Kelompok 5
1. Rumhany Muzykawati (18111020001)
2. Berliana Pangestu (1811020028)
3. Pratiwi Ayuningtyas (1811020039)
4. Silvia Putri Lestari (1811020059)
5. Amiek Rahmatyas (1811020062)
Ileum ABSORPTION :
Monosakarida, Asam Lemak, Vit.
ADEK, Air, Garam Empedu, vit.
B12, Na, K, Cl
2. Patofisiologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari
perdarahan gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya
mukosa sampai mencapai mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya
dikelilingi oleh sel-sel yang meradang yang akan menjadi granulasi dan
akhirnya jaringan parut.
Sekresi asam yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis
penyakit ulkus. Kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus
sebagai pelindung juga telah diduga sebagai penyebab terjadinya ulkus.
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit ulkus peptikum yang telah
dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid, keduanya
dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok kretek juga berkaitan
dengan penyakit ini dan selain itu, sangat merusak penyembuhan luka.
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan ulkus juga diketahui sebagai
salah satu faktor risiko.
Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis
dan ditandai dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien
yang mengalami trauma hebat secara terus-menerus, pasien yang
mengalami sepsis, luka bakar yang parah, penyakit pada system saraf pusat
dan kranial, dan pasien yang menggunakan dukungan ventilator untuk
jangka lama. Rentang abnormalitas adalah hemoragi pada permukaan yang
kecil sampai ulserasi dalam dengan hemoragi massif. Hipoperfusi mukosa
lambung diduga sebagai mekanisme utama. Penurunan perfusi
diperkirakan memiliki andil dalam merusak sekresi mucus, penurunan pH
mukosa dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa. Semua faktor ini
turut andil dalam terjadinya ulkus.
Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya
terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rectum serta
pada dinding abdominal anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splanknik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar.
Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat dipecah,
mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif.
Hemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan
volume darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan
penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespons terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk
mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-
tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada pasien saat pengkajian
awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan
mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolisme anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah
akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai
oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan
(Hudak, 2010).
3. Farmakologi
Acid suppression
Dapat diberikan proton pump inhibitor (esomeprazole atau
pantoprazole) atau antagonis reseptor histamine 2/H2RA
(ranitidine, famotidine atau simetidin) yang diberikan secara
intravena.
Somatostatin dan octreotide Octreotide
(analog somatostatin) dapat membantu mengurangi perdarahan
saluran cerna yang sulit dikontrol, dan sebagai terapi adjuvant
untuk membantu mengontrol perdarahan sebelum dilakukan
endoskopi, atau bila endoskopi tidak berhasil, kontraindikasi atau
tidak tersedia. Octreotide mengurangi inflow vena porta dan
tekanan intravarises sehinggan mengurangi risiko perdarahan ulang
akibat perdarahan varises atau penyebab non varises. Octreotide
diberikan sebagai bolus awal 1-2 mikrogram/kg (maksimal 100
mikrogram) dilanjutkan dengan 1-2 mikrogram/kg/jam sebagai
infus kontinu, kecepatan infus dapat dititrasi sesuai respon yang
terjadi. Efek samping berupa bradikardi dan hiperglikemi. Bila
perdarahan berhenti dosis octreotide dapat diturunkan secara
bertahap dalam waktu 24 jam. Penggunaan octreotide pada anak
masih terbatas sehingga beberapa lebih memilih menggunakan
vassopresin karena lebih efektif dan efek samping yang sedikit.
4. Terapi Diet
A. Terapi Gizi
1) Penentuan Pemberian Nutrisi
Kapasitas dan fungsi GI tract
Kondisi kebutuhan metabolik berdasarkan klinis:
Kebutuhan energi (kalori) basal dan total
Kebutuhan protein
Kebutuhan cairan
Densitas kalori
Kebutuhan Vitamin Minerals
Conditionally essential nutrient
Ketersediaan
Lokasi & diameter feeding tube
Metode Pemberian.
2) Jumlah Nutrisi
Kebutuhan Energi
o Ideal : Kalorimetri Inderik
Kebutuhan energi dipengaruhi usia, berat badan, jenis
kelamin,kondisi kesehatan
Cara praktis penentuan kebutuhan energi
o Pria : 25-30 kalori x BB ideal
o Wanita : 20-25 kalori x BB ideal
Cara lain : AKG, estimasi Haris benedict (HB)
3) Jadwal Pemberian Nutrisi
Makanan Utama 3x
Diberikan Tiap 5-6 jam
Jenis Makanan Porsi Lengkap
25-30% KET
Makanan Selingan 2-3x
Diberikan antara makan utama
Jenis Makanan Snack/EN
10-15% KET
4) Monitoring Evaluasi
Monitoring Evaluasi
• Tolerasi Asupan • Jumlah konsumsi/Intake
• Respon Klinis energi dan protein
(mual/muntah/di • Keseimbangan cairan
are,dll) & Elektrolit
• Respon • Modifikasi Jenis diet
Metabolik (Lab) (Ketepatan Jenis formula dll)
• Kapasitas • Modifikasi/kombinasi jalur
Fungsional (cth pemberian (bolus, drip,
Karnofsky skor, pump)
kekuatan • Toleransi, komplikasi, dan
genggam/hand tindakan koreksi
grift, dll) • Perubahan Lab : Hb, Ht,
• Toleransi, Vol. urine, Serum glukosa,
bentuk dan ureum, Albumin
asupan makanan • Komplikasi Enteral
• Cairan lambung (Komplikasi mekanik,
yang keluar kimiawi, bakteriologik,
• Balance cairan metabolik)
& nitrogen (ada • Edukasi Pasien & Keluarga
tidaknya
dehidrasi atau
retensi cairan)
• Feses/stol
• Perubahan
antropometri
(BB. Lingkar
Lengan Atas)
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut adalah
usaha kolaboratif. Intervensi awal mencakup empat langkah :
a. Kaji keparahan perdarahan.
b. Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi
untuk mengatasi syok.
Pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut membutuhkan
akses intravena segera dengan intra kateter atau kanula berdiameter
besar. Untuk mencegah perkembangan syok hipovolemik, mulai
lakukan penggantian cairan dengan larutan intravena seperti ringer
laktat dan normal saline. Tanda-tanda vital dikaji secara terus-menerus
pada saat cairan diganti. Kehilangan lebih dari 1.500 ml
membutuhkan penggantian darah selain cairan. Golongan darah pasien
diperiksa dicocoksilangkan, dan sel darah merah diinfusikan untuk
membangkitkan kembali kapasitas angkut oksigen darah. Produk
darah lainnya seperti trombosit, faktor-faktor pembekuan dan kalsium
mungkin juga diperintahkan sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium dan kondisi yang mendasari pasien.
Kadang-kadang, obat-obat vasoaktif digunakan sampai tercapai
keseimbangan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan
untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada organ-organ
tubuh yang vital. Dopamine, epinefrin, dan norepinefrin adalah obat-
obat yang dapat digunakan untuk menstabilkan pasien sampai
dilakukan perawatan definitif.
c. Tegakkan diagnosis penyebab perdarahan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, endoskopi fleksibel
adalah pilihan prosedur untuk menentukan penyebab perdarahan.
Dapat dipasang selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat perdarahan,
tetapi ini merupakan intervensi yang kontoversial. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan barium, meskipun seringkali tidak menentukan
jika terdapat bekuan dalam lambung, atau jika terdapat perdarahan
superfisial. Angiografi digunakan jika sumber perdarahan tidak dapat
dikaji dengan endoskopi.
d. Rencanakan dan laksanakan perawatan definitif.
1) Terapi Endoskopi
Scleroterapy adalah pilihan tindakan jika letak perdarahan
dapat ditemukan dengan menggunakan endoskopi. Letak
perdarahan hampir selalu disclerosiskan menggnukan agen
pengsclerosis seperti natrium morhuat atau natrium tetradesil
sulfat. Agen ini melukai endotel menyebakan nekrosis dan
akhirnya menyebabkan sklerosis pada pembuluh yang berdarah.
Metode endoskopi tamponade thermal mencakup probe
pemanas foto koagulasi laser dan elektro koagulasi.
2) Bilas Lambung
Bilas lambung mungkin diperintahkan selama periode
perdarahan akut, tetapi ini merupakan modalitas pengobatan
kontroversial. Beberapa dokter yakin bahwa tindakan ini dapat
mengganggu pembekuan mekanisme pembekuan normal tubuh
diatas tempat perdarahan. Sebagian dokter yang lain meyakini
bahwa bilas lambung dapat membantu membersihkan darah dari
dalam lambung, membantu mendiagnosis penyebab perdarahan
selama endoskopi. Jika diinstruksikan bilas lambung, maka
1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar
dimasukan dalam selang nasogasatrik. Cairan tersebut
kemudian dikeluarkan menggunakan tangan dengan spuit atau
dipasang pada suction intermiten sampai sekresi lambung jernih.
Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar menimbulkan
vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung, obat dikirim melalui
sistem vena porta ke hepar dimana metabolisme terjadi,
sehingga reaksi sistemik dapat dicegah. Pengenceran biasanya
menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.
Pasien beresiko mengalami apsirasi lambung karena
pemasangan nasogastrik dan peningkatan tekanan intragastrik
karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas.
Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan
kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung.
Bila posisi tersebut kontraindikasi, maka diganti posisi
dekubitus lateral kanan memudahkan mengalirnya isi lambung
melewati pilorus.
3) Pemberian Pitresin
Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak
menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya
menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6
unit permenit.
Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran
pusat.
Hati-hati dalam penggunaan obat ini karena dapat terjadi
hipersensitif.
Obat ini dapat mempengaruhi output urine karena sifat
antidiuretiknya.
4) Mengurangi Asam Lambung
Karena asam lambung menyebabkan iritasi terhadap
tempat perdarahan pada traktus gastrointestinal bagian atas,
adalah penting untuk menurunkan keasaman asam lambung. Ini
dapat digunakan dengan obat-obat antihistamin (H2)-
antagonistik. Contohnya : simetidin (tagamet), ranitidine
hipoklorida (zantac), dan famotidin (pepsid). Obat-obat ini
menurunkan pembentukan asam lambung dengan menghambat
antihistamin.
Antasid juga biasanya diberikan. Kerja antasid sebagai
buffer alkali langsung diberikan untuk mengontrol pH lambung.
Perawat bertanggung jawab terhadap ketepatan aspirasi isi
lambung untuk pemeriksaan pH dan pemantauan efek-efek
samping dari terapi. Sucralfate, garam alumunium dasar dari
sukrosa oktasulfat, yang beraksi secara lokal sebagai obat
pelindung mukosa juga dapat diperintahkan untuk profilaksis
perdarahan stress.
5) Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Adalah bukan hal yang tidak lazim untuk mendapati
pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal berat yang
mempunyai status hipokuagulasi karena defisiensi berbagai
faktor pembekuan. Salah satu masalah yang paling penting
dalam kategori ini adalah kegagalan hepar pada pasien yang
tidak mampu untuk menghasilkan faktor-faktor pembekuan
darah. Situasi klinis umum lainnya adalah pemberian makanan
melalui intravena jangka panjang pada pasien yang mendapat
berbagai antibiotik dan pasien yang mengalami defisiensi
vitamin K. tanpa memperhatikan penyebabnya seseorang harus
memperbaiki keadaan ini untuk mengurangi jumlah perdarahan.
Jika diduga adanya faktor defisiensi utama lain, plasma segar
diberikan untuk memperbaiki abnormalitas.
6) Balon Tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade antara lain tube
Sangstaken-Blakemore, Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat
ini untuk mengontrol perdarahan gastrointestinal bagian atas
karena varises esofagus. Tube Sangstaken-Blakemore
mengandung 3 lumen:
a) Balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 ml
udara.
b) Balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg
(menggunakan spigmomanometer).
c) Lumen yang ke-3 untuk mengaspirasi isi lambung.
Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan
mempunyai lubang untuk menghisap sekresi paring.
Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon
gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 ml udara.
Terdapat beberapa lubang/bagian yang terbuka baik pada
bagian esofagus maupun lambung untuk mengaspirasi sekresi
dan darah.
Tube/selang Sangstaken-Blakemore setelah dipasang di
dalam lambung dikembangkan dengan udara tidak lebih dari
50 ml. Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon
lambung pas terkait pada kardia lambung. Setelah dipastikan
letaknya tepat (menggunakan pemeriksaan radiografi), balon
lambung dpat dikembangkan dengan 100-200 ml udara.
Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi.
Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat
dikembangkan dengan tekanan 250 40 mmHg (menggunakan
spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika
lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi
atau perforasi esopagus.
Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon
ini adalah observasi konstan dan perawatan cermat, dengan
mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label dengan
tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.
7) Terapi-terapi Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami
perdarahan massive yang sangat membahayakan nyawa dan
pada pasien yang mengalami perdarahan yang terus menerus
meskipun telah menjalani terapi medis agregasif. Terapi
pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang
disebabkan oleh stress mencakup reseksi lambung (antrektomi),
gastrektomi, gastroenterostomi, atau kombinasi operasi untuk
mengembalikan keutuhan gastrointestinal. Vagotomi akan
mengurangi sekresi asam lambung. Antrektomi mengangkat sel-
sel penghasil asam dalam lambung. Billroth I adalah prosedur
yang mencakup vagotomi dan antrektomi dengan anastomosis
lambung pada duodenum. Billroth II meliputi vagotomi, reseksi
antrum, dan anastomosis lambung pada jejunum. Perforasi
lambung dapat diatasi hanya menutup atau menggunakan patch
untuk menutup lubang pada mukosa.
Operasi dekompresi hipertensi porta dapat dilakukan pada
pasien yang mengalami varises esophagus dan varises gaster.
Dalam pembedahan ini, disebut pirai kava porta, dimana dibuat
hubungan antara vena porta dengan vena kava inferior yang
mengalihkan aliran darah ke dalam vena cava untuk
menurunkan tekanan.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga
pasien mampu memahami dan mengerti tentang makanan sehat.
2. Tujuan Khusus