Anda di halaman 1dari 30

TUGAS

PERDARAHAN GASTROINTESTINAL BAGIAN ATAS

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Keperawatan Kritis
Dosen : Ns. M. Hanif Prasetya 'Adhi, S.Kep., M.Kep

Kelompok 5
1. Rumhany Muzykawati (18111020001)
2. Berliana Pangestu (1811020028)
3. Pratiwi Ayuningtyas (1811020039)
4. Silvia Putri Lestari (1811020059)
5. Amiek Rahmatyas (1811020062)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
1. Anatomi Fisiologi

Stomach Mechanicall digestion

Duodenum Enzimatic digestion


Vitamin Larut Air (Vit B, C), Fe,
Mn, Mg, Ca, Folate

Jejunum High permeability and


ABSORPTION:
Monosakarida, Asam Amino, Asam
Lemak, Vitamin Larut Lemak
(ADEK), Air, Cl, Mg, Ca

Ileum ABSORPTION :
Monosakarida, Asam Lemak, Vit.
ADEK, Air, Garam Empedu, vit.
B12, Na, K, Cl

Ileo caecal Protects small bowel from infection


Controlls small bowel emptying

Colon ABSORPTION : Water and Na


absorption, Amonia, K and
bicarbonate secretion

2. Patofisiologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari
perdarahan gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya
mukosa sampai mencapai mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya
dikelilingi oleh sel-sel yang meradang yang akan menjadi granulasi dan
akhirnya jaringan parut.
Sekresi asam yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis
penyakit ulkus. Kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus
sebagai pelindung juga telah diduga sebagai penyebab terjadinya ulkus.
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit ulkus peptikum yang telah
dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid, keduanya
dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok kretek juga berkaitan
dengan penyakit ini dan selain itu, sangat merusak penyembuhan luka.
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan ulkus juga diketahui sebagai
salah satu faktor risiko.
Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis
dan ditandai dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien
yang mengalami trauma hebat secara terus-menerus, pasien yang
mengalami sepsis, luka bakar yang parah, penyakit pada system saraf pusat
dan kranial, dan pasien yang menggunakan dukungan ventilator untuk
jangka lama. Rentang abnormalitas adalah hemoragi pada permukaan yang
kecil sampai ulserasi dalam dengan hemoragi massif. Hipoperfusi mukosa
lambung diduga sebagai mekanisme utama. Penurunan perfusi
diperkirakan memiliki andil dalam merusak sekresi mucus, penurunan pH
mukosa dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa. Semua faktor ini
turut andil dalam terjadinya ulkus.
Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya
terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rectum serta
pada dinding abdominal anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splanknik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar.
Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat dipecah,
mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif.
Hemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan
volume darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan
penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespons terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk
mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-
tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada pasien saat pengkajian
awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan
mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolisme anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah
akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai
oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan
(Hudak, 2010).
3. Farmakologi
 Acid suppression
Dapat diberikan proton pump inhibitor (esomeprazole atau
pantoprazole) atau antagonis reseptor histamine 2/H2RA
(ranitidine, famotidine atau simetidin) yang diberikan secara
intravena.
 Somatostatin dan octreotide Octreotide
(analog somatostatin) dapat membantu mengurangi perdarahan
saluran cerna yang sulit dikontrol, dan sebagai terapi adjuvant
untuk membantu mengontrol perdarahan sebelum dilakukan
endoskopi, atau bila endoskopi tidak berhasil, kontraindikasi atau
tidak tersedia. Octreotide mengurangi inflow vena porta dan
tekanan intravarises sehinggan mengurangi risiko perdarahan ulang
akibat perdarahan varises atau penyebab non varises. Octreotide
diberikan sebagai bolus awal 1-2 mikrogram/kg (maksimal 100
mikrogram) dilanjutkan dengan 1-2 mikrogram/kg/jam sebagai
infus kontinu, kecepatan infus dapat dititrasi sesuai respon yang
terjadi. Efek samping berupa bradikardi dan hiperglikemi. Bila
perdarahan berhenti dosis octreotide dapat diturunkan secara
bertahap dalam waktu 24 jam. Penggunaan octreotide pada anak
masih terbatas sehingga beberapa lebih memilih menggunakan
vassopresin karena lebih efektif dan efek samping yang sedikit.
4. Terapi Diet
A. Terapi Gizi
1) Penentuan Pemberian Nutrisi
Kapasitas dan fungsi GI tract
Kondisi kebutuhan metabolik berdasarkan klinis:
Kebutuhan energi (kalori) basal dan total
Kebutuhan protein
Kebutuhan cairan
Densitas kalori
Kebutuhan Vitamin Minerals
Conditionally essential nutrient
Ketersediaan
Lokasi & diameter feeding tube
Metode Pemberian.
2) Jumlah Nutrisi
 Kebutuhan Energi
o Ideal : Kalorimetri Inderik
 Kebutuhan energi dipengaruhi usia, berat badan, jenis
kelamin,kondisi kesehatan
 Cara praktis penentuan kebutuhan energi
o Pria : 25-30 kalori x BB ideal
o Wanita : 20-25 kalori x BB ideal
 Cara lain : AKG, estimasi Haris benedict (HB)
3) Jadwal Pemberian Nutrisi
 Makanan Utama 3x
 Diberikan Tiap 5-6 jam
 Jenis Makanan Porsi Lengkap
 25-30% KET
 Makanan Selingan 2-3x
 Diberikan antara makan utama
 Jenis Makanan Snack/EN
 10-15% KET
4) Monitoring Evaluasi

Monitoring Evaluasi
• Tolerasi Asupan • Jumlah konsumsi/Intake
• Respon Klinis energi dan protein
(mual/muntah/di • Keseimbangan cairan
are,dll) & Elektrolit
• Respon • Modifikasi Jenis diet
Metabolik (Lab) (Ketepatan Jenis formula dll)
• Kapasitas • Modifikasi/kombinasi jalur
Fungsional (cth pemberian (bolus, drip,
Karnofsky skor, pump)
kekuatan • Toleransi, komplikasi, dan
genggam/hand tindakan koreksi
grift, dll) • Perubahan Lab : Hb, Ht,
• Toleransi, Vol. urine, Serum glukosa,
bentuk dan ureum, Albumin
asupan makanan • Komplikasi Enteral
• Cairan lambung (Komplikasi mekanik,
yang keluar kimiawi, bakteriologik,
• Balance cairan metabolik)
& nitrogen (ada • Edukasi Pasien & Keluarga
tidaknya
dehidrasi atau
retensi cairan)
• Feses/stol
• Perubahan
antropometri
(BB. Lingkar
Lengan Atas)

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut adalah
usaha kolaboratif. Intervensi awal mencakup empat langkah :
a. Kaji keparahan perdarahan.
b. Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi
untuk mengatasi syok.
Pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut membutuhkan
akses intravena segera dengan intra kateter atau kanula berdiameter
besar. Untuk mencegah perkembangan syok hipovolemik, mulai
lakukan penggantian cairan dengan larutan intravena seperti ringer
laktat dan normal saline. Tanda-tanda vital dikaji secara terus-menerus
pada saat cairan diganti. Kehilangan lebih dari 1.500 ml
membutuhkan penggantian darah selain cairan. Golongan darah pasien
diperiksa dicocoksilangkan, dan sel darah merah diinfusikan untuk
membangkitkan kembali kapasitas angkut oksigen darah. Produk
darah lainnya seperti trombosit, faktor-faktor pembekuan dan kalsium
mungkin juga diperintahkan sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium dan kondisi yang mendasari pasien.
Kadang-kadang, obat-obat vasoaktif digunakan sampai tercapai
keseimbangan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan
untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada organ-organ
tubuh yang vital. Dopamine, epinefrin, dan norepinefrin adalah obat-
obat yang dapat digunakan untuk menstabilkan pasien sampai
dilakukan perawatan definitif.
c. Tegakkan diagnosis penyebab perdarahan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, endoskopi fleksibel
adalah pilihan prosedur untuk menentukan penyebab perdarahan.
Dapat dipasang selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat perdarahan,
tetapi ini merupakan intervensi yang kontoversial. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan barium, meskipun seringkali tidak menentukan
jika terdapat bekuan dalam lambung, atau jika terdapat perdarahan
superfisial. Angiografi digunakan jika sumber perdarahan tidak dapat
dikaji dengan endoskopi.
d. Rencanakan dan laksanakan perawatan definitif.
1) Terapi Endoskopi
Scleroterapy adalah pilihan tindakan jika letak perdarahan
dapat ditemukan dengan menggunakan endoskopi. Letak
perdarahan hampir selalu disclerosiskan menggnukan agen
pengsclerosis seperti natrium morhuat atau natrium tetradesil
sulfat. Agen ini melukai endotel menyebakan nekrosis dan
akhirnya menyebabkan sklerosis pada pembuluh yang berdarah.
Metode endoskopi tamponade thermal mencakup probe
pemanas foto koagulasi laser dan elektro koagulasi.
2) Bilas Lambung
Bilas lambung mungkin diperintahkan selama periode
perdarahan akut, tetapi ini merupakan modalitas pengobatan
kontroversial. Beberapa dokter yakin bahwa tindakan ini dapat
mengganggu pembekuan mekanisme pembekuan normal tubuh
diatas tempat perdarahan. Sebagian dokter yang lain meyakini
bahwa bilas lambung dapat membantu membersihkan darah dari
dalam lambung, membantu mendiagnosis penyebab perdarahan
selama endoskopi. Jika diinstruksikan bilas lambung, maka
1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar
dimasukan dalam selang nasogasatrik. Cairan tersebut
kemudian dikeluarkan menggunakan tangan dengan spuit atau
dipasang pada suction intermiten sampai sekresi lambung jernih.
Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar menimbulkan
vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung, obat dikirim melalui
sistem vena porta ke hepar dimana metabolisme terjadi,
sehingga reaksi sistemik dapat dicegah. Pengenceran biasanya
menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.
Pasien beresiko mengalami apsirasi lambung karena
pemasangan nasogastrik dan peningkatan tekanan intragastrik
karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas.
Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan
kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung.
Bila posisi tersebut kontraindikasi, maka diganti posisi
dekubitus lateral kanan memudahkan mengalirnya isi lambung
melewati pilorus.
3) Pemberian Pitresin
 Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak
menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
 Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya
menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6
unit permenit.
 Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran
pusat.
 Hati-hati dalam penggunaan obat ini karena dapat terjadi
hipersensitif.
 Obat ini dapat mempengaruhi output urine karena sifat
antidiuretiknya.
4) Mengurangi Asam Lambung
Karena asam lambung menyebabkan iritasi terhadap
tempat perdarahan pada traktus gastrointestinal bagian atas,
adalah penting untuk menurunkan keasaman asam lambung. Ini
dapat digunakan dengan obat-obat antihistamin (H2)-
antagonistik. Contohnya : simetidin (tagamet), ranitidine
hipoklorida (zantac), dan famotidin (pepsid). Obat-obat ini
menurunkan pembentukan asam lambung dengan menghambat
antihistamin.
Antasid juga biasanya diberikan. Kerja antasid sebagai
buffer alkali langsung diberikan untuk mengontrol pH lambung.
Perawat bertanggung jawab terhadap ketepatan aspirasi isi
lambung untuk pemeriksaan pH dan pemantauan efek-efek
samping dari terapi. Sucralfate, garam alumunium dasar dari
sukrosa oktasulfat, yang beraksi secara lokal sebagai obat
pelindung mukosa juga dapat diperintahkan untuk profilaksis
perdarahan stress.
5) Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Adalah bukan hal yang tidak lazim untuk mendapati
pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal berat yang
mempunyai status hipokuagulasi karena defisiensi berbagai
faktor pembekuan. Salah satu masalah yang paling penting
dalam kategori ini adalah kegagalan hepar pada pasien yang
tidak mampu untuk menghasilkan faktor-faktor pembekuan
darah. Situasi klinis umum lainnya adalah pemberian makanan
melalui intravena jangka panjang pada pasien yang mendapat
berbagai antibiotik dan pasien yang mengalami defisiensi
vitamin K. tanpa memperhatikan penyebabnya seseorang harus
memperbaiki keadaan ini untuk mengurangi jumlah perdarahan.
Jika diduga adanya faktor defisiensi utama lain, plasma segar
diberikan untuk memperbaiki abnormalitas.
6) Balon Tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade antara lain tube
Sangstaken-Blakemore, Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat
ini untuk mengontrol perdarahan gastrointestinal bagian atas
karena varises esofagus. Tube Sangstaken-Blakemore
mengandung 3 lumen:
a) Balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 ml
udara.
b) Balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg
(menggunakan spigmomanometer).
c) Lumen yang ke-3 untuk mengaspirasi isi lambung.
Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan
mempunyai lubang untuk menghisap sekresi paring.
Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon
gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 ml udara.
Terdapat beberapa lubang/bagian yang terbuka baik pada
bagian esofagus maupun lambung untuk mengaspirasi sekresi
dan darah. 
Tube/selang Sangstaken-Blakemore setelah dipasang di
dalam lambung dikembangkan dengan udara tidak lebih dari
50 ml. Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon
lambung pas terkait pada kardia lambung. Setelah dipastikan
letaknya tepat (menggunakan pemeriksaan radiografi), balon
lambung dpat dikembangkan dengan 100-200 ml udara.
Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi.
Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat
dikembangkan dengan tekanan 250 40 mmHg (menggunakan
spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika
lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi
atau perforasi esopagus.
Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon
ini adalah observasi konstan dan perawatan cermat, dengan
mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label dengan
tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.
7) Terapi-terapi Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami
perdarahan massive yang sangat membahayakan nyawa dan
pada pasien yang mengalami perdarahan yang terus menerus
meskipun telah menjalani terapi medis agregasif. Terapi
pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang
disebabkan oleh stress mencakup reseksi lambung (antrektomi),
gastrektomi, gastroenterostomi, atau kombinasi operasi untuk
mengembalikan keutuhan gastrointestinal. Vagotomi akan
mengurangi sekresi asam lambung. Antrektomi mengangkat sel-
sel penghasil asam dalam lambung. Billroth I adalah prosedur
yang mencakup vagotomi dan antrektomi dengan anastomosis
lambung pada duodenum. Billroth II meliputi vagotomi, reseksi
antrum, dan anastomosis lambung pada jejunum. Perforasi
lambung dapat diatasi hanya menutup atau menggunakan patch
untuk menutup lubang pada mukosa.
Operasi dekompresi hipertensi porta dapat dilakukan pada
pasien yang mengalami varises esophagus dan varises gaster.
Dalam pembedahan ini, disebut pirai kava porta, dimana dibuat
hubungan antara vena porta dengan vena kava inferior yang
mengalihkan aliran darah ke dalam vena cava untuk
menurunkan tekanan.

6. Asuhan Keperawatan Perdarahan Gastrointestinal


1. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Airway,
Breathing, Circulation, dan Diasability (ABCD).
a. Airway
Untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat adalah
dengan teknik look, listen and feel. Look yang dilakukan adalah
melihat kebersihan jalan nafas. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan, khususnya saluran cerna bagian atas biasanya terjadi
muntah darah. Oleh karena itu, perawat harus melakukan pengkajian
terhadap risiko terjadinya aspirasi pada saluran napas. Pada teknik
listen, biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat
suara napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran
pernapasan. Untuk feel, perawat merasakan hembusan napas pasien.
Pada kasus perdarahan saluran pencernaan bagian atas, biasanya bisa
terjadi sumbatan parsial atau total pada saluran napas akibat
menggumpalnya (clothing) darah.
b. Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya
perubahan frekuensi napas pasien, adanya penggunaan otot-otot
pernapasan. Pada kejadian perdarahan saluran pencernaan, biasanya
terjadi penurunan kadar haemoglobin dalam darah, sehingga
transportasi oksigen ke sel terganggu akibat berkurangnya pengangkut
oksigen (Hb) dan berdampak pada peningkatan frekuensi napas dan
penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Untuk mengevaluasi keparahan kehilangan darah dan untuk
mencegah atau memperbaiki penyimpangan klinis syok hipovolemik,
perawat harus lebih sering mengkaji pasien. Pada fase pertama
perdarahan, kehilangan darah kurang dari 800 ml, pasien mungkin
hanya akan menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas, dan
berkeringat. Dengan perdarahan yang berlebihan suhu tubuh
meningkat sampai 38,40–390 C sebagai respon terhadap perdarahan,
dan bising usus menjadi hiperaktif karena sensitivitas usus besar
terhadap darah.
Jika tingkat kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat
(kehilangan >800 ml), respon system saraf simpatis menyebabkan
pelepasan katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada
awalnya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan
vasokonstriksi vascular perifer dalam upaya untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Dengan tingkat kehilangan darah sedang
sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan gejala syok.
Sejalan dengan berkembanganya gejala-gejala syok, pelepasan
katekolamin akan memicu pembuluh darah pada kulit, paru-paru,
intestine, hepar, dan ginjal untuk berkontraksi, dengan demikian akan
meningkatkan aliran volume darah ke jantung dan otak. Karena
penurunan aliran darah pada kulit, maka kulit pasien akan sangat
dingin saat disentuh. Dengan berkurangnya aliran darah ke paru-paru,
terjadi hiperventilasi untuk mempertahankan pertukaran gas yang
adekuat.
Seiring dengan penurunan aliran darah ke hepar, produk sisa
metabolisme akan menumpuk dalam darah. Produk sisa ini, ditambah
dengan absorbsi darah busuk dari traktus intestinal dan penurunan
aliran darah melalui ginjal, akan menyebabkan peningkatan dalam
kadar urea darah. Nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan untuk
mengikuti perjalanan perdarahan gastrointestinal. Nilai BUN di atas
40-dalam lingkup perdarahan gastrointestinal dan kadar kreatinin
normal-menandakan perdarahan major. BUN akan kembali normal
kira-kira 12 jam setelah perdarahan berhenti.
Haluaran urin adalah pengukur yang paling sensitif dari volume
intravascular yang harus diukur setiap jam. Dengan menurunnya
volume intravascular, haluaran urin menurun, mengurangi reabsorbsi
air oleh ginjal sebagai respon oleh pelepasan hormon antidiuretik
(ADH) oleh lobus posterior kelenjar pituitary.
Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan
peningkatan frekuensi jantung 20 kali per menit baik dalam posisi
berdiri maupun duduk, menandakan kehilangan darah lebih besar dari
1000 ml. respon pasien terhadap kehilangan darah tergantung dari
jumlah dan kecepatan kehilangan darah, usia, derajat kompensasi, dan
kecepatan perawat.
Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan
gastrointestinal dan hal ini diduga peningkatan asam lambung yang
mengenai ulkus lambung. Nyeri tekan pada daerah epigastrium
merupakan tanda yang tidak umum terjadi. Abdomen dapat menjadi
lembek atau distensi. Hipertensi sering hiperaktif karena sensitivitas
usus terhadap darah.
Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran
besar diperlukan untuk mengantisipasi penambahan cairan dan
tranfusi darah.
d. Disability
Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat
kesadaran. Untuk mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS
(Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi pupil dan juga reflek cahaya
juga harus diperiksa.
e. Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh
pakaian pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Perawat mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin
menyebabkan gangguan pencernaan.
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Penyakit
Yang perlu dikaji pada pengkajian primer ini antara lain penyakit
yang pernah diderita pasien, misalnya hepatitis, penyakit hepar kronis,
hemorrhoid, gastritis kronis, dan juga riwayat trauma.
b. Status Nutrisi
Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan prinsip
A, B, C, D, yaitu :
 Anthopometri
Yang bisa dikaji dari anthopometri antara lain : BB dan TB pasien
sebelum sakit.
 Biochemical
Pada biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai
laboratorium, diantaranya : nilai Hb, Albumin, globulin, protein total,
Ht, dan juga darah lengkap.
 Clinical
Pada pengkajian clinical, perawat harus mempertimbangkan
tanda-tanda klinis pada pasien, misalnya tanda anemis, lemah, rasa
mual dan muntah, turgor, kelembaban mukosa.
 Diet
Pada diet, perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan kalori pada pasien. Selain itu, komposisi
nutrisi pada pasien juga harus diperhatikan. Pemberian nutrisi enteral
dini lebih menguntungkan pada penderita perdarahan saluran cerna
karena pemberian nutrisi enteral dini dapat memperkecil permiabilitas
intestinal, menurunkan translokasi bakteri dan juga dapat mencegah
multi organ failure. Selain itu pemberian nutrisi enteral pada pasien
dengan perdarahan saluran cerna juga dapat meningkatkan aliran
darah pada gaster, mempertahankan aliran darah pada kolon. Selain
itu, pemberian nutrisi enteral dan ranitidine juga dapat menurunkan
insiden perdarahan gastrointestinal. Nutrisi enteral (karbohidrat,
lemak, dan protein), juga dapat memicu vasodilatasi lapisan mukosa
saluran cerna. Karbohidrat dapat meningkatkan aliran darah
mesenterika 70%, lemak dapat meningkatkan aliran darah mesenterika
40%.
Perhitungan nutrisi pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa
formulasi, namun pada makalah ini perhitungan nutrisi pada pasien
dilakukan dengan menggunakan formula Harris Benedict yang
menghitung dari kebutuhan kalori basal (KKB), yaitu:
Laki-laki KKB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) — (6.8 x U)
Wanita KKB = 65.5 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) — (4.7 x U)
Keterangan :
BB : Berat Badan (kg) (ideal)
TB : Tinggi Badan (cm)
U : Umur (tahun)
c. Status Eliminasi
Yang harus dikaji pada status eliminasi pada pasien dengan
perdarahan saluran cerna, antara lain warna feses, konsistensi, serta
bau dari feses. Selain itu perlu juga dikaji adanya rasa nyeri saat BAB.
Bising usus juga harus dimonitor terus untuk menentukan status
peristaltik.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Hitung hematokrit dan hemoglobin diperintahkan dengan hitung
darah lengkap. Adalah penting untuk menganggap bahwa hematokrit
umumnya tidak berubah pada jam-jam pertama setelah perdarahan
gastrointestinal akut karena mekanisme kompensasi. Cairan yang
diberikan pada saat masuk juga mempengaruhi hitung darah. Jumlah
sel darah putih dan glukosa mungkin meningkat, mencerminkan
respon tubuh terhadap stress. Penurunan kalium dan natrium
kemungkinan terjadi karena disertai muntah. Tes fungsi hepar biasa
digunakan untuk mengevaluasi integritas hematologi pasien.
Perpanjangan masa protombin dapat menandakan penyakit hepar atau
terapi bersamaan jangka panjangf anti koagulan. Alkalosis respiratori
umumnya terjadi karena adanya aktivasi dari system saraf simpatik
terhadap kehilangan darah. Jika kehilangan sebagian besar darah,
maka akan terjadi asidosis metabolik sebagai akibat dari metabolisme
anaerobic. Hipoksemia mungkin juga akan terjadi karena penurunan
kadar hemoglobin yang bersirkulasi dan dihasilkan kerusakan
transport oksigen ke sel-sel.
Pemeriksaan PT/PTT diperlukan untuk mengetahui apakah ada
gangguan dalam hal waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah.
Pemeriksaan cross-match diperlukan juga sebelum dilaksanakan
tranfusi darah.
Endoskopi adalah prosedur pilihan untuk mendiagnosa ketepatan
letak dari perdarahan, karena inspeksi langsung mukosa adalah
mungkin dengan menggunakan skop serat optik. Endoskopi yang
fleksibel memungkinkan tes ini dilakukan di tempat tidur dan tes ini
secara rutin dilakukan oleh dokter setelah pasien secara hemodinamik
stabil. Ketepatan diagnostik dari tes ini berkisar antara 60% sampai
90%.
4. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Diagnosa : Defisit Volume cairan b.d kehilangan darah akut
Kriteria/Hasil : kondisi pasien tetap stabil secara hemodinamik
Tujuan-tujuan
Intervensi :
- Pantau TTV setiap jam
- Pantau nilai-nilai hemodinamik (misal : SAP, DAP,
TDKP,IJ,CJ,TVS)
- Ukur haluaran urine setiap 1 jam
- Ukur masukan dan haluaran dan kaji keseimbangan
- Berikan cairan pengganti dan produk darah sesuai indikasi
- Pantau hemoglobin dan hematokrit
- Pantau elektrolit yang mungkin hilang bersama cairan atau
berubah karena kehilangan atau perpindahan cairan
Implementasi :
- memantau TTV setiap jam
- memantau nilai-nilai hemodinamik (misal : SAP, DAP,
TDKP,IJ,CJ,TVS)
- mengukur haluaran urine setiap 1 jam
- mengukur masukan dan haluaran dan kaji keseimbangan
- memberikan cairan pengganti dan produk darah sesuai indikasi
- memantau hemoglobin dan hematokrit
- memantau elektrolit yang mungkin hilang bersama cairan atau
berubah karena kehilangan atau perpindahan cairan
evaluasi :
- keadaan pasien membaik dan hasil hemoglobin , hematokrit
dan cairan stabil.
b. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d penurunan kapasitas
angkut oksigen
Kriteria/Hasil : pasien dapat mempertahankan oksigen dan
pertukaran gas yang adekuat
Intervensi :
- Pantau SaO2 menggunakan oksimetri
- Pantau bunyi napas dan gejala-gejala pulmonal
- Pantau adanya distensi abdomen
- Pertahankan fungsi dan patensi kateter nasogastric dengan tepat
- Atasi mual dengan segera
Impelemtasi :
- memantau SaO2 menggunakan oksimetri
- memantau bunyi napas dan gejala-gejala pulmonal
- memantau adanya distensi abdomen
- mepertahankan fungsi dan patensi kateter nasogastric dengan
tepat
- mengatasi mual dengan segera
evaluasi :
- keadaan pasien membaik dengan rr dan bunyi napas normal,
mutah berkurang.

c. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi b.d aliran intraavena


Kriteria hasil : pasien tidak mengalami infeksi nosocomial
Tujuan
Intervensi :
- Ukur suhu tubuh setiap 4 jam
- Pantau pertahankan kestabilan selang intravena
- Ganti larutan intravena sedikitnya setiap 24 jam
- Gunakan Teknik aseptic setiap mengganti balutan dan selang,
pertahankan balutan yang bersih, transparan, dan steril
Implementasi :
- mengukur suhu tubuh setiap 4 jam
- memantau pertahankan kestabilan selang intravena
- menganti larutan intravena sedikitnya setiap 24 jam
- mengunakan Teknik aseptic setiap mengganti balutan dan
selang, pertahankan balutan yang bersih, transparan, dan steril
Evaluasi :
- pasien koperatif, tidak ada tanda-tanda infeksi .
d. Diagnosa : Ansietas b.d sakit kritis, ketakutan akan kematian
ataupun kerusakan bentuk tubuh
Kriteria hasil : pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada
sumber yang tepat, pasien dapat mengidentifikasi sumber
ansietasnya
Tujuan
Intervensi :
- Berikan lingkungan yang mendorong diskusi yang terbuka
untuk persoalan-persoalan emosional
- Berikan waktu pada pasien untuk mengekspresikan diri.
Dengarkan dengan aktif
- Berikan penjelasan sederhana untuk peristiwa dan stimulus
lingkungan
- Validasi pengetahuan dasar pasien dan keluarga tentang
penyakit kritis
- Libatkan system pendukung religious sesuai kebutuhan.
Implentasi:
- memberikan lingkungan yang mendorong diskusi yang terbuka
untuk persoalan-persoalan emosional
- memberikan waktu pada pasien untuk mengekspresikan diri.
Dengarkan dengan aktif
- memberikan penjelasan sederhana untuk peristiwa dan stimulus
lingkungan
- memvalidasi pengetahuan dasar pasien dan keluarga tentang
penyakit kritis
- melibatkan system pendukung religious sesuai kebutuhan.
Evaluasi :
- kecemasan pasien berkurang dan pasien sudah memahami
keadaanya.
(Hudak & Galo, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran


Kedaruratan Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga.

Hudak, C.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Alih Bahasa :


Ester, M., dkk. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Muttaqin, A. dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Putra, handre dkk. 2019. Tatalaksana Medikamentosa pada Penyakit Saluran


Cerna. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(2). http://jurnal.fk.unand.ac.id.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2021 pukul 10.08 WIB.
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Pembahasan : Makanan Sehat


Hari, Tanggal :
Pukul : 09.00 WIB sampai selesai
an Sasaran :
Tempat :

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga
pasien mampu memahami dan mengerti tentang makanan sehat.

2. Tujuan Khusus

 Peserta dapat menjelaskan pengertian makanan sehat


 Peserta dapat menyebutkan sumber makanan bergizi
 Peserta dapat menyebutkan sumber vitamin
 Peserta dapat menyebutkan beberapa sumber mineral
B. Materi Penyuluhan
1) Sumber makanan bergizi
Menjaga kesehatan dan memperkuat daya tahan tubuh adalah kunci utama
saat menghadapi ancaman virus seperti yang terjadi belakangan ini. Salah
satu cara untuk membentuk sistem kekebalan tubuh adalah dengan
menjaga asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh kita sehari-hari.
Makanan mungkin bukan penangkal virus, namun gizi yang baik dan
seimbang akan membangun perisai pelindung tubuh dan memberikan
perlindungan ekstra pada tubuh kita dan keluarga. Berikut ini adalah
jenis-jenis makanan yang dapat membantu menjaga kesehatan dan
meningkatkan kekebalan tubuh keluarga.

Jenis Makanan Bergizi untuk Menjaga Kesehatan Keluarga :

1. Protein 

Makanan berprotein bisa memberikan manfaat baik untuk tubuhmu, sekaligus


mendukung suasana hati dan fungsi kognitif yang baik. Namun, terlalu banyak
mengonsumsi protein juga bisa berbahaya bagi pengidap penyakit ginjal. Selain
itu, perlu diketahui juga sumber protein tidak hanya berasal dari produk hewani,
tetapi juga nabati. 

2. Lemak

Tidak semua lemak itu sama. Lemak jahat dapat merusak pola makan dan
meningkatkan risiko penyakit tertentu. Sedangkan lemak baik melindungi otak
dan jantung. Faktanya, lemak sehat seperti omega-3 sangat penting untuk
kesehatan fisik dan emosional. Memasukkan lebih banyak lemak sehat dalam pola
makanmu dapat membantu meningkatkan suasana hati, bahkan memangkas
lingkar di pinggang.

3. Serat

Makan makanan tinggi serat seperti biji-bijian, buah, sayuran, kacang-kacangan,


dan kacang-kacangan, dapat membantu menurunkan risiko penyakit jantung,
stroke, dan diabetes. Tidak hanya itu saja, makanan yang mengandung serat juga
dapat bermanfaat bagi kulit, bahkan membantu menurunkan berat badan. 

3. Kalsium

Selain menyebabkan osteoporosis, tidak mendapatkan cukup kalsium dalam


makanan juga dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan kesulitan tidur. Keju,
yogurt, almond, tahu adalah jenis makanan yang mengandung kalsium.

4. Karbohidrat

Karbohidrat adalah salah satu sumber energi utama tubuh. Karbohidrat kompleks
seperti sayuran, biji-bijian, dan buah lebih disarankan untuk dikonsumsi
ketimbang produk olahan. Mengurangi konsumsi roti putih, kue kering, pati, dan
gula dapat mencegah lonjakan gula darah, fluktuasi suasana hati dan energi, dan
penumpukan lemak, terutama di sekitar lingkar pinggang.

2 ) Sumber vitamin
Jenis dan Manfaat Vitamin
Ada vitamin yang diketahui memiliki fungsi penting bagi tubuh. Berikut ini
adalah vitamin tersebut berikut manfaatnya:

1. Vitamin A

Vitamin A berfungsi untuk menjaga kesehatan mata. Vitamin ini membantu mata
untuk melihat dalam cahaya yang redup dan membedakan warna benda. Selain
itu, vitamin A juga berperan dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu sistem
imun melawan infeksi.
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan penyakit rabun senja yang membuat
penderitanya sulit melihat ketika malam hari atau dalam cahaya yang redup.
Selain itu, kekurangan vitamin A juga bisa menyebabkan keratomalasia, yaitu
kekeringan pada kornea mata.

2. Vitamin B

Ada 8 jenis vitamin B dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu:

 Vitamin B1 yang berfungsi untuk membantu tubuh mengubah makanan


menjadi energi, serta menjaga kesehatan kulit.
 Vitamin B2 yang berfungsi untuk membantu tubuh menghasilkan energi
dari makanan, serta membantu sel tubuh membakar lemak dan menjaga
kesehatan kulit.
 Vitamin B3 (niacin) yang berfungsi untuk membantu sel-sel tubuh
mengubah makanan menjadi energi, serta menjaga kesehatan kulit.
 Vitamin B5 (pantothenic acid) yang berfungsi untuk membantu sel tubuh
memproduksi asam lemak dan hormon.
 Vitamin B6 yang berfungsi untuk membantu tubuh dalam menggunakan
dan memproses cadangan gula menjadi energi, serta membantu produksi
sel darah merah.
 Vitamin B7 (biotin) yang berfungsi untuk membantu produksi asam lemak
dan asam amino ketika dibutuhkan oleh tubuh.
 Vitamin B9 (asam folat) yang berperan penting dalam proses pembelahan
sel, terutama pada ibu hamil, sehingga dapat meminimalkan risiko
terjadinya kelainan bawaan pada janin.
 Vitamin B12 yang berfungsi untuk membantu pembentukan sel darah
merah, serta memelihara fungsi saraf.

Kekurangan vitamin B dapat menyebabkan terganggunya berbagai proses


metabolisme. Selain itu, penyakit yang dapat timbul akibat kekurangan vitamin ini
adalah beriberi, dermatitis, diare, dan anemia.

3. Vitamin C

Vitamin C atau ascorbic acid dibutuhkan tubuh untuk memproduksi kolagen.


Kolagen sendiri merupakan salah satu serat protein yang berperan dalam menjaga
kekenyalan kulit, membantu penyembuhan luka, serta memperkuat pembuluh
darah.
Selain itu, vitamin ini juga berperan dalam produksi norepinefrin dan
serotonin, yaitu zat kimia otak (neurotransmitter) yang berfungsi untuk mengirim
sinyal antar saraf.
Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan Anda mengalami anemia, gusi
berdarah, gangguan sistem saraf, dan penurunan massa otot, serta membuat luka
Anda sulit sembuh dan rentan terinfeksi.

4. Vitamin D

Vitamin D berfungsi untuk membantu penyerapan kalsium guna pertumbuhan


tulang, terutama pada anak-anak. Selain itu, vitamin ini juga membantu sistem
imun dalam melawan infeksi. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan Anda
mengalami pelunakan tulang (osteomalacia), rakitis, dan rentan terkena infeksi.

5. Vitamin E

Vitamin E adalah antioksidan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melindungi sel-
sel dari kerusakan. Selain itu, vitamin E juga memiliki fungsi untuk memperkuat
sistem kekebalan tubuh, membantu pembentukan sel darah merah, memperlambat
penuaan, serta mengurangi risiko penyakit katarak dan radang sendi. Meski jarang
terjadi, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan anemia hemolitik.

6. Vitamin K

Vitamin K merupakan vitamin yang berperan penting dalam proses pembekuan


darah, dan menjaga kekuatan tulang. Kekurangan vitamin K dapat membuat Anda
berisiko mengalami perdarahan dan patah tulang.

3)Sumber Mineral
Jenis-Jenis Makro Mineral
Beberapa jenis mineral yang termasuk ke dalam kelompok makro mineral adalah:

1. Fosfor

Fosfor merupakan satu dari empat jenis makro mineral. Dalam tubuh, zat ini
memiliki fungsi penting sebagai komponen pembentuk enzim dan sel. Selain itu,
mineral ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan tulang dan
mengoptimalkan metabolisme tubuh.
Idealnya, tubuh membutuhkan asupan fosfor tidak kurang dari 700 mg per
hari.eberapa makanan yang menjadi sumber fosfor di antaranya daging ayam,
ikan, dan sapi.

2. Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang memiliki banyak peranan penting dalam


kesehatan tubuh. Selain menjaga kepadatan tulang, kalsium juga berperan dalam
pembekuan darah saat luka, mengaktifkan berbagai enzim penting dalam tubuh,
dan bahkan dapat mencegah preeklampsia.
Beberapa contoh makanan yang kaya akan kalsium adalah susu, yoghurt, keju,
dan makanan laut. Umumnya, tubuh membutuhkan asupan kalsium sebanyak
1200 mg per hari. Kebutuhan ini bisa berbeda-beda sesuai usia atau kondisi
kesehatan seseorang.

3. Magnesium

Mineral lain yang juga termasuk ke dalam jenis makro mineral adalah
magnesium. Magnesium diperlukan dalam pengaturan tekanan darah, gula darah,
dan kontraksi otot. Mineral ini juga berperan dalam menghantarkan sinyal pada
saraf, mengaktifkan beberapa enzim dalam tubuh, serta menjaga keseimbangan
elektrolit.
Magnesium banyak terkandung dalam beberapa jenis makanan, seperti sayuran
hijau, alpukat, kacang-kacangan, dan cokelat hitam. Dalam sehari, tubuh
memerlukan 320-420 mg asupan magnesium.

4. Natrium

Mineral yang satu ini sangat populer di khalayak karena banyak terkandung dalam
garam dan bahan penguat rasa. Walau sering dikaitkan dengan
penyakit hipertensi dan dijadikan “musuh” bagi penderitanya, tubuh sebenarnya
tetap membutuhkan asupan natrium untuk membantu menjaga keseimbangan
kadar air dalam tubuh.
Asupan natrium yang ideal dalam sehari adalah tidak lebih dari 1500 mg atau
sekitar setengah sendok teh garam dapur. Jika kamu merasa kesulitan mengurangi
garam dalam masakanmu, kamu bisa mencoba mengurangi konsumsi makanan
instan seperti makanan kaleng atau saus-saus yang tinggi akan sodium.
Jenis-Jenis Mikro Mineral

Walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, bukan berarti jenis mineral ini
tidak penting. Mikro mineral juga memiliki macam-macam peranan dalam fungsi
tubuh. Berikut adalah beberapa jenis mikro mineral dan fungsinya:

1. Yodium

Yodium merupakan bagian penting dari hormon tiroid yang berperan dalam
mengatur seluruh proses metabolisme dalam tubuh. Kekurangan yodium dapat
menyebabkan gejala hipotiroid, seperti kenaikan berat badan dan
munculnya gondok.
Umumnya, tubuh memerlukan sekitar 150 mcg asupan yodium per hari. Yodium
banyak ditemukan dalam makanan laut, seperti ikan, udang, dan rumput laut.
Namun, menggunakan garam dapur beryodium pada masakan rumah sebenarnya
sudah mencukupi kebutuhan mineral ini.
2. Mangan
Mangan memainkan peranan penting dalam tubuh, yaitu regenerasi sel darah
merah, pembentukan tulang, dan melancarkan siklus reproduksi. Mineral ini
banyak ditemukan dalam udang, gandum, serta beberapa jenis biji-bijian.
Idealnya, tubuh orang dewasa memerlukan sekitar 2 mg asupan mangan per hari.

3. Selenium

Selenium diperlukan tubuh untuk metabolisme hormon tiroid, pembentukan DNA,


serta mencegah kerusakan sel-sel dalam tubuh. Selenium banyak terdapat dalam
daging ayam, ikan, telur ikan, kacang-kacangan, jamur, misalnya jamur shitake,
dan biji-bijian. Sesuai dengan jenisnya yang merupakan mikro mineral, tubuh
hanya membutuhkan asupan selenium sekitar 55 mcg per hari.

4. Kromium

Kromium juga termasuk ke dalam jenis mikro mineral. Tubuh membutuhkan


asupan mineral ini untuk membantu menjaga dan mengatur kadar glukosa dalam
darah, serta untuk mengaktifkan hormon insulin. Bukan cuma itu, kromium juga
berperan dalam mengoptimalkan metabolisme tubuh.
Mikro mineral yang satu ini banyak didapatkan dalam daging, sayuran, dan
produk olahan susu. Idealnya, tubuh membutuhkan asupan kromonium sekitar 25-
35 mcg per hari. Meski tergolong sangat sedikit, kekurangan asupan kromium
dapat berpengaruh dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Mineral memiliki banyak peranan dalam fungsi tubuh. Namun, perlu diingat,
terlalu banyak mineral juga tidak baik untuk tubuh, terutama bila memang sudah
ada gangguan kesehatan, seperti gagal ginjal, sebelumnya.

C. Metode Penyuluhan
1) Ceramah
2) Diskusi
3) Tanya Jawab
D. Media
1) Leaflet
2) Lembar balik
E. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan sasaran
1 5 menit Pembukaan
1. Salam pembuka 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan
3. Menyebutkan materi 3. Memperhatikan
yang akan diberikan
2 15 menit Pelaksanaan Memperhatikan
1. Penjelasan sumber makanan
bergizi

2. Penjelasan sumber vitamin

3. Penjelasan sumber mineral

3 10 menit Evaluasi
1. Memberikan 1. Bertanya dan
kesempatan untuk mendengar jawaban
bertanya 2. Menjelaskan materi
2. Meminta keluarga
menjelaskan tentang
makanan sehat
4 5 menit Terminasi
1. Mengucapkan terima kasih 1. Memperhatikan
atas perhatian yang 2. Menjawab salam
diberikan
2. Mengucapkan salam

Anda mungkin juga menyukai