Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini agar kita sebagai perawat mampu:
1. Mengetahui konsep medis penyakit asma
2. Mengetahui konsep keperawatan penyakit asam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luar
saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau
dengan pengobatan.

2. Anatomi Fisiologi

Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara
luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar
udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus
yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.

a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di
dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia
mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam
saluran pernafasan bagian bawah.

b. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat
di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas
tulang leher. Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain, ke atas berhubungan dengan
rongga hidung dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan
dengan rongga mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.

c. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita
suara. Laring dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ
pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, laring akan bergerak ke atas glotis
menutup. Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam
esophagus sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring
mempunyai fungsi batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian
bawah.

d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea
tatap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia
ini bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus
yang turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.

e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu
bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang
menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri
dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya
hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama
bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli.

f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari
bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus
dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding septus atau septum.

Proses Pernafasan dipengaruhi oleh:


1. Ventilasi: pergerakan mekanik udara dari dan ke paru-paru
2. Perfusi : distribusi oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah di paruparu.
3. Difusi: pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
4. Transportasi: pengangkutan O2-CO2 yang berperan pada sistem cardiovaskuler.

3. Etiologi
a. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang
diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang
hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan
seperti susu atau coklat, polusi.
b. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non
spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma
instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia
40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronchial.

4. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih
dari faktor berikut ini.
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
3. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam
paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme,
pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf
pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf
pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok,
emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan astilkolin ini
secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi.

Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan
hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan
pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa
CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan
asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali
dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat,
kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai
ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan
terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
5. Tanda dan Gejala (manifestasi klinik)
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian
penderita disertai nyeri dada). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama,
sehingga ada beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut:
1. Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor
pencetus.
2. Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan
fisik tetapi fungsi paru menunjukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
3. Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru menunjukan obstruksi jalan nafas.
4. Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas,
batuk dan nafas berbunyi. Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan
ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada serangan asma yang berat gejala yang
timbul antara lain:
a. Kompresi otot-otot bantu pernafasan terutama otot sterna.
b. Cyanosis
c. Silent chest
d. Gangguan kesadaran
e. Penderita tampak letih, hiperinflasi dada
f. Thacycardi
5. Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater
sementara terhadap pengobatan yang langsung dipakai.

B. Konsep Dasar Keperawatan

a. Pengkajian
Sesak nafas, batuk, pernapasan abnormal, lebih eanak bernapas pada posisi
duduk, mengi,weezing, nafsu makan berkurang, lemas, kurang energy, dan
kurang istrahat,
b. Diagnose
1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif
Alasan:
 Mengi, weezing
 Batuk
2. Gangguan pertukaran gas
Alasan:
 Sesak nafas
 Pernapasan abnormal
3. Intoleransi aktivitas
Alasan:
 Lebih enak bernapas pada posisi duduk
 Lemas, kurang energy
4. Gangguan pola tidur
 Kurang tidur
 Lelah karna sesak nafas
c. Intervensi dan implementasi
1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif
Noc:
 status pernapasan
Nic :
 manajemen jalan napas
 buka jalan nafas dengan teknil liff atau jaw thrust
sebagaimana mestinya
 indentifikasi kebutuhan actual atau potensial untuk
memasukkan alat pembuka jalan nafas
 monitor statuss pernapasan oksigenasi sebagaimana
mestinya
 posisikan untuk meringankan sesak nafas
 kelolah nebulizer ultrasonic sebagaimana mestinya

 menajemen asma
 ajarkan teknik yang tepat menggunakan pengobatan dan
alat misalnya (inhaler, nebulizer, peak flow meter)
 ajarkan pasien untuk mengidentifikasi dan menghindari
pemicu sebisa mungkin
 berikan pengobatan tepat dan sesuai dengan petunjuk dan
prosedur.
2. gangguan pertukaran gas
noc:
 status nafas
nic:
 monitor pernapasan
 monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan
udara pada pasien.
 Monitor pola nafas
 Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan.

3. toleransi aktifitas
noc:
 toleransi terhadap aktifitas
nic:
 terapi aktivitas
 bantu klien untuk mengindetifikasi aktivitas yang
diinginkan
 pertimbangkan kemampuan klien dalam partisipasi melalui
aktivitas spesifik
4. gangguan pola tidur
noc:

nic:
 Peningkatan tidur
 Sesuaikan lingkungan (misalanya, cahaya, bisingan, suhu,
kasur, dan tempat tidur) untuk meningkatkan tidur.
BAB V
KESIMPULAN

Asma Bronchiale adalah suatu penyakit serius yang biasa dialami oleh anak-anak pada
usia rata-rata 5 tahun pada tahun pertama. Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Karena
kadang-kadang hanya terserang ringan sampai sedang.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor terutama karena mempunyai
riwayat genetik/keturunan yang menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat dicegah dengan
menganjurkan pasien untuk banyak istirahat (mengurangi aktivitas-aktivitas yang cukup berat),
mengkonsumsi makanan yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi stres emosional, serta
menghindari polusi udara seerti asap rokok, dll. Apabila penyakit ini tidak dicegah maka akan
menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.

Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi anak sendiri dan
suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan
penyuluhan akan penyebabnya, cara penanggulangannya dan komplikasinya untuk menambah
pengetahuan anak serta terutama pada orang tua yang mengasuh anak.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott
Company, 2000.
Doengoes Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999.
Lewis. Medical Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby Philadelphia, 2000.
Nancy M. Holloway. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse Corporation,
1988).
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta, 1985.

Anda mungkin juga menyukai