Anda di halaman 1dari 33

“LAPORAN PENDAHULUAN LANSIA”

Konsep Teori Lansia

A. Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59


tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

B. Proses Menua

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti


seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami
kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat dan kurang gairah.

Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ,


tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus
sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:

1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,


2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan –
perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus –
menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang
berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh
MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang
menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang
lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang
bertambah banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik
yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung
menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut
untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik.
Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan


bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi
minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola
hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak
memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan
pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah
perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan,
ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)

Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri –


ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994)
adalah:

1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.


2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain
adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial
luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat
ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
C. Teori Proses Menua
1) Teori – teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik
untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul /
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai
contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel)

b) Pemakaian dan rusak


Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh
lelah (rusak)

c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)


Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit.

d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)


Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan
organ tubuh.

e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

f) Teori radikal bebas


Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g) Teori rantai silang


Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan
ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2) Teori kejiwaan sosial


a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
- Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.

- Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari


lanjut usia.

- Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar


tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia

b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada
lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliki.

c) Teori pembebasan (disengagement theory)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :

1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
D. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)

1) Permasalahan umum

a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.


b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia

lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan


lanjut usia.

e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan


lansia.

2) Permasalahan khusus :

a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik


fisik, mental maupun sosial.

b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.

c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.

d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan


masyarakat individualistik.

f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat


mengganggu kesehatan fisik lansia

E. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan

1) Hereditas atau ketuaan genetik


2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
F. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito
urinaria, endokrin dan integumen.

a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,


berkurangnya cairan intra dan extra seluler
b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat
dalam respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca
indra sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi membran
timpani, terjadinya pengumpulan serum karena meningkatnya
keratin
c. Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan
hlangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk
speris, lensa keruh, meningkatny ambang pengamatan sinar,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
d. Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi
kaku , kemampuan jantung memompa darah menurun 1 %
setiap tahun setelah berumur 20 tahun sehingga
menyebabkanmenurunnya kontraksi dan volume, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningg.
e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan
elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.
Kedalaman pernafasan menurun.
f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan
gizi buruk , indera pengecap menurun krena adanya iritasi
selaput lendir dan atropi indera pengecap sampai 80 %,
kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa
manis dan asin
g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi
atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %,
GFR menurun sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap
glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya
menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc
sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang
akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 %
doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi
sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan
menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan
basal metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun
seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.
i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat
kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis
menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung
menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan
makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang
yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut
dan atropi serabut erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban
bergerak. otot kam dan tremor.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.


b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep dir.

3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya (Maslow, 1970)

Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini


terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970)

G. Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia


Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12
macam penyakit lansia, yaitu :

1) Depresi mental
2) Gangguan pendengaran
3) Bronkhitis kronis
4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5) Gangguan pada koksa / sendi pangul
6) Anemia
7) Demensia
KONSEP PENYAKIT KATARAK

A. Pengertian
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur
penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long,
1996).
Katarak adalah kekeruhan (bayangan seperti awan) pada lensa tanpa nyeri
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi akibat kedua-duanya yang
dapat menyebabkan perubahan bayangan gambar dalam retina sehingga secara
berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat
kedua-duanya, biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif serta sering
terjadi pada usia > 50 tahun.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan
serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan
merupakan suatu daerah yang berkabut dan keruh didalam lensa. Pada stadium
dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa dibawah kapsul
mengalami denaturasi. Lebih lanjut protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah
keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal
seharusnya transparan.
Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat sehingga
sangat mengganggu penglihatan, maka keadaan itu perlu diperbaiki dengan cara
mengangkat lensa melalui operasi. Bila ini dilakukan, maka mata kehilangan
sebagaian besar daya biasnya, dan harus digantikan dengan lensa konveks
berdaya penuh didepan mata, atau sebuah lensa buatan ditanam didalam mata
pada tempat lensa dikeluarkan.

B. Klasifikasi

Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam :


1) Katarak kongenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir.
Katarak ini terlihat pada usia dibawah 1 tahun. Jenisnya adalah:

a) Katarak lamelar atau zonular.


b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural
2) Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir. Katarak ini
terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun.
3) Katarak senil
Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena bertambahnya usia. Ada
beberapa macam yaitu:

a) katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa

b) Katarak kortikal
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
c) Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.

Katarak senil dapat dibagi atas stadium:

a) katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang
membentuk gerigi dengandasar di perifer dan daerah jernih di
antaranya.

b) katarak imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum
mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian
yang jernih pada lensa.

c) katarak matur
Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran
air bersama – sama hasil desintegritas melalui kapsul.

d) katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa
mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa.

4) Katarak komplikasi
Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau
penyakit umum.

5) Katarak traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.
6) Katarak trauma toksik
Katarak akibat paparan zat kimia seperti terapi kortikosteroid sistemik,
rokok, alkohol
7) Associated Katarak
Katarak yang berhubungan dengan penyakit spesifik karena kelainan
sistemik atau metabolic seperti DM, galaktosemi distrofi miotonik
C. Etiologi

1. Kimia: keracunan kortikosteroid, ergot dan lain-lain


2. Fisik: trauma mata
3. Penyakit metabolik: diabetes mellitus, galaktosemi, distrofi miotonik
4. Penyakit mata: glaukoma, ablasi, uveitis
5. Genetik
6. Usia  paling sering pada usila  oleh Karen degenerasi
7. Rokok dan konsumsi alkohol meningkatkan risiko katarak

Penyebab utama katarak adalah proses penuaan . Anak dapat menderita


katarak yang biasanya merupakan penyakit yng diturunkan, peradangan di dalam
kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak congenital.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor
lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa seperti DM,
dan obat tertentu, sinar ultraviolet B dari cahaya matahari, efek racun dari rokok,
dan alkoho, gizi kurang vitamin E, dan radang menahan di dalam bola mata. Obat
yang dipergunakan untuk penyakit tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak
seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortizon, ergotamin, indometasin,
medrison, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM, dapat mengakibatkan
timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan
benda, terpotong, panas yang tinggi, bahan Kimia, dapat merusak lensa mata dan
keadaan ini di sebut sebagai katarak traumatic.
D. Manifestasi Klinis

1. Penurunan tajam penglihatan secara progresif


2. Penglihatan seperti berasap
3. Bila katarak bertambah matang maka retina semakin sulit dilihat sampai
akhirnya refleks fundus tidak ada dan pupil berwarna putih.
4. Stadium pada katarak senile:
a. Katarak Insipien
a. Lensa berbentuk bercak-bercak kerutu
b. Kekeruhan ringan
c. Penglihatan terganggu
b. Stadium/matur
a. Lensa cembung  iris terdorong ke depan
b. Bilik mata dangkal
c. Lensa bengkak  katarak intumesen  akibat miopioasi (baca
dekat)
d. Uji gangguan iris positif
c. Stadium matur
a. Kekeruhan pada seluruh lensa  akibat deposisi ion Ca
b. Cairan lensa keluar  bentuk normal
c. Uji bayangan iris (shadow test) negatif
d. Tajam penglihatan sangat menurun
a. Stadium hipermatur
b. Terjadi proses regenerasi lanjut
c. Lensa bisa keras, lembek atau cair
d. Lensa mengecil oleh karena massa lensa keluar dari kapsul  jadi
kering dan kuning
e. Massa cair dalam lensa yang tidak keluar  korteks nampak
bentuk kantong  katarak MORGAGNI

E. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjng
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnta protein lensa normal terjadi disertai influks air kedalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti
diabetes melitus, namun merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika
seseorang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan
harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.

F. Komplikasi

1. Glaukoma
2. Ablasio retina
3. Uveitis
4. Perdarahan vitreus
5. Infeksi
6. Pertumbuhan ke kamera okuli anterior

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan dengan kartu mata snellen/
mesin telebinokular
2. Lapang penglihatan
3. Pengukuran tonografi
4. Pengukuran gonioskopi
5. Tes provokatif
6. Pemeriksaan oftamoskopi
7. Darah lengkap, laju dan pemeriksaan lipid
8. Tes toleransi glukosa/FBS
Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel
sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan di
lakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi
IOL.

H. Penatalaksanaan

1. Tidak ada obat  kecuali bedah, indikasi pembedahan:


a. Katarak mengganggu pekerjaan sehari-hari
b. Katarak matur  cegah komplikasi uveitis, glaucoma
c. Katarak dengan komplikasi
2. Persiapan pasien di bedah:
a. Uji and positif  tidak ada obstruksi fungsi eksresi saluran lakrimal
b. Tidak ada infeksi sekitar mata
c. Tekanan bola mata normal
d. Tekanan darah sistolik 160 mmHg, diastolik 100 mmHg
e. Bola darah normal
f. Tidak batuk.
3. Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa buatan, atau
fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen
dan penggantian lensa.
4. Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja atau keamanan.
Operasi katarak (Ekstraksi lensa)

Indikasi :

 Secara klinis: bila ditemukan uveitis atau berkembang kearah


glaukoma
 Secara verbal: - bila monokuler harus stadium matur
- binokuler: visus orang buta huruf : 5/50
visus orang terpelajar :5/20
Pemeriksaan pre- op katarak

a) Status lokalis
 Fungsi retina harus baik-dengan test proyeksi
 Tidak boleh ada infeksi pada mata atau jaringan sekitar
(missal:uveitis)
 Tak ada glaucoma, bahaya terjadi prolaps bola mata
 Koreksi visus
b) Status generalis, hindari kondisi berikut
 Hipertensi
 DM karena luka sulit sembuh, mudah terjadi infeksi dan perdarahan
post hifema sulit hilang
 Batuk kronik karena bisa terjadi prolaps bola mata
 Gagal jantung
Macam-macam operasi:

a) ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)


Merupakan tindakan pengeluaran lensa bersama-sama dengan kapsul

b) ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)


Dilakukan dengan merobek kapsul anterior dan mengeluarkan inti lensa
dan kortek, sedang sisa lensa diharapkan keluar bersama dengan
aqueoshumour

Post operasi:

Tujuan : cegah infeksi dan terbukanya luka operasi

Pasien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari mengangkat beban


berat selama sebulan. Mata ditutup selama beberapa hari selama beberapa
minggu harus dilindungi dengan pelindung logam pada malam hari.
Kacamata permanent diberikan 6-8 minggu setelah operasi.

I. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak
mengandung vit.C ,vit.A dan vit E
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi: nama, umur, alamat, pekerjaan.
Katarak congenital biasanya terjadi pada sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak juvenill terjadi pada
usia kurang 9 tahun dan lebih 3 bulan. Katarak senile terdapat pada
usia lanjut yaitu diatas 50 tahun.

2. Riwayat penyakit
 Apa yang menyebabkan terjadinya katarak?
 Berapa lama katarak terjadi?
 Bagaimana keluhan yang dirasakan?
 Dimana katarak terjadi?
 Penyakit yang selama ini diderita?
 Penyakit atau riwayat prenatal (pada katarak congenital)?
 Penyakit herediter, menular, congenital pada riwayat penyakit
keluarga?
3. Aktivitas
Gejala: perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.

4. Neorosensori
Gejala: gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa diruang gelap,
perubahan kacamata atau pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.

5. Pemeriksaan penunjang
 Snellen card : untuk memeriksa ketajaman penglihatan
 Pengukuran tonografi: mengkaji TIO(~ 12-25 mmHg)
 Pemeriksaan optalmoskop: adanya dilatasi (untuk memastikan
diagnosa)
 DL/LED: menunjukkan anemia sistemik dan infeksi
 Test toleransi glukosa: menentukan atau control terdapat
penelitian DM

B. Masalah Keperawatan
 Pre operasi:
1. Gangguan persepsi sensori (visual)
2. Resiko cedera (jatuh)
3. deficit perawatan diri
4. Defisit pengetahuan
5. Takut/cemas
6. Isolasi sosial
 Post Operasi
1. Nyeri akut
2. gangguan persepsi sensori
3. Resiko cedera (jatuh)
4. Isolasi social
5. deficit perawatan diri
6. Defisit pengetahuan
7. Ansietas (cemas)
8. Gangguan konsep diri
9. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapiutik
C. Diagnosa dan Intervensi
Pre Operasi:

1) Gangguan persepsi sensori (visual) s/d kekeruhan pada lensa


mata
Tujuan : respon klien terhadap rangsang meningkat sehingga
disorientasi klien dapat dikurangi

Criteria standart:

 Klien mampu mendemonstrasikan perbaikan terhadap


rangsang visual dan mengkomunikasikan keterbatasan visual
 Klien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang
mempengaruhi fungsi penglihatan
 Klien mampu mengidentifikasifaktor-faktor atau sumber
alternative stimuli
Intervensi:

1. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua


mata terlibat
R: kebutuhan individu bervariasi sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat atau progresif

2. Orientasikan klien terhadap lingkungan, staf, orang lain di


areanya
R: memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan

3. Rubah lingkungan sesuai kebutuhan penglihatan klien


 Letakkan alat-alat yang sering digunakan dalam
jangkauan klien dan pada lokasi yang sama
 Atur pencahayaan ruangan yang dapat membentu
penglihatan klien
 Hindari cahaya silau
 Gunakan bahan-bahan yang bertuliskan huruf besar
atau berwarna kontras
R: memberikan rasa nyaman dan aman, lebih mudah melihat

4. Kaji jenis dan jumlah stimuli yang disukai klien dan disarankan
klien terhadap rangsang (radio, TV, percakapan)
R: melatih indera non visual

5. Sediakan sumber-sumber stimuli jika dibutuhkan


R: memberi klien fasilitas yang dibutuhkan

2) Ansietas b/d tindakan pembedahan, kemungkinan kegagalan


penglihatan
Tujuan : ansietas berkurang/hilang
Criteria :
- Klien tenang
- Klien tidak banyak bertanya
- Kooperatif dalam pemberian intervensi dan pengobatan

Intervensi :

1. Kaji tingkat cemas yang dirasakan klien


2. Berikan informasi akurat dan jujur
3. Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah dan
mengekspresikan perasaan
4. Identifikasi sumber/orang yang menolong
5. Jelaskan prosedur pre operasi
3) Resiko tinggi cedera (jatuh) b/d kesulitan dalam proses
bayangan visual dan paham kedalaman persepsi
Tujuan: masalah resiko tidak menjadi actual

Kriteria standart:

 Klien tidak mengalami cedera


 Klien mampu mengidentifikasi dan menghilangkan bahaya
lingkungan
 Klien melaporkan tidak jatuh
 Klien mampu mengidentifikasi alasan yang meningkatkan
jatuh
Intervensi :

1. Berikan nasehat bahwa menutup mata sebelah akan merubah


kedalaman persepsi dan mempersempit lapang pandang
R: klien mengetahui tingkat kemampuan yang dimiliki

2. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien


 Kunci roda dari kursi roda atau tempat tidur
 Berikan pencahayaan yang adekuat
 Upayakan klien turun dari tempat tidur dengan posisi
tempat tidur yang rendah dan tidak pada sisi yang terkena
R: mengurangi potensi yang berbahaya dari lingkungan klien

3. Ajari klien perubahan posisi secara perlahan


4. Ajari klien untuk menjangkau benda-benda agar tidak jatuh
saat berjalan
5. Dorong klien menggunakan alat-alat adaptif seperti tongkat
berjalan jika diperlukan
Post Operasi:
1) Resiko tinggi cedera (jatuh) s/d peningkatan TIO, perdarahan
intra okuler
Tujuan: memberi keamanan yang sesuai sehingga masalah tidak
menjadi actual

Criteria standart:

 Klien dapat menyatakan pemahaman factor yang terlibat


dalam kemungkinan cedera
 Klien menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
meningkatkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari
cedera
 Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan
Intervensi:

1. Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi misalnya


tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan
mata
R: membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan
kerjasama dalam pembatasan aktivitas yang diperlukan

2. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi atau miring ke


posisi yang tidak sakit sesuai keinginan
R: istirahat, menurunkan tekanan pada mata yang sakit,
meminimalkan resiko perdarahan atau stress pada jahitan

3. Batasi aktivitas seperti mengerakkan kepala tiba-tiba,


menggaruk mata, membungkuk
R: menurunkan stress pada area operasi atau menurunkan
TIO
4. Dorong nafas dalam batuk efektif untuk bersihan paru
R: batuk yang tidak efektif dapat meningkatkan TIO

5. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi


R: digunakan yang melindungi dari cedera, kecelakaan dan
menurunkan gerakan bola mata

6. Observasi pembengkakan luka


R: menunjukkan reaksi radang/kerusakan jahitan/TIO

7. Kolaborasi: berikan obat sesuai indiksi seperti antiemetik


R: rasa mual muntah dapat meningkatkan TIO

2) Gangguan persepsi sensorik (visual) s/d gangguan


penerimaan sensori/status organ penginderaan
Tujuan: membatasi respon klien terhadap rangsangan,
mengkompensasi perubahan

Intervensi:

1. Meningkatkan ketajaman penglihatan, catat apakah


satu/kedua mata terlihat
R: kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi
sebab kehilangna penglihatan terjadi lambat/progresif

2. Orientasikan klien terhadap staf, lingkungan, orang lain


diareanya
R: memberikan peningkatan kenyamanan dan
kekeluargaan, menurunkan cemas pasca operasi

3. Observasi tanda-tanda gangguan disorientasi, pertahankan


pagar tempat tidur sampai sembuh dari anastesi
R: menurunkan resiko jatuh bila klien bingung atau tidak
kenal ukuran tempat tidur

4. Pendekatan dari sisi yang tidak dioperasi, bicara dan


menyentuh sering-sering, dorong orang terdekat tinggal
dengan klien
R: memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan
menurunkan bingung

5. Letakkan barang yang dibutuhkan atau poaiai bel pemanggil


dalam jangkauan pada poaiai yang tidak dioperasi
R: memungkinkan klien melihat obyek lebih mudah dan
memudahkan panggilanuntuk pertolongan bila diperlukan

3) Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan


sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan
pascaoperatif, pemberian obat.

Kriteria evaluasi: menurunkan stress emosional, ketakutan dan


depresi, penerimaan pembedahan dan pemahaman
instruksi.

Intervensi :

1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan


untuk mengetahui keprihatinan, perasaan dan tingkat
pemahaman.

R/: Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak


diketahui.

2. Orientasika pasien pada lingkungan yang baru.


R/: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan ansietas.

3. Jelaskan rutinitas operatif


R/: pasien yang telah mendapat mendapat informasi lebih
mudah menerima penanganan dan mematuhi instruksi.
4. Jelaskan intervensi sedetil-detilnya
R/: pasien yang mengalami gangguan visual bergantung
pada masukan indera lai untuk mendapatkan informasi.

5. Dorong untuk menjalankan kebiasaa hidup seharihari bila


mampu.
R/: perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan
rasa sehat

6. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam


perawatan pasien.
R/: pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas
sehubungan dengan penanganan dan perawatan diri.

7. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila


memungkinkan.
R/: isolasi sosial dan waktu luang yang terlau lama dan
menimbulkan perasaan negatif.

4) Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan


penglihatan atau kurang pengetahuan.
Kriteria evaluasi: dapat menurunkan resiko terjadinya cedera.
1. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi
pascaoperasi sampai stabil dan sampai mencapai
penglihatan dan ketrampilan koping yang memadai.
R/: menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah
sempoyongan atau tidak mempunyai ketrampilan koping
untuk kerusakan penglhatan.

2. Bantu pasien manata lingkungan


R/: memfasilitasi kemendirian dan menurunkan resiko
cedera

3. Orientasikan pasien pada ruangan


R/: meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.

4. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata


bila diperlukan.
R/: temeng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap
cedera.

5. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena


trauma
R/: tekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan
serius lebih lanjut.

6. Gunakan prosedur yanga memadai ketika memberikan obat


mata.
R/: cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.

5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur


invasif (bedah pengangkatan katarak)
Kriteria evaluasi : menunjukan peningkatan penyembuhan luka
tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam.

1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum


menyentuh/mengobati mata.
R/: menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah
kontaminasi area operasi.

2. Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari


dalam keluar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap
usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak bila
menggunakan.
R/: tehnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri
dan kontaminasi silang.

3. Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang


dioperasi.
R/: mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi

4. Observasi tanda terjadinya infeksi.


R/: Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan
memerlukan upaya intervensi.

5. Berikan obat sesuai indikasi.


R/: Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana
terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.

6) Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan


TIO,inflamas intervensi bedah, atau pemberian tetes mata
dilator.
Kriteria evaluasi:

1. Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep


R/; pemakaian obat sesuai resep akan mengurangi nyeri
dan TIO serta meningkatkan rasa nyaman.
2. Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma
tumpul
R/: mengurangi edema akan mengurangi nyeri.

3. Kurangi tingkat pencahayaan, cahaya diredupkan, diberi


tirai/kain.
R/: tingkat pencahayaan yang lebih rendah lebih nyaman
setelah pembedahan.

4. Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat.


R/: cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman
setelah penggunaan tetes mata dilator.

7) Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan


dengan kerusakan penglihatan.
Kriteria evaluasi; Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri
1. Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai
tanda dan gejala koplikasi yang harus dilaporkan segera
kepada dokter
R/: penemuan dan penenganan awal komplikasi dapat
mengurangi resiko kerusaka lebih lanjut.
2. Beri instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang
berarti mengenai tehnik yang benar memberikan obat.
R/: pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko
infeksi dan cedera mata.
3. Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
R/: sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan,
pendamping dan teman dirumah.
4. Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.
R/: memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius.:


Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC:
Jakarta

Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.


EGC: Jakarta.

Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia


Medica

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa :


Setiawan Sari. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai