Makalah
Makalah
DISUSUN
Oleh
M. NASRUL MUSTA’IN
NIM. 13222059
B. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian isolasi DNA.
2. Mengetahui metode-metode dalam isolasi DNA.
3. Mengetahui tahapan-tahapan dalam isolasi DNA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penemuan DNA
DNA ditemukan pada tahun 1869 oleh seorang dokter muda Friedrich
Miescher yang percaya bahwa rahasia kehidupan dapat diungkapkan melalui
penelitian kimia pada sel-sel. Ia memilih sel yang terdapat pada nanah untuk
dipelajari dan ia mendapatkan sel-sel tersebut dari bekas pembalut luka yang
diperolehnya dari ruang bedah. Sel-sel tersebut dilarutkan dalam asam encer
dan dengan cara ini diperolehnya inti sel yang masih terikat pada sejumlah
protein. Kemudian dengan menambahkan enzim pemecah protein ia dapat
memperoleh inti sel saja dan dengan cara ekstraksi terhadap inti sel ini ia
memperoleh suatu zat yang larut dalam basa tetapi tidak larut dalam asam.
Pada waktu itu ia belum menemukan rumus kimia dari zat tersebut, sehingga
ia menamakannya nuclein. Sebenarnya apa yang ia peroleh dari ekstrak inti
sel tersebut adalah campuran senyawa-senyawa yang mengandung 30% DNA
(Rian, 2013).
DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang anti pararel dengan
komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan
pasangan basa. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik
dan bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set
lengkap dari materi genetik (DNA) yang dimiliki suatu organisme dan
terorganisasi menjadi kromosom. DNA juga dapat diisolasi, baik pada
manusia maupun tumbuhan. DNA manusia dapat diisolasi melalui darah.
Komponen darah yang diisolasi yaitu sel darah putih, karena memiliki
nukleus dimana terdapat DNA di dalamnya (Priyani, 2004).
DNA pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan
tumbuhan terdapat di dalam inti sel, dan beberapa organ lain di dalam sel
seperti mitokondria dan kloroplast. Penyebutan nama DNA juga didasarkan
pada lokasi asalnya. DNA genome inti (nuclear DNA genome) berasal dari
inti sel, DNA genom mitokondria (mitokondria DNA genome) berasal dari
mitokondria, DNA genom kloroplast berasal dari kloroplast. Pada organisme
tingkat rendah, DNA penyusun kromosom dan plasmid dibungkus oleh
dinding sel (pada bakteri) atau dibungkus oleh protein tertentu (pada virus).
Kromosom eukariot berbentuk linear sedangkan kromosom prokariot
berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga mengandung satu atau lebih
plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular dengan ukuran yang jauh
lebih kecil dibanding kromosom (Rian, 2013).
Gambar 1. Struktur DNA
(Sumber: Priyani, 2004)
B. Isolasi DNA
Isolasi DNA pertama kali dilakukan oleh ilmuwan asal Swiss bernama
Friedrich Miescher pada tahun 1869. Ia menemukan senyawa asam yang
mengandung nitrogen dan fosfat pada inti sel dari sel darah putih. Senyawa
ini diberi nama nuklein, namun pada tahun 1889 muridnya yaitu Richard
Altmann menamainya asam nukleat. Metode yang digunakan oleh Miescher
adalah alkalyne lysis untuk memecahkan sel dan mengisolasi DNA (Muladno,
2002).
1. Isolasi DNA Kromosom
Metode ini adalah contoh metode alkalyne lysis. Isolasi kromosom
bakteri dimulai dengan menginokulasi biakan pada media Luria Broth
dengan kondisi 37 °C selama 18 jam, lalu suspensi bakteri disentrifugasi
pada 8000 rpm selama 2 menit. Kemudian supernatan dibuang hingga
bersih dan pelet diresuspensi dengan penambahan 400 µL bufer Tris-
EDTA 1X. Suspensi bakteri ditambahkan dengan 100 µL lisozim 50
mg/mL, selanjutnya diinkubasi dengan kondisi 37 °C selama 1 jam dan
setiap 15 menit tabung di-flip. Lalu suspensi bakteri ditambahkan dengan
150 µL SDS 10% dan di-flip, serta ditambahkan 10 µL Proteinase K 10
mg/mL (Yuwono, 2008).
Selanjutnya suspensi bakteri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 1
jam dan setiap 15 menit tabung di-flip. Ke dalam suspensi ditambahkan
100 µL NaCl 5 M dan 100 µL CTAB 10% untuk mengikat protein
sehingga DNA terpisah dari protein, kemudian tabung di-flip. Suspensi
diinkubasi dengan kondisi 65 °C selama 20 menit, dan ditambahkan 200
µL P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk degradasi protein.
Dan juga terdiri dari kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil
alkohol sebagai anti buih. Lalu dibolak-balik. Kemudian suspensi
disentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit (Yuwono, 2008).
Sebanyak 500 µL lapisan atas diambil dan dipindahkan ke tabung
baru, lalu sebanyak 500 µL C:I ditambahkan ke tabung baru. Suspensi
kembali disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, dan lapisan atas
sebanyak 300 µL diambil dan dipindahkan ke tabung baru. Selanjutnya
isopropanol dingin sebanyak 300 µL ditambahkan ke tabung baru
tersebut. Suspensi diinkubasi dengan kondisi -20 oC selama 1 jam,
kemudian disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit. Lalu pelet
ditambahkan dengan 700 µL etanol 70% kemudian di-spin selama 10
detik. Etanol dibuang dan tabung dikeringkan dalam inkubator dengan
kondisi 37 °C, dan pelet diresuspensi dengan 50 µL ddH2O kemudian
diinkubasi dengan kondisi 37 °C (Yuwono, 2008).
2. Isolasi DNA Plasmid
Sebanyak 1,5 mL garam fisiologis untuk menjaga tekanan isotonis
dimasukkan ke tabung mikro lalu biakan sebanyak setengah cawan
bakteri diambil dan dilakukan pengadukan. Tabung mikro disentrifugasi
6000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dari pelet. Pelet
diresuspensi dengan 250 μL larutan A yang terdiri dari Tris-Cl sebagai
pengatur pH, glukosa sebagai penjaga tekanan isotonis, dan EDTA
sebagai chelating agent dingin. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang
selama 5 menit (Muladno, 2002).
Lalu larutan B yang terdiri dari NaOH sebagai pendenaturasi DNA
dan SDS sebagai pelarut membran sel sebanyak 250 μL ditambahkan,
dan tabung mikro dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi baki es selama 10
menit. Larutan C dingin yang terdiri dari kalium asetat dan asam asetat
yang berfungsi untuk merenaturasi DNA sebanyak 250 μL ditambahkan
ke campuran, kemudian dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi 5 menit tepat
di baki es. Selanjutnya tabung mikro disentrifugasi 10.000 rpm selama
10 menit. Lalu supernatan sebanyak 600 μL dipindahkan ke tabung mikro
steril baru (Muladno, 2002).
P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk degradasi
protein, kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil alkohol sebagai
anti buih sebanyak 500 μL ditambahkan ke campuran, lalu dibolak balik
5 kali, lalu disentrifugasi 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan
sebanyak 400 μL dipindahkan ke tabung mikro steril baru, lalu etanol
96% untuk mengikat air sehingga DNA mengendap sebanyak 1 mL
ditambahkan. Suspensi diinkubasi freezer -20 °C, lalu disentrifugasi
10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dengan segera, lalu
etanol 70% untuk mencuci DNA sebanyak 700 μL ditambahkan. Tabung
mikro disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan segera
dibuang. Tabung mikro dikeringkan pada inkubator 37 oC hingga etanol
70% kering. TE atau ddH2O steril sebanyak 30 μL ditambahkan ke
tabung mikro (Muladno, 2002).
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air.
Disamping itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang
mengakibatkan protein larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini,
terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut
organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau
kloroform yang mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform
isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan sifat pelarut organik.
Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk
mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang
terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase antara kloroform
– air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat
menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa
organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Lubis, 2013).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara
kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air
dan kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau
sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air.
Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform
untuk membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan
kloroform-air yang mana protein akan mengalami presipitasi. Penggunaan
kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk didapatkan DNA yang
sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas (20.000–50.000 bp).
Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah untuk menghilangkan kompleks
CTAB dan meninggalkan DNA pada fase aquoeus. DNA kemudian diikat dari
faseaquoeus dengan presipitasi etanol (Lubis, 2013).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi.Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan
presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase
aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk
pellet setelah dilakukan sentrifugasi. Presipitasi juga berfungsi untuk
menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi
(Faatih, 2009).
Prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan
asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar
mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air
berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi
ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat bercampur
dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul isopropanol tidak
dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol
adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan
isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga
DNA akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan
menurunkan aktivitas molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA
(Faatih, 2009).
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari
residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga
mengalami koagulasi namun tidak membentuk struktur fiber dan berada
dalam bentuk presipitat granular. Pada saat etanol atau isopropanol dibuang
dan pellet dikeringkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung
adalah DNA pekat. Proses presipitasi kembali dengan etanol atau isopropanol
sebelum pellet dikeringkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang
diisolasi. Pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol
dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu
garam yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi
bersifat kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama
DNA, oleh sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah
presipitasi dengan isopropanol untuk menghilangkan residu garam (Faatih,
2009).
Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan
etanol, maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan,
perlakuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet
DNA. Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena
etanol mudah menguap. Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur
dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan
kontaminan yang tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang
terikat pada asam nukleat (Rosana, 2014).
Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah
penambahan buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian
disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Buffer TE dan
penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah
diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Pelarutan
kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang
mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA
yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika
disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC (Rosana, 2014).
Menurut Rosana (2014), isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan
menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh beberapa perusahan untuk
mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit isolasi juga
disesuaikan dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan
digunakan.
Gambar 4. Isolasi DNA
(Sumber: Rosana, 2014)
Pada tahun 1960, Werner Arber & Hamilton Smith menemukan enzim
dari mikroba yang dapat memotong DNA utas ganda. Enzim tersebut
sekarang dikenal dengan enzim restriksi atau endonuklease restriksi. Enzim
tersebut mengenal dan memotong DNA pada sekuen spesifik yang panjang 4
sampai dengan 6 pasang basa. Enzim tersebut dikenal dengan enzim restriksi
atau enzim endonuklease restriksi. Secara alami, bakteri menghasilkan enzim
restriksi untuk menghancurkan DNA fage yang menginfeksinya (yang masuk
ke dalam sel bakteri) Sampai saat ini sudah banyak jenis enzim restriksi yang
telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai spesies bakteri. Nama setiap
enzim restriksi diawali dengan tiga huruf yang menyatakan nama bakteri
yang menghasilkan enzim tersebut (Yuwono, 2008).
Dalam bakteri enzim ini berfungsi sebagai perlindungan diri dengan cara
memotong DNA pada sisi pemotongan tertentu. Salah satu contoh enzim
retriksi adalah Enzim EcoRI yang telah diisolasi pertama kali oleh Herbert
Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli. Enzim Ecor memotong
DNA pada bagian yang urutan basanya adalah GAATTC ( sekuens pengenal
bagi EcoRI adalah GAATTC). Di dalam sekuens pengenal tersebut, Enzim
EcoRI memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi hanya memotong
pada bagian atau situs anara G dan A (Yuwono, 2008).
Menurut Yuwono (2008), pada DNA utas ganda, sekuens GAATTC ini
akan berpasangan dengan sekuens yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim
EcoRI ini memotong setiap utas dari utas ganda tersebut pada bagian anatara
G dan A. Sebagai akibatnya, potongan-potongan atau fragmen-fragmen DNA
utas ganda yang dihasilkan akan memliki ujung berutas tunggal. Ujung
seperti ini yang dikenal dengan istilah sticky ends atau cohesive ends. Berikut
adalah contoh organisme-organisme penghasil enzim retriksi. nama enzim
sekuens pengenal organisme asal yaitu :
2. Eksonuklease memotong nukleotida hanya pada ujung atau dari arah luar
1. Komponen PCR
Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah
templat DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang
mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan
nukleotida DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer
PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim polimerase DNA (Faatih,
2009).
a. Templat DNA
Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai
cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat
DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun
fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut
mengandung fragmen DNA target yang dituju. Penyiapan DNA
templat untuk proses PCR dapat dilakukan dengan menggunakan
metode lisis sel ataupun dengan cara melakukan isolasi DNA
kromosom atau DNA plasmid dengan menggunakan metode standar
yang ada. Pemilihan metode yang digunakan di dalam penyiapan
DNA templat tergantung dari tujuan eksperimen (Faatih, 2009).
b. Primer
Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer
yangdigunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai
pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus
menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan
untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan
berdasarkan urutan DNA yang telah diketahui ataupun dari urutan
protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein bisa didapatkan
dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein
yang dituju belum diketahui maka perancangan primer dapat
didasarkan pada hasil analisis homologi dari urutan DNA atau
protein yang telah diketahui mempunyai hubungan kekerabatan yang
terdekat (Faatih, 2009).
c. dNTPs (Deoxynucleotide Triphosphates)
dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP
(deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP
(deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat). Dalam
proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang
diperlukan dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada
gugus –OH pada ujung 3’ dari primer membentuk untai baru yang
komplementer dengan untai DNA templat. Konsentrasi optimal
dNTPs untuk proses PCR harus ditentukan (Fatih, 2009).
d. Buffer PCR dan MgCl2
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh
karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi
buffer di sini adalah untuk menjamin pH medium. Selain buffer PCR
diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari berasal
MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi
aktivitas DNA polimerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan
interaksi primer dengan templat yang membentuk komplek larut dengan
dNTP (senyawa antara). Dalam proses PCR konsentrasi MgCl2
berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses. Umumnya buffer
PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan. Tetapi
disarankan sebaiknya antara MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya
dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi MgCl2 sesuai yang
diperlukan (Faatih, 2009).
e. Enzim Polimerase DNA
Enzim polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi
polimerisasi DNA. Pada proses PCR enzim ini diperlukan untuk
tahap ekstensi DNA. Enzim polymerase DNA yang digunakan untuk
proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh
karena itu enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95 °C.
Aktivitas polimerase DNA bergantung dari jenisnya dan dari mana
bakteri tersebut diisolasi. Sebagai contoh adalah enzim Pfu
polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai
aktivitas spesifik 10x lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik
enzim Taq polymerase (diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus)
(Muladno, 2002).
Penggunaan jenis polymerase DNA berkaitan erat dengan buffer
PCR yang dipakai. Dengan menggunakan teknik PCR, panjang
fragmen. DNA yang dapat diamplifikasi mencapai 35 kilo basa.
Amplifikasi fragmen DNA pendek (kurang dari tiga kilo basa) relatif
lebih mudah dilakukan. Untuk mengamplifikasi fragmen DNA
panjang (lebih besar dari tiga kilo basa) memerlukan beberapa
kondisi khusus, di antaranya adalah diperlukan polimerase DNA
dengan aktivitas yang kuat dan juga buffer PCR dengan pH dan
kapasitas tinggi (High-salt buffer) (Muladno, 2002).
A. Kesimpulan
Isolasi DNA merupakan teknik pemisahan DNA dari zat-zat lain selain
DNA. Metode-metode untuk isolasi DNA yaitu teknik Random Amplified
Polymorphic DNA (RAPD), Metode CTAB, Phenol:Chloroform, Salting Out,
Guanidine Isothiocyanate, Silica Gel, serta PCR (Polymerase Chain
Reaction). Isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara lain:,
lisis, ekstraksi, presipitasi, purifikasi, dan pengawetan. Isolasi DNA akan
sangat bergantung dengan banyaknya DNA yang ingin didapatkan dari isolasi
serta jenis organisme yang akan diisolasi DNAnya.
DAFTAR PUSTAKA