Anda di halaman 1dari 7

Tugas Manajemen Keuangan Lanjutan

Pengertian Dasar Manajemen Pajak

OLEH
Si Made Ngurah P C4C019003
Rohidin C4C019001

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PENDDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
PURWOKERTO
2019
Pengertian Manajemen Pajak dan Perencanaan Pajak

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa tax planning akan membawa lebih banyak
keuntungan daripada memfokuskan diri pada spesialisasi pajak yang lain seperti tax
management. Dengan tax planning yang unggul perusahaan akan mendapatkan tax
savings jutaan rupiah, keuntungan akan jutaan rupiah ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai
macam expenditure yang lain yang akan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Pendapat lain menyatakan bahwa Tax Management lebih penting karena dengan
melakukan suatu management yang terkontrol atas tata laksana kewajiban perpajakan maka
akan menghindarkan risiko ketidakpatuhan perpajakan dan dengan demikian akan
meminimalisasi risiko hutang pajak yang tidak terduga. Dalam setiap ilmu, semua spesialisasi
adalah penting, dan masing-masing mempunyai keunggulan sendiri-sendiri. Untuk lebih
jelasnya berikut perbedaan masing-masing.

Manajemen Pajak (Tax Management)


Pengertian Manajemen Pajak
Secara umum manajemen pajak didefinisikan sebagai suatu usaha menyeluruh yang
dilakukan menerus oleh wajib pajak agar semua hal yang berkaitan dengan urusan perpajakan
dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan
kontribusi maksimum bagi kelangsungan usaha wajib pajak tanpa mengorbankan
kepentingan penerimaan Negara.
Adapun tujuan akhir yang ingin dicapai dari manajemen pajak adalah optimalisasi
dan/atau meminimalkan beban pajak yang dapat dicapai tidak hanya dengan melakukan suatu
perencanaan yang matang, melainkan juga harus melewati tahap pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling) yang baik dan
terkendali.
Jadi pada dasarnya Manajemen Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi Perencanaan pajak (Fungsi Planning)
2. Fungsi Pengorganisasian pajak (Fungsi Organizing)
3. Fungsi Pelaksanaan pajak (Fungsi Actuating)
4. Fungsi Pengawasan pajak (Fungsi Controlling)
Motivasi Manajemen Pajak

Gunadi, mengutip Simon James dan Christoper Nobes menyebutkan bahwa motivasi
dilakukannya tax management, diantaranya adalah: (i) tingginya tariff pajak; (ii)
kekuranggamblangan ketentuan, baik rumusan eksplisit ketentuan maupun semangat, maksud
dan tujuan implisitnya; (iii) terlalu kecilnya sanksi; (iv) kekurangwajaran atau
kekurangmerataan; dan (v) distorsi dalam system perpajakan.

Syarat Manajemen Pajak yang Baik


Tax Management yang baik harus memenuhi 3 persyaratan utama yaitu: (i) tidak
melanggar/bertentangan dengan ketentuan/peraturan yang berlaku; (ii) secara bisnis masuk
akal (reasonable), karena tax management merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
corporate global strategy; dan (iii) didukung oleh bukti-bukti yang memadai, baik segi
pencatatan akuntansi-keuangannya, maupun segi hokum perjanjian/perikatannya.

Perencanaan Pajak (Tax Planning)


Pengertian Perencanaan Pajak
Perencanaan Pajak (Tax Planning) merupakan tahap awal untuk melakukan analisis
secara sistematis berbagai alternative perlakuan perpajakan dengan tujuan untuk mencapai
pemenuhan kewajiban perpajakan yang optimum. Setelah Tax Planning dilakukan, maka
tahapan berikutnya adalah melaksanakan fungsi pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian perpajakan.
Secara konseptual perencanaan pajak meliputi baik pengurangan pajak secara permanen
maupun kemungkinan penangguhannya. Penghematan pajak dapat diperoleh dari
perencanaan pajak dengan melibatkan beberapa konsep seperti pemanfaatan pengecualian
pajak, pengurangan tariff pajak menyeluruh, maksimalisasi pengurangan penghasilan,
percepatan pengeluaran, penundaan objek pajak, strukturisasi transaksi kena pajak menjadi
tidak kena pajak, dan sebagainya.

Tahapan Perencanaan Pajak


Tahapan-tahapan yang harus dilaksanakana dalam Perencanaan Pajak (Tax Planning)
antara lain adalah sebagai berikut:
 Menganalisis informasi yang ada
 Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak
 Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak
 Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak
 Menutakhirkan rencana pajak.
Pengertian Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Penyelundupan Pajak(Tax
Evasion)

Menurut Harry Graham Balter yang dikutip dalam Zain(2005) penyelundupan pajak
dan penghindaran adalah “Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang
dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang
tidak berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sedangkan
penghindaran pajak merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyelundupan pajak adalah upaya wajib
pajak untuk meminimumkan beban pajak terutang yang dilakukan dengan cara melanggar
undang-undang perpajakan, terutama terjadi dengan penghilangan atau kurang melaporkan
objek pajak yang didukung dengan rekayasa legal, akuntansi dan administratif lainnya.
Sedangkan penghindaran pajak adalah upaya yang dilakukan untuk meminimumkan beban
pajaknya dengan cara memanfaatkan celah-celah (loops) pada peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku sehingga dapat dikatakan penghindaran pajak tidak melanggar
konteks hukum perpajakan yang berlaku.
Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
 Menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak
 Pindah lokasi, adalah memindahan lokasi usaha atau domisili yang tarif pajaknya tinggi
ke lokasi yang tariff pajaknya rendah
 Penghindaran pajak secara yuridis, yaitu melakukan perbuatan sedemikian rupa
sehingga perbuatan-perbatan yang dilakukan tersebut tidak terkena pajak. Biasanya
perbuatan tersebut memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan dari undang-undang
yang dimaksud.

Penyelundupan pajak merupakan suatu tindakan untuk meminimalkan beban pajak


dengan cara melawan ketentuan pajak (ilegal) yang dapat dihukum dengan sanksi pidana.
Merupakan usaha aktif wajib pajak dalam hal mengurangi, menghapus, manipulasi illegal
terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang
telah terutang menurut aturan perundang-undangan.

Penghindaran Pajak yang Diperbolehkan dan Penghindaran Pajak yang Tidak


Diperbolehkan
Rohtagi menyebutkan bahwa di banyak Negara, penghindaran pajak dibedakan menjadi
dua yaitu penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax planning/tax
mitigation) dan penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance).
Artinya penghindaran pajak dapat dianggap illegal apabila transaksi yang dilakukan semata-
mata untuk tujuan penghindaran pajak atau tidak mempunyai tujuan bisnis yang baik
(bonafide business purpose).
Antara satu Negara dengan Negara lainnya dapat saja mempunyai pandangan yang
berbeda tentang skema apa saja yang dapat dikategorikan sebagai penghindaran pajak yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Suatu transaksi akan disebut sebagai penghindaran
pajak yang tidak diperbolehkan apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
 Tidak memiliki tujuan usaha yang baik
 Semata-mata untuk menghindari pajak
 Tidak sesuai dengan spirit intension of parliament
 Adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau kerugian.

Suatu transaksi akan disebut sebagai penghindaran pajak yang diperbolehkan apabila
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
 Memiliki tujuan usaha yang baik
 Bukan semata-mata untuk menghindari pajak
 Sesuai dengan spirit intension of parliament
 Tidak melakukan transaksi yang direkayasa.

Kebijakan Anti Tax Avoidance


Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun
perusahaan(wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena
pajak adalah iuran yang sifatnya memaksa, maka negara juga tidak membutuhkan “kerelaan
wajib pajak.” Yang dibutuhkan negara adalah ketaatan wajib pajak. Suka maupun tidak suka,
rela maupun tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar
pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun
zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini.
Penghindaran pajak merupakan suatu praktik yang secara umum disepakati sebagai
suatu tindakan yang tidak dapat diterima dan harus dicegah serta dilawan. Akan tetapi,
kenyataan bahwa penghindaran pajak dilakukan dengan memanfaatkan celah dalam peraturan
perpajakan sehingga secara literal tidak melanggar hukum yang membuat isu tersebut
menjadi isu diskusi yang tak kunjung usai.
Dalam upaya menghadapi praktik-praktik penghindaran pajak khususnya yang
dilakukan oleh perusahaan multinasional, pada umumnya suatu negara menerbitkan
ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang bersifat khusus (Specific Anti Avoidance
Rule/SAAR) yang diatur dalam undang-undang domestiknya, seperti: controlled foreign
company, arm’s length rule, advance pricing agreement, dan debt to equity ratio.
Secara umum dikenal dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk memerangi praktik
penghindaran pajak menurut Arnold (2008). Yang pertama adalah pendekatan tanpa
menggunakan ketentuan khusus dalam peraturan melalui judicial general anti avoidance
doctrine yang dikembangkan terutama oleh putusan pengadilan. Yang kedua melalui
statutory general anti avoidance rule yang dicantumkan dalam peraturan perpajakan.
Dalam menafsirkan peraturan terutama sehubungan dengan penghindaran pajak,
dikenal dua pendekatan yang berlawanan. Pertama adalah pendekatan literal, yang peraturan
ditafsirkan berdasarkan apa yang secara eksplisit tercantum dalam naskah peraturan. Kedua
adalah pendekatan purposive, yang dalam menafsirkan peraturan juga mempertimbangkan
latar belakang dari dibuatnya peraturan tersebut. Di Indonesia, pendekatan pertama sulit
diterapkan karena penafsiran perundangan di Indonesia masing cenderung secara literal,
sehingga untuk melawan terjadinya penghindaran pajak diperlukan sebuah dasar hukum yang
secara eksplisit tertulis dalam Undang-Undang Perpajakan.
Dalam praktik di beberapa negara, SAAR efektif dalam upaya menangkal praktik-
praktik penghindaran pajak dan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak. Selain
ketentuan yang bersifat khusus tersebut, di banyak negara juga diterbitkan ketentuan
pencegahan penghindaran pajak yang bersifat umum (General Anti Avoidance Rule/GAAR).
Tujuan dibuatnya ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang bersifat umum ini adalah
untuk mengantisipasi praktik penghindaran pajak yang belum diatur dalam ketentuan yang
bersifat khusus atau untuk melawan tindakan tax avoidance yang pada saat dibuatnya
peraturan belum dikenal. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa terdapat
kecenderungan praktik penghindaran pajak dari tahun ke tahun semakin canggih dan sulit
untuk dideteksi serta ditangkal hanya dengan mengandalkan SAAR. Dalam hal ini tax
planning yang dilakukan oleh wajib pajak tidak lagi bersifat defensive tax planning,
melainkan sudah semakin offensive yang sering dikenal dengan istilah aggresive tax
planning. Lebih jauh Cooper mengatakan bahwa GAAR harus memuat pembedaan antara
transaksi yang tergolong acceptable tax avoidance dan yang tergolong unacceptable tax
avoidance karena tidak semua penghindaran pajak bersifat offensive.
Saat ini, untuk meminimalisir praktik penghindaran pajak dalam Undang-Undang
perpajakan sudah dikenal peraturan SAAR dalam Pasal 18 Undang-Undang Pajak
Penghasilan, akan tetapi sering semakin kompleksnya skema-skema penghindaran pajak yang
digunakan, ketentuan dalam Pasal 18 tersebut tentu tidak mungkin dapat mencakup seluruh
jenis transaksi penghindaran pajak. Oleh karena itu, mencegah dan melawan praktik
penghindaran pajak, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan untuk menyusun dan
memperkenalkan suatu Statutory General Anti Avoidance Rule di Undang-Undang
perpajakan di Indonesia, dengan mengambil pelajaran dari negara lain yang telah menerapkan
ketentuan tersebut dalam peraturan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, Noorina. 2013. Pengaruh Faktor Pendidikan, Faktor Pengalaman Kerja dan
Pelatihan Terhadap Pengetahuan Aparatur Pajak Tentang Tax Avoidance (Studi
Kasus atas Aparatur Pajak pada KPP Pratama Batu), Online,
http://digilibfeb.ub.ac.id/mlg_serial/e-jurnal/0910233104_pass.pdf), diakses pada 12
Maret 2016.

Zain, Mohammad. 2005. Manajemen Perpajakan. Jakarta:Salemba Empat.

Modul Chartered Accountant Manajemen Perpajakan. 2015.

www.ortax.org

Anda mungkin juga menyukai