Email: abiyayat@yahoo.com
ABSTRACT
Cognitive Behavior Therapy (CBT) was designed to improve kognitif and behaviour for people having
automatic negative thinking and negative behaviour. Application of CBT will change mind status and
behavior of client, therefore negative behavior will be positive behavior. The objective of the final
scientific paper was obtaining result description of Application of CBT on hallucinating clients and
violence behaviour by using approach model of Peplau interpersonal relation in Utari room RS Dr
Marzoeki Mahdi Bogor. CBT was applied on 28 clients in Utari room on 9 September-12 November
2013. CBT was appropriate therapy and can be applied to clients with hallucination and violence
behavior, in which all clients can do each session of CBT. Based on the research it is recommended that
CBT can be used as a therapy standard mental health nursing specialist, that can be applied on clients
with hallucination and violence behavior.
Key words: Cognitive Behavior Therapy, hallucination, Violence Risk, Peplau interpersonal model.
Penerapan Cognitif Behavior Therapy Pada Klien Halusinasi dan Perilaku Kekerasan Dengan 29
Pendekatan Model Stress Adaptasi Stuart Dan Model Hubungan Interpersonal Peplau
di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Firman Hidayat, Budi Anna Keliat, Mustikasari
Kemarahan adalah emosi yang normal pada pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
manusia yakni respon emosional yang kuat Upaya-upaya yang dilakukan di rumah sakit
dan tidak menyenangkan terhadap suatu baik medis maupun keperawatan
provokasi baik nyata maupun yang diharapkan mampu menurunkan perilaku
dipersepsikan oleh individu (Thomas, 1998 kekerasan yang dialami klien.
dalam Videbeck, 2008). Kemarahan
memang merupakan suatu respon yang Ketepatan dalam menegakan diagnosis
normal, namun apabila diungkapkan secara sangat menentukan dalam ketepatan
tidak tepat dapat menimbulkan permusuhan memberikan tindakan keperawatan.
dan agresi (Videbeck, 2008). Kemarahan Tindakan keperawatan yang diberikan pada
yang tidak mampu diungkapkan secara klien perilaku kekerasan maupun halusinasi
asertif dapat memanjang hingga respon harus disesuaikan dengan masalah yang
yang paling maladaptif yaitu perilaku terjadi. Perilaku kekerasan yang terjadi
kekerasan. Stuart dan Laraia (2005) secara aktual lebih ditekankan kepada
mengungkapkan bahwa perilaku kekerasan penyelamatan klien dan lingkungan
merupakan suatu bentuk perilaku untuk sekitarnya melalui manajemen krisis
melukai atau mencederai diri sendiri, orang dengan menggunakan psikofarmaka
lain, lingkungan secara verbal atau fisik. maupun secara fisik dengan seklusi atau
Perilaku kekerasan berfluktuasi dari tingkat restrain (Stuart, 2009). Tindakan
rendah sampai tinggi yaitu dari keperawatan pada klien risiko perilaku
memperlihatkan permusuhan pada tingkat kekerasan adalah mengajarkan klien
rendah sampai melukai pada tingkat serius mengenal dan memahami perilaku
dan membahayakan (Stuart, 2009). kekerasan yang dilakukannya serta
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian mengajarkan cara mengendalikan
di atas yaitu perilaku kekerasan merupakan marah/perilaku kekerasan secara fisik,
respon kemarahan yang maladaptif dalam sosial/verbal, spiritual dan pemanfaatan
bentuk perilaku mencederai diri sendiri, obat. Tindakan keperawatan klien dengan
orang lain dan lingkungan sekitarnya baik halusinasi adalah membantu klien
secara verbal maupun nonverbal mulai dari mengenal halusinasi, melatih menghardik
tingkat rendah sampai tingkat tinggi. halusinasi, bercakap-cakap dengan orang
lain, melatih melakukan aktivitas yang
Klien dengan perilaku kekerasan dapat terjadwal, serta minum obat secara teratur
dikenali dari gejala-gejala yang ditunjukkan (Keliat dkk., 2010). Tindakan keperawatan
seperti mondar-mandir, gelisah, ekspresi pada klien perilaku kekerasan maupun
muka dan bahasa tubuh tegang, halusinasi seperti di atas dapat dilakukan
memberikan ancaman melakukan oleh seluruh perawat dengan latar belakang
pembunuhan atau ancaman bunuh diri, pendidikan D3 maupun S1. Hasil yang
agitasi meningkat, reaksi yang berlebihan dicapai akan lebih optimal jika tindakan
terhadap stimulus yang datang dari keperawatan generalis tersebut dipadukan
lingkungan, cemas hingga panik, kesulitan dengan tindakan keperawatan lanjut/
menginterpretasikan lingkungan, mudah spesialis.
curiga, kerusakan proses pikir, perasaan
marah, dan tidak mampu menanggapi Tindakan keperawatan spesialis pada klien
situasi secara proporsional (Townsend, halusinasi adalah cognitive remediation,
2009). Gejala agresif dan hostile menurut cognitive adaptation training, cognitive
Sinaga (2007) ditandai dengan: adanya behavior therapy, group therapy dan family
penyerangan secara fisik / verbal terhadap therapy (Varcarolis, Carson & Shoemaker,
orang lain dan lingkungan sekitarnya, 2006). Terapi tersebut sudah dilaksanakan
mencelakakan diri sendiri, merusak barang di RSMM Bogor terutama oleh mahasiswa
orang lain, atau seksual acting out. Respon Magister dan Spesialis Keperawatan Jiwa
perilaku yang sangat mengancam dan yang sedang melaksanakan praktik aplikasi
membahayakan bagi dirinya, keluarga dan maupun residensi. Tindakan keperawatan
masyarakat sehingga mereka memerlukan spesialis tersebut sebagian telah dilakukan
Penerapan Cognitif Behavior Therapy Pada Klien Halusinasi dan Perilaku Kekerasan Dengan 31
Pendekatan Model Stress Adaptasi Stuart Dan Model Hubungan Interpersonal Peplau
di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Firman Hidayat, Budi Anna Keliat, Mustikasari
(60,71%, 50% memiliki pekerjaan, 2 Psikologis
67,86%) sudah menikah dan 57,14% biaya a. Introvert 20 1,43
perawatan ditanggung oleh Jamkesmas. b. Riwayat 22 8,57
kegagalan/kehilang 14 50,0
Tabel 2 an
Distribusi Faktor Predisposisi Pada Klien c. Riwayat kekerasan
dengan masalah halusinasi dan resiko 3 Sosial cultural
perilaku kekerasan a. Pendidikan 17 0,71
di Ruang Utari Rumah Sakit Marzoeki menengah 17 0,71
Mahdi Bogor Periode 9 September-12 b. Status ekonomi 4 14,29
November 2012 (n=28) rendah
c. Jarang terlibat
No Faktor Predisposisi Jml % kegiatan sosial
1 Biologis
a. Trauma/penyakit 9 2,14 Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa
fisik 19 7,86 pada faktor predisposisi biologis terbanyak
b. Genetik 14 50,0 yaitu adanya riwayat genetik yaitu
c. Riwayat gangguan 5 7,86 sebanyak67,86%. Sebanyak 77,8%
jiwa sebelumya mengalami riwayat kegagalan, serta dari
d. Penyalahgunaan sosial ekonomi rendah sebanyak 60,71%
NAPZA merupakan faktor sosial budaya.
Tabel 3
Distribusi Faktor Presipitasi Pada Klien dengan masalah halusinasi dan resiko perilaku
kekerasan di Ruang Utari Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor Periode 9 September-12
November 2013 (n=28)
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa keinginan yang tidak terpenuhi, pada faktor
pada faktor presipitasi aspek biologis yaitu sosial budaya didapatkan masalah
putus obat sebanyak 19 klien (67,86%), dan pekerjaan sebanyak 67,86%, asal stressor
secara psikologis 78,57% klien memiliki seluruhnya berasal dari internal tetapi ada
Tabel 4.
Distribusi Penilaian Stressor terhadap masalah halusinasi dan resiko perilaku kekerasan di
Ruang Utari Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor Periode 09 September - 12
November 2013 (n=28)
Tabel 5
Distribusi sumber koping pada klien dengan masalah halusinasi dan resiko perilaku kekerasan
di Ruang Utari Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor
09 September - 12 November 2013 (n=28)
No Sumber Koping ∑ %
1 Kemampuan personal
a. Tidak tahu dan tidak mampu cara mengatasi halusinasi dan resiko perilaku 17 60,71
kekerasan 10 35,71
b. Tahu dan mampu cara mengatasi halusinasi dan resiko perilaku kekerasan
2 Dukungan sosial
a. Keluarga tidak tahu dan tidak mampu cara mengatasi halusinasi dan resiko 17 60,71
perilaku kekerasan
b. Keluarga tahu cara mengatasi halusinasi dan resiko perilaku kekerasan 5 17,86
c. Kader Kesehatan Jiwa aktif 3 10,71
3 Ketersediaan material asset
a. Memiliki penghasilan 12 42,86
b. Penghasilan keluarga mencukupi 6 21,43
c. Puskesmas terjangkau 6 21,43
d. Memiliki Jamkesmas/SKTM 25 89,29
4 Keyakinan positif
a. Yakin akan sembuh 20 71,43
b. Tidak yakin akan sembuh 8 28,57
Penerapan Cognitif Behavior Therapy Pada Klien Halusinasi dan Perilaku Kekerasan Dengan 33
Pendekatan Model Stress Adaptasi Stuart Dan Model Hubungan Interpersonal Peplau
di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Firman Hidayat, Budi Anna Keliat, Mustikasari
Berdasarkan tabel 3.7 di atas maka dapat gangguan jiwa dengan risiko frekuensi
dijelaskan bahwa 17 klien (60,71%) tidak tertinggi mengalami gangguan jiwa
tahu dan tidak mampu mengatasi halusinasi yaitu pada usia dewasa.
dan resiko perilaku kekerasan, demikian
juga dengan keluarganya sebanyak 60,71% Usia dewasa merupakan usia produktif
tidak memiliki pengetahuan dan dimana klien memiliki tuntutan untuk
kemampuan merawat anggota keluarga mengembangkan aktualisasi diri, baik
dengan halusinasi dan resiko perilaku dari diri sendiri, keluarga, maupun
kekerasan. Kader yang aktif hanya 10,71% lingkungan. Aktualisasi diri dapat
atau 3 kader. Klien yang memiliki dicapai dengan terlebih dulu mencapai
penghasilan sendiri sebanyak 42,86%, harga diri yang positif (Maslow, 1970
penghasilan keluarga yang mencukupi dalam Townsend, 2009). Individu
kebutuhan hidup sebanyak 21,43%. yang merasa gagal, merasa tidak
Keluarga dapat menjangkau puskesmas berguna ditambah lagi adanya stressor
hanya 21,43% serta sebanyak 89,29% klien lain seperti gagal menemukan
memiliki jamkesmas. Sebagian besar klien pasangan sehingga dampaknya klien
(71,43%) memiliki keyakinan bahwa menjadi malu untuk bersosialisasi
dirinya akan sembuh setelah menjalani merupakan akibat dari
perawatan di rumah sakit. ketidakmampuan klien dalam
mencapai aktualisasi diri. Menurut
PEMBAHASAN Erikson (2000 dalam Stuart & Laraia,
2005), pada usia ini individu mulai
Penerapan terapi spesialis CBT pada klien mempertahankan hubungan saling
halusinasi dan resiko perilaku kekerasan ketergantungan, memilih pekerjaan,
menggunakan pendekatan Model Stres memilih karir, melangsungkan
Adaptasi Stuart dan model hubungan perkawinan.
interpersonal Peplau. Model Stuart
digunakan dalam melakukan pengkajian Individu dalam kehidupannya
dalam bentuk scanning, sedangkan model memiliki tugas-tugas perkembangan
hubungan interpersonal Peplau digunakan sesuai tingkat usianya. Tugas
untuk melihat ketepatan penerapan terapi perkembangan yang tidak dapat
CBT pada klien halusinasi perilaku diselesaikan dengan baik dapat
kekerasan. menjadi stresor untuk perkembangan
berikutnya dan jika stresor tersebut
1. Karakteristik Klien menumpuk sangat berisiko mengalami
a. Usia gangguan jiwa. Kondisi tersebut akan
Klien yang dirawat dengan masalah menyebabkan individu merasa rendah
halusinasi dan resiko perilaku diri dan apabila berlangsung lama akan
kekerasan di ruang Utari sebagian menjadi resiko perilaku kekerasan
besar berada dalam rentang usia 25-65 kronis.
tahun atau pada masa dewasa yaitu 20
klien (71,43%). Masa dewasa b. Jenis Kelamin
merupakan masa kematangan dari Jenis kelamin merupakan bagian dari
aspek kognitif, emosi, dan perilaku. aspek sosial budaya faktor predisposisi
Kegagalan yang dialami seseorang dan presipitasi terjadinya gangguan
untuk mencapai tingkat kematangan jiwa. Seluruh klien adalah perempuan
tersebut akan sulit memenuhi tuntutan karena di ruangan Utari merupakan
perkembangan pada usia tersebut dapat ruang perawatan klien perempuan .
berdampak terjadinya gangguan jiwa Terlepas dari kondisi tersebut, Kaplan,
(Yusuf, 2010). Pendapat tersebut Sadock, dan Grebb (1999); Davison
didukung oleh Stuart (2009) yang dan Neale (2001), dalam Fauziah dan
menyatakan bahwa usia merupakan Widury, (2005) dalam penelitiannya
aspek sosial budaya terjadinya yang menunjukkan bahwa laki-laki
Penerapan Cognitif Behavior Therapy Pada Klien Halusinasi dan Perilaku Kekerasan Dengan 35
Pendekatan Model Stress Adaptasi Stuart Dan Model Hubungan Interpersonal Peplau
di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Firman Hidayat, Budi Anna Keliat, Mustikasari
Penjelasan tersebut menjelaskan mengalami penurunan minat dan
bahwa seseorang yang berada dalam merasa tidak mampu menjalani
sosial ekonomi rendah dan tidak interaksi dengan orang lain karena
memiliki pekerjaan lebih berisiko merasa tidak percaya diri.
untuk mengalami berbagai masalah
terutama kurangnya rasa percaya diri 2. Faktor Predisposisi
dalam menjalankan aktivitas hidup a. Aspek Biologis
sehari-hari. Terapi CBT sangat tepat Sebagian besar faktor predisposisi
dilakukan terhadap individu yang pada klien yang diberikan terapi CBT
mengalami masalah kurang percaya adalah adanya riwayat genetik yaitu
diri sehingga klien memiliki sebanyak 67,86%. Factor genetik
pengetahuan bagaimana cara membina memiliki peran terjadinya gangguan
hubungan dengan orang lain, cara jiwa pada klien yang menderita
melakukan kerja sama dengan orang skizofrenia (Sadock dan Sadock,
lain yang dapat dijadikan sebagai 2007). Jika salah satu orang tua
mekanisme koping konstruktif. menderita gangguan jiwa,
keturunannya memiliki resiko 10%,
e. Status Perkawinan dan resiko sebesar 40% jika kedua
Klien halusinasi dan resiko perilaku orang tua memiliki riwayat gangguan
kekerasan yang dirawat sebagian besar jiwa. Pada klien halusinasi dan resiko
sudah menikah yaitu sebanyak 19 klien perilaku kekerasan yang dilakukan
(67,86,7%). Hal ini didukung dengan pengelolaan, dapat dilihat bahwa
pendapat Hawari (2001) dan Kintono faktor genetik merupakan faktor yang
(2010) yang menyatakan bahwa lebih besar dibandingkan dengan
berbagai masalah perkawinan dapat faktor predisposisi lainnya seperti
menjadi sumber stress bagi seseorang trauma fisik, riwayat napza, ataupun
dan merupakan salah satu penyebab riwayat gangguan jiwa sebelumnya.
umum gangguan jiwa. Masalah umum
yang sering terjadi selama menjalani Pemberian terapi CBT dapat
perkawinan adalah pertengkaran, membantu klien mengembangkan cara
ketidaksetiaan, kematian salah satu berpikir bahwa klien yang memiliki
pasangan, dan perceraian yang jika riwayat anggota keluarga yang
tidak dapat diatasi dapat menjadi mengalami gangguan jiwa akan dapat
sumber stres yang menyebabkan melangsungkan proses kehidupannya
masalah kejiwaan. Cara seseorang tanpa harus merasa minder, tidak
mengatasi permasalah yang muncul percaya diri serta masih tetap dapat
merupakan mekanisme koping dalam melakukan interaksi terhadap orang
menjalankan 5 (lima) fungsi dalam lain.
sebuah keluarga, yaitu fungsi afektif,
fungsi sosialisasi dan penempatan b. Aspek Psikologis
sosial, fungsi reproduksi, fungsi Faktor predisposisi pada aspek
ekonomi, serta memberikan pelayanan psikologis sebagian besar akibat
kesehatan bagi seluruh anggota adanya riwayat kegagalan/kehilangan
keluarga (Friedman, 1998). Beberapa (78,57%). Pengalaman kehilangan dan
fungsi keluarga tersebut merupakan kegagalan akan mempengaruhi respon
stresor bagi setiap orang yang sudah individu dalam mengatasi stresornya.
melangsungkan pernikahan sehingga Hal ini sesuai dengan teori
apabila salah satu atau beberapa fungsi psikoanalisa Freud (1994) yang
tersebut tidak terpenuhi dapat menyampaikan bahwa
menyebabkan terjadinya resiko ketidakmampuan menyelesaikan
perilaku kekerasan. Resiko perilaku masalah, konflik yang tidak disadari
kekerasanyang dialami seseorang antara impuls agresif atau kepuasan
dapat menyebabkan seseorang libido serta pengakuan terhadap ego
Penerapan Cognitif Behavior Therapy Pada Klien Halusinasi dan Perilaku Kekerasan Dengan 37
Pendekatan Model Stress Adaptasi Stuart Dan Model Hubungan Interpersonal Peplau
di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Firman Hidayat, Budi Anna Keliat, Mustikasari
dan resiko perilaku kekerasan dalam koping bagi klien masih belum optimal.
karya ilmiah ini. Didapatkannya Hal ini sejalan dengan pendapat yang
penilaian terhadap stresor pada kelima diungkapkan oleh Videbeck (2008)
respon tersebut mendorong penulis yang menyatakan gangguan jiwa oleh
untuk memberikan terapi CBT yang sebagian besar orang dianggap sebagai
bertujuan untuk membantu penyakit yang membahayakan sehingga
meningkatkan respon kognitif, afektif, perlu diasingkan dari masyarakat dan
fisiologis, perilaku, dan sosialnya. dirawat di rumah sakit.
Penerapan Cognitif Behavior Therapy Pada Klien Halusinasi dan Perilaku Kekerasan Dengan 39
Pendekatan Model Stress Adaptasi Stuart Dan Model Hubungan Interpersonal Peplau
di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Firman Hidayat, Budi Anna Keliat, Mustikasari
sosial ekonomi rendah. Faktor memicu munculnya kembali tanda
presipitasi aspek biologis yaitu putus dan gejala gangguan jiwa pada
obat, psikologis memiliki keinginan klien yang telah kembali dari
yang tidak terpenuhi, pada faktor sosial rumah sakit.
budaya didapatkan masalah pekerjaan,
asal stresor seluruhnya berasal dari
internal. Waktu stresor paling banyak 2. Pelayanan Keperawatan
pada waktu >6 bulan dan jumlah stresor a. Direktur RSMM
seluruhnya lebih dari 1 stresor. 1) Perlunya penempatan ners
3. CBT dapat meningkatkan kemampuan spesialis di setiap ruang rawat
kognitif dan prilaku pada klien inap guna meningkatkan
halusinasi dan resiko prilaku kekerasan. kualitas pelayanan klien
Semua klien telah mampu melakukan terutama dalam pemberian
identifikasi pikiran negatif dan prilaku terapi spesialis.
negatif, dan dapat melawannya dengan 2) Menetapkan kebijakan terkait
tanggapan rasional dengan program pelayanan
4. CBT dapat menurunkan tanda dan keperawatan spesialistik untuk
gejala pada klien yang mengalami menetapkan standar asuhan
halusinasi dan resiko prilaku kekerasan. keperawatan jiwa terkait
5. Pendekatan model hubungan dengan manajemen penerapan
interpersonal Peplau dirasakan tepat terapi spesialis latihan CBT
diterapkan pada klien dengan masalah pada klien halusinasi dan
halusinasi dan prilaku kekerasan karena prilaku kekerasan.
tahapan-tahapan pemberian asuhan
keperawatan dalam model hubungan b. Kepala Bidang Keperawatan
interpersonal Peplau yang terdiri dari Memfasilitasi penerapan pelayanan
tahap orientasi, identifikasi, eksploitasi keperawatan yang bersifat
dan resolusi dapat diterapkan sesuai spesialistik melalui program
dengan karakteristik klien. perencanaan pengembangan tenaga
perawat spesialis jiwa dan
Saran membuat usulan penetapan standar
1. Kementrian Kesehatan asuhan keperawatan penerapan
a. Menyusun kebijakan terkait dengan latihan CBT pada klien halusinasi
program pelayanan keperawatan dan prilaku kekerasan.
jiwa spesialis bagi klien di tatanan
rumah sakit. c. Kepala Ruangan dan Perawat Utari
b. Menetapkan dan mengatur Mempertahankan dan
kebijakan terkait dengan meningkatkan peran perawat
pelaksanaan fungsi sebagai role model dalam
keberlangsungan proses perawatan menjalankan kegiatan pelayanan
klien gangguan jiwa yang telah MPKP dan dalam pelaksanaan
kembali ke rumah dengan manajemen asuhan keperawatan
memberdayakan fasilitas kesehatan jiwa khususnya penerapan terapi
Puskesmas sebagai sarana generalis baik individu maupun
kesehatan yang terdekat dengan kelompok untuk masalah halusinasi
tempat tinggal klien, sehingga dan prilaku kekerasan.
proses perawatan dan pengobatan
klien tidak berhenti. 3. Program Spesialis Keperawatan Jiwa
c. Pemanfaatan jenis terapi yang FIK UI dan Kolegium
memiliki efek long action untuk a. Melanjutkan kerjasama dengan
membantu klien dalam proses pihak rumah sakit, dalam
pengobatan dan mengurangi efek pelaksanaan praktik dan juga
bosan minum obat yang dapat pengembangan berbagai terapi
Penerapan Cognitif Behavior Therapy Pada Klien Halusinasi dan Perilaku Kekerasan Dengan 41
Pendekatan Model Stress Adaptasi Stuart Dan Model Hubungan Interpersonal Peplau
di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Firman Hidayat, Budi Anna Keliat, Mustikasari
Kluwer Academic/Plenum Publishers Care in Evidence-Based Practice. 6th
255-267. ed. Philadelphia: F.A. Davis Company
Oemarjoedi,A.K,.(2003). Pendekatan Varcarolis & Halter. (2009). Psychiatric
cognitive behavior dalam psikoterapi : nursing clinical guide; assesment tools
Penerbit Creative Media: Jakarta and diagnosis . Philadelphia: W.B
Putri, E.D. (2010). Pengaruh rational Saunders Co.
emotive behaviour therapy pada klien Videbeck, S.L.(2008). Buku ajar
dengan perilaku kekerasan di Rumah keperawatan jiwa. Jakarta. EGC.
Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis. Wahyuni, S.E. (2010). Pengaruh cognitive
Tidak dipublikasikan. behaviour therapy terhadap halusinasi
RISKESDAS, Riset Kesehatan Dasar. pasien di Rumah Sakit Jiwa
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pempropsu Medan. Tesis. Tidak
pengembangan Kesehatan Departemen dipublikasikan.
Kesehatan, Republik Indonesia Wahyuningsih, D. (2009). Pengaruh
Shiv es, R (20 08 ). Ba s ic conc ept assertive trainning terhadap perilaku
of p s ychiatr ic a nd M enta l kekerasan pada klien skizoprenia,
H ea l t h Nursing, Mosby, St Louis. Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak
Sinaga, B.R. (2007). Skizofrenia dan dipublikasikan.
Diagnosis Banding, Jakarta : Balai WHO (2013) Mental health action plan
Penerbit FKUI. 2013-2020.1.Mental health. 2.Mental
Stuart, G.W & Laraia, M.T (2005). disorders - prevention and control.
Principles and practice of psychiatric 3.Mental health services. 4.Health
nursing. (7th edition). St Louis: planning. I.World Health Organization
Mosby. Stuart, G.WT (2009). WHO. (2009). Improving health systems
Principles and practice of psychiatric and services for mental health (Mental
nursing. (9th edition). St Louis: health policy and service guidance
Mosby. package). Geneva 27, Switzerland :
Stuart, G.W., (2009). Principles and WHO Press. http//publications.cpa-
practice of psychiatric nursing, (8th apc.org/media,php?mid=503,
ed), St. Louis: Mosby. diperoleh tanggal 27 Desember 2013.
Tomey, M.A & Alligood, M. R (2010), Yusuf, S., (2010), Psikologi perkembangan
Nursing Theories and Their Work, (6th anak dan remaja, Bandung, PT
ed).
St. Louis: Mosby Elsevier. Remaja
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric
Mental Health Nursing Concepts of