Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Syaifuddin, 2011)

8
9

1. Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting, karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak
didalam rongga tengkorak (cranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat.
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian
ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan
yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-
masing adalah:
1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari
otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku
seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
4) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
10

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.
Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya.
Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh dan belahan
otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan
berpikir rasional.
a. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala,
dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak
Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika
terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
b. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar
dan otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
11

penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur


gerakan tubuh dan pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur.
c. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang
otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti
kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia
sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik
antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks
limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur
produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori
jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang
salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu
mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan
banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim
disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan
kejujuran (Syaifuddin, 2011).
Istilah limbik (limbus) berarti "batas" atau "tepi." Sistem
limbik mencakup nukleus dan terusan batas traktus antara serebri dan
diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum. Sistem ini merupakan
suatu pengelompokan fungsional bukan pengelompokan anatomis
yang terdiri atas komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon.
Struktur kortikal utama adalah girus singuli (kingulata ) dan
girus hipokampus dan hipokampus. Bagian subkortikal mencakup
12

amigdala, traktus olfaktorius, dan septum. Beberapa ahli menyertakan


hipotalamus dan bagian-bagian talamus dalam sistem limbik karena
memiliki hubungan fungsional yang erat. Secara fungsional sistem
limbik berkaitan dengan:
a. Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
b. Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
c. Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara
tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis
untuk merespons keadaan.
d. Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali
kembali simpanan memori yang diperlukan.
e. Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama
reaksitakut, marah, dan emosi 'yang berhubungan dengan
perilaku seksual.
Sistem limbik memiliki hubungan timbal balik dengan banyak
struktur saraf sentral pada beberapa tingkat integrasi termasuk
neokorteks, hipotalamus, dan RAS dari batang otak. Gangguan
persepsi, terutama dalam mengingat kembali, krisis emosional dan
gangguan hubungan dengan orang lain dan dengan objek,
diperkirakan berhubungan dengan struktur limbic (Muttaqin 2011).

2. Medula Spinalis
Medulla spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi
vertebrae lumbalis I dan II. Ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut
yang disebut konus medularis. Medula spinalis dan batang otak membentuk
struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral dan memberikan tugas
sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot.
Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari.
Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12
torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4 segmen koksigeus. Medulla spinalis
mempunyai 31 pasang saraf spinal; masing-masing segmen mempunyai satu
13

untuk setiap sisi tubuh. Medulla spinalis terdiri dari substansi grisea dan
alba. Substansia grisea di dalam otak ada di daerah eksternal dan substansia
alba pada bagian internal. Di medulla spinalis, substansia grisea ada di
bagian tengah dan semua sisi saraf dikelilingi oleh substansia alba.
Kolumna vertebral melindungi medulla spinalis, memungkinkan gerakan
kepala dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi.
Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan
kedua, sakral dan tulang belakang koksigeus. Masing-masing tulang
belakang mempunyai hubungan dengan ventral tubuh dan dorsal atau
lengkungan saraf, dimana semua berada di bagian posterior tubuh. Medulla
spinalis dikelilingi oleh meningen, duramater, arakhnoid dan piamater. Di
antara duramater dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural. Medulla
spinalis berbentuk struktur H dengan badan sel saraf (substansia grisea)
dikelilingi traktus asenden dan desenden. Bagian bawah yang berbentuk H
meluas dari bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior.
Keadaan tanduk-tanduk ini berupa sel-sel yang mempunyai serabut-serabut,
yang membentuk ujung akar anterior (motorik) dan berfungsi untuk
aktivitas yang disadari dan aktivitas refleks dari otot-otot yang berhubungan
dengan medulla spinalis. Bagian posterior yang tipis mengandung sel-sel
berupa serabut-serabut yang masuk ke ujung akar posterior (sensorik) dan
kemudian bertindak sebagai relay station dalam jaras refleks/sensorik.
Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat
terbagi menjadi tiga kelompok serabut-serabut disebut traktus/jaras. Traktus
posterior menyalurkan sensasi, persepsi terhadap sentuhan, tekanan,
getaran, posisi dan gerakan pasif bagian-bagian tubuh. Sebelum menjangkau
daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah yang
berlawanan pada medulla oblongata. Traktus spinotalamus (serabut-serabut
segera menyilang ke sisi yang berlawanan dan masuk medulla spinalis dan
naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus
dan korteks serebri. Traktus lateral (piramidal, kortiospinal) menyalurkan
impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior dari sisi yang berlawanan di otak.
Serabut-serabut desenden merupakan sel-sel saraf yang di dapat pada daerah
14

sebelum pusat korteks. Bagian ini menyilang di medulla oblongata yang


disebut piramida.

3. Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml
per menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan
makanan, sementara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi.
Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan
rusak ireversibel, berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat
mentoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kolateralnya adekuat.
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal
dan dua arteri vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid internal
dibentuk dari percabangan dua karotid dan memberikan sirkulasi darah otak
bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri subklavia,
mengalir ke belakang dan naik pada satu sisi lubang belakang bagian
vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen magnum kemudian saling
berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri
vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak bagian posterior.
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri
terbentuk di antara rangkaian arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran
ini disebut sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotid
internal, anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung
anterior dan posterior. Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung
mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada
sirkulus Willisi member rute alternatif pada aliran darah jika salah satu
peran arteri mayor tersumbat.
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan
bergabung menjadi vena-vena yang besar. Penyilangan pada subarachnoid
dan pengosongan sinus dural yang luas, mempengaruhi vaskular yang
terbentang duramater yang kuat. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup
untuk mencegah aliran balik darah.
15

4. Barier Darah Otak


Sistem saraf pusat tidak dapat dimasuki beberapa zat yang ada pada
sirkulasi darah (missal: zat warna, obat-obatan, antibiotik). Setelah
disuntikkan ke dalam aliran darah, zat-zat ini tidak menjangkau neuron-
neuron SSP. Fenomena ini disebut barier darah-otak. Sel-sel endotel pada
kapiler-kapiler otak membentuk persimpangan penghubung yang kuat, hal
ini menciptakan barier terhadap molekul makro dan gabungan beberapa zat.
Barier terhadap molekul-molekul besar yang masuk ke dalam cairan
serebrospinal disebabkan oleh rendahnya permeabilitas terhadap sel-sel
yang keluar pada pleksus koroid. Semua zat-zat yang masuk cairan
serebrospinal harus disaring melalui membran kapiler pleksus koroid.
5. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna
dengan berat jenis 1,007, diproduksi di dalam ventrikel dan bersirkulasi di
sekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem ventrikular. Ventrikel
terdiri dari 4 ventrikel yaitu ventrikel lateral kanan, kiri, ventrikel ketiga dan
keempat. Kedua ventrikel lateral keluar ke ventrikel ketiga pada foramen
antara ventrikular dan foramen Monro. Ventrikel ketiga dan keempat
berhubungan melalui saluran Sylvius. Ventrikel keempat menyuplai CSS ke
ruang subarachnoid dan turun ke medulla spinalis pada permukaan daerah
dorsal.
CSS diproduksi di dalam pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan
keempat. Sistem ventrikular dan subarachnoid mengandung kira-kira 150 ml
air: 15 sampai 25 ml dari CSS terdapat di masing-masing ventrikel lateral.
Secara organik dan nonorganik kandungan CSS sama dengan plasma,
tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi. CSS mengandung protein,
glukosa dan klorida, juga mengandung immunoglobulin. Secara normal
CSS mempunyai sedikit sel-sel darah putih dan tidak mengandung sel darah
merah.CSS kembali ke otak dan kemudian disirkulasi mengitari otak,
diabsorbsi melalui vili arakhnoid.
16

6. Saraf Kepala (saraf otak)


Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan
melewati kubang yang terdapat pada kubang tengkorak berhubungan erat
dengan otot panca indera mata, telinga, hidung, lidah dan kulit.
Dalam kepala ada 12 saraf cranial, beberapa diantaranya adalah serabut
campuran gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang terdiri dari
saraf motorik saja atau hanya sensorik saja, misalnya alat-alat panca indera. Saraf
kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka Romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis
(VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius
(XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, dan VIII merupakan saraf
sensorik murni; Saraf kranial III, IV, XI, dan XII terutama merupakan saraf
motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang
dipersarafinya; Saraf kranial V, VII, dan X merupakan saraf campuran.
Saraf kranial III, VII, dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari
cabang parasimpatis sistem saraf otonom.
Saraf kepala terdiri dari:
a. Nervus olfaktorius
Sifatnya sensorik menyerupai hidung membawa rangsangan aroma
(bau- bauan) dari rongga hidung ke otak. Fungsinya saraf pembau yang
keluar dari otak di bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius, kemudian
saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang tapis akan menuju
rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel panca indera.
b. Nervus optikus
Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata membawa rangsangan
penglihatan ke otak. Fungsinya serabut mata yang serabut-serabut
sarafnya keluar dari bukit IV dan pusat-pusat di dekatnya serabut-serabut
tersebut memiliki tangkai otak dan membentuk saluran optic dan bertemu
17

di tangkai hipofise dan membentang sebagai saraf mata, serabut tersebut


tidak semuanya silang.
c. Nervus okulomotoris
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola
mata). Di dalam saraf ini terkandung serabut-serabut saraf otonom.
Fungsinya saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai otak dan
menuju ke lekuk mata dan megusahakan persarafan otot yang
mengangkat kelopak mata atas, selain dari otot miring atas mata dan otot
lurus sisi mata.
d. Nervus troclearis
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola
mata). Fungsinya saraf pemutar mata yang pusatnya terletak di belakang
pusat saraf penggerak mata dan saraf penggerak mata masuk ke dalam
lekuk mata menuju orbital miring atas mata.
e. Nervus trigeminalis
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai 3 buah
cabang yaitu :
1) Nervus optalmikus sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir, kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris sifatnya sensoris, mensarafi gigi-gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, rongga hidung dan sinus masaelaris.
3) Nervus mandibularis sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),
serabut-serabut motorisnya mensarafi otot pengunyah, serabut-serabut
sensorinya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
Fungsinya sebagai saraf kembar 3 dimana saraf ini merupakan saraf
otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf besar yang
mengandung serabut saraf penggerak dan di ujung tulang belakang
yang terkecil mengandung serabut penggerak.
f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai
saraf penggoyang sisi mata dimana saraf ini keluar disebelah bawah
18

jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika, sesudah sampai di


lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
g. Nervus facial
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris). Serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir dan selaput lendir
rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabur-serabut saraf otonom
untuk wajah dan kulit kepala. Fungsinya sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar di sebelah
belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.
h. Nervus auditorius
Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengaran membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai
saraf pendengaran yang mana saraf ini mempunyai 2 buah kumpulan
serabut saraf yaitu rumah keong (koklea), disebut akar tengah adalah
saraf untuk mendengar dan pintu halaman (vestibulum), disebut akar
tengah adalah saraf untuk keseimbangan.
i. Nervus glossofaringeus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), mensarafi faring, tonsil dan
lidah.saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak,di dalamnya
mengandung saraf otonom. Fungsinya sebagai saraf lidah tekak dimana saraf
ini melewati lorong diantara tulang belakang dan karang, terdapat 2 buah
simpul saraf yang di atas sekali dinamakan ganglion jugularis atau ganglion
atas dan yang di bawah dinamakan ganglion petrosum atau ganglion bawah.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), mengandung serabut-
serabut saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,
osofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen dll. Fungsinya sebagai saraf perasa, di mana saraf ini keluar
dari susum penyambung dan terdapat di bawah saraf lidah tekak.
19

k. Nervus assesorius
Sifatnya motoris, mensarafi muskulus sternokloide mastoid dan
muskulus trapezius. Fungsinya sebagai saraf tambahan, terbagi atas 2
bagian yaitu bagian yang berasal dari sumsum tulang belakang.
l. Nervus hipoglosus
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya sebagi saraf
lidah dimana saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung. Akhirnya
bersatu dan melewati lubang yang terdapat di sisi foramen occipital, saraf
ini juga memberikan ranting-ranting pada tulang lidah dan otot lidah.
(Syaifuddin, 2011).
Tabel 2.1 Ringkasan Fungsi-Fungsi Saraf Kranial
Saraf cranial Komponen Fungsi
I. Olfaktorius Sensorik Penciuman
II. Optikus Sensorik Penglihatan
III. Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas
Konstriksi pupil Sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV. Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V. Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke lateral
Sensorik  Kulit wajah, dua pertiga depan
kulit kepala; mukosa mata; mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah dan
gigi

 Refleks kornea atau refleks


mengedip; komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VII
20

VI. Abdusens Motorik  Deviasi mata ke lateral


VII. Fasialis Motorik  Otot-otot ekspresi wajah termasuk
otot dahi, sekeliling mata serta
mulut.
 Lakrimasi dan salvias
Sensorik Pengecapan dua pertiga depan lidah
(rasa, manis, asam, dan asin)
VIII. Cabang vestibularis Sensorik Keseimbangan
Vestibulokoklearis
Cabang koklearis Sensorik Pendengaran
IX. Glosofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salvias
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa
pahit
X. Vagus Motorik Faring, faring: menelan, refieks
muntah, fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah; visera
leher, thoraks dan abdomen
XI. Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII. Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah

B. Definisi
Stroke adalah gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pembuluh
darah pecah atau tersumbat oleh gumpalan. Hal ini menghambat pasokan
oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. (WHO,
2011)
Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak yang
menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan
serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
21

menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak


dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak (Nurarif & Kusuma, 2016).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Wijaya
& Putri, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa stroke hemoragik merupakan pecahnya
pembuluh darah pada otak yang menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan
iskemia pada jaringan sekitarnya.

C. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yakni:
1. Hipertensif
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.

2. Non-Hipertensif
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah
a) Aneurisma: yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang
akhirnya dapat pecah.
b) Kanker: terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
c) Cerebral amyloid angiopathy (CAA): yang membentuk protein amiloid
dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke
lebih besar.
d) Antikoagulansia / thrombolitik: Kondisi atau obat (seperti aspirin atau
warfarin).
e) Ruptur malformasi arteri dan vena
22

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh


darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu :
1. Hemoragik intraserebral: pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak
2. Hemoragik subarachnoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak)

Berdasarkan faktor – faktor yang menyebabkan stroke Menurut Nurarif &


kusuma, (2012) ada 2 yaitu:
1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
a. Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita
b. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke
2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
a. Hipertensi
b. Penyakit jantung
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Diabetes Melitus
f. Polisitemia
g. Stress Emosional

3. Kebiasaan Hidup
a. Merokok
b. Peminum alcohol
c. Obat-obatan terlarang
d. Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga, makanan berkolesterol
23

D. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya
yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya
bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali
seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per
tahunnya. Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000
pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya
perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik
lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar
40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251
penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69
tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75
tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.
Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada laki-laki dan 189 per
100.000 pada perempuan. Di Inggris insidensdi stroke 174 per 100.000 pada
laki-laki dan 233 per 100.000 pada perempuan. Di Swedia, insidens stroke 221
per 100.000 pada laki-laki dan 196 per 100.000 pada perempuan (Riadi,
2013).
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya
cacat ringan maupun berat. Penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah
jantung dan kanker, sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisinya
menderita kelumpuhan sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat
disembuhkan total dari serangan stroke dan kecacatan (Riskesdas, 2013).
Di rumah sakit Dr. H. Moch Ansari saleh khusunya ruang rubi
berdasarkan 10 penyakit terbanyak dalam 3 bulan terakhir stroke hemoragic
memasuki urutan nomor 2 dengan persentase 15%.
24

E. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan
4. Kesulitan menulis atau membaca
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah
10. Kejang
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh (Nurarif & Kusuma, 2016)
Berdasarkan perdarahan diantaranya yaitu:
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum.
Gejala klinis :
a. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
25

b. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai


hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
c. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
d. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK),
misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid (Nurarif &
Kususma, 2016).

2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
a. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
b. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
c. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
d. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
e. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
f. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,
atau gangguan pernafasan (Nurarif & Kususma, 2016).

F. Patofisiologi
1. Narasi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
26

emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan


umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap
ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;
a. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan.
b. Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah
atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat,
dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
27

a. Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah
besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak
dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel
otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah
keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul
nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak
juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
28

Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar


metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak
(Mutaqqin, 2011)
29

2. skema
30

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak (Mutaqqin, 2011).

H. Collaborative Care Management


1. Medikasi
a. Terapi umum klien dengan stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
volume hematoma > 30 ml, perdarahan intravaskuler dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darahpremorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik > 180 mmHg, diastolic > 120 mmHG, MAP > 130
mmHg, dan volume hematoma bertambah. bila terdapat gagal jantung,
tekanan darah hatus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg

b. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan


pada fase akut.
31

c. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa


trombolitik/emobolik.
d. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral (Mutaqqin, 2012)

2. Pembedahan
Pembedahan bisanya dilakukan yaitu Endarterektomi karotis yang
tujuannya untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti
hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol
ventilasi yang baik dapat dipertahankan (Nurarif & Kususma, 2016).

3. Treatment
a. Prinsip pengobatan dan perawatan penderita stroke meliputi tiga aspek,
yakni :
1) Penangan fase akut ( emergensi )
2) Perawatan pasien di ruang rawat inap rumah sakit
3) Perawatan dan rehabilitasi pasien stroke di luar rumah sakit
b. Keberhasilan penanganan stroke ditentukan oleh beberapa hal
diantaranya:
1) Kecepatan penderita dirujuk secara aman ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas memadai.
2) Penanganan stroke yang bersifat kerja tim dokter yangm meliputi
ahli saraf, ahli penyakit dalam, ahli radiologi, ahli bedah saraf dan
perawat
3) Serta kelengkapan sarana penunjang diagnostik stroke yang
dimiliki sarana layanan kesehatan (Genis, 2010)

4. Diet
Makanan yang harus dikonsumsi penderita harus cukup gizi dan
menyehatkan, seperti :
a. Setidaknya lima porsi buah dan sayuran per hari.
b. Sebagian besar makanan harus berbasis pati makanan (seperti sereal,
gandum roti, kentang, nasi, pasta), ditambah buah dan sayuran.
32

c. Tidak banyak makanan berlemak seperti daging berlemak, keju, susu


full krim, gorengan, mentega, dll Gunakan rendah lemak, dan minyak
tak jenuh
d. Setidaknya lauk / makanan yang harus 'berminyak' (seperti ikan
herring, mackerel, sarden, kippers, pilchard, salmon, atau tuna segar).
e. Jika makan daging, haruslah daging yang tidak berlemak, atau unggas
seperti ayam.
f. Jika menggoreng, pilihlah minyak nabati seperti minyak bunga
matahari, lobak atau zaitun.
g. Cobalah untuk tidak menambahkan garam ke makanan, dan membatasi
makanan yang asin.

5. Aktivitas
Penderita yang dirawat dengan stroke biasanya harus bedrest di
tempat tidur dan tidak boleh melakukan aktivitas yang berat. Hal ini
mencegah terjadinya cedera atau kecelakaan saat beraktivitas.
Apabila kondisi sudah stabil, bisa dilakukan fisioterapi untuk
memulihkan kekuatan otot dan kelenturan sendi, selain itu bisa juga
dilakukan terapi wicara dan terapi okupasi. Terapi psikologis harus
diberikan pasca perawatan di rumah sakit agar klien dapat termotivasi
untuk sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa kembali (Srikandi, 2010)

6. Pendidikan Kesehetan
Hal – hal yang harus dimodifikasi oleh penderita stroke dalam
kehidupan sehari-hari antara lain :
a. Merokok. Jika ] merokok, harus membuat setiap usaha untuk berhenti.
Bahan kimia dalam tembakau dibawa dalam aliran darah dan dapat
merusak arteri. Jika merokok, berhenti merokok dapat sangat
mengurangi resiko mengalami stroke.
b. Tekanan darah tinggi. Pastikan tekanan darah diperiksa setidaknya
sekali setahun. Jika tinggi itu harus diobati. Tekanan darah tinggi
biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat merusak arteri Jika
33

memiliki tekanan darah tinggi, pengobatan tekanan darah cenderung


memiliki efek paling besar untuk mengurangi resiko anda mengalami
stroke.
c. Jika kelebihan berat badan, menurunkan berat badan disarankan.
d. Memiliki kolesterol tinggi. Hal ini dapat diobati jika tinggi.
e. Aktivitas. Jika mampu, harus berusaha untuk melakukan beberapa
aktivitas fisik moderat beberapa hari dalam seminggu paling sedikit
selama 30 menit. Misalnya, berjalan cepat, berenang, bersepeda,
menari, berkebun, dll.
f. Diet harus bertujuan untuk makan makanan yang sehat.
g. Alkohol harus dikurangi atau bahkan harus dihentikan .
h. Jika memiliki diabetes, perawatan untuk menjaga kadar gula darah
agar mendekati normal mungkin penting.

I. Nursing Care Management


1. Assesment
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan peng kajian psikososial.
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, agama, suhu bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, dan diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
bantuan kesehatan adalah anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo,tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaraan
(Muttaqin, 2011).
1) Riwayat Penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak
sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
34

tingat kesadaraan dalam hal perubahan perilaku juga umum


terjadiletargi, tidak responsif, dan koma.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala,kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.

b. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilairespons emosi klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruh dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola presepsi
dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak berdaya, tidak
35

ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pola penanggulangan


stress, klien biasanya mempunyai kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses pikir dan kesulitan berkomunikasi.
Pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku tidak stabil, kelemahan atau
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Karena klien harus menjalani
rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status
ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan
dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal.Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehinnga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan piiran klien dan keluarga. Perawat
juga memasuki pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu
keterbatasan yang disbebabkan oleh defisit neurologis dalam
hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalammsistem
dukungan individu (Muttaqin, 2011).

c. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengajian anamesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem
(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain)
yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien
(Muttaqin, 2011).
1) Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara
kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat,
denyut nadi bervariasi.
36

a) B1 (Breating)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan frekuensi
pernapasan.Aukultasi bunyi napas tambahan seperti ronki
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering ditemukan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran, koma.
Pada klien dengan kesadaraan compos metis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan.Palpasi
thorax didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Aukultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan
(Muttaqin, 2011).
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa
terdapat adanya hipertensi masif lebih dari 200 mmHg
(Muttaqin, 2011).
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area dan perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya, pengkajian B3
merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
(1) Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter
yang paling mendasar dan paling penting yang
membutuhkan pengkajian.Tingkat kesadaran klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan.
37

Beberapa sistem dibuat untuk membuat peringkat


perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma
maka penilaiaan GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
(2) Fungsi Serebri
(a) Status Mental: observasi penampilan klien dan
tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik dimana pada
klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
(b) Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam
ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami kerusakan otak, yaitu kesukaran untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
(c) Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan
bahasa tergantungdari daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada
hemisfer yang dominan pada daerah posterior dari
girus temporalis superior (area wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus
frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif dimana klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
38

lancar. Disartria (kesulitan berbicara) ditunjukan


dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
(d) Lobus frontal: kerusakan funsi kongnitif dan efek
psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa dan kurang motivasi, yang menyebabakan
klien ini menghadapi frustasi dalam program
rehabilitasi mereka. Depresi umum mungkin terjadi
dan diperberat oleh respon alamiah klien tehadap
penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain
juga umum terjadi dan dimanisfestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustasi dan
kurang kerja sama.
(e) Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkan
hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral.
Sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
bertlawanan tersebut, stroke pada hemisfer kiri,
mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
39

(3) Pemeriksaan Saraf Kranial


(a) Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman
(b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensorik primer diantara mata dan korteks
tanpa bantuanvisual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial ) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian karena ketidakmampuan untuk
mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
(c) Saraf III, IV, dan VI :apabila akibat stroke
mengakibatkan paralisis seisi otot –otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral disisi yang sakit.
(d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan menguyah. Penyimpangan rahang bawah
ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot
pterigoideus internus dan eksternus.
(e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
(f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
(g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang
baik, kesukaran membuka mulut.
(h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
(i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada
satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal.
40

(4) Sistem motorik


Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan mototrik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi berlawanan dari otak.
(a) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (Paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
(b) Fasikulasi didapatkan oada otot-otot ekstremitas.
(c) Tonus otot didapatkan meningkat.
(d) Kekuatan otot, pada penilaian dengan mengunakan
nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan
nilai 0.
(e) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
(5) Pemeriksaan refleks
(a) Pemeriksaan refleks dalam, pengetukkan pada
tendon, ligamentum, atau peristeum derajat refleks
pada respons normal.
(b) Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut
refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis
(6) Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi
saraf berulang), dan distonia. Pada keadaan tertentu,
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang
41

tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat fokal


kortikal yang peka.
(7) Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada
klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
dengan kehilangan proprioseptif (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,
taktil, dan auditorius.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk
mengunakkan urinal karena kerusakan kontrol motoril dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual
sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
42

kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi


akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek.
Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus,
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan sensorik, atau paralisis /
Hemiplegia mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral,
edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler, kelemahan, flaksid/paralisis hipotonik, paralisis
spastis.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot
fasia/oral.
43

d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan


persepsi sensori, trasmisi, integrasi (trauma neurologis).
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol atau koordinasi otot.
f. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan
biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler atau perseptual.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta
perawatan (Muttaqin, 2011 ).

3. Intervensi
a. Diagnosa I :
1) Kriteria evalusi pasien akan :
Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik,
memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
2) Intervensi Diagnosa I :
a) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu atau yang menyebabkan koma atau penurunan
perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional : Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan
atau kemunduran tanda atau kemunduran tanda atau gejala
neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase
awal memerlukan pembendahan dan atau pasien harus di
pindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU).
b) Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan
bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar
Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas
44

dan kemajuan/resolusi kerusakan Sistem Saraf Pusat (SSP).


Dapat menunjukan Transient Ischemic Attack (TIA).
c) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara
jika pasien sadar.
Rasional : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
merupakan indikator dari lokasi/derajat gangguan serebral
dan mungkin mengidentifikasikan dengan
penurunan/peningkatan TIK.
d) Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan
yang tenang; batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai
indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas
perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
Rasional : Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat
meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragi.
e) Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
Rasional : Hipotensi postural dapat menjadi faktor
pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps
sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi karena
edema, adanya formasi bekuan darah. Tersumbatnya arteri
subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan
tekanan pada kedua lengan.
f) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan
antara kiri dan kanan, dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor
(III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak
tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaaan pupil
ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis
dan parasimpatis yang mempersarafinya.
45

g) Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya


penglihatan yang kabur, ganda, lapang pandang menyempit
dan kedalaman persepsi.
Rasional : Gangguan penglihatan yang telah spesifik
mencerminkan daerah otak yang terkena mengindikasikan
keamanan yang harus mendapat perhatian dan
mempengaruhi intervensi yang harus dilakukan.
b. Diagnosa II :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemostrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat
badan yang diinginkan
2) Intervensi diagnosa II :
a) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal
dengan cara yang teratur.
Klasifikasikan melalui skala 1-5.
1. = pasien tidak tergantung pada orang lain
2. = pasien butuh sedikit bantuan
3. = pasien butuh bantuan/pangawasan/bimbingan
sederhana
4. = pasien butuh bantuan/peralatan yang banyak
5. = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam
pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.
b) Ubah posisi minimal tiap dua jam (miring, telentang).
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan. Daerah yang terkena mengalami
perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan
sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/dekubitus
46

c) Lakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua


ekstremitas (bila memungkinkan). Sokong ekstermitas
dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki selama
periode paralisis.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, menurunkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur menurunkan
resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika
masalah utamanya adalah perdarahan.
d) Gunakan penyangga lengan ketika klien berada dalam
posisi tegak, sesuai indikasi.
Rasional : Selama paralisis flaksid, penggunaan penyangga
dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasio lengan dan
“sindrom bahu-lengan”
e) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
f) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk
(seperti meninggikan bagian kepala) tempat tidur, bantu
untuk duduk disisi tempat tidur.
Rasional : Membantu dalam melatih kembali fungsi saraf,
meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
g) Alasi kursi duduk dengan busa atau balon air dan bantu
pasien untuk memindahkan berat badan dalam interval
yang teratur.
Rasional : Mencegah/menurunkan tekanan koksigeal atau
kerusakan kulit.
h) Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema
atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
Rasional : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah
mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
i) Lakukan massase pada daerah kemerahan dan beri alat
bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai kebutuhan.
47

Rasional : Titik-titik takanan pada daerah yang menonjol


paling beresiko untuk terjadinya penurunan perfusi/iskemia.
Stimulasi sirkulasi dan memberikan bantalan membantu
mencegah kerusakan kulit dan berkembangnya dekubitus.
j) Susun tujuan dengan klien atau orang terdekat untuk
berpartisipasi dalam latihan dan mengubah posisi.
Rasional : Meningkatkan harapan terhadap perkembangan
atau peningkatan dan memeberikan perasaan kontrol atau
kemandirian.
k) Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Rasional : Dapat berespon dengan baik jika daerah yang
sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan
dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kembali
sebagai bagian dari tubuhnya sendiri.
l) Kolaborasikan dengan ahli fisioterapi dan obat-obatan
medis dalam membantu pemulihan kondisi.
Rasional : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

c. Diagnosa III :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang telah terjadi, mengungkapkan penerimaan pada
diri sendiri dalam situasi, mengenali dan menggabungkan
perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.
2) Intervensi Diagnosa III :
48

a) Kaji derajat disfungsi, seperti klien mengalami kesulitan


berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah atau derajat
kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam
beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
b) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan
umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkan tidak nyata. Umpan balik
membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan
tidak mengerti atau berespon sesuai dan memberikan
kesempatan untuk mengklarifikasi isi atau makna yang
terkandung.
c) Tunjukkan objek dan minta klien untuk menunjukkan
nama dari objek tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan motorik (afasia motorik) seperti pasien
mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat
menyebutkannya.
d) Minta klien untuk menggucapkan suara sederhana seperti
“Sh” atau “Pus”.
Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai
komponen motorik dari bicara (seperti : lidah, gerakan
bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi.
e) Minta klien untuk menulis nama atau kalimat pendek.
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan
kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga
merupakan bagian dari afasia sensori dan afasia motorik.
f) Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang
cepat. Berikan pasien jatak waktu untuk merespons.
Bicaralah tanpa tekanan pada sebuah respon.
49

Rasional : Perawat tidak perlu merusak pendengaran dan


meninggikan suara dapat menimbulkan pasien marah.
Mefokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi dan
mungkin menyebabkan pasien terpaksa untuk bicara
otomatis seperti : memutarbalikkan kata.
g) Anjurkan kepada orang terdekat untuk tetap memelihara
komunikasi dengan klien.
Rasional : Mengurangi isolasi sosial pasien dan
meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.

d. Diagnosa IV :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang
memenuhi kebutuhan perawatan diri, melakukan akativitas
perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri,
mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.

2) Intervensi diagnosa IV :
a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan
yang menggangu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma.
b) Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
Biarkan lampu menyala, letakkan banda dalam jangkauan
lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit
jika perlu.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya
orang/benda dapat membantu masalah persepsi, mencegah
50

pasien dari terkejut. Penutupan mata mungkin dapat


menurunkan kebingungan karena adanya pandangan
ganda.
c) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan
perabotan yang membahayakan.
Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi
penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan
kebingungan terhadap interprestasi lingkungan,
menurunkan resiko terjadinya kecelakaan
d) Lindungi pasien dari suhu yang berlebih, kaji adanya
lingkungan yang membahayakan. Rekomendasikan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang
normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien dan
menurunkan resiko terjadinya trauma.
e) Hindari kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebih
sesuai kebutuhan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respons emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori
berlebihan.
f) Lakukan validasi terhadap persepsi pasien. Orientasikan
kembali pasien secara teratur pada lingkungannya, staf dan
tindakan yang akan dilakukan.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi
ketidak-konsistenan dari persepsi dan integritas stimulasi
dan mungkin menurunkan distorsi persepsi pada realitas.

e. Diagnosa V :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
51

keterbatasan residual, mendemonstrasikan perilaku untuk


mengkompensasikan terhadap/defisit hasil.
2) Intervensi diagnosa V :
a) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan
menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari.
0 = pasien tidak tergantung pada orang lain.
1 = pasien butuh sedikit bantuan.
2 = pasien butuh bantuan/pangawasan/bimbingan
sederhana.
3 = pasien butuh bantuan/peralatan yang banyak.
4 = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.
Rasional : Mambantu dalam mangantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
b) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat
dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasional : Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan
dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah
penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin
untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan.
c) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri.
Meningkatkan kemandirian, dan mendorong pasien untuk
berusaha secara kontinu.
d) Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien
waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.
52

Rasional : Pasien akan memerlukan empati tapi perlu


untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu
pasien secara konsisten.

f. Diagnosa VI :
1) Kriteria hasil pasien akan :
Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah
komunikasi, membuat metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat diekspresikan, menggunakan sumber-sumber dengan
tepat.
2) Intervensi diagnosa VI :
a) Kaji luasnya gangguan peresepsi dan hubungkan dengan
derajat ketidakmampuannya.
Rasional : Penentuan faktor-faktor secara individu
membantu dalam mengembangkan perencanaan
asuhan/pilihan intervensi.
b) Anjurkan pasien untuk mengekpresikan perasaannya
termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
Rasional : Mendemonstrasikan penerimaan/membantu
pasien untuk mengenal dan mulai mamahami perasaan ini.
c) Tekankan keberhasilan yang kecil sekali pun baik
mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun
kemandirian pasien.
Rasional : Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu
menurunkan perasaan marah dan ketidakberdayaan dan
menimbulkan perasaan adanya perkembangan.
d) Bantu dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang
baik.
Rasional : Membantu meningkatkan perasaan harga diri
dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
53

e) Dorong orang terdekat agar memberikan kesempatan pada


klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya
sendiri.
Rasional : Membangun kembali rasa kemandirian dan
menerima kebanggaan diri dan meningkatkan proses
rehabilitasi.
f) Berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti
meningkatkan minat/pertisipasi pasien dalam kegiatan
rehabilitatif.
Rasional : Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk
mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam
kehidupan selanjutnya.

g. Diagnosa VII :
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan posisi yang optimal yang dibuktikan
oleh tidak adanya kontraktuk, mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dari fungsi bagian tubuh yang terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas, serta mempertahankan integritas kulit.
2) Intervensi diagnosa VII :
a) Kaji ulang kemampuan menalan pasien secara individual,
catat luasnya paralisis fasial, gangguan lidah, kemampuan
untuk melindungi jalan nafas. Timbang berat badan secara
periodik sesuai kebutuhan.
Rasional : Identifikasi kemampuan menelan pasien untuk
menentukan pemilihan intervensi yang tepat.
b) Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang
tenang.
Rasional : Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.
54

c) Mulai berikan makan per oral setengah cair, makanan


lunak ketika pasien dapat menelan air. Pilih/Bantu pasien
untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu
mengunyah dan mudah ditelan, contohnya : telur, agar-
agar, makanan kecil yang lunak lainnya.
Rasional : Makanan lunak/cair kental lebih muda untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
d) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum
cairan.
Rasional : Menguatkan otot fasialis dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak.
e) Pertahankan masukan dan haluan dengan akurat, catat
jumlah kalori yang masuk.
Rasional : Jika usaha menelan tidak mamadai untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan makanan harus dicarikan
metode alternatif untuk makan.
f) Berikan cairan melalui IV dan/atau makanan melalui
selang.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu
untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

h. Diagnosa VIII :
1) Kriteria evalusi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan,
kognisi dan fungsi motorik atau sensori, mendemostrasikan
tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda
peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK).
2) Intervensi diagnosa VIII :
a) Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan
rencana/kemungkinan melakukan kembali aktifitas.
55

Rasional : Meningkatkan pemahaman, memberikan


harapan pada masa. Datang dan menimbulkan harapan dari
keterabatasan hidup secara “normal”.
b) Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan.
Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang.
Rasional : Aktvitas yang dianjurkan, pembatasan dan
kebutuhan obat/terapi dibuat pada dasar pendekatan
interdisipliner terkoordinasi. Mengikuti cara tersebut
merupakan suatu hal yang penting pada kemajuan
pemulihan/pencegahan komplikasi.
c) Sarankan menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan berpikir.
Rasional : Stimulasi yang beragam dapat memperbesar
gangguan proses berfikir.
d) Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat, seperti
perkumpulan stroke, atau program pendukung lainnya.
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dan
meningkatkan penanganan di rumah dan penyelesaian
terhadap kerusakan.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan
meliputi:
a. Menunjukan peningkatan status pernafasan
1) Gas darah arteri dengan rentang yang dapat diterima.
2) Tidak ada bunyi crackles.
3) Mengatasi sekret tanpa aspirasi.
b. Mendemonstrasikan integritas kulit adekuat
1) Menaati jadwal mengubah posisi.
2) Kulit utuh tanpa bukti dekubitus.
c. Mendemonstrasikan perbaikan mobilitas sendi
1) Partisipasi latihan rentang gerak.
2) Menggunakan alat bantu.
56

3) Tidak memperlihatkan adanya kontraktur.


d. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri dalam
keterbatasannya
1) Mengonpensasi keterbatasan.
2) Mengidentifikasi sasaran untuk perawatan diri.
e. Tidak ada nyeri.
f. Mencapai asupan nutrisi yang adekuat
1) Mempertahankan berat badan.
2) Menunjukkan metode pemberian makanan yang aman.
g. Menunjukkan peningkatan kontrol fungsi usus dan kandung
kemih
1) Berpartisipasi secara aktif dalam program penatalaksanaan
usus dan kandung kemih.
2) Tidak sering mengalami inkontinen usu dan kandung kemih.
h. Memperlihatkan fungsi kognitif seperti sebelum sakit
1) Memperlihatkan kesadaran ke dalaman keterbatasan kognitif.
2) Menggunakan pendekatan alternatif untuk melakukan
kompensasi terhadap fungsi kognitif.
i. Mengungkapkan kemampuan berpartisipasi dalam hubungan
seksual.
j. Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan koping yang
efektif.
k. Memperlihatkan tidak ada komplikasi
1) Tidak menunjukan pneumonia, gagal pernapasan, atau
aspirasi.
2) Tidak ada dekubitus.

Anda mungkin juga menyukai