Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SEKSUALITAS

Sejak manusia dilahirkan hingga menjadi manusia dewasa, manusia memiliki


dorongan- yang dinamakan libido. Libido merupakan dorongan seksual yang sudah ada pada
manusia sejak lahir. Libido pada anak berbeda dengan libido pada orang tua. Kepuasan seks
pada anak, pencapaiannya tidak selalu melalui alat kelaminnya, melainkan melalui daerah-
daerah lain yaitu mulut dan anus.

Istilah “seks” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian diturunkan
menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan teks bahasa Inggris pertengahan
yang bisa dilacak pada periode 1150-1500 M. “Seks” secara leksikal bisa berkedudukan
sebagai kata benda (noun), kata sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive):

Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup
yang biasanya disebut dengan insting/ naluri yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki
laki-laki maupun perempuan yang mempertemukan mereka guna meneruskan kelanjutan
keturunan manusia.

Menurut Ali Akbar, bahwa nafsu syahwat ini telah ada sejak manusia lahir dan dia
mulai menghayati sewaktu dia menemukan kedua bibirnya dengan puting buah dada ibunya,
untuk menyusui karena lapar. Ia menikmati rasa senang yang bukan rasa kenyang. Dan inilah
rasa seks pertama yang dialami manusia.

Seksualitas merupakan suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan
dengan seks. Dalam pengertian ini, ada 2 aspek (segi) dari seksualitas, yaitu seks dalam arti
sempit dan seks dalam arti luas. Seks dalam arti yang sempit berarti kelamin, yang mana dalam
pengertian kelamin ini, antara lain:

 Alat kelamin itu sendiri


 Anggota tubuh dan ciri badaniyah lainnya yang membedakan antara laki-laki
dan perempuan
 Kelenjar-kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi
bekerjanya lat-alat kelamin
 Hubungan kelamin (sengggama, percumbuan).

Segi lain dari seksualitas adalah seks dalam arti yang luas, yaitu segala hal yang terjadi
sebagai akibat (konsekwensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain:

 Pembedaan tingkah laku; kasar, genit, lembut dan lain-lain.


 Perbedaan atribut; pakaian, nama.
 Perbedaan peran dan pekerjaan.
 Hubungan antara pria dan wanita; tata krama pergaulan, percintaan, pacaran,
perkawinan dan lain-lain.

Ada tiga istilah berkaitan dengan seks yang penggunaannya hampir sama dan bahkan
kadang tumpang tindih, yakni seks, gender dan “seksualitas”. Ketiga istilah ini memang
memiliki beberapa kesamaan. Kesamaan yang paling menonjol adalah bahwa ketiganya
membicarakan mengenai "jenis kelamin". Perbedaannya adalah; seks lebih ditekankan pada
keadaan anatomis manusia yang kemudian memberi "identitas" kepada yang bersangkutan.
Jika seks adalah jenis kelamin fisik, maka gender adalah "jenis kelamin sosial" yang
identifikasinya bukan karena secara kodrati sudah given (terberikan), melainkan lebih karena
konstruksi sosial. Satpam dan sekretaris adalah dua contoh ekstrem mengenai gender, jenis
kelamin sosial akibat dikonstruksi masyarakat.

Seksualitas lebih luas lagi maknanya mencakup tidak hanya seks, tapi bahkan kadang
juga gender. Jika seks mendefinisikan jenis kelamin fisik hanya pada "jenis" laki-laki dan
perempuan dengan pendekatan anatomis, maka seksualitas berbicara lebih jauh lagi, yakni
adanya bentuk-bentuk lain di luar itu, termasuk masalah norma. Jika seks berorientasi fisik-
anatomis dan gender berorientasi sosial, maka seksualitas adalah kompleksitas dari dua jenis
orientasi sebelumnya, mulai dari fisik, emosi, sikap, bahkan moral dan norma-norma sosial.

Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined


dan multi-dimensi. Oleh karena itu, seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek
biopsikososial kultural dan spiritual.

Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri sendiri secara anatomis yang
sangat berhubungan dengan kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis dan fisiologis, organ seks,
hormon dan otak dan saraf pusat. Seorang anak dapat menafsirkan secara jelas perilaku orang
lain yang sesuai dengan identitas seksualnya, yang bagaimana seorang memutuskan untuk
menafsirkan identitas seksual untuk dirinya sendiri atau citra diri seksual (sexual self-image)
dan konsep diri.

Peran jender berhubungan dengan bagaimana identitas jender seseorang diekspresikan


secara sosial dalam perilaku jenis seks yang sama atau berbeda. Identitas jender mulai
berkembang sejak usia 2 hingga 3 tahun yang dipengaruhi oleh faktor biologis (embrionik dan
sistem saraf pusat), anatomi genital dan pola orang tua terhadap anak. Dengan demikian,
sebenarnya peran jender terbina melalui pengamatan.

Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya seksualitas tidak terbatas hanya
di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi merupakan ekspresi kepribadian, perasaan fisik
dan simbolik tentang kemesraan, menghargai dan saling memperhatikan secara timbal balik.
Perilaku seksual seseorang sangat ditentukan oleh berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan
akan cinta dan kasih sayang, rasa aman psikologis, serta harga diri sebagai wanita atau pria.
Pada kondisi dimana kesehatannya mengalami gangguan, seseorang kemungkinan besar akan
mengalami gangguan pemenuhan kemenuhan kebutuhan seksualitasnya, yang dapat
ditampilkan melalui berbagai perilaku seksual.

Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian
yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari
kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi
psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.

Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat


teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa.
Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam
proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat
kepribadian yang bersifat menetap. Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia
sekitar 5-6 tahun, meliputi beberapa tahap yaitu tahap oral, tahap anal, tahap phalik, tahap laten,
dan tahap genital.

2.2 Tinjauan Seksual Dari Beberapa Aspek

Makna seksual dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya:

1. Aspek Biologis
Aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan anatomi dan fisiologi dari
sistem reproduksi (seksual), kemampuan organ seks, dan adanya hormonal serta sistem saraf
yang berfungsi atau berhubungan dengan kebutuhan seksual.

2. Aspek Psikologis

Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis kelamin,sebuah perasaan dari
diri sendiri terhadap kesadaran identirasnya, serta memandang gambaran seksual atau bentuk
konsep diri yang lain.

3. Aspek Sosial Budaya

Aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang berlaku di masyarakat
terhadap kebutuhan seksual serta perilaku di masyarakat.

2.3 PERKEMBANGAN SEKSUALITAS

Perkembangan seksualitas diawali dari masa pranatal dan bayi, kanak-kanak, masa
pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan umur, serta dewasa.

1. Masa Pranatal dan Bayi

Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang. Berkembangnya
organ seksual mampu merespon rangsangan, seperti adanya ereksi penis pada laki-laki dan
adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya
perasaan senang. Menurut Sigmund Freud, tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini
adalah:

1. Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasaan, kesenangan, atau kenikmatan
dapat dicapai dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah, atau uk mendapat
bersuara. Anak memiliki ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi
untuk mendapat rasa aman. Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah masalah
menyapih dan makan.
2. Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi pada saat
pengeluaran feses. Anak mulai menunjukkan keakuannya, sikapnya sangat narsistik
(cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak juga mulai mempelajari struktur tubuhnya.
Pada tahap ini anak sudah dapat dilatih dalam hal kebersihan.

2. Masa Kanak-Kanak

Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah. Perkembangan seksual
pada masa ini diawali secara biologis atau fisik, sedangkan perkembangan psikoseksual pada
masa ini adalah:

1. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasan anak terletak pada
rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah
erogennya. Anak juga mulai menyukai lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada
ibunya daripada ayahnya, sebaliknya anak perempuan lebih suka pada ayahnya. Anak
mulai dapat mengidentifikasikan jenis kelamin dirinya, apakah laki-laki atau
perempuan, belajar malalui interaksi dengan figur orang tua, serta mulai
mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
2. Tahap laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai terintegrasi, mereka
memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan sosial, seperti suka
hubungan dengan kelompoknya atau teman sebaya, dorongan libido mulai mereda.
Pada masa sekolah ini, anak sudah banyak bertanya tentang hal seksual melalui
intetraksi dengan orang dewasa, membaca, atau berfantasi.
3. Masa Pubertas

Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan akan terjadi
kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara psikologis ini ditandai dengan
adanya perubahan citra tubuh (body image), perhatian yang cukup besar terhadap perubahan
fungsi tubuh, pemelajaran tentang perilaku, kondisi sosial, dan perubahan lain, seperti
perubahan berat badan, tinggi badan, perkembangan otot, bulu di pubis, buah dada, atau
menstruasi bagi wanita. Tahap yang disebut Freud sebagai tahap genital ini terjadi pada umur
lebih dari 12 tahun. Kepuasaan anak pada tahp ini akan kembali bangkit dan mengarah pada
perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis.

4. Masa Dewasa Muda Dan Pertengahan Umur

Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan ciri seks sekunder mencapai
puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa pertengahan umur terjadi perubahan
hormonal, pada wanita ditandai dengan penurunan esterogen, pengecilan payudara dan
jaringan vagina, penurunan cairan vagina, selanjutnya akan terjadi penurunan reaksi, pada pria
ditandai dengan penurunan ukuran penis serta penurunan semen. Dari perkembangan
psikososial, sudah mulai terjadi hubungan intim antara lawan jenis, proses pernikahan dan
memiliki anak, sehingga terjadi perubahan peran.

5. Masa Dewasa Tua

Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah atropi pada
vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan penurunan intensitas orgasme
pada wanita ; sedangkan pada pria akan mengalami penurunan jumlah sperma, berkurangnya
intensitas orgasme, terlambatnya pencapaian ereksi, dan pembesaran kelenjar prostat.

2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKSUALITAS


1. Pertimbangan perkembangan
Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosianal dan
biologi kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu. Sejak lahir,
gender, atau seks mempengaruhi perilaku individu sepanjang kehidupannya.
2. Kebisaan hidup sehat dan kondisi kesehatan
Tubuh, jiwa da emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat
mencapai kepuasan seksual. Trauma atau stres dapat mempengaruhi kemampuan individu
untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga
mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit. Kebiasaan tidur, istirahat, gizi
yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual
yang membahagiakan.

3. Peran dan hubungan


Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi
kualitas hubungan seksualnya. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang
memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan
seseorang yang dicintai dan dipercayainya.
4. Konsep diri
Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap
seksualitas.
5. Budaya, nilai dan keyakinan
Faktor budaya termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat
mempengaruhi individu. Tiap budaya mempuyai norma-norma tertentu tentang identitas
dan perilaku seksual. Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi
seksual, dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
6. Agama
Pandangan agama tertentu diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi
seksuallitas seseorang. Konsep tentang keperawanan, dapat diartikan sebagai kesucian dan
kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
7. Etik
Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lillis & Le Mone (1997) tergantung pada
terbebasnya individu dari rasa bersalah dan ansietas. Sebenarnya yang penting
dipertimbangkan adalah rasa nyaman terhadap pilihan ekspresi seksual yang sesuai, yang
hanya bisa dicapai apabila bebas dari rasa bersalah dan perasaan cemas.

2.5 Faktor lain yang Mempengaruhi Seksualitas

Keinginan seksual beragam diantara individu: sebagian orang menginginkan dan


menikmati seks setiap hari, sementara yang lainnya menginginkan seks hanya sekali satu bulan,
dan yang lainnya lagi tidak memiliki keinginan seksual sama sekali dan cukup merasa nyaman
dengan fakta tersebut. Keinginan seksual menjadi masalah jika semata-maata menginginkan
untuk merasakan keinginan hubungan seks lebih sering, jika keyakinan klien adalah penting
untuk melakukannnya pada beberapa norma kultur, atau jika perbedaan dalam keinginan
seksual dari pasangan menyebabkan konflik.

a. Faktor fisik

Seseorang dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik. Aktivias
seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan hanya membayangkan bahwa
seks dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan
adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual. Medikasi dapat mempengaruhi
keinginan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama ketika diperburuk oleh perasaan
penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien
kehilangan perasaannya secara seksual.

b. Faktor hubungan
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan seks.
Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasangan mungkin mendapati bahwa mereka
dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya hidup mereka. Tingkat
seberapa jauh mereka masih merasa dekat satu sama lain dan berinteraksi pada tingkat intim
bergantung pada kemampuan mereka untuk bernegosiasi dan berkompromi. Keterampilan
seperti ini memainkan peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam
berhubungan. Penurunan minat dalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya
karena harus mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima atau
menyenangkan.

c. Faktor gaya hidup

Faktor gaya hidup, seperti penggunaan atau penyalahgunaan alcohol atau tidak punya
waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat mempengaruhi keinginan
seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikiatkan dengan periklanan, alcohol dapat
menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks. Namun demikian, banyak
bukti sekarang ini menunjukkan bahwa efek negatif alcohol terhadap seksualitas jauh melebihi
cuforia yang mungkin dihasilkan pada awalnya.

Menemukan waktu yang tepat untuk aktivitas seksual adalah factor gaya hidup yang lain.
Sebagian klien tidak mengetahui bagaimana menetapkan waktu bekerja dan di rumah untuk
mencakupkan perilaku seksual. Pasangan yang bekerja, misalnya mungkin merasa terlalu
terbeban sehingga mereka cumbuan seksual dari pasangannya sebagai tuntutan tambahan bagi
mereka. Orang seperti ini sering mengungkapkan bahwa mereka perlu waktu untuk menyendiri
untuk berpikir dan istirahat sebagai hal yang lebih penting dari seks. Individu yang lain
mungkin tidak memiliki pasangan seksual.

d. Faktor harga diri

Tingkat harga diri seseorang juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan
seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan mengembangkan perasaan
yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual, seksualitas
mungkin menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga
diri seksual dapat menurunkan dalam banyak cara.

Perkosaan, inses, dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka yang dalam.
Rendahnya harga diri seksual dapat juga diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan seks,
model peran yang negative dan upaya untuk hidup dalam pengharapan pribadi atau kultural
yang tidak realistik. Mungkin ada baiknya untuk menggali factor fisik, hubungan, gaya hidup,
dan harga diri secara lebih mendalam bergantung pada aspek lain dari pengkajian.

Anda mungkin juga menyukai