Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu tanda klinis yang ditandai defisit neurologi


fokal atau global yang berlangsung mendadak selama 24 jam atau lebih atau
kurang dari 24 jam yang apat menyebabkan kematian, yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah. Pada tahun 2000, penderita stroke di Amerika
Serikat menghabiskan biaya sebesar 30 milyar dolar Amerika untuk perawatan.
Stroke telah menjadi beban global dalam bidang kesehatan. Data mengenai
penyebab kematian di dunia yang dimulai pada tahun 1990-an menyebutkan
bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di dunia. Stroke merupakan
penyebab kematian utama pada semua umur, dengan proporsi sebesar 15,4%.
stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik.

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,


lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder
karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986).

stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat


disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh
oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen
dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Munculnya
tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran
darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus,
menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan
pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan
intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000)

1
 STROKE NON HEMORAGIK

SNH dapat disebabkan oleh trombus dan emboli. Stroke non hemoragik akibat
trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada tempat tertentu di otak
melalui proses stenosis. Mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat
kompleks dan menyebabkan kematian neuronal yang diikuti oleh hilangnya
fungsi normal dari neuron yang terkena. Memahami patofisiologi stroke non
hemoragik akibat trombus penting dalam penatalaksanaan pasien, khususnya
dalam memberikan terapi secara tepat.

Stroke Berdasarkan kelainan patologis, stroke dapat dibagi menjadi:

a. Stroke hemoragik

i. Perdarahan intra serebral

ii. Perdarahan ekstra serebral (sub-arakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik

i. Trombosis serebri Stroke trombotik

yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen


pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan iskemia. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang
terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.

ii. Emboli serebri


iii.Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-
gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke
tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang
terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen
distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal karena

2
kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab
stroke non hemoragik.

3 FAKTOR RESIKO

 Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan


kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan
dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang
termasuk kelompok ini antara lain usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke
dalam keluarga, serta riwayat serangan transient ischemic attack atau
stroke sebelumnya.
 Kelompok faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan akibat dari
gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, yang meliputi hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung, merokok, alkohol,
obesitas, dan penggunaan kontrasepsi oral.

FISIOLOGI OTAK

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada
tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi
serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR). Dalam keadaan normal dan
sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan
antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut: Komponen CPP
ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood pressure (MABP)
dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan
komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah
otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh
darah otak.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:

a. keadaaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma


atau tersumbat oleh trombus/embolus.

3
b. b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat akan menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia
yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak
AUTOREGULASI

Otak Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk


mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan
perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata –rata adalah 50 –150
mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi
akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan.10
Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi
masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 –200 mmHg dan tekanan
diastolik 60 –120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia,
200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik.
Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari
dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom.

METABOLISME OTAK

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen.


Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan
aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber
energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan
H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara
komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme
anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 –25 ml/100 5 gram otak/ menit
maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan.

PATOFISIOLOGI STROKE NON-HEMORAGIK

Akibat Trombus Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk

4
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).Tempat terjadinya trombosis yang paling
sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna.Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk
glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada
aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2
menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan
jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.2Bila
aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan
untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K + ATP-
ase, sehingga membran potensial akan menurun.13 K + berpindah ke ruang
ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini
menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif 7 sehingga terjadi membran
depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila
menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100
gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan
glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.8Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi
perluasan daerah iskemik.

PERUBAHAN FISIOLOGI PADA ALIRAN DARAH

Otak Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan


menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut :

5
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang
timbul dapat berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau
amnesia umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2
minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan
ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini timbul defisit neurologi yang berlanjut.

DIAGNOSIS STROKE NON HEMORAGIK

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami deficit


neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset
stroke seperti:

1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).

2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari


pertolongan.

6
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,


infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan
hiponatremia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non


hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Kasus
stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya tidak sensitif
mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien, tetapi
cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi
lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik. Teknik-
teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:

1. CT Angiografi

2. CT Scan Perfusion

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau


perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.

PENATALAKSANAAN STROKE NON HEMORAGIK

PENATALAKSANAAN UMUM

1. Umum :

7
Ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan
elektrolit dan cairan, gizi, higiene.

2. Khusus :

Pencegahan dan pengobatan komplikasi

Rehabilitasi

Pencegahan stroke : tindakan promosi, primer dan sekunder.

PENATALAKSANAAN KHUSUS

Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya diberikan:

1. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol

2. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))

Indikasi : Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus
dilakukan selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah
dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.

Kontra Indikasi rtPA t

 resiko tinggi perdarahan


 pasien yangmenerima antikoagulan oral (warfarin), menunjukkan
 mengalami perburukan pendaraha
 punya riwayat stroke atau kerusakan susunan saraf pusat
 hemorrhage retinopathy
 trauma pada external jantung (<10 hari), arterial hipertensi yang tidak
terkontrol, adanya infeksi bakteri endocarditis, pericarditis, pancreatitis akut,
 riwayat ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan terakhir
 oesophageal varicosis, arterial aneurisms, arterial/venous malformation,
neoplasm denganpeningkatan resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah
termasuk sirosis hati, portal hypertension oesophageal varices) dan hepatitis
aktif,

8
 operasi besar atau mengalami trauma yang signifikanpada 10 hari, pendarahan
cerebral, punya riwayat cerebrovascular disease, keganasan intrakranial,
arteriovenous malformation, pendarahan internal aktif.

Dosis : dosis yang direkomendasikan 0,9mg/kg (dosis maksimal 90 mg) secara


infusi selama 60 menit dan 10% dari total dosis diberikan secara bolus selama 1
menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg (10% dari dosis0,9mg/kg) secara iv bolus
selama 1 menit, diikuti dengan 0,81 mg/kg (90% dari dosis 0,9mg/kg) sebagai
kelanjutan infus selama lebih dari 60 menit. Heparin tidak boleh dimulai selama
24 jam atau lebih setelah penggunaan alteplase pada terapi stroke.

Efek Samping : 1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf pusat


(demam), dermatologi (memerah(1%)),gastrointestinal (perdarahan saluran
cerna(5%), mual, muntah), hematologi (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan
minor (7%)), reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan intrakranial
(0,4% sampai 0,87%, jika dosis ≤ 100mg)

Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase (rt-PA) :

Terdiagnosis stroke non hemoragik.

Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.

Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.

Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan Alteplase.

Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.

Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.

Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran


kencing dalam 21 hari terakhir.

Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.

9
Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7 hari
terakhir.

Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.

Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg dan
diastolik kurang dari 110 mmHg).

Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama


pemeriksaan.

Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000
mm3.

Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).

Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi postictal


residual.

Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction (hypodensity


kurang dari 1/3 cerebral hemisphere).

3. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)

4. Neuroprotektan.

PENATALAKSANAAN ( PERDOSSI, 2007 ):

 STADIUM HIPERAKUT
 Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan
otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan

10
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.
 STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan factor faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah
sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga
serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
STROKE ISKEMIK
Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)
≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang

11
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70
mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin
2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas.

TERAPI KHUSUS

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia)

STROKE HEMORAGIK

Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30
mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk.

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah

12
harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit)
sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv
0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala


dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung


diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.

TERAPI KHUSUS

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan


bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-
shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Misbach J. Pola Klinis Stroke Indonesia. Dalam Stroke : Aspek Diagnostik,

Patofisiologi, Manajemen. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

2. Budiman Jusuf. Pedoman Standar Pelayanan Medik dan Standar Prosedur

Operasional Neurologi. Bandung : Rafika Aditama, 2013.

3. Anderson, Jane A. The Golden Hour : Performing an Acute Ischemic

Stroke Workup. In : The Nurse Practitioner. Vol 39 No 9. 2014; 25.

4. Noerjanto. Stroke Non Hemoragis. Dalam : Hadinoto S, Setiawan,


Soetedjo, editor. Stroke, Pengelolaan Mutakhir. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 1992: 29-45.

14

Anda mungkin juga menyukai