Anda di halaman 1dari 5

Sistem buffer

Untuk mencegah terjadinya fluktuasi dari [H+], tubuh kita memiliki 3 sistem utama
yang akan mengatur konsentrasi H+ dalam cairan tubuh yaitu :
 Sistem buffer asam-basa kimiawi dalam cairan tubuh yang akan segera
bergabung dengan asam dan basa untuk mencegah perubahan konsentrasi H+
yang berlebihan
 Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstrasel

 Ginjal yang dapat mengeksresikan urine asam ataupun basa sehingga


menyesuaikan kembali konsentrasi H+ cairan ekstrasel menuju normal selama
asidosis atau alkalosis

Sistem buffer merupakan garis pertama pertahanan tubuh dalam menghadapi


perubahan konsentrasi H+. Jika terjadi perubahan dalam konsentrasi H+, dalam
sepersekian detik sistem buffer cairan tubuh akan bekerja untuk memperkecil
perubahan ini. Sistem ini tidak mengeluarkan H+ dari tubuh ataupun menambahkan H+
ke dalam tubuh namun hanya menjaga agar ion H+ tetap terikat sampai keseimbangan
tercapai kembali.

Garis pertahanan kedua adalah sistem pernapasan yang juga bekerja dengan cukup
cepat. Sistem penapasan akan bekerja dalam beberapa menit untuk mngeluarkan
karbondioksida (CO2) dari dalam tubuh yang berarti mengeluarkan H2CO3 dari tubuh.

Kedua garis pertahanan tadi bekerja menjaga konsentrasi H + dari perubahan yang
terlalu banyak sampai garis pertahanan ketiga yang bekerja lebih lambat yaitu ginjal
mengeluarkan kelebihan asam atau basa dari dalam tubuh. Walaupun ginjal
memberikan respons yang relatif lambat dibandingkan garis pertahanan lainnya,
beberapa jam sampai beberapa hari, ginjal merupakan sistem pengatur asam -basa yang
paling kuat dalam tubuh.

Sistem Buffer Ion Hidrogen dalam Cairan Tubuh


Sistem Buffer adalah campuran dua zat kimia dalam larutan yang dapat
meminimalisasi perubahan pH saat asam atau basa ditambahkan atau dikeluarkan dari
larutan tersebut. Sistem buffer ini terdiri dari pasangan substansi yang bekerja dalam
reaksi reversibel. Substansi pertama dapat melepaskan H + bebas saat [H+] menurun
dan substansi lainnya dapat mengikat H+ saat [H+] meningkat. Tubuh kita memiliki 4
sistem buffer yaitu :
 Sistem buffer bikarbonat
 Sistem buffer fosfat
 Sistem buffer protein

Sistem buffer bikarbonat


Sistem buffer bikarbonat merupakan sistem buffer yang paling penting pada cairan
eksraseluler yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua unsur yaitu asam
lemah H2CO3 dan garam bikarbonat seperti NaHCO3.

H2CO3 dibentuk dari reaksi CO2 dengan H2O dengan bantuan enzim karbonik
anhidrase. Enzim ini sangat banyak terutama di dinding alveoli paru tempat CO 2
dilepaskan. Karbonik anhidrase juga terdapat di sel epitel tubulus ginjal tempat CO2
bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.

Garam bikarbonat terdapat secara dominan sebagai natrium bikarbonat (NaHCO3)


dalam cairan ekstrasel. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap membentuk ion
bikarbonat dan ion natrium dengan reaksi :

Jika dimasukkan bersama-sama akan didapatkan reaksi:

Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bikarbonat,
peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam akan disangga oleh HCO3-

Sebagai hasilnya lebih banyak H2CO3 yang terbentuk menyebabkan peningkatan


produksi CO2 dan H2O. CO2 yang berlebihan akan merangsang pernapasan yang
akhirnya mengeluarkan CO2 dai cairan ekstrasel.

Reaksi berlawanan terjadi jika suatu basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH)
ditambahkan ke larutan buffer bikarbonat.

Dalam reaksi ini OH- dari NaOH bergabung dengan H2CO3 membentuk HCO3-
tambahan. Jadi basa lemah NaHCO3 menggantikan basa kuat NaOH. Pada waktu
yang sama konsentrasi H2CO3 turun menyebabkan lebih banyak CO2 bergabung
dengan H2O untuk menggantikan H2CO3.

Hasil akhirnya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah tetapi
penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan menurunkan laju eksiprasi
CO2. Peningkatan HCO3- yang terjadi dalam darah dikompensasi dengan peningkatan
eksresi HCO3- oleh ginjal.

Sistem buffer fosfat


Sistem buffer fosfat berperan penting pada cairan tubulus ginjal dan cairan intrasel.
Elemen utama dari sistem buffer fosfat adalah H 2PO4- dan HPO4-. Bila asam kuat
seperti HCl ditambahkan dalam campuran kedua zat ini maka hidrogen akan diterima
oleh HPO42- dan diubah menjadi H2PO4-.

Hasil dari reaksi ini adalah HCl digantikan asam lemah NaH2PO4 sehingga penurunan
pH minimal.

Bila suatu basa kuat seperti NaOH yang ditambahkan ke dalam sistem buffer, OH -
akan disangga oleh H2PO4- untuk membentuk HPO42- dengan air.

Dalam keadaan ini basa kuat NaOH ditukar dengan suatu basa lemah Na 2HPO4
sehingga pH hanya meningkat sedikit.

Sistem buffer protein


Sistem buffer protein merupakan salah satu sistem buffer paling kuat dalam tubuh
karena konsentrasinya yang tinggi terutama dalam sel. pH sel memiliki perubahan
yang kira-kira sebanding dengan pH cairan ekstrasel meskipun pH sel sedikit lebih
rendah dari cairan ekstrasel. Terdapat sedikit H+ dan HCO3- yang berdifusi melalui
membran sel walaupun ion-ion ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi
seimbang dengan cairan ekstrasel. Akan tetapi CO2 dapat dengan cepat berdifusi
melalui semua membran sel.

Difusi elemen sistem buffer bikarbonat ini menyebabkan pH dalam cairan intrasel
berubah ketika terjadi perubahan pH cairan ekstrasel. Karena alasan ini sistem buffer
intrasel akan membantu mencegah perubahan pH cairan ekstrasel namun dibutuhkan
waktu beberapa jam untuk menjadi efektif secara maksimal.
Mekanisme kerja buffer protein :

Bila terjadi peningkatan pH, COOH akan berdisosiasi menjadi asam lemah
sebagai donor H+

Bila terjadi penurunan pH, NH2 (gugus amino) bertindak sebagai basa lemah ®
akseptor H+ ® NH3+ (ion amino)

Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam-Basa


Garis pertahanan kedua terhadap gangguan asam-basa adalah pengaturan konsentrasi
CO2 ekstrasel oleh paru. Berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach,
pembentukan CO2 berbanding terbalik dengan pH akibatnya jika CO2 meningkat akan
menurunkan pH. Jika pembentukan CO2 metabolik (asidosis metabolik) meningkat,
paru – paru akan mengimbanginya dengan meningkatkan ventilasi alveolus yang akan
mempercepat pengeluaran CO2 dari tubuh. Peningkatan ventilasi akan mengeluarkan
CO2 dari cairan ekstrasel yang melalui kerja secara besar-besaran akan mengurangi
konsentrasi H+. Dan sebaliknya jika pembentukan CO2 metabolik menurun akan
menurunkan ventilasi alveolus. Penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2 yang
berefek pada peningkatan konsentrasi H+ dalam cairan ekstrasel.

Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa oleh Ginjal


Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan mengekskresikan urine yang asam
atau basa. Mekanisme ekskresi urine asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai
berikut :
 Sejumlah besar HCO3- difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus. Bila
HCO3- ini diekskresikan ke dalam urine, keadaan ini menghilangkan basa dari
dalam darah
 Sejumlah besar H+ juga disekresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel epitel
tubulus sehingga menghilangkan asam dari darah.

Bila lebih banyak H+ yang disekresikan daripada HCO3- yang difiltrasi, akan terjadi
kehilangan asam dari cairan ekstrasel, sedangkan bila lebih banyak HCO 3- yang
difiltrasi daripada H+ yang disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.

Bila terjadi pengurangan konsentrasi H+ cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal gagal


mengabsorbsi semua bikarbonat yang difiltrasi sehingga meningkatkan ekskresi
bikarbonat. Karena HCO3- ini normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstrasel,
kehilangan bikarbonat ini sama dengan penambahan satu H+ ke dalam cairan
ekstrasel.

Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat ke dalam urine tetapi


mereabsorbsi semua bikarbonat yang difiltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru
yang kemudian ditambahkan ke cairan ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H +
cairan ekstrasel kembali menuju normal.

Sehingga disimpulkan ginjal mengatur konsentrasi H+ dengan 3 mekanisme dasar


yaitu :

Sekresi ion H+

Reabsorbsi HCO3-

Produksi HCO3- baru
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, L. Human physiology. 7th ed. Canada: Brooks/Cole, Cengage
Learning, 2007. p. 569-584.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC,
2006. Hal 401-409

Anda mungkin juga menyukai