TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
8
9
1. Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting, karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak
didalam rongga tengkorak (cranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat.
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian
ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan
yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-
masing adalah:
1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari
otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku
seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
4) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
10
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.
Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya.
Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh dan belahan
otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan
berpikir rasional.
a. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala,
dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak
Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika
terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
b. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar
dan otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
11
2. Medula Spinalis
Medulla spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi
vertebrae lumbalis I dan II. Ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut
yang disebut konus medularis. Medula spinalis dan batang otak membentuk
struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral dan memberikan tugas
sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot.
Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari.
Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12
torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4 segmen koksigeus. Medulla spinalis
mempunyai 31 pasang saraf spinal; masing-masing segmen mempunyai satu
13
untuk setiap sisi tubuh. Medulla spinalis terdiri dari substansi grisea dan
alba. Substansia grisea di dalam otak ada di daerah eksternal dan substansia
alba pada bagian internal. Di medulla spinalis, substansia grisea ada di
bagian tengah dan semua sisi saraf dikelilingi oleh substansia alba.
Kolumna vertebral melindungi medulla spinalis, memungkinkan gerakan
kepala dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi.
Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan
kedua, sakral dan tulang belakang koksigeus. Masing-masing tulang
belakang mempunyai hubungan dengan ventral tubuh dan dorsal atau
lengkungan saraf, dimana semua berada di bagian posterior tubuh. Medulla
spinalis dikelilingi oleh meningen, duramater, arakhnoid dan piamater. Di
antara duramater dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural. Medulla
spinalis berbentuk struktur H dengan badan sel saraf (substansia grisea)
dikelilingi traktus asenden dan desenden. Bagian bawah yang berbentuk H
meluas dari bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior.
Keadaan tanduk-tanduk ini berupa sel-sel yang mempunyai serabut-serabut,
yang membentuk ujung akar anterior (motorik) dan berfungsi untuk
aktivitas yang disadari dan aktivitas refleks dari otot-otot yang berhubungan
dengan medulla spinalis. Bagian posterior yang tipis mengandung sel-sel
berupa serabut-serabut yang masuk ke ujung akar posterior (sensorik) dan
kemudian bertindak sebagai relay station dalam jaras refleks/sensorik.
Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat
terbagi menjadi tiga kelompok serabut-serabut disebut traktus/jaras. Traktus
posterior menyalurkan sensasi, persepsi terhadap sentuhan, tekanan,
getaran, posisi dan gerakan pasif bagian-bagian tubuh. Sebelum menjangkau
daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah yang
berlawanan pada medulla oblongata. Traktus spinotalamus (serabut-serabut
segera menyilang ke sisi yang berlawanan dan masuk medulla spinalis dan
naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus
dan korteks serebri. Traktus lateral (piramidal, kortiospinal) menyalurkan
impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior dari sisi yang berlawanan di otak.
Serabut-serabut desenden merupakan sel-sel saraf yang di dapat pada daerah
14
3. Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml
per menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan
makanan, sementara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi.
Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan
rusak ireversibel, berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat
mentoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kolateralnya adekuat.
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal
dan dua arteri vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid internal
dibentuk dari percabangan dua karotid dan memberikan sirkulasi darah otak
bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri subklavia,
mengalir ke belakang dan naik pada satu sisi lubang belakang bagian
vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen magnum kemudian saling
berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri
vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak bagian posterior.
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri
terbentuk di antara rangkaian arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran
ini disebut sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotid
internal, anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung
anterior dan posterior. Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung
mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada
sirkulus Willisi member rute alternatif pada aliran darah jika salah satu
peran arteri mayor tersumbat.
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan
bergabung menjadi vena-vena yang besar. Penyilangan pada subarachnoid
dan pengosongan sinus dural yang luas, mempengaruhi vaskular yang
terbentang duramater yang kuat. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup
untuk mencegah aliran balik darah.
15
k. Nervus assesorius
Sifatnya motoris, mensarafi muskulus sternokloide mastoid dan
muskulus trapezius. Fungsinya sebagai saraf tambahan, terbagi atas 2
bagian yaitu bagian yang berasal dari sumsum tulang belakang.
l. Nervus hipoglosus
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya sebagi saraf
lidah dimana saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung. Akhirnya
bersatu dan melewati lubang yang terdapat di sisi foramen occipital, saraf
ini juga memberikan ranting-ranting pada tulang lidah dan otot lidah.
(Syaifuddin, 2011).
Tabel 2.1 Ringkasan Fungsi-Fungsi Saraf Kranial
Saraf cranial Komponen Fungsi
I. Olfaktorius Sensorik Penciuman
II. Optikus Sensorik Penglihatan
III. Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas
Konstriksi pupil Sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV. Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V. Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke lateral
Sensorik Kulit wajah, dua pertiga depan
kulit kepala; mukosa mata; mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah dan
gigi
B. Definisi
Stroke adalah gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pembuluh
darah pecah atau tersumbat oleh gumpalan. Hal ini menghambat pasokan
oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. (WHO,
2011)
Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak yang
menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan
serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
21
C. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yakni:
1. Hipertensif
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.
2. Non-Hipertensif
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah
a) Aneurisma: yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang
akhirnya dapat pecah.
b) Kanker: terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
c) Cerebral amyloid angiopathy (CAA): yang membentuk protein amiloid
dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke
lebih besar.
d) Antikoagulansia / thrombolitik: Kondisi atau obat (seperti aspirin atau
warfarin).
e) Ruptur malformasi arteri dan vena
22
3. Kebiasaan Hidup
a. Merokok
b. Peminum alcohol
c. Obat-obatan terlarang
d. Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga, makanan berkolesterol
23
D. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya
yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya
bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali
seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per
tahunnya. Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000
pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya
perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik
lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar
40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251
penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69
tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75
tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.
Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada laki-laki dan 189 per
100.000 pada perempuan. Di Inggris insidensdi stroke 174 per 100.000 pada
laki-laki dan 233 per 100.000 pada perempuan. Di Swedia, insidens stroke 221
per 100.000 pada laki-laki dan 196 per 100.000 pada perempuan (Riadi,
2013).
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya
cacat ringan maupun berat. Penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah
jantung dan kanker, sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisinya
menderita kelumpuhan sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat
disembuhkan total dari serangan stroke dan kecacatan (Riskesdas, 2013).
Di rumah sakit Dr. H. Moch Ansari saleh khusunya ruang rubi
berdasarkan 10 penyakit terbanyak dalam 3 bulan terakhir stroke hemoragic
memasuki urutan nomor 2 dengan persentase 15%.
24
E. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan
4. Kesulitan menulis atau membaca
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah
10. Kejang
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh (Nurarif & Kusuma, 2016)
Berdasarkan perdarahan diantaranya yaitu:
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum.
Gejala klinis :
a. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
25
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
a. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
b. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
c. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
d. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
e. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
f. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,
atau gangguan pernafasan (Nurarif & Kususma, 2016).
F. Patofisiologi
1. Narasi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
26
2. skema
30
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak (Mutaqqin, 2011).
2. Pembedahan
Pembedahan bisanya dilakukan yaitu Endarterektomi karotis yang
tujuannya untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti
hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol
ventilasi yang baik dapat dipertahankan (Nurarif & Kususma, 2016).
3. Treatment
a. Prinsip pengobatan dan perawatan penderita stroke meliputi tiga aspek,
yakni :
1) Penangan fase akut ( emergensi )
2) Perawatan pasien di ruang rawat inap rumah sakit
3) Perawatan dan rehabilitasi pasien stroke di luar rumah sakit
b. Keberhasilan penanganan stroke ditentukan oleh beberapa hal
diantaranya:
1) Kecepatan penderita dirujuk secara aman ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas memadai.
2) Penanganan stroke yang bersifat kerja tim dokter yangm meliputi
ahli saraf, ahli penyakit dalam, ahli radiologi, ahli bedah saraf dan
perawat
3) Serta kelengkapan sarana penunjang diagnostik stroke yang
dimiliki sarana layanan kesehatan (Genis, 2010)
4. Diet
Makanan yang harus dikonsumsi penderita harus cukup gizi dan
menyehatkan, seperti :
a. Setidaknya lima porsi buah dan sayuran per hari.
b. Sebagian besar makanan harus berbasis pati makanan (seperti sereal,
gandum roti, kentang, nasi, pasta), ditambah buah dan sayuran.
32
5. Aktivitas
Penderita yang dirawat dengan stroke biasanya harus bedrest di
tempat tidur dan tidak boleh melakukan aktivitas yang berat. Hal ini
mencegah terjadinya cedera atau kecelakaan saat beraktivitas.
Apabila kondisi sudah stabil, bisa dilakukan fisioterapi untuk
memulihkan kekuatan otot dan kelenturan sendi, selain itu bisa juga
dilakukan terapi wicara dan terapi okupasi. Terapi psikologis harus
diberikan pasca perawatan di rumah sakit agar klien dapat termotivasi
untuk sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa kembali (Srikandi, 2010)
6. Pendidikan Kesehetan
Hal – hal yang harus dimodifikasi oleh penderita stroke dalam
kehidupan sehari-hari antara lain :
a. Merokok. Jika ] merokok, harus membuat setiap usaha untuk berhenti.
Bahan kimia dalam tembakau dibawa dalam aliran darah dan dapat
merusak arteri. Jika merokok, berhenti merokok dapat sangat
mengurangi resiko mengalami stroke.
b. Tekanan darah tinggi. Pastikan tekanan darah diperiksa setidaknya
sekali setahun. Jika tinggi itu harus diobati. Tekanan darah tinggi
biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat merusak arteri Jika
33
b. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilairespons emosi klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruh dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola presepsi
dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak berdaya, tidak
35
c. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengajian anamesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem
(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain)
yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien
(Muttaqin, 2011).
1) Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara
kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat,
denyut nadi bervariasi.
36
a) B1 (Breating)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan frekuensi
pernapasan.Aukultasi bunyi napas tambahan seperti ronki
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering ditemukan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran, koma.
Pada klien dengan kesadaraan compos metis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan.Palpasi
thorax didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Aukultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan
(Muttaqin, 2011).
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa
terdapat adanya hipertensi masif lebih dari 200 mmHg
(Muttaqin, 2011).
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area dan perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya, pengkajian B3
merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
(1) Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter
yang paling mendasar dan paling penting yang
membutuhkan pengkajian.Tingkat kesadaran klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan.
37
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral,
edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler, kelemahan, flaksid/paralisis hipotonik, paralisis
spastis.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot
fasia/oral.
43
3. Intervensi
a. Diagnosa I :
1) Kriteria evalusi pasien akan :
Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik,
memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
2) Intervensi Diagnosa I :
a) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu atau yang menyebabkan koma atau penurunan
perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional : Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan
atau kemunduran tanda atau kemunduran tanda atau gejala
neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase
awal memerlukan pembendahan dan atau pasien harus di
pindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU).
b) Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan
bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar
Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas
44
c. Diagnosa III :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang telah terjadi, mengungkapkan penerimaan pada
diri sendiri dalam situasi, mengenali dan menggabungkan
perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.
2) Intervensi Diagnosa III :
48
d. Diagnosa IV :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang
memenuhi kebutuhan perawatan diri, melakukan akativitas
perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri,
mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
2) Intervensi diagnosa IV :
a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan
yang menggangu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma.
b) Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
Biarkan lampu menyala, letakkan banda dalam jangkauan
lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit
jika perlu.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya
orang/benda dapat membantu masalah persepsi, mencegah
50
e. Diagnosa V :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
51
f. Diagnosa VI :
1) Kriteria hasil pasien akan :
Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah
komunikasi, membuat metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat diekspresikan, menggunakan sumber-sumber dengan
tepat.
2) Intervensi diagnosa VI :
a) Kaji luasnya gangguan peresepsi dan hubungkan dengan
derajat ketidakmampuannya.
Rasional : Penentuan faktor-faktor secara individu
membantu dalam mengembangkan perencanaan
asuhan/pilihan intervensi.
b) Anjurkan pasien untuk mengekpresikan perasaannya
termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
Rasional : Mendemonstrasikan penerimaan/membantu
pasien untuk mengenal dan mulai mamahami perasaan ini.
c) Tekankan keberhasilan yang kecil sekali pun baik
mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun
kemandirian pasien.
Rasional : Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu
menurunkan perasaan marah dan ketidakberdayaan dan
menimbulkan perasaan adanya perkembangan.
d) Bantu dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang
baik.
Rasional : Membantu meningkatkan perasaan harga diri
dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
53
g. Diagnosa VII :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan posisi yang optimal yang dibuktikan
oleh tidak adanya kontraktuk, mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dari fungsi bagian tubuh yang terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas, serta mempertahankan integritas kulit.
2) Intervensi diagnosa VII :
a) Kaji ulang kemampuan menalan pasien secara individual,
catat luasnya paralisis fasial, gangguan lidah, kemampuan
untuk melindungi jalan nafas. Timbang berat badan secara
periodik sesuai kebutuhan.
Rasional : Identifikasi kemampuan menelan pasien untuk
menentukan pemilihan intervensi yang tepat.
b) Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang
tenang.
Rasional : Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.
54
h. Diagnosa VIII :
1) Kriteria evalusi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan,
kognisi dan fungsi motorik atau sensori, mendemostrasikan
tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda
peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK).
2) Intervensi diagnosa VIII :
a) Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan
rencana/kemungkinan melakukan kembali aktifitas.
55