Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Sellina Mita Saputri

NIM : 0303172126
KELAS : 1.13
RESUME : II
Pengertian dan Fungsi, Prinsip dan Model Konseling Lintas Budaya

1. Makna Konseling Lintas Budaya

Dalam konseling lintas budaya, budaya atau kebudayaan (culture) meliputi tradisi,
kebiasaan ,nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan dan berpikir yang telah terpola dalam suatu
masyarakat dan diwariskan dar igenerasi kegenerasi serta memberikan identitas pada
komunitas pendukungnya. Secara singkat dapat pula diartikan bahwa budaya adalah
pandangan hidup sekelompok orang, atau dalam rumusan yang lebih umum adalah “cara kita
hidup seperti ini”, the way we are, yang diekspresikan dalam cara (sekelompo korang)
berpikir, mempersepsikan, menilai, dan bertindak. Kata “sekelompok orang” (agroup of
people) perlu di garis bawah iuntuk menunjukkan bahwa budaya selalu menunjukkan pada
ciri-ciri yang melekat pada kelompok, tidak pada (seseorang) individu.

Definisi definisi awal tentang lintas budaya cenderung untuk menekankan pada ras,
etnisitas, dan sebagainya, sedangkan para teoretis mutakhir cenderung untuk mendefinisikan
lintas budaya terbatas pada variabel-variabelnya. Adapun yang dimaksud dengan konseling
lintas budaya (cross- cultural counseling, counseling across cultures, multicultural
counseling) adalah konseling yang melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya
bias-bias budaya (cultural biases) pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak
berjalan efektif. Namun, argumen-argumen yang lain menyatakan, bahwa lintas budaya harus
melingkupi pula seluruh bidang dari kelompok-kelompok yang tertindas, bukan hanya orang
kulit berwarna, dikarenakan yang tertindas itu dapat berupa gender, kelas, agama,
keterbelakangan, bahasa, orientasiseksual, dan usia.

Dilihat dari sisi identitas budaya, konseling lintas budaya merupakan hubungan
konseling pada budaya yang berbeda antara konselor dengan konseli. Burn menjelaskan cross
cultural counseling is the process of counseling individuals who are of different
culture/cultures than that of the the rapist. Oleh sebab itu menurutnya sensitivitas konselor
terhadap budaya konseli menjadi sangat penting.

1
Dalam pandangan Rendon perbedaan budaya bisa terjadi pada ras atau etnik yang
sama ataupun berbeda. Oleh sebab itu definisi konseling lintas budaya yang dapat dijadikan
rujukan adalah sebagai berikut. Konseling lintas budaya adalah berbagai hubungan konseling
yang melibatkan para peserta yang berbeda etnik atau kelompok-kelompok minoritas,atau
hubungan konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang secara rasial dan etnik sama,
tetapi memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain seperti seks,
orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, danusia

Didalam mempelajari Konseling Lintas Budaya, ada empat macam pengetahuan yang
akan sering kita temui, yaitu:

1. Pengetahuan yang pertama adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah.


2. Pengetahuan yang kedua adalah pengetahuan yang bersifat populer, dimana ia berasal
dari dongeng, mitos, kepercayaan, atau takhayul yang berkembang di dalam
sekelompok masyarakat.
3. Pengetahuan ketiga adalah pengetahuan yang bersifat ideologi (nilai).
4. Pengetahuan terkahir adalah hukum, yaitu sesuatu yang mengatur fungsi/peilaku
manusia.

Menurut Shiraev dan Levy, saat ini ada dua jenis pengaruh budaya. Kedua jenis
tersebut adalah budaya tradisional dan non-tradsional (modern). Budaya tradisional adalah
budaya yang berakar kepada tradisi, aturan, simbol,dan prinsip yang kebanyakan dibuat di
masa lalu.1

2. Fungsi Konseling Lintas Budaya

Bagi seorang konselor, konseling lintas budaya ini berfungsi memahami dampak yang
mungkin terjadi dari perbedaan budaya ini. Pengetahuan mereka tentang perbedaan
komunikasi, bagaimana gaya komunikasi ini mungkin akan menimbulkan perselisihan atau
membantu perkembangan dalam proses konseling pada klien, dan bagaimana cara mencegah
dampak yang mungkin terjadi itu, sehingga konselor dapat mengentaskan permasalahan yang
sedang dialami klien akan tetapi tidak hanya berusaha membantu klien keluar dari
masalahnya saja konselor pun berusaha memelihara dan mengembangkan potensi-potensi
dari dalam diri klien khususnya kesadarannya terhadap keragaman budaya sehingga akan

1
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Lintas Budaya, Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, Hal 3-6.

2
dapat lebih menghargai agama, keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh orang lain, termasuk
atribut dan hal-hal yangbersifat tabu, karena hal tersebut mempengaruhi pandangan
seseorang.
Selain itu, konseling lintas budaya berfungsi membantu seorang konselor dalam
melakukan pendekatan sesuai dengan keragaman budaya tersebut dalam melaksanakan
konseling.2

3. Prinsip Konseling Lintas Budaya

Dalam konseling lintas budaya, prinsip-prinsip yang digunakan bersumber dari


kajianfilosofis, teoritis, hasil penelitian dan kajian pengalaman dalam praktek bimbingan dan
konseling yang berwawasan budaya. Prinsip-prinsip konseling lintas budaya banyak yang
bersifat hipotesis, berupa pemikiran, dan masih terus berkembang.
Ada sejumlah kesepakatan dari para praktis, peneliti, dan ahli-ahli teori tentang prinsip-
prinsip konseling lintas budaya, yaitu:

1. Teknik atau aktivitas para konselor semakin berubah. Yaitu menyesuaikan atau
menerapkan dalam lingkungan budaya yang berbeda. Hal ini bukan berarti konseling
secara otomatis mengikuti budaya klien apa adanya.
2. Permasalahan dalam proses konseling akan cenderung meningkat, jika antara klien dan
konselor terdapat perbedaan kebudayaan yang semakin melebar.
3. Permasalah atau problem, pola-pola perilaku bermasalah akan berbeda-beda dalam
berbagai budaya.
4. Norma, harapan, perilaku stress juga memiliki keragaman antara kebudayaan. Klien-
klien dari berbagai budaya memiliki cara yang berbeda dalam penyesuaian diri.
5. Konsep-konsep konseling dan pola-pola membantu berkaitan dengan suatu
kebudayaan.
4. Model Konseling Lintas Budaya

Palmer and Laungani mengajukan tiga model konseling lintas budaya, yakni (1)
culture centred model, (2) integrative model, dan (3) ethnomedical model.

2
http://islamiccounselingg.blogspot.com/2017/09/konseling-lintas-budaya.html?m=1 diakses 1oktober2019.

3
1. Model Berpusat pada Budaya (Culture Centred Model)

Palmer and Laungani berpendapat bahwa budaya-budaya barat menekankan


individualisme, kognitifisme, bebas, dan materialisme, sedangkan budaya timur menekankan
komunalisme, emosionalisme, determinisme, dan spiritualisme. Konsep-konsep ini bersifat
kontinum tidak dikhotomus. Pengajuan model berpusat pada budaya didasarkan pada suatu
kerangka pikir (framework) korespondensi budaya konselor dan konseli. Diyakini, sering kali
terjadi ketidak sejalanan antara asumsi konselor dengan kelompok-kelompok konseli tentang
budaya, bahkan dalam budayanya sendiri. Konseli tidak mengerti keyakinan-keyakinan
budaya yang fundamental konselornya demikian pula konselor tidak memahami keyakinan-
keyakinan budaya konselinya. Atau bahkan keduanya tidak memahami dan tidak mau berbagi
keyakinan-keyakinan budaya mereka.

2. Model Integratif (Integrative Model)

Berdasarkan uji coba model terhadap orang kulit hitan Amerika, Jones merumuskan
empat kelas variabel sebagai suatu panduan konseptual dalam konseling model integratif,
yakni sebagai berikut :

a. Reaksi terhadap tekanan-tekanan rasial (reactions to racial oppression).


b. Pengaruh budaya mayoritas (influence of the majority culture).
c. Pengaruh budaya tradisional (influence of traditional culture).
d. Pengalaman dan anugrah individu dan keluarga (individual and family experiences and
endowments).

Menurut Jones (Palmer and Laungani, 2008), pada kenyataannya sungguh sulit untuk
memisahkan pengaruh semua kelas variabel tersebut. Menurutnya, yang menjadi kunci
keberhasilan konseling adalah asesmen yang tepat terhadap pengalaman-pengalaman budaya
tradisional sebagai suatu sumber perkembangan pribadi. Budaya tradisional yang dimaksud
adalah segala pengalaman yang memfasilitasi individu berkembangan baik secara disadari
ataupun tidak. Yang tidak disadari termasuk apa yang diungkapkan Jung (1972) dengan
istilah colective uncosious (ketidaksadaran koletif), yakni nilai-nilai budaya yang diturunkan
dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu kekuatan model konseling ini terletak pada
kemampuan mengases nilai-nilai budaya tradisional yang dimiliki individu dari berbagai
varibel di atas.

4
3. Model Etnomedikal (Ethnomedical Model)

Model etnomedikal pertama kali diajukan oleh Ahmed dan Fraser (1979) yang dalam
perkembangannya dilanjutkan oleh Alladin (1993). Model ini merupakan alat konseling
transkultural yang berorientasi pada paradigma memfasilitasi dialog terapeutik dan
peningkatan sensitivitas transkultural. Pada model ini menempatkan individu dalam konsepsi
sakit dalam budaya dengan sembilan model dimensional sebagai kerangka pikirnya3

3
Palmer and Laungani (2008 : 97-109)

Anda mungkin juga menyukai