makkiyah yang turun sebelum hijroh bertujuan membantah orang-orang
jahiliyah yang mengharamkan Al-Bahirah, As-Saa`ibah , Al-Washiilah dan Al-Haam.
Kemudian setelah itu Allah dan Rasul-Nya mengharamkan banyak hal, seperti daging
keledai, daging bighal dll. Termasuk didalamnya semua hewan buas yang bertaring.
Ayat diatas tidak lain hanyalah memberitakan bahwa tidak ada di waktu itu yang diharamkan
kecuali yang disebutkan dalam ayat tersebut. Kemudian baru turun setelahnya wahyu yang
mengharamkan semua hewan buas bertaring, sehingga wajib diterima dan diamalkan,
Syeikh Prof. DR. shalih bin Abdillah Al-fauzaan –Hafizhahullah- merajihkan pengharaman
semua hewan buas yang bertaring menukilkan pernyataan syeikh Muhammad Al-Amien Asy-
Syinqity yang menyatakan: Semua yang sudah absah pengharamannya dengan jalan
periwayatan yang shahih dari Al-Qur`an atau As-Sunnah maka ia haram dan ditambahkan
kepada empat yang diharamkan dalam ayat tersebut. Hal ini tidak bertentangan dengan Al-
Qur`an, karena sesuatu yang diharamkan diluar ayat tersebut dilarang setelahnya. Memang
pada waktu turunnya ayat tersebut tidak ada yang diharamkan kecuali empat tersebut.
Pembatasannya sudah pasti benar ada sebelum pengharaman yang lainnya. Apabila muncul
pengharaman sesuatu selainnya dengan satu perintah yang baru, maka hal itu tidak
menafikan pembatasan yang pertama.
Kebenaran pendapat yang mengharamkan ini dikuatkan juga dengan tinjauan medis bahwa
anjing memiliki cacing pita yang berbahaya bagi manusia. Ditambah lagi dengan air liur
anjing yang najis, sehingga setidaknya anjing meminum air liurnya yang najis dan
memperngaruhi dagingnya. Padahal Rasululah n melarang kita memakan daging hewan yang
mengkonsumsi najis dan kotoran, sebagaimana dalam hadits yang berbunyi
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan hewan Al-Jilaalah (pemakan
najis dan kotoran) dan susunya.”