Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) merupakan

pemberian ASI kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa memberikan

makanan atau minuman, kecuali bayi masih membutuhkan obat dan vitamnin yang sudah

dianjurkan oleh dokter. Setelah bayi berumur 6 bulan maka pemberian ASI ekslusif bukan

dihentikan tetapi masih diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.

Pemberian ASI pada bayi dari lahir sampai berusia 6 bulan dan dilanjutkan sampai

bayi berusia 2 tahun sangat dianjurkan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan

pada bayi (WHO, 2018). Ibu dapat mempertahankan pemberian ASI ekslusif selama 6

bulan yang di rekomendasikan oleh WHO agar melakukan inisiasi menyusui dalan 1 jam

pertama kehidupan. Bayi hanya menerima ASI tanpa makanan atau minuman termasuk air,

saat menyusui bayi tidak di diperbolehkan menggunakan dot atau botol susu (WHO, 2018).

Angka cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah sebanyak 25%,

Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur sebanyak 30%, Asia Selatan

sebanyak 47%, dan negara berkembang sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari

40 persen anak di bawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan pemberian ASI

eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%. Ini merupakan target ke lima

WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).


Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam bulan

adalah sebesar 29,5% (Profil Kesehatan Indonesia, 2017). Hal ini belum sesuai dengan

target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi

usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50%.

Berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI ekslusif di

Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan pemberian ASI

eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% tahun 2008,

sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007) menjadi 24,3% (2008)

(Minarto, 2011). Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007

memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tahun

1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (Fikawati dan Syafiq, 2010).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan paling

rendah berada di Sumatera Utara sebesar 12,4%, Gorontalo sebesar 12,5% dan paling

tinggi di DI Yogyakarta sebesar 55,4%. Sementara kondisi Sumatera Barat didapatkan

pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan sebesar 37,6% (Data dan Informasi Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Angka kejadian di jawa tengah (belum)


Berdasarkan laporan dari Puskesmas, pemberian ASI ekslusif pada bayi 0-6

bulan di Kabupaten Kendal sebanyak 4.393 bayi atau 57,8% dari 7.603 bayi yang ada.

Cakupan ini meningkat jika di bandingkan dengan capaian tahun 2013 yang hanya sebesar

47,8%. Masih rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi di sebabkan

oleh adanya banyak faktor, diantaranya rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga

mengenai manfaat dan cara menyusui yang benar, kurangnya konseling dan dukungan dari
tenaga kesehatan yang ada, faktor social budaya, kondisi yang kurang memadai bagi ibu

yang bekerja untuk mendapatkan waktu dan sarana untuk menyusui di tempat kerja dan

banyaknya promosi susu formula. Oleh sebab itu, perlu adanya peran aktif dari

tenaga kesehatan untuk mendorong ibu untuk memberikan ASI eksklusif bagi bayi

melalui upaya promotif yang lebih aktif dan peran serta dari para provider kesehatan

dalam memberikan sarana yang layak untuk memfasilitasi ibu untuk melakukan

kegiatan menyusui baik di tempat kerja maupun di tempat umum lainnya.

Menurut penelitian (Khasanah & Sukmawati, 2019) upaya untuk meningkatkan

Produksi ASI pada ibu menyusui yaitu melalui konseling ataupun pendidikan kesehatan

tentang Nutrisi, Psikologis, cara menyusui, perawatan payudara dan cara memerah ASI,

mengajarkan ibu cara menyusui yang benar, menganjurkan ibu untuk mencari sumber

informasi terkait ASI dari berbagai sumber seperti Browsing dari internet, dan

mengajarkan pijat oksitosin kepada Kader-kader di Posyandu Penyuluhan & pelatihan

kepada ibu menyusui juga dilakukan oleh para bidan sebagai upaya dalam meningkatkan

produksi ASI karena masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang kolostrum

sehingga merasa ASI nya sedikit dan tidak cukup. Saran bidan ke suami ibu menyusui

dalam membantu ibu menyusui meningkatkan produksi ASInya juga dilakukan oleh

bidan diantaranya dengan mengajarkan suami cara pijat oksitosin, membantu mengurus

bayi, memenuhi nutrisi ibu menyusui seperti sayuran hijau, menyarankan suami agar rajin

menemani istrinya control.

Menurut (orisinal, dkk, 2019) Dalam penelitian ini hanya 36,8% ibu yang

mendapat dukungan dari suami, sedangkan ibu yang memberikan ASI secara Eksklusif

hanya sebesar 33,3%. Artinya dukungan suami sangat diperlukan agar ibu dapat
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Jika suami lebih banyak memberikan

dukungan maka akan lebih banyak lagi ibu -ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada

bayinya. Dalam mengatasi ketegangan kehadiran keluarga sangat penting untuk

mendorong ibu dalam meningkatkan kepercayaan diri dan menstabilkan emosinya, serta

memberikan motivasi yang besar terhadap ibu yang menyusui. Oleh karena itu,

dukungan keluarga sangat diperlukan dalam upaya mensukseskan pemberian ASI

Eksklusif.

Upaya yang dilakukan ibu memutuskan apa yang terbaik untuknya dan

menumbuhkan kepercayaan diri ibu dalam memberikan ASI kepada bayi (Roesli,

2005). Konselor ASI dipilih dari tenaga kesehatan yang kemudian mendapatkan

pelatihan khusus konseling menyusui dengan jumlah jam pelatihan yang telah

distandarkan oleh badan kesehatan dunia (World Health Association) yaitu 40 jam.

Melalui pelatihan ini setiap calon konselor belajar tentang ASI dan segala faktor yang

terkait dengan pemberian ASI baik secara medis/teknis, sosial budaya.

Anda mungkin juga menyukai